PEMBAHASAN
A. Definisi Kebenaran
Apakah kebenaran itu? Inilah pertanyaan yang lebih lanjut harus di
hadapi di dalam filsafat ilmu. Hal kebenaran sesungguhnya memang
merupakan tema sentral di dalam filsafat ilmu. Secara umum orang merasa
bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran. Rasanya lebih
tepat kalau pertanyaan kemudian di rumuskan menjadi apakah pengetahuan
yang benar itu?
Problematik mengenai kebenaran, seperti halnya problematik tentang
pengetahuan, merupakan masalah masalah yang mengacu pada tumbuh dan
berkembangnya, dalam filsafat itu. Apabila orang memberikan prioritas
kepada peranan pengetahuan, dan apabila orang percaya bahwa dengan
pengetahuan itu manusia akan menemukan kebenaran dan kepastian, maka
mau tidak mau orang harus berani menghadapi pertanyaan tersebut, sebagai
hal yang mendasar dan hal yang mendasari sikap dan wawasannya. 1
Dalam kamus umum bahasa Indonesia yang ditulis oleh
purwadarminta ditemukan arti kebenaran, yakni 1. Keadaan (hal dan
sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau keadaan yang sesungguhnya);
missal, kebenaran berita ini masih saya sangsikan; kita harus berani membela
kebenaran dan keadilan. 2. Sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul-
betul demikian halnya dan sebagainya); misal, kebenaran-kebenaran yang
diajarkan oleh agama. 3. Kejujuran; kelurusan hati; missal, tidak ada
seorangpun sangsi akan kebaikan dan kebenaran hatimu. 4. Selalu izin;
perkenanan; missal, dengan kebenaran yang dipertuan. 5. Jalan kebetulan;
missal, penjahat itu dapat dibekuk dengan secara kebenaran saja.
1 Surajiyo. 2013. Filsafat Umum Dan Perkembangannya Di Indonesia. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Hlm 101
1
B. Jenis-jenis Kebenaran
Telaah dalam filsafat ilmu, membawa orang kepada kebenaran dibagi
dalam tiga jenis. Menurut A.M.W. Pramarka (1987) tiga jenis kebenaran itu
adalah 1. Kebenaran epistemologikal; 2. Kebenaran ontological; 3. Kebenaran
semantikal.
Kebenaran epistemological adalah pengertian kebenaran dalam
hubungannya dengan pengetahuan manusia. Kadang-kadang disebut dengan
istilah veritas logica. Kebenaran dalam arti ontological adalah kebenaran
sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala sesuatu yang ada ataupun
diadakan. Apabila dihubungkan dengan kebenaran epistemological kadang-
kadang disebut juga kebenaran sebagai sifat dasar yang ada didalam objek
pengetahuan itu sendiri. Adapun kebenaran dalam arti semantikal adalah
kebenaran yang terdapat serta melekat didalam tutur kata bahasa. Kebenaran
semantikal disebut juga kebenaran moral (veritas moralis) karena apakah
tutur kata dan bahasa itu mengkhianati atau tidak terhadap kebenaran
epistemological ataupun kebenaran ontological tegantung kepada manusianya
yang mempunyai kemerdekaan untuk menggunakan tutur kata ataupun bahasa
itu. 2
Apabila kebenaran epistemological terletak didalam adanya
kemanunggalan yang sesuai serasi terpadu antara apa yang dinyatakan oleh
proses cognitif intelektual manusia dengan apa yang sesungguhnya ada
didalam objek (yang disebut esse reale rei), apakah itu konkret atau abstrak,
maka implikasinya adalah bahwa didalam esse reale rei tersebut memang
terkandung suatu sifat intelligibilitas (dapat diketahui kebenarannya).
Hal adanya intelligibilitas sebagai kodrat yang melekat didalam objek,
didalam benda, barang, makhluk dan sebagainya sebagai objek potensial
maupun riil dari pengetahuan cognitive intelektual manusia itulah yang
disebut kebenaran ontological, ialah sifat benar yang melekat didalam objek.
