KEBENARAN ILMIAH
Disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu: Dr. Eko Sumadi, M. Pd.I.
Di Susun Oleh:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia memiliki fitrah yang tertanam pada dirinya untuk memperoleh suatu
kebenaran sepanjang perjalanan hidupnya sampai menemukan bahwa kebenaran itu
sudah tidak lagi dianggap benar dan menemukan relasi kebenaran baru lagi. Proses
mencapai kebenaran membutuhkan langkah yang panjang. Karena dalam memperoleh
suatu hal yang sifatnya logis, empiris, dan pragmatis perlu menggunakan cara-cara
sebagai berikut yaitu mencari suatu realitas, sesuai dengan subjek dan mengatakan
apa adanya.
Begitu juga kebenaran ilmiah yang tidak bisa lepas dari proses kegiatan ilmiah
sampai dengan menghasilkan karya ilmiah yang diungkapkan atau diwujudkan. Suatu
kebenaran tidak akan muncul tanpa adanya prosedur yang mencangkup langkah,
kegiatan pokok, serta cara bertindak untuk memperoleh pengetahuan ilmiah hingga
dapat diwujudkan sebagai hasil karya ilmiah. Karena esensi kebenaran merupakan
sifat dari pengetahuan yang diperlukan. Sehingga perhatian dan pemikiran manusia
terhadap proses dan hasil pengetahuan dapat berbeda, yang dikemas dalam berbagai
macam teori kebenaran ilmiah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kebenaran ilmiah?
2. Bagimana teori kebenaran ilmiah?
3. Apa sifat dari kebenaran ilmiah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui arti dari kebenaran ilmiah
2. Untuk mengetahui teori kebenaran ilmiah
3. Untuk mengetahui sifat dari kebenaran ilmiah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti Kebenaran Ilmiah
Kebenaran ilmiah telah ada sejak zaman Yunani Klasik. Kebenaran dalam
bahasa Yunani berasal dari kata “aletheia” yang artinya tidak tersembunyi atau tidak
menyembunyikan apa-apa (Sudiantara, 2020). Dalam bahasa Inggris berasal dari kata
“truth”, Anglo-Saxon “Treowt” (kesetiaan). Sedangkan dalam kamus bahasa
Indonesia kata “Kebenaran” menunjukkan kepada keadaan yang cocok dengan
keadaan sesungguhnya, sesuatu yang sungguh-sungguh adanya. Menurut Abbas
Hamami, jika subyek menyampaikan kebenaran artinya adalah proposisi itu benar
karena makna didalamnya tersimpan dalam suatu pernyataan (Idris, 1996).
Plato juga mengatakan bahwa pengetahuan yang diperoleh dengan alat dria
adalah pengetahuan yang semu, sedangkan pengetahuan yang benar adalah yang
diperoleh dengan akal. Berbeda dengan penganut aliran empirisme yang mengatakan
bahwa pengetahuan yang benar adalah yang diperoleh dengan perantara panca indra,
sedangkan yang diperoleh dengan akal hanya sebatas pendapat saja (Soelaiman,
2019). Sedangkan dari perspektif filosofis, terdapat langkah-langkah tersendiri dalam
menemukan pengetahuan yang benar (kebenaran ilmiah) yaitu:
1. Ketepatan atau kecocokan penentuan obyek atau sumber asal/ orang yang
mulai melakukan kegiatan berfikir ilmiah berdasarkan realitas yang ada.
2. Ketepatan atau kecocokan cara serta sarana yang digunakan untuk
menghasilkan bahan dalam melakukan kegiatan berfikir.
3. Ketepatan atau kecocokan proses penalaran dalam kegiatan berfikir yang
menghasilkan propisisi.
4. Ketepatan atau kecocokan menyatakan proposisi dalam berbagai
perwujudan termasuk dalam tindakan denga apa adanya (Paulus Wahana,
2016).
