NIM : 11620057
Jurusan : Biologi-B
Tugas : UTS Evolusi
Dosen : Dr. Eko Budi Minarno, M.Pd
Judul : Teori Mengenai Neo-Darwinisme dan Hubungan Evolusi, Genetika, Lingkungan
beserta perananannya bagi kemaslahatan manusia.
!. Teori Neo-Darwinisme
A. Pengertian Neo-Darwinisme
Teori evolusi Neo-Darwinisme mengatakan bahwa kehidupan berkembang atau
berevolusi melalui dua mekanisme alamiah: seleksi alam dan mutasi. Pada dasarnya teori ini
menekankan bahwa seleksi alam dan mutasi adalah dua mekanisme yang saling melengkapi.
Sumber dari perubahan secara evolusi adalah mutasi acak yang terjadi dalam struktur genetik
makhluk hidup. Sifat yang dihasilkan dari mutasi ini kemudian dipilah dengan mekanisme
seleksi alam, dan dengan cara inilah makhluk hidup berevolusi.
Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin),
kedua gen induk (Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet
menerima satu gen dari induknya.
Secara garis besar, hukum ini mencakup tiga pokok:
1) Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter
turunannya. Ini adalah konsep mengenai dua macam alel; alel resesif (tidak selalu
nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf kecil, misalnya w), dan alel dominan
(nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf besar, misalnya R).
2) Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari tetua jantan (misalnya ww) dan
satu dari tetua betina (misalnya RR).
3) Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda (Sb dan sB pada gambar 1),
alel dominan (S atau B) akan selalu terekspresikan (nampak secara visual dari luar).
Alel resesif (s atau b) yang tidak selalu terekspresikan, tetap akan diwariskan pada
gamet yang dibentuk pada turunannya.
b. Hukum asortasi bebas (hukum kedua Mendel)
Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau
lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan
sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling memengaruhi.
Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan misal, tinggi tanaman dengan warna bunga
suatu tanaman, tidak saling memengaruhi.
Seperti nampak pada gambar 2, induk jantan (tingkat 1) mempunyai genotipe ww (secara
fenotipe berwarna putih), dan induk betina mempunyai genotipe RR (secara fenotipe berwarna
merah). Keturunan pertama (tingkat 2 pada gambar) merupakan persilangan dari genotipe induk
jantan dan induk betinanya, sehingga membentuk 4 individu baru (semuanya bergenotipe wR).
Selanjutnya, persilangan/perkawinan dari keturuan pertama ini akan membentuk indidividu pada
keturunan berikutnya (tingkat 3 pada gambar) dengan gamet R dan w pada sisi kiri (induk jantan
tingkat 2) dan gamet R dan w pada baris atas (induk betina tingkat 2). Kombinasi gamet-gamet
ini akan membentuk 4 kemungkinan individu seperti nampak pada papan catur pada tingkat 3
dengan genotipe: RR, Rw, Rw, dan ww. Jadi pada tingkat 3 ini perbandingan genotipe RR ,
(berwarna merah) Rw (juga berwarna merah) dan ww (berwarna putih) adalah 1:2:1. Secara
fenotipe perbandingan individu merah dan individu putih adalah 3:1.
Gambar 2.
Kalau contoh pada gambar 2 merupakan kombinasi dari induk dengan satu sifat dominan
(berupa warna), maka contoh pertama menggambarkan induk-induk dengan 2 macam sifat
dominan: bentuk buntut dan warna kulit. Persilangan dari induk dengan satu sifat dominan
disebut monohibrid, sedang persilangan dari induk-induk dengan dua sifat dominan dikenal
sebagai dihibrid, dan seterusnya.
Pada gambar 1, sifat dominannya adalah bentuk buntut (pendek dengan genotipe SS dan
panjang dengan genotipe ss) serta warna kulit (putih dengan genotipe bb dan coklat dengan
genotipe BB).
C. Sejarah, Perkembangan, dan Keruntuhan Teori Neo-Darwinisme
1. Sejarah
Charles Darwin berpendapat bahwa makhluk hidup selalu berubah. Perubahan ini
merupakan hasil dari seleksi alam. Konsepnya adalah keturunan dengan modifikasi yang
mengalami perubahan berkelanjutan. Distribusi geografis dan seleksi alam merupakan cara
evolusi yang diungkapkan oleh Darwin.
Kemudian, pada pergantian abad, ilmu pengetahuan genetik mulai muncul di dunia. Ilmu
genetika mengalami kemajuan yang pesat, dan hal ini terus berlanjut hingga akhir tahun 90-an.