2
Ibid Hlm 102
2
C. Sifat sifat Kebenaran
Menurut Abbas Hamami Mintaredja (1983) kata ‘kebenaran’ dapat
digunakan sebagai suatu kata benda yang konkret maupun abstrak. Jika subjek
hendak menuturkan kebenaran artinya proposisi yang benar. Proposisi
maksudnya makna yang dikandung dalam suatu pertanyaan atau statement.
Jika subjek menyatakan kebenaran bahwa proposisi yang diuji itu pasti
memiliki kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan, dan nilai. Hal yang
demikian karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat,
hubungan, dan nilai itu sendiri.
3
yang terkandung dalam pengetahuan ilmiah bersifat relative,
maksudnya kandunga kebenaran dari jenis pengetahuan ilmiah
selalu mendapatkan revisi yaitu selalu diperkaya oleh hasil
penemuan yang paling mutakhir. Dengan demikian, kebenaran
dalam pengetahuan ilmiah selalu mengalami pembeharuan sesuai
dengan hasil penelitian yang paling akhir dan mendapatkan
persetujuan para ilmuwan sejenis.
c. Penegetahuan filsafat, yaitu jenis penegtahuan yang pendekatannya
melalui metodologi pemikiran filsafat, yang sifatnya mendasar dan
menyeluruh dengan model pemikiran yang analitis, kritis, dan
spekulatif. Sifat kebenaran yang terkandung dalam pengetahuan
filsafati adalah absolut-intersubjektif. Maksudnya nilai kebenaran
yang terkandung jenis pengetahuan filsafat selalu merupakan
pendapat yang selalu melekat pada pandangan filsafat dari seorang
pemikir filsafat itu serta selalu mendapat pembenaran dari filsuf
kemudian yang menggunakan metodologi pemikiran yang sama
pula. Jika pendapat filsafat itu ditinjau dari sisi lain, artinya dengan
pendekatan filsafat yang lain sudah dapat dipastikan hasilnya akan
berbeda atau bahan bertentangan atau menghilangkan sama sekali.
d. Kebenaran pegetahuan yang terkandung dalam pengetahuan
agama. Pengetahan agama memiliki sifat dogmatis, artinya
pernyataan dalam suatu agama selalu dihampiri oeh kenyakinan
yang telah tertentu sehingga pernyataan dalam ayat kitab suci
agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang
digunakan untuk memahaminya. Implikasi makna dari kandungan
kitab suci itu dapat berkembang secara dinamis sesuai dengan
perkembangan waktu, tetapi kandungan dari ayat kitab suci itu
tidak dapat diubah dan sifatnya absolut.
2. Kebenaran dikaitkan dengan sifat atau karakteristik dari bagaimmana
cara atau denga alat apakah seseorang membangun pengetahuannya.
Apakah ia membangunnya dengan pengindraaan atau sense experience,
atau dengan akal pikir atau rasio, intuisi, keyakinan. Implikasi penggunaan
4
alat untuk memperoleh pengetahuan melalui alat tertentu akan
mengakibatkan karakteristik kebenaran yang dikandung oleh pengetauan
akan memiliki cara tertentu untuk membuktikannya, arrtinya jika
seseorang membangunnya melalui indra atau sense experience, pada saat
ia membuktikan kebenaran pengetahuan harus melalui indra pula, begitu
juga dengan cara yang lain. Seseorang tidak dapat membuktikan
kandungan kebenaran yang dibangun oleh cara intuitif, dibuktikannya
dengan cara lain cara indrawi misalnya.
3. Kebenaran yang dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan.
Artinya, bagaimana relasi atau hubungan atau subjek dan objek, manakah
yang dominan untuk membangun pengetahuan, subjekkah atau objek. Jika
subjek yang berperan maka jenis pengetahuan itu mengandung nilai
kebenaran yang sifatnya subjektif, artinya niai kebenaran dari pengetahuan
yang dikandungnya amat tergantung pada subjek yang memiliki
pengetahuan itu. Atau jika objek amat berperan maka sifatnnya objektif,
seperti pengetahuan tentang alam dan ilmu-ilmu alam.3
3
Ibid hlm 103
5
Penemuan coba dan ralat terjadi tanpa adanya kepastian akan
berhasil atau tidak berhasil kebenaran yang dicari. Memang ada
aktivitas mencari kebenaran, tetapi aktivitas itu mengandung unsur
spekulatif atau 'untung-untungan'. Penemuan dengan cara ini kerap kali
memerlukan waktu yang lama, karena memang tanpa rencana, tidak
terarah, dan tidak diketahui tujuannya. Cara coba dan ralat ini pun
tidak dapat diterima sebagai cara ilmiah dalam usaha untuk
mengungkapkan kebenaran.
