Nama :
NIM :
Pendahuluan
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempertimbangkan sifat, asal,
dan batasan pengetahuan. Dalam upaya untuk memahami bagaimana kita
memperoleh pengetahuan, dua konsep penting yang selalu menjadi pusat
perhatian adalah "watak ilmu" dan "kebenaran ilmu." Pemahaman yang mendalam
tentang konsep ini sangat relevan dalam memahami esensi ilmu pengetahuan dan
cara kita membangun dan memvalidasi pengetahuan kita.
Karakteristik Ilmu
1
jawab. Ketiga, ilmu pengetahuan harus bersifat universal, yang dapat mencakup
seluruh dunia atau terbatas pada wilayah tertentu. Keempat, universalitas ini
berkaitan erat dengan objektivitas ilmu, yang mengutamakan fokus pada objek
dan menghindari pengaruh subjektif. Kelima, ilmu pengetahuan harus memenuhi
persyaratan intersubjektivitas, sehingga dapat diuji dan diverifikasi oleh peneliti
ilmiah lain yang sejenis. Keenam, ilmu pengetahuan harus dapat
dikomunikasikan, yaitu terbuka bagi siapa saja yang ingin memahaminya.
Ketujuh, ilmu pengetahuan harus bersifat progresif, selalu menghadirkan
pertanyaan baru dan mendorong munculnya isu-isu baru. Kedelapan, sikap kritis
harus selalu ada dalam pendekatan ilmiah. Kesembilan, ilmu pengetahuan harus
memiliki manfaat praktis dan dapat digunakan, yang merupakan hasil dari
verifikasi eksperimental.1
Selain itu, The Liang Gie (2010) menyajikan ciri-ciri ilmu sebagai berikut:
ilmu harus bersifat empiris (berdasarkan pengamatan dan percobaan), sistematis
(tersusun secara logis dan memiliki hubungan yang teratur), objektif (bebas dari
persangkaan dan preferensi pribadi), analitis (mengurai persoalan menjadi
komponen terinci), dan verifikatif (dapat diperiksa kebenarannya).3
Beerling et al. (1997) mengemukakan tiga ciri utama ilmu: memiliki dasar
pembenaran, bersifat sistematis, dan bersifat intersubjektif. Ilmu membutuhkan
dasar empiris, namun penting untuk melihat bagaimana fakta-fakta tersebut
diuraikan secara logis dan sistematis. Selain itu, ilmu harus bersifat objektif dan
menghindari preferensi pribadi. Analisis ilmiah harus terus menerus memecah
1
Saifullah Idris and Fuad Ramly, Dimensi Filsafat Ilmu Dalam Diskursus Integrasi Ilmu (Yogyakarta:
Darussalam Publishing, 2016), p. 63.
2
Idris and Ramly, p. 64.
3
Idris and Ramly, p. 64.
2
persoalan menjadi bagian-bagian yang terinci, dan ilmu harus memungkinkan
pengujian di lapangan untuk memverifikasi kebenarannya.4
Secara keseluruhan, ilmu dapat dipahami dari dua sudut pandang, yaitu
sebagai hasil atau produk yang berupa kumpulan pengetahuan yang sistematis,
dan sebagai proses yang melibatkan upaya penelitian dan metode tertentu untuk
mendapatkan pengetahuan ilmiah. Ilmu sebagai produk mencakup berbagai
cabang ilmu seperti Ilmu Ekonomi, Sosiologi, dan Biologi, sementara ilmu
sebagai proses melibatkan langkah-langkah penelitian dan metodologi untuk
memperoleh kesimpulan atau teori dalam ilmu tertentu.5
Teori Kebenaran
Pertanyaan “apa itu kebenaran?” ialah pertanyaan tak pernah mati bagi
insan setiap zaman. Orang tidak pernah terselesaikan mempermasalahkannya.
