Anda di halaman 1dari 5

Filsafat Ilmu

Kejelasan dan Kebenaran Ilmiah dalam Filsafat

Nama : Sahruni Umar

Kelas : A/PPS Manajemen Pendidikan

NIM : 230014301012

A. Kejelasan
Kejelasan yang diharapkan adalah kejelasan hubungan antara satu hal dengan
hal lainnya, hubungan antara hal yang dijelaskan atau diterangkan dengan hal yang
menjelaskan atau menerangkan. Penjelasan atau keterangan tentang suatu hal dapat
menyangkut antara lain keberkaitan dengan: bagian-bagiannya, hubungan-
hubungannya, tempatnya, sebab-musababnya, sifatnya, keberadaannya,
kedudukannya. Kegiatan ilmiah berusaha menyelidiki dan memikirkan untuk
menemukan ada atau tidaknya hubungan antara satu hal (yang perlu diterangkan)
dengan hal lainnya (sebagai yang memberikan penjelasan). Selain melakukan
pengamatan/penyelididkan dengan teliti, kita juga dapat menemukan kejelasan
hubngan antara satu hal dengan lainnya dengan melakukan pena laran/pemikiran
secara logis (Wahana, 2016).

B. Kebenaran Ilmiah
Kata ilmiah (Scientific: Inggeris) dapat diartikan sebagai sesuatu yang bersifat
ilmiah; secara ilmu pengetahuan; memenuhi syarat atau kaidah ilmu pengetahuan
(Akromullah, 2013). Maka terlihat jelas bahwa suatu pengetahuan disebut ilmiah
karena di dalam pengetahuan tersebut terdapat suatu kebenaran yang bersifat ilmiah.
Jadi kebenaran ilmiah adalah sebagai kebenaran yang memenuhi syarat atau kaidah
ilmiah atau kebenaran yang memenuhi syarat atau kaidah ilmu pengetahuan
(Akromullah, 2013).
C. Sifat Kebenaran Ilmiah
Konrad Kebung paling tidak memiliki tiga sifat dasar,yakni:Struktur kebenaran
ilmiah bersifat rasional-logis, isi empiris, dan sifat pragmatis (Amarullah 2023):
1. Struktur yang rasional-logis.
Kebenaran dapat dicapai berdasarkan kesimpulan logis atau rasional dari
proposisi atau premis tertentu. Karena kebenaran ilmiah bersifat rasional, maka semua
orang yang rasional (yaitu yang dapat menggunakan akal budinya secara baik), dapat
memahami kebenaran ilmiah maka kebenaran ilmiah dianggap kebenaran universal.
2. Isi empiris
Kebenaran ilmiah perlu diuji dengan kenyataan yang ada, bahkan sebagian
besar pengetahuan dan kebenaran ilmiah, berkaitan dengan kenyataan empiris yang
dialami. Hal ini tidak berarti bahwa spekulasi tidak ada, ada namun sampai tingkat
tertentu bisa dibayangkan nyata atau tidak karena sekalipun suatu pernyataan dianggap
benar secara logis, perlu dicek apakah pernyataan tersebut juga benar secara empiris.
3. Isi pragmatis (dapat diterapkan)
Sifat pragmatis berusaha menggabungkan dua sifat kebenaran sebelumnya
(logis dan empiris). Maksudnya, jika suatu “pernyataan benar” dinyatakan “benar”
secara logis dan empiris, maka pernyataan tersebut juga harus berguna bagi kehidupan
manusia. Berguna, berarti dapat membantu manusia memecahkan berbagai persoalan.