3. Penemuan Melalui Otoritas atau Kewibawaan
Pendapat orang-orang yang mempunyai kedudukan dan
kekuasaan sering diterima sebagai kebenaran meskipun pendapat itu
tidak didasarkan pada pembuktian ilmiah. Pendapat itu tidak berarti
tidak ada gunanya. Pendapat itu tetap berguna, terutama dalam
merangsang usaha penemuan baru bagi orang-orang yang
menyangsikannya. Namun demikian adakalanya pendapat itu ternyata
tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Dengan demikian pendapat
pemegang otoritas itu bukanlah pendapat yang berasal dari penelitian,
melainkan hanya berdasarkan pemikiran yang diwarnai oleh
subjektivitas.
4. Penemuan Secara Spekulatif
Cara ini mirip dengan cara coba dan ralat. Akan tetapi,
perbedaannya dengan coba dan ralat memang ada. Seseorang yang
menghadapi suatu masalah yang harus dipecahkan pada penemuan
secara spekulatif, mungkin sekali ia membuat sejumlah alternatif
pemecahan. Kemudian ia mungkin memilih satu alternatif pemecahan,
sekalipun ia tidak yakin benar mengenai keberhasilannya.
5. Penemuan Kebenaran Lewat Cara Berpikir Kritis dan Rasional
Telah banyak kebenaran yang dicapai oleh manusia sebagai
hasil upaya menggunakan ke mampuan berpikirnya. Dalam
menghadapi masalah, manusia berusaha menganalisisnya berdasarkan
pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki untuk sampai pada
pemecahan yang tepat. Cara berpikir yang ditempuh pada tingkat
6
permulaan dalam memecahkan masalah adalah dengan cara berpikir
analitis dan cara berpikir sintetis.
6. Penemuan Kebenaran Melalui Penelitian Ilmiah
Cara mencari kebenaran yang dipandang ilmiah ialah yang
dilakukan melalui penelitian. Penelitian adalah penyaluran hasrat ingin
tahu pada manusia dalam taraf keilmuan. Sampai pada taraf setinggi
ini disertai oleh keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat, dan
bahwa setiap gejala yang tampak coba dicari penjelasannya secara
ilmiah. Pada setiap penelitian ilmiah melekat ciri-ciri umum, yaitu
pelaksanaannya yang metodis hanya mencapai suatu keseluruhan yang
logis dan koheren. Artinya, dituntut adanya sistem dalam metode
maupun dalam hasilnya. Jadi susunannya logis. Ciri lainnya adalah
universalitas. Setiap penelitian ilmiah harus objektif, artinya terpimpin
oleh objek dan tidak mengalami distorsi karena adanya berbagai
prasangka subjektif. Agar penelitian ilmiah dapat dijamin
objektivitasnya, tuntutan intersubjektivitas perlu dipenuhi. Penelitian
ilmiah juga harus diverifikasi oleh semua penelitian yang relevan.
Prosedur penelitian harus terbuka untuk diperiksa oleh ilmuwan yang
lain. Oleh karena itu penelitian ilmiah harus dapat dikomunikasikan.4
7
adalah teori kebenaran yang menyatakan bahwa suatu pernyataan itu benar
kalau isi pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan tersebut
berkorespondensi (sesuai ) dengan objek yang dirujuk oleh pernyataan
tersebut.
8
kebenaran dan kesesatan sebagai sifat dari keyakinan. Dalam arti bahwa,
jika keyakinan dalam diri seseorang tidak diekspresikan dalam sebuah
proporsisi tentang sesuatu yang didnilai sebagai benar atau salah, maka
tidak aka nada kebenaran dan kesalahan. (3) kebenrandan kesalahan dari
suatu keyakinan selalu bergantung pada sesuatu yang terletak diluar
keyakinan itu sendiri juga. Dari ketiga syarat-syarat diatas, terlihat cukup
jelas bahwa dalam teori korespondensi dan kebenaran terdiri atas benyuk
hubungan antara keyakinan dan fakta.