Dengan memahami mengenai keajaiban DNA (deoxyribonucleic acid) dan fungsinya dalam
reproduksi seksual, manusia dapat mengungkapkan misteri kehidupan yang menakjubkan.
Para ahli genetika percaya bahwa seleksi alam memiliki peranan dalam evolusi, namun
tidak semua teori yang diungkapkan oleh Darwin diterima. Beberapa peneliti berpendapat bahwa
perubahan dan variasi terjadi karena mutasi gen. Menurut mereka, mutasi gen yang terjadi pada
makhluk hidup, akan bergabung dengan teori evolusi Darwin melalui seleksi alam.
Teori evolusi Neo-Darwinisme mengatakan bahwa kehidupan berkembang atau
berevolusi melalui dua mekanisme alamiah: seleksi alam dan mutasi. Pada dasarnya teori ini
menekankan bahwa seleksi alam dan mutasi adalah dua mekanisme yang saling melengkapi.
Sumber dari perubahan secara evolusi adalah mutasi acak yang terjadi dalam struktur genetik
makhluk hidup. Sifat yang dihasilkan dari mutasi ini kemudian dipilah dengan mekanisme
seleksi alam, dan dengan cara inilah makhluk hidup berevolusi.
Saat ini, sebagian besar buku-buku genetika maupun biologi umum, menggunakan ilmu
genetika untuk mendukung teori evolusi organik (evolusi biologi). Namun teori penciptaan
ilmiah ini dianggap sebagai teori yang tidak penting dan ditolak. Hal ini disebabkan oleh hukum
hereditas bertentangan dengan fakta evolusi.
2. Perkembangan
Mutasi genetik memiliki peranan yang tidak sedikit dalam teori evolusi. Dr. Simpson,
dalam bukunya, Life: An Introduction to Biology, menuliskan: “Mutasi adalah sesuatu yang
luarbiasa dalam evolusi”. Selanjutnya, Dr. Simpson menegaskan, tanpa mutasi gen, tidak akan
terjadi evolusi. Dengan demikian, mutasi gen bertanggungjawab pada kemajuan teori evolusi.
Menurut kamus Webster, mutasi merupakan perubahan mendasar dan signifikan, atau
perubahan fundamental dalam sifat hereditas yang menghasilkan individu baru yang berbeda
dengan orangtuanya. Jadi, mutasi merupakan perubahan sifat keturunan yang disebabkan oleh
perubahan materi genetik. Perdebatan masih berlanjut, apakah perubahan yang bersifat merusak
atau membahayakan dapat disebut sebagai mutasi, atau apakah perubahan yang hanya bersifat
menguntungkan untuk organisme yang dapat menciptakan makhluk hidup.
Teori seleksi alam Darwin memiliki kelemahan, yaitu tidak dapat menjelaskan asal-usul
tipe makhluk hidup. Ketika ahli botani Belanda, Hugo deVries, mengusulkan teori mutasi pada
pergantian abad, teori ini dianggap sebagai “lawan” dari teori evolusi Darwin dan akhirnya
ditolak. Dr. deVries menyangkal teori evolusi Darwin dengan mengatakan, “seleksi alam dapat
menjelaskan makhluk hidup yang dapat bertahan, namun tidak dapat menjelaskan asal-usul
makhluk hidup tersebut”.
Seiring berjalannya waktu, para ahli evolusi akhirnya menerima teori mutasi deVries dan
juga teori seleksi alam Darwin. Kedua teori ini menjadi penjelasan mekanisme evolusi. Selama
tahun 1920-an dan 1930-an, para peneliti mulai menyadari bahwa kombinasi ide dari Darwin dan
deVries tidak cukup untuk mendukung penjelasan mekanisme evolusi. Para peneliti akhirnya
menyerah untuk mengungkapkan bagaimana evolusi terjadi, namun mereka percaya akan
mampu memecahkan misteri tersebut suatu saat nanti. Sebuah pernyataan dari professor George
H. Parker dari Universitas Harvard mengilustrasikan perasaan para ahli pada tahun-tahun
tersebut, yaitu: “karena para ahli belum mengetahui bagaimana evolusi itu terjadi, bukan berarti
kita menentang evolusi itu sendiri”.
Pada akhirnya, para ahli evolusi tidak menemukan bukti lainnya, sehingga mereka
kembali menerima teori mutasi yang digabungkan dengan seleksi alam, menjadi suatu
mekanisme evolusi ganda. Pada saat ini, para ahli evolusi telah mempelajari mengenai evolusi,
sehingga menjadi jelas bahwa variasi biasa maupun rekombinasi karakteristik yang ada dapat
menghasilkan kemajuan evolusi alam.