Suatu proposisi itu adalah benar jika itu saling berhubungan dengan
proposisi yang benar atau jika arti yang terkandung dalam proposisi itu koheren
dengan pengalaman sebelumnya (Sudiantara, 2020). Sehingga teori ini lebih
menekankan kebenaran dan pengetahuan apriori, maksudnya pembuktian sama
artinya validasi dengan memperlihatkan kesimpulan tersebut diperoleh secara
sahih (valid) (Paulus Wahana, 2016).
Disini Piere menyatakan bahwa ide yang jelas dan benar mau tidak mau
mempunyai konsekuensi praktis pada tindakan tertentu. Kemudian
dikembangkan oleh Willian James yang mengatakan bahwa fungsi dari berfikir
bukan untuk menangkap melainkan untuk membentuk ide tertentu demi
kepentingan manusia lainnya. Sedangkan menurut John Dawey, jika ingin
memahami pengaruh suatu ide atas pengalaman dan kehidupan, maka harus
melihat bagaimana ide tersebut membantu memecahkan persoalan yang ada.
Semakin berguna ide tersebut dalam menjawab dan memecahkan masalah, maka
ide itu dianggap paling benar (Paulus Wahana, 2016).
Teori ini berpangkal pada aturan sintakis atau gramatika yang dipakai
dalam suatu pernyataan atau tata bahasa seperti bahasa baku yang berfungsi
untuk mengungkapkan ide, konsep, atau teori yang telah dihasilkan dari proses
pemikiran dalam komunikasi satu sama lain. Sehingga kebenaran teori sintakis
berhubungan dengan bagaimana suatu hasil pemikiran yang diungkapkan dalam
suatu pernyataan bahasa yang perlu dirangkai dalam suatu keteraturan sintaksis
atau gramatika yang digunakan. Jika pernyataan bahasa tersebut tidak didasarkan
pada aturan bahasa maka hasil dari itu tidak memiliki makna apapun (Paulus
Wahana, 2016).
Teori kebenaran performatif dianut oleh filsuf seperti Frank Ramsey, Joh
Austin, dan Peter Strawson. Mereka menentang teori klasik bahwa “benar” dan
“salah” adalah ungkapan yang hanya menyatakan sesuatu. Sedangkan dalam
teori ini, pernyataan dianggap benar itu bukan pernyataan yang mengungkapkan
realitas, tetapi pernyataan itu menciptakan realitas. Contoh: dengan ini saya
mengangkat kamu sebagai bupati Bantul (Paulus Wahana, 2016).
Sifat kebenaran jika dilihat dari jenis kata maka kebenaran masuk dalam kata
benda yang merupakan kata jadian dari kata sifat “benar” (sebagai kata dasarnya),
karena termasuk dalam rekayasa morfologis supaya dapat membentuk kata yang
termasuk kata sifat itu diposisikan sebagai subyek dan obyek dalam suatu struktur
kalimat, sehingga perlu dijadikan suatu kata benda terlebih dahulu meskipun pada
realisasinya kata “benar” termasuk dalam kata sifat. Namun, sifat benar juga bisa
masuk dalam ruang kegiatan berfikir maupun kegiatan realisasi hasil pemikiran yang
diterangkan dalam bahasa lisan maupun tulisan sebagai jawaban, penjelasan,
pernyataan, pendapat, informasi, berita, tindakan, maupun peraturan (Paulus Wahana,
2016).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Idris, Saifullah.1996. Kebenaran Ilmiah Menurut Perspektif Filsafat Ilmu. Jurnal Filsafat,
123(Desember), 124
Sierrad, M. Z. 2007. Arti dan makna kebenaran ilmiah dalam perspektif filsafat
ilmu.Yogyakarta: Universitas Widya Mataram
Soelaiman, D. A.2019. Filsafat Ilmu Pengetahuan Pespektif Barat dan Islam.Banda Aceh:
Bandar Publishing