9
teori korespondensi tentang kebenenaran tidak berfungsi. Tetapi nyatanya
pengetahuan dalam bidang-bidang tersebut memiliki kedududkan tinggi.
Dengan demikian dengan tataran yang lebih subtil, teori korespondensi
ternyata memiliki problematika yang tidak terjawab secara holistik.
10
menarik kesimpulan yang niscaya (dan kalau benar, tentu kebenarannya
juga bersifat niscaya), teori kebenaran koherensi mengambil kedua disiplin
ilmu itu sebagai dasar. Satu-satunya tolok ukur kebenaran untuk
pernyataan matematis dan logis adalah tidaknya konsistensi dengan
aksioma dalam sistem yang diikuti.
11
logika yang tersusun dalam bentuk proposisi-proposisi yang bersifat
rasional. Dengan argumentasi yang bersifat hanya penalaran intelektual
tersebut, justru teori menjadi begitu abstrak bagi kehidupan konkret sehari
hari.
12
f. Arti gagasan (teori, konsep, keyakinan) sama dengan: a) kegunaan
praktis yang dapat diberikan oleh gagasan itu, dan b) konsekuensi
yang berasal dari gagasan itu.
Bagi Peirce, ide itu menjadi betul-betul benar, jika terlihat secara
faktual akibat-akibat praktisnya dalam kehidupan manusia. Ia memandang
kehidupan manusia sebagai pejuang hidup yang tak berkesudahan dan
makna terpenting dalam perjuangan itu adalah konsekuensi-konsekuensi
yang bersifat praktis. Konsekuensi- konsekuensi yang bersifat praktis
tersebut erat hubungannya dengan makna dan kebenaran. Demikian
eratnya, sehingga oleh Peirce dikatakan bahwa kedua hal tersebut
sesungguhnya merupakan keunggulan. Meminjam kalimat Peirce secara
langsung: “untuk memastikan apakah yang dikandung oleh suatu konsepsi
akali, maka kita harus memperhatiakan konsekuensi-konsekuensi praktis
apakah yang niscaya akan timbul dari kebenaran-kebenaran tersebut”.
Dengan kata lain jika tidak menimbulkan konsekuensi- konsekuensi yang
praktis, maka sudah tentu tidak ada makna yang dikandunag oleh
konsepsi-konsepsi yang dianggap benar.
13
sebaliknya, yakni bahwa kebenaran itu suatu hubungan yang pasti dan
tetap (statis). Ketika James menyelidiki teori-teori kebenaran yang
tradisional, ia menanyakan, apakah arti kebenaran dalam tindakan.
Kebenaran harus merupakan nilai dari suatu ide. Tak ada suatu motif
dalam mengatakan bahwa sesuatu itu benar atau salah, kecuali untuk
memberi petunjuk bagi tindakan yang praktis. Suatu ide menjadi benar
jika menghasilakan atau jika ia memberikan akibat-akibat yang
memuaskan.
14
Teori kebenaran pragmatis menjadi ajaran yang amat menarik dan
cukup digemari oleh sebagian besar orang. Teori pragmatis bukan hanya
pada penyelesaian masalah dan manfaat praktis yang memuaskan, tapi
juga pada kontemplasi filosofis harus menyentuh perubahan perilaku pada
ranah praktis. Pengetahuan dan wawasan tidak boleh berhenti pada tatanan
pemahaman semata, tapi mesti membawa implikasi pada tindakan nyata.
Dengan ungkapan lain ,teori pragmatis lebih bersifat aktif – dinamis.
Sehingga konsep ini sangat menarik bagi orang-orang yang tergerak ingin
melakuakan perubahan aktual. Dalam konteks makna ini, teori kebenaran
pragmatis memang banyak diapresiasi karena usahanya dalam
menurunkan filsafaat dari ranah kontemplatif-filosofis, ke ranah pragmatis
untuk menjawab problem-problem kehidup saat ini.
