Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KEBENARAN ILMIAH

Diajukan sebagai tugas mata kuliah Filsafat Ilmu

Dosen : Hj. Maspuroh, S.Ag.,M.Pd.I.

Disusun oleh Kelompok 2:

1. Aris Sutiawan
2. Erna Kusumah Ningrum
3. Masnah

FAKULTAS TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL AZHARY


CIANJUR 2022-2023 SEMESTER III
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berfikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang


benar. Apa yang di sebut benar bagi seseorang belum tentu benar bagi orang lain,
karna itu kegiatan berfikir adalah usaha untuk menghasilkan pengetahuan yang
benaratau kriteria kebenaran. Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama kriteria
kebenarannya karna sifat dan watak pengetahuan itu berbeda. pengetahuan umum
tentang alam metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan alam fisik. Alam
fisik pun memiliki perbedaan ukuran kebenaran bagi setiap jenis dan bidang
pengetahuan. 1

Oleh karena itu, untuk lebih lanjut mengenai hal-hal kebenaran, makalah ini
membahas tentang “Kebenaran Ilmiah” Supaya kita bisa membedakan antara yang
kita anggap benar dan yang kita anggap tidak benar .

B. Rumusan Masalah
a. Apa arti kebenaran?
b. Menjelaskan tentang teori-teori kebenaran?
c. Menjelaskan sifat kebenaran ilmiah?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui arti kebenaran.
2. Mengetahui tentang teori-teori kebenaran.
3. Mengetahui sifat kebenaran ilmiah.
4.

1
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Raja Grafindo Perasada, (2011), hlm 111.

i
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pandangan Tentang Kebenaran Ilmiah


Manusia sebagai subjek yang mengetahui hakikat kebenaran terhadap suatu
objek berkembang karena kreativitas menusia mencapai puncak pada zaman tertentu.
Menurut Semiawan, dkk (1999: 76), berpendapat bahwa setiap evolusi ilmu selalu
dimulai dengan suatu bahwa intelektual (intellectual exercise) oleh kelompok ilmuan
tertentu yang menumbuhkan suatu gagasan baru kemudian berkembang menjadi
suatu konsep baru dan kemnudia berkembang menajdi sutau konsep atau pola
pengetahuan baru yang sebelumnya tidak ada ataupun tidak diharapkan akan ada,
suatu tindakan kreatif yang bersumber dari suatu inovatif, bertolak dari masukan
ilmu yang sudah ada sebagai batu loncatan tranformasi fundamental”. Munculnya
berbagai teori ilmu (sciense) karena manusia dengan demensi kreatifnya mencapai
puncak pembicaraan tentang apa yang disebut kebenaran ilmiah.2
Menurut Lincoln dan Cuba (1985: 14) sebagaimana pendapat Julienne Ford
dalam Paradigms and Fairy Tales (1975) yang mengemukakan bahwa istilah
kebenaran atau truth (T) bisa memiliki arti yang berbeda yang disimbolkan dengan
T1, T2, T3, T4 (Supriadi, 1998).
Kebenaran pertama (T1) adalah kebenaran metafisik. Sesungguhnya
kebenaran ini tidak bisa diuji kebenarannya (baik melalui justifikasi maupun
falsifikasi/kritik) berdasarkan norma eksternal seperti kesesuaian dengan alam,
logika deduktif atau standart-standart perilaku prosefional. Kebenaran metafisik
merupakan kebenaran yang paling mendasar dan puncak dari seluruh kebenaran
(basic, ultimate truth), karena itu harus diterima apa adanya (given for granted).
Misalnya kebenaran Iman dan doktrin-doktrin absolut agama
Kebenaran kedua (T2) adalah kebenaran etik yang merujuk kepada perangkat
standart moral atau profesioanl tentang perilaku yang pantas dilakukan, termasuk
kode etik (code of conduct). Seseorang dikatakan benar secara etik bila ia berperilaku
sesuai dengan standart perilaku itu. Sumber T2 bisa dari T1 atau dari norma sosial