Fenomena mutasi menjadi komponen paling penting dalam model evolusi. Masing-
masing perubahan yang melalui proses seleksi alam harus memiliki kegunaan positif di dalam
lingkungan, sehingga berkontribusi terhadap proses evolusi. Oleh karena itu, diperlukan suatu
penelitian lebih jauh mengenai mutasi gen.
3. Keruntuhan
Ada sebuah fakta ilmiah yang seketika meruntuhkan teori ini sepenuh-nya: Mutasi tidak
menyebabkan makhluk hidup berkembang; sebalik-nya, selalu merugikan mereka. Alasannya
sangat sederhana: DNA memiliki struktur yang sangat kompleks dan pengaruh acak hanya dapat
mengakibatkan kerusakan kepadanya.
Ahli genetika dari Amerika, B.G. Ranganathan menjelaskan sebagai berikut: “Mutasi
bersifat kecil, acak, dan merugikan. Mereka jarang sekali terjadi dan kemungkinan terbaik adalah
bahwa mereka tidak berpengaruh. Keempat ciri dari mutasi ini berimplikasi bahwa mutasi tidak
dapat membawa kepada perkembangan evolusioner. Suatu perubahan acak dalam sebuah
organisme yang sangat terspesialisasi akan tak berpengaruh, atau merugikan”.
Henry M. Morris, seorang ahli evolusi, juga menambahkan, “Tidak ada cara yang
mengontrol mutasi untuk menghasilkan karakteristik yang dibutuhkan”. Ini salah satu fakta yang
membuktikan bahwa mutasi bersifat acak. Professor Waddington mengatakan: “mutasi jarang
terjadi, mungkin hanya satu dari jutaan hewan, atau satu kali dalam kehidupan”. Francisco J.
Ayala menulis dalam Philosophy of Science bahwa: “kemungkinan terjadinya mutasi pada
organisme yaitu antara satu dari sepuluh ribu dan satu dari sejuta gen per generasi”. Para ahli
evolusi mengakui pada setiap penelitian biologi diketahui bahwa: mutasi jarang terjadi, dan
ketika benar terjadi, maka mutasi ini bersifat acak. Oleh sebab itu, para ahli selanjutnya berpusat
pada seberapa sering mutasi “baik” terjadi.
Tidak mengejutkan bahwa sejauh ini tidak ada contoh mutasi yang bermanfaat. Semua
mutasi terbukti merugikan. Telah dipahami bahwa mutasi, yang ditampilkan sebagai sebuah
“mekanisme evolusioner”, sebenarnya merupakan peristiwa genetik yang merugikan makhluk
hidup, dan menjadikan mereka cacat (efek mutasi paling umum pada manusia adalah kanker).
Tak diragukan, sebuah mekanisme yang merusak tidak mungkin menjadi “mekanisme
evolusioner”.
Para ahli evolusi melakukan penelitian lebih jauh mengenai mutasi. Hermann J. Muller,
Nobel Laureate, dan beberapa ahli genetika lainnya menyatakan dalam American Scientist
bahwa: “mutasi bersifat acak, dan 99% dari mutasi tersebut membahayakan”. Henry M. Morris
meringkas efek buruk dari mutasi, sebagai berikut: “mutasi yang bermanfaat memiliki
karakteristik yang tersebunyi pada gen (materi genetiknya) namun tidak terekspresi, sehingga
para ahli ragu bahwa mutasi benar-benar terjadi”.
Ada tiga alasan utama mengapa mutasi tidak dapat dijadikan bukti yang mendukung
pernyataan evolusionis:
a. Efek langsung dari mutasi membahayakan
Mutasi terjadi secara acak, karenanya mutasi hampir selalu merusak makhluk hidup
yang mengalaminya. Logika mengatakan bahwa intervensi secara tak sengaja pada sebuah
struktur sempurna dan kompleks tidak akan memperbaiki struktur tersebut, tetapi
merusaknya. Dan memang, tidak pernah ditemukan satu pun “mutasi yang bermanfaat”.
b. Mutasi tidak menambahkan informasi baru pada DNA suatu organisme
Partikel-partikel penyusun informasi genetika terenggut dari tempatnya, rusak atau
terbawa ke tempat lain. Mutasi tidak dapat memberi makhluk hidup organ atau sifat baru.