D. Jenis-Jenis Kebenaran Ilmiah


Sebagaimana pengetahuan, kebenaran pengetahuan dapat digolongkan atas
dasar beberapa kriteria (Wahana 2016):
1. Atas dasar sumber atau asal dari kebenaran pengetahuan.
Sumber kebenaran dari fakta empiris (kebenaran empiris), wahyu atau kitab
suci (kebenaran wahyu), fiksi atau fantasi (kebenaran fiksi). Misalnya: kebenaran
pengetahuan empiris harus disesuaikan dengan sifat yang ada dalam obyek empiris
yang merupakan sumber atau asal pengetahuan tersebut.
2. Atas dasar cara atau sarana
Sumber pengetahuan menggunakan indera (kebenaran inderawi), akal budi
(kebenaran intelektual), intuisi (kebenaran intuitif), iman (kebenaran iman). Misalnya:
kebenaran pengetahuan inderawi (penglihatan) harus disesuaikan dengan kemampuan
indera untuk menangkap hal atau obyek inderawi dengan segala kelebihan dan
kekurangannya.
3. Atas dasar bidang atau lingkup kehidupan
Sumber kebenaran didapat dari bagaimana pengetahuan itu diusahakan dan
dikembangkan dapat berbeda, antara lain: pengetahuan agama (kebenaran agama),
pengetahuan moral (kebenaran moral), pengetahuan seni (kebenaran seni),
pengetahuan budaya (kebenaran budaya), pengetahuan sejarah (kebenaran historis),
pengetahuan hukum (kebenaran hukum), pengetahuan politik (kebenaran politik).
Misalnya: penilaian baik tentang tindakan dalam bidang moral perlu dibedakan
dengan penilaian baik tentang hasil karya dari bidang seni.
4. Atas dasar tingkat pengetahuan
Maksudnya kebenaran diperoleh dari pengetahuan biasa sehari-hari (ordinary
knowledge) memiliki kebenaran yang sifatnya subyektif, yang amat terikat pada
subyek yang mengenal, pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) menghasilkan
kebenaran ilmiah, pengetahuan filsafati (philosofical knowledge) menghasilkan
kebenaran filsafati. Misalnya: kebenaran pengetahuan yang diperoleh dalam
pengetahuan biasa sehari-hari cukup didasarkan pada hasil pengalaman sehari-hari.

E. Teori-Teori Kebenaran
Berikut ini beberapa teori kebenaran, yaitu (Wahana 2016):
1. Teori Kebenaran Korespondensi atau Teori Klasik
Menurut teori ini, kebenaran adalah persesuaian antara apa yang dikatakan
dengan kenyataan. Pernyataan dianggap benar kalau apa yang dinyatakan di dalamnya
berhubungan atau punya keterkaitan (correspondence) dengan kenyataan yang
diungkapkan dalam pernyataan itu (dianut kaum empirisis).
2. Teori Kebenaran Koherensi
Menurut teori ini, kebenaran tidak ditemukan dalam kesesuaian antara
proposisi dengan kenyataan, melainkan dalam relasi antara proposisi baru dengan
proposisi yang sudah ada dan telah diakui kebenarannya (dianut kaum rasionalis).
3. Teori Kebenaran Pragmatis
Menurut teori ini, kebenaran sama artinya dengan kegunaan. Jadi, ide, konsep,
pernyataan, atau hipotesis yang benar adalah ide yang paling mampu memungkinkan
seseorang berdasarkan ide itu melakukan sesuatu secara paling berhasil dan tepat
guna. Dengan kata lain, berhasil dan berguna adalah kriteria utama untuk menentukan
apakah suatu ide benar atau tidak (dianut kaum pragmatis).
4. Teori Kebenaran Sintakis
Menurut teori ini, kebenaran berpangkal pada keteraturan sintaksis atau gramatika
yang dipakai oleh suatu pernyataan atau tata-bahasa yang melekatnya. Sehingga
kebenaran ini terkait dengan bagaimana suatu hasil pemikiran diungkapkan dalam
suatu pernyataan bahasa (lisan atau tertulis) yang perlu dirangkai dalam suatu
keteraturan sintaksis atau gramatika yang digunakannya (dianut filsuf analisa).
5. Teori Kebenaran Semantis
Teori ini sebenarnya berpangkal atau mengacu pada pendapat Aristoteles dan
juga mengacu pada teori korespondensi. Sehingga menurut teori ini, benar atau
tidaknya suatu proposisi didasarkan pada ada tidaknya arti atau makna dalam proposisi
terkait. Apabila proposisi tersebut memiliki arti atau makna, serta memiliki pengacu
(referent) yang jelas, maka proposisi dinyatakan benar, dan sebaliknya salah (dianut
faham filsafat analitika)
6. Teori Kebenaran Performatif
Teori ini menentang teori klasik dan menurut teori ini, suatu pernyataan dianggap
benar kalau pernyataan itu menciptakan realitas. Jadi, pernyataan yang benar bukanlah
pernyataan yang mengungkapkan realitas tapi justru dengan pernyataan itu tercipta
suatu realitas sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu (dianut Frank
Ramsey, Joh Austin, dan Peter Strawson.
Daftar Pustaka

Akromullah, Hamdan. 2013. “Kebenaran Ilmiah Dalam Perspektif Filsafat Ilmu.”


Rumah Jurnal UINIB 1:48–64.
Amarullah, Risal Qori. 2023. “Kebenaran Ilmiah (Arti, Teori Dan Sifat Kebenaran
Ilmiah).” Jurnal Pendidikan Islam 9:26–35. doi: 10.56146/edusifa.v9i1.105.
Wahana, Paulus. 2016. Filsafat Ilmu Pengetahuan. 1st ed. Yogyakarta: Pustaka
Diamond.

Anda mungkin juga menyukai