Tetapi diakui, soal kebenaran mempunyai kaitan dengan duduk perkara mengenai
yang terdapat. Hal ini berarti bahwa dasar kebenaran artinya terdapat atau yang
bereksistensi. Kebenaran hanya mungkin terjadi jika sesuatu itu ada. Jika sesuatu
itu tidak terdapat, kita tidak bisa mengatakan bahwa sesuatu itu sahih.
Dari sudut pandang sejarah filsafat, filsafat telah berperan sebagai upaya
manusia dalam pencarian kebenaran. Sebab salah satu inti dari filsafat itu sendiri
adalah kasih pada kebenaran. Aristoteles, seorang filosof Yunani terkenal, sangat
menghormati dan mengagumi guru besar Plato. Namun, dia memberikan prioritas
lebih tinggi pada kebenaran daripada pada Plato. Oleh karena itu, Aristoteles
pernah mengungkapkan bahwa Plato dan kebenaran memiliki nilai, tetapi
kebenaran memiliki nilai yang lebih tinggi daripada Plato.6
4
Idris and Ramly, p. 65.
5
Idris and Ramly, p. 66.
6
Budi Harianto, Diktat Filsafat Ilmu, 2023, p. 64.
3
tersebut. Oleh karena itu, setiap teori kebenaran yang akan dibahas, sebagian
besar fokus pada salah satu aspek atau langkah dalam usaha manusia untuk
mencapai kebenaran dalam pengetahuan. Contoh-contoh teori kebenaran berikut
ini mencerminkan penekanan pada langkah-langkah tertentu dalam proses
pencarian kebenaran pengetahuan.7
4
Teori kebenaran korespondensi (correspondence theory of
truth) ialah teori berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan ialah
sahih Jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan
terdapat pada alam atau objek yang dituju pernyataan tadi.
Kebenaraan atau suatu keadaan dikatakan benar Jika ada
kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat
menggunakan fakta.10
10
Harianto, p. 65.
11
Wahana, p. 131.
5
dengan pengetahuan, teori, pernyataan, atau hipotesis lain yang
sudah diterima sebagai benar. Matematika dan ilmu pasti adalah
contoh ilmu yang sangat mengutamakan teori kebenaran
koherensi.12
6
diverifikasi dengan kenyataan empiris yang ada. Bagi kaum
rasionalis yang mendukung teori kebenaran koherensi,
pengetahuan seperti bahwa lilin akan meleleh jika dimasukkan ke
dalam air mendidih sudah dianggap sebagai pengetahuan yang
memiliki kebenaran inheren dan sudah diketahui sebelumnya
secara apriori. Hal yang sama berlaku untuk kebenaran teori
inflasi, hukum penawaran dan permintaan, serta teori hubungan
timbal balik antara kinerja dengan kompensasi (gaji, tunjangan,
dana pensiun, dll.).14
14
Wahana, p. 134.
15
Wahana, p. 135.
7
minimum 3 penumpang”. Ide tadi benar kalau ide tadi berguna dan
berhasil memecahkan persoalan kemacetan.16
Kesimpulan
Artikel ini membahas konsep watak ilmu dan kebenaran ilmu dalam ranah
epistemologi. Watak ilmu mengacu pada karakteristik esensial yang membedakan
ilmu dari bentuk pengetahuan lainnya, sedangkan kebenaran ilmu berkaitan
16
Wahana, p. 135.
17
Wahana, p. 136.
18
Wahana, p. 137.
8
dengan sejauh mana suatu pernyataan atau pengetahuan dianggap akurat dan valid
dalam kerangka ilmiah. Dalam diskusi tentang karakteristik ilmu, Van Melsen dan
Archie J. Bahm menjelaskan ciri-ciri penting yang melekat pada suatu ilmu,
termasuk keselarasan logis, universalitas, objektivitas, intersubjektivitas,
komunikabilitas, progresivitas, sikap kritis, dan kegunaan praktis.
Referensi
Idris, Saifullah, and Fuad Ramly, Dimensi Filsafat Ilmu Dalam Diskursus
Integrasi Ilmu (Yogyakarta: Darussalam Publishing, 2016)