Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Filsafat Ilmu
fakultas Tarbiyah program studi Pendidikan
Guru Madrasah Ibtidaiyah
IAIN
Oleh:
Kelompok 11
1. LISA ARIANTI
NIM.862322019061
2. RAHIMA USMAN
NIM.862322019062
2020
KATA PENGANTAR
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini belumlah sempurna, untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan makalah ini, agar kami bisa
mengetahui secara mendalam tentang Filsafat Ilmu.
Kami mengharapkan agar makalah ini, dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
Kepala Allah dan Rasulnya kami mohon ampun jika dalam penulisan dan dalam
penyampaian banyak terdapat kesalahan. Kepada ibu Dosen pembimbing “A. Asriani
Abidin, S.Pd.I, M.Pd.I” kami ucapkan terima kasih atas bimbingannya dalam mata
kuliah ini.
Kelompok 11
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………..………….. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………..………. ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………..…………. 1
A. Latar Belakang………………………………………………….…………... 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………..………….. 2
C. Tujuan Masalah…………………………………………………..………….. 2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………..…………….. 3
A. Teori Kebenaran………………………………………………..…………… 3
B. Kekhilafan/ Kesalahan……………………………………….……………... 8
A. Kesimpulan……………………………..…………………………………… 10
B. Saran…………………………………..……….……………………………. 10
DAFTAR RUJUKAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh
untuk memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para
rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang
diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional,
kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan
harus dibedakan dari fenomena alam. Fenomena alam adalah fakta, kenyataan
yang tunduk pada hukum-hukum yang menyebabkan fenomena itu muncul. Ilmu
pengetahuan adalah formulasi hasil aproksimasi atas fenomena alam atau
simplifikasi atas fenomena tersebut.
Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal
menangkap kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut
menunjukkan tingkat kebenaran yang berbeda. Pengetahuan inderawi merupakan
struktur terendah dalam struktur tersebut. Tingkat pengetahuan yang lebih tinggi
adalah pengetahuan rasional dan intuitif. Tingkat yang lebih rendah menangkap
kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan pada umumnya kabur,
khususnya pada pengetahuan inderawi dan naluri. Oleh sebab itulah pengetahuan
ini harus dilengkapi dengan pengetahuan yang lebih tinggi. Pada tingkat
pengetahuan rasional-ilmiah, manusia melakukan penataan pengetahuannya agar
terstruktur dengan jelas.
Filsafat ilmu memiliki tiga cabang kajian yaitu ontologi, epistemologi dan
aksiologi. Ontologi membahas tentang apa itu realitas. Dalam hubungannya
dengan ilmu pengetahuan, filsafat ini membahas tentang apa yang bisa
dikategorikan sebagai objek ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern,
realitas hanya dibatasi pada hal-hal yang bersifat materi dan kuantitatif. Ini tidak
terlepas dari pandangan yang materialistik-sekularistik. Kuantifikasi objek ilmu
pengetahuan berari bahwa aspek-aspek alam yang bersifat kualitatif menjadi
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori kebenaran?
2. Bagaimana kekhilafan/kesalahan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui bagaimana teori kebenaran!
2. Untuk mengetahui bagaimana kekhilafan/kesalahan!
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Kebenaran
Ketika berbicara tentang teori-teori kebenaran, secara klasikal terdapat tiga
teori kebenaran yang sudah sangat popular dalam kajian filsafat ilmu yakni: (1)
teori kebenaran korespondensi; (2) teori kebenaran koherensi; (3) tepri kebenaran
koherensi. Namun, disamping ketiga teori kebenaran yang sangat masyhur
tersebut, dalam konteks kontemporer dikenal juga dua teori kebenaran lain, yaitu:
(4) teori kebenaran performatif dan (5) teori kebenaran konsensus.1
1. Teori Kebenaran Korespondensi
Teori kebenaran korespodensi paling awal dan paling tua yang
berangkat dari teori pengetahuan Aristoteles yang menyatakan bahwa segala
sesuatu yang kita ketahui dapat dikembalikan pada kenyataan yang dikenal oleh
subjek.
Teori kebenaran korespondensi menyatakan bahwa satu teori/proposisi
benar bila proposisi atau teori itu sesuai dengan fakta (kenyataan) atau suatu
proposisi bernilai benar apabila saling berkesesuaian dengan dunia kenyataan.
Kebenaran adalah kesetiaan pada realitas objektif. Keberadaan demikian dapat
dibuktikan secara langsung pada dunia kenyataan. Misalnya pengetahuan ‘air
akan menguap jika dipanasi sampai dengan 100 derajat’. Pengetahuan tersebut
dinyatakan benar kalau kemudian dicoba memanasi air diukur sampai seratus
derajat, apakah air menguap! Jika terbukti tidak menguap maka pengetahuan
tersebut dinyatakan salah, dan jika terbukti air menguap, maka pengetahuan
tersebut dinyatakan benar.2
1
Zaprulkhan. Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontemporer. ( Jakarta: Rajawali Pers. 2015), h.
106.
2
Surajiyo, Filsafat Ilmu & Perkembangan di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2017), h. 105.
3
4
3
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), h. 58.
5
dilihat karena bis berhenti di posisi kiri, namun penumpang bisa turun dengan
selamat karena berhenti di posisi kiri.4
4. Teori kebenaran Performatif
Teori kebenaran performatif adalah teori yang menegaskan bahwa suatu
pernyataan atau ujaran itu benar apabila apa yang dinyatakan itu sungguh
terjadi ketika pernyataan atau ujaran itu dilakukan (performed). Teori
kebenaran performatif sebenarnya berasal dari salah satu filsafat analitik bahasa
yang digulirkan oleh seorang filsuf ternama Inggris, John Langshaw Austin.
Namun, kontribusi termasyhur Austin dalam filsafat bahasa adalah perbedaan
yang dilakukannya antara performative utterance (ucapan-ucapan performatif)
dengan constative utterances (ucapan-ucapan konstatif).
a. Ucapan konstatif (constative utterances)
Ucapan konstatif adalah salah satu jenis ucapan yang melukiskan
suatu keadaan faktual, yang menyatakan sesuatu atau terdapat sesuatu yang
konstatir dalam ucapan tersebut. Dalam pengertian ini, ucapan konstatif
memang memiliki konsekuensi untuk ditentukan benar atau salah, yang
tampaknya memilki kemiripan dengan ungkapan proposisi ke bagaimana
dikemukakan oleh kaum atomisme logis. Namun demikian, perbedaan
karena konsep Austin walaupun ucapan konstatif itu dapat dibuktikan benar
atau salahnya oleh si pendengar, namun Austin tidak menuliskan fakta
melalui ucapan konstatif itu berdasarkan formulasi logika. Benar atau salah
dari ucapan konstatif itu didasarkan atas konsekuensi ucapan dengan fakta
yang terjadi yang dilukiskan melalui ucapan tersebut. Untuk memahami