15
tidak bermanfaat. Menurut para kritis, terdapat kebenaran yang harus kita
pikirkan, keindahan yang kita rasakan dan ketertiban alam yang harus di
ungkapakan. Keempat, teori pragmatis juga rentan terperangkap dalam
relativisme. Dengan memberikan definisi tentang kebenaran sebagai
kegunaan praktisnya dalam setiap konteks-konteks yang berbeda dan
menerima akibat-akibat yang baik sebagai kriteria kebenaran, setidaknya
mengandung asumsi bahwa tedapat suatu kebenaran untuk saya, dan suatu
kebenaran lagi buat anda. Relativisme semacam itu condong untuk
mebaurkan pertimbangan kita dan menjadikan kita kurang dapat
menghargai bukti secara objektif dan tidak memihak. Kita harus belajar
memandang benda-benda sebagaimana apa adanya, dan mengekang
harapan, kemauan, keinginan dan prasangka-prasangka kita.
16
4. Teori Kebenaran Performatif
17
3. Perekonomiaan Indonesia mengalami guncangan karena
jatuhnya nilai Rupiah terhadap dolar AS.
4. Banyak tenaga kerja wanita Indonesia terlantar dan
bermasaalah di Arab Saudi.
18
dalam bahasa inggris ‘to perform’ dan ‘performance’. Beberapa
contoh ucapan performatif dapat diamati pada contoh kalimat berikut:
19
3. Akhirnya suatu ucapan performatif juga tidak sah manakala
orang yang bersangkutan menyimpang dari apa yang
diucapakannya. Misalnya saya menunjukan saudara untuk
menggantikan kedudukan saya sebagai sekertaris organisasi
kita , akan tetapi orang yang bersangkutan masih tetap
menduduki jabatan sekretaris, sehingga ucapan tersebut tidak
konsekuen.
20
katakan “ There is no standard higher than the assent of the relavant
community “. Memang bagi Kunh, Tujuan poko sains , yang kegiatan nya
selalu tergantung pada suatu paradigm yang dianut, bukan untuk mencari
kebenaran , tetapi untuk memecahkan teka-teki (puzzles solving) yang
disajiakan oleh alam. Salah satu tolak ukur utama untuk menilai apakah
pengetahuan sains mengalami kemajuan atau tidak adalah dari kenyataan
apakah dibandingkan dengan waktu sebelumnya semakin banyak tek-
teki yang disajikan oleh alam itu terpecahkan atau tidak.
5
Zaprulkhan & Nuran Hasanah (Ed). 2015. filsafat ilmu, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
hlm116
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan materi di atas maka dapat di tarik beberapa
pengetahuan, diantaranya:
1. Definisi Kebenaran
Dalam kamus umum bahasa Indonesia yang ditulis oleh
purwadarminta ditemukan arti kebenaran, yakni 1. Keadaan (hal dan
sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau keadaan yang
sesungguhnya); missal, kebenaran berita ini masih saya sangsikan; kita
harus berani membela kebenaran dan keadilan. 2. Sesuatu yang benar
(sungguh-sungguh ada, betul-betul demikian halnya dan sebagainya);
misal, kebenaran-kebenaran yang diajarkan oleh agama. 3. Kejujuran;
kelurusan hati; missal, tidak ada seorangpun sangsi akan kebaikan dan
kebenaran hatimu. 4. Selalu izin; perkenanan; missal, dengan
kebenaran yang dipertuan. 5. Jalan kebetulan; missal, penjahat itu dapat
dibekuk dengan secara kebenaran saja.
2. Jenis-jenis Kebenaran
1) Kebenaran epistemological
2) Kebenaran ontological
3) Kebenaran semantikal
3. Cara Penemuan Kebenaran
1. Penemuan Secara Kebetulan
2. Penemuan 'Coba dan Ralat' (Trial and Error)
3. Penemuan Melalui Otoritas atau Kewibawaan
4. Penemuan Secara Spekulatif
5. Penemuan Kebenaran Lewat Cara Berpikir Kritis dan
Rasional
22
4. Sifat-sifat Kebenaran
1. Kebenaran berkaitan dengan kualitas pengetahuan
2. Kebenaran berkaitan dengan sifat atau karekteristik
3. Kebenaran yang dikaitkan atas ketergantungan terjadinya
pengetahuan
5. Tipologi Teori Kebenaran
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak seakali kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah
dalam kesimpulan diatas.
23