2
Keraf, Sonny dan Mikael Dua. Filsafat Ilmu : Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis,
Yogyakarta, Kanisius, 2011

1
budaya suatu kelompok masyarakat atau komunitas profesi tertentu. Kebenaran ini
ada yang mutlak (memenuhi standar etika universal) dan ada pula yang relatif.
Kebenaran ketiga (T3) adalah suatu kebenaran logika. Sesuatu dianggap
benar apabila secara logik atau matematis konsisten dan koheren dengan apa yang
telah diakui sebagai benar, (dalam pengertian T3) atau sesuai dengan apa yang benar
menurut kepercayaan metafisik (T1). Aksioma metafisik yang menyatakan bahwa
sudut-sudut segitiga sama sisi masing-masing 60 derajat, atau 1+1= 2, adalah contoh
kebenaran logika. Peran rasio atau logika sangat dominan dalam T3. Meskipun
demikian, sebagaimana pada bagian kebenaran T2, kebenarab ini tidak terlepas dari
konsensus orang-orang yang terlibat di dalamnya. Bahkan 1 + 1 = 2 pun pada
dasarnya adalah hasil konsensus, mengapa tidak 1 + 1 = 3? Tapi karena konsessus itu
logis maka diterima secara bersama.
Kebenaran keempat (T4) adalah kebenaran empirik yang lazimnya dipercayai
melandasi pekerjaan ilmuan dalam melakukan penelitian. Sesuai (kepercayaan
asumsi, dalil, hipotesis, proposisi ) dianggap benar apabila konsisten dengan
kenyataan alam, dalam arti dapat diverifikasi, dijastifikasi atau kritik. Dalam konteks
ini, teori korespondensi anatara teori dengan fakta antara pengetahuan a prioriti
dengan pengetahuan a posteriori (demikian Immanuel Kant menyebutnya), menjadi
persoalan utama.

Di antara ke emapat kenis kebenaran menurut Ford di atas, maka dalam kajian
filsafat ilmu kajian yang difokuskan adalah terhadap kebenaran empirik (T4) yang di
sebut juga kebenaran ilmiah, tentu saja dengan tidak mengesampingkan kebenaran
pertama, kedua, dan ketiga. Kebenaran ilmiah yang melibatkan subjek (manusia,
knower, observer) dengan objek (fakta, realitas, dan known).3

3
ibid,...

2
B. Teori-teori Kebenaran Ilmiah
Secara tradisional teori-teori tentang kebenaran4, yaitu:
1. Teori kebenaran saling berhubungan
Menurut Kattoff (1986) dalam bukunya Elements of philosophy teori koherensi
dijelaskan “...suatu proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam
keadaan saling berhubungan dengan proposisi lain yang benar, atau jika makna
yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman
kita”.
Dapat diungkapkan bahwa suatu proposisi apabila berhubungan dengan ide-ide
dari proposisi yang telah ada atau benar, atau juga apabila proposisi itu
berhubungan dengan proposisi terdahulu yang benar.
2. Teori kebenaran saling berkesesuaian
Teori kebenaran ini menyatakan bahwa segala sesuatu yang kita ketahui dapat
dikembalikan pada kenyataan yang dikenal oleh subjek.5
Teori ini berpandangan bahwa suatu proposisi bernilai benar apabila
saling berkesusaian dengan dunia kenyataan.
3. Teori kebenaran inherensi
Teori ini disebut juga teori pragmatis. Pandangannya adalah suatu proposisi
bernilai benar apabila mempunyai konsekuensi yang dapat dipergunakan atau
bermanfaat.
4. Teori kebenaran berdasarkan arti
Proposisi itu ditinjau dari segi arti atau maknanya. Apabila proposisi yang
merupakan pangkal tumpunya mempunyai refean yang jelas. Oleh sebab itu,
teori ini mempunyai tugas untuk menggunakan kesahan dari proposisi dalam
referensinya.
5. Teori kebenaran sintaksis
Suatu pernyataan memiliki nilai benar apabila pernyataan yang mengikuti aturan
sintaksis yang baku. Atau dengan kata lain apabila proposisi itu tidak mengikuti
syarat atau keluar dari hal yang disyaratkan maka proposisi itu tidak mempunyai
arti. Teori ini berkembang di antara para Filsuf analisis bahasa.
6. Teori kebenaran nondeskripsi
4
Surajiyo, Ilmu Filsafat : Suatu pengantar, Jakarta : PT. Bumi aksara, 2005, hlm. 58.
5
Abbas Hamammi, 1996, hlm. 116.