Mutasi hanya meng-akibatkan ketidaknormalan seperti kaki yang muncul di punggung, atau
telinga yang tumbuh dari perut.
c. Agar dapat diwariskan pada generasi selanjutnya, mutasi harus terjadi pada sel-sel
reproduksi organisme tersebut
Perubahan acak yang terjadi pada sel biasa atau organ tubuh tidak dapat diwariskan
kepada generasi selanjutnya. Sebagai contoh, mata manusia yang berubah akibat efek radiasi
atau sebab lain, tidak akan diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya.
Seleksi alam sama sekali tidak memberikan kontribusi kepada teori evolusi, sebab
mekanisme ini tidak pernah mampu menambah atau memperbaiki informasi genetis suatu
spesies. Seleksi alam juga tidak dapat mengubah satu spesies menjadi spesies lain: bintang laut
menjadi ikan, ikan menjadi katak, katak menjadi buaya, atau buaya menjadi burung. Seleksi
alam, di sisi lain, “tidak dapat melakukan apa pun dengan sendirinya”, sebagaimana juga diakui
oleh Darwin. Fakta ini menunjukkan kepada kita bahwa tidak terdapat “mekanisme evolusioner”
di alam. Karena tidak ada mekanisme evolusioner, tidak mungkin pula proses khayalan yang
dinamakan evolusi pernah terjadi.
Teori neo-Darwinis telah ditumbangkan pula oleh catatan fosil. Tidak pernah ditemukan
di belahan dunia mana pun “bentuk-bentuk transisi” yang diasumsikan teori neo-Darwinis
sebagai bukti evolusi bertahap pada makhluk hidup dari spesies primitif ke spesies lebih maju.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh George Gaylord Simpson dari Universitas Harvard pada
awal tahun 1944, yaitu: “…bentuk-bentuk transisi berkelanjutan tidak dapat dilihat secara nyata.
Oleh karena itu, hal ini tidak dapat menghubungkan suatu kejadian dari spesies tertentu, dan
dibutuhkan suatu penjelasan yang lebih khusus dari para ahli paleontologi”.
Fosil-fosil telah membuktikan bahwa makhluk hidup tidak berasal dari evolusi bertahap,
tetapi muncul tiba-tiba dan sudah terbentuk sepenuhnya. Begitu pula perbandingan anatomi
menunjukkan bahwa spesies yang diduga telah berevolusi dari spesies lain ternyata memiliki
ciri-ciri anatomi yang sangat berbeda, sehingga mereka tidak mungkin menjadi nenek moyang
dan keturunannya.
Genetika adalah ilmu yamg mempelajari tentang sifat atau karakter yang diturunkan dari
satu generasi ke generasi berikutnya secara turun temurun. Penurunan sifat dan karakter itu
melalui gen yang terdapat dalam kromosom di dalam inti sel. Bahan dasar inti sel (nukleus)
adalah protein khas yang disebut protein inti atau nucleoprotein. Nucleoprotein dibangun oleh
senyawa protein dan asam inti atau Asam Dioksiribo Nukleat (DNA) dan Asam Ribo Nukleat
(RNA).
Sedang lingkungan adalah unsur biologi, fisika, dan kimia yang selalu ada sekitar
makhluk hidup atau keseluruhan faktor biotik, iklim, tanah, cahaya, suhu, kelembaban udara
yang mengelilingi suatu makhluk hidup.
Berbeda dengan evolusi, yaitu evolusi merupakan kata umumyang menunjukkan suatu
perubahan atau pertumbuhan, secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang cukup lama.
Perubahan tersebut dapat terjadi karena alam maupun rekayasa manusia. Evolusi mengacu
pada proses yang telah mengubah bentuk kehidupan di atas bumi sejak bentuknya yang paling
awal sampai membentuk keanekaragaman yang sangat luas seperti apa yang bisa ditemui saat
ini.
Hubungan genetika dan lingkungan dengan evolusi Secara umum evolusi menjelaskan
terjadinya perubahan pada mahluk hidup yang menyimpang dari struktur alam dalam jumlah
yang banyak serta beraneka ragam dan kemudian menyebabkan terjadinya dua kemungkinan
adalah mahkluk berubah akan mampu bertahan dan tidak punah atau disebut juga istilah
Evolusi Progresif, sedangkan kemungkinan yang kedua mahluk hidup berubah atau
berevolusi dan gagal bertahan hidup yang akhirnya punah atau disebut juga dengan Evolusi
Regresif.