3
Suatu pernyataan akan mempunyai nilai benar yang amat tergantung peran dan
fungsi dari pada pernyataan itu.
7. Teori kebenaran logis yang berlebihan
Pada dasarnya menurut teori kebenaran ini, bahwa problema kebenaran hanya
merupakan kekacauan bahasa saja dan berakibat suatu pemborosan, karna pada
dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki drajat logis yang
sama yang masing-masing saling melingkupinya.

C. Sifat Kebenaran Ilmiah


Kebenaran ilmiah muncul dari hasil penelitian ilmiah maksudnya suatu
kebenaran tidak mungkin muncul tanpa adanya prosedur baku yang harus
dilaluinya. Prosedur baku yang harus dilalui itu adalah tahap-tahap untuk
memperoleh pengetahuan ilmiah yang pada hakekatnya berupa teori.
Kebenaran ilmiah bersifat rasional, semua orang yang rasional yang dapat
menggunakan akal budinya secara baik akan dapat memahami kebenaran ilmiah
ini. Atas dasar ini kebenaran ilmiah kemudian dianggap sebagai kebenaran yang
berlaku universal.
Kebenaran dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya objektif, maksudnya
adalah bahwa kebenaran dari suatu teori atau paradigma harus didukung oleh
fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam keadaan keobjektifannya dan
kebenaran yang benar-benar lepas dari keinginan subjek. Kebenaran ilmiah juga
memiliki sifat empiris yang ingin mengatakan bahwa bagaimanapun juga
kebenaran ilmiah perlu diuji dengan kenyataan yang ada. Bahkan, sebagian
besar pengetahuan dan kebenaran ilmiah berkaitan dengan kenyataan empiris
didalam dunia ini.
Hal yang cukup penting ada perlu mendapatkan perhatian dalam hal
kebenaran, yaitu bahwa kebenaran dalam ilmu harus selalu merupakan hasil
persetujuan atau konvensi dari para ilmuan pada bidangnya. Oleh karena itulah
kebenaran ilmu juga memiliki sifat universal, sejauh kebenaran ilmu itu dapat
dipertahankan.6

6
https://www.academia.edu/8778228/Filsafat_Ilmu

4
C. Sumber-Sumber Pengetahuan

1. Rasionalisme

Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahua.


Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dari akal. 7
Rasionalisme dapat
didefinisikan sebagai paham yang sangat menekankan akal sebagai sumber utama
pengetahuan manusia dan pemegang otoritas terakhir dalam penentuan kebenaran
pengetahuan manusia.8

Menurut kaum rasionalisme, sumber pengetahuan manusia didasarkan pada innate


idea (ide bawaan) yang dibawa oleh manusia sejak ia lahir. Ide bawaan tersebut menurut
Descartes terbagi atas tiga kategori, yaitu; Pertama, Cogitans atau pemikiran, bahwa secara
øWURK manusia membawa ide bawaan yang sadar bahwa dirinya adalah makhluk yang
berpikir, dari sinilah keluar statement Descartes yang sangat terkenal, yaitu cogito ergo sum
yaitu aku berpikir maka aku ada. Kedua, Allah Atau deus, manusia secara øWURK memiliki
ide tentang suatu wujud yang sempurna, dan wujud yang sempurna itu tak lain adalah Tuhan.
Ketiga, Extensia atau keluasan, yaitu ide bawaan manusia, materi yang memiliki keluasan
dalam ruang. 9

2. Empirisme

Empirisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu empeirikos artinya pengalaman.


Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. 10

yang artinya pengalaman. Dalam filsafat biasanya bipertentangkan dengan


rasionalisme. 11 Berbeda dengan rasionalisme yang menjadikan akal manusia sebagai
sumber dan penjamin kepastian suatu kebenaran pengetahuan manusia. Empirisme
memandang hanya pengalaman

3. Kritisisme

7
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu…, 102
8
Donny Gahrial Adian, Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan, (Bandung: Teraju. 2002, Cet. I),
hlm. 43
9
Ibid, hlm. 95.
10
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu…, hlm. 98.
11
Akhyar Yusuf, Filsafat Ilmu, hlm. 112.

5
Ketika terjadi pertarungan filsafat antara aliran rasionalisme dan empirisme
mengenai dasar pengetahuan manusia. Immanuel Kant seorang filosof Jerman
kemudian mencoba melakukan upaya menyelesaikan perbedaan tajam antara kedua
aliran tersebut. 12

Dalam filsafat kritisisme, Kant menganggap bahwa pengalaman dan akal


manusia sama-sama dapat digunakan dalam mencapai pengetahuan manusia.
Selanjutnya Kant membagi tahapan pencapaian pengetahuan manusia menjadi
tingkatan, yaitu; Tahap pencapaian inderawi, tahap akal budi, Tahap rasio/ intelek
Pada tahapan ini, proses pengetahuan manusia telah sampai pada kaidah-kaidah asasi
yang tidak bisa lagi diruntut dan bersifat mutlak Kant menyebutnya dengan idea
transendental. Tugas idea transendental ini ialah menarik kesimpulan dari
pernyataan-pernyataan pada tingkatan dibawahnya. 13

12
Noeng Muhajir, Filsafat Ilmu.., hlm. 109.
13
Idzam Fautanu, Filsafat Ilmu…, hlm. 247.

6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Menurut Lincoln dan Cuba (1985: 14) sebagaimana pendapat Julienne


Ford dalam Paradigms and Fairy Tales (1975) yang mengemukakan bahwa
istilah kebenaran atau truth (T) bisa memiliki arti yang berbeda yang
disimbolkan dengan T1, T2, T3, T4 (Supriadi, 1998).

 Kebenaran pertama (T1) adalah kebenaran metafisik.


 Kebenaran kedua (T2) adalah kebenaran etik yang merujuk kepada perangkat
standart moral atau profesioanl tentang perilaku yang pantas dilakukan,
termasuk kode etik (code of conduct).
 Kebenaran ketiga (T3) adalah suatu kebenaran logika.
 Kebenaran keempat (T4) adalah kebenaran empirik yang lazimnya dipercayai
melandasi pekerjaan ilmuan dalam melakukan penelitian.

Kebenaran ilmiah muncul dari hasil penelitian ilmiah maksudnya suatu


kebenaran tidak mungkin muncul tanpa adanya prosedur baku yang harus
dilaluinya.
Kebenaran ilmiah bersifat rasional, semua orang yang rasional yang
dapat menggunakan akal budinya secara baik akan dapat memahami kebenaran
ilmiah ini.
Kebenaran dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya objektif, maksudnya
adalah bahwa kebenaran dari suatu teori atau paradigma harus didukung oleh
fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam keadaan keobjektifannya dan
kebenaran yang benar-benar lepas dari keinginan subjek.

7
DAFTAR PUSTAKA

Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Raja Grafindo Perasada, 2011.

Abbas Hamammi, 1996.

Keraf, Sonny dan Mikael Dua. Filsafat Ilmu : Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan
Filosofis, Yogyakarta. Kanisius. 2011.

Surajiyo, Ilmu Filsafat : Suatu pengantar, Jakarta : PT. Bumi aksara, 2005.

https://www.academia.edu/8778228/Filsafat_Ilmu diposting pada tanggal 24


oktober 2014

Anda mungkin juga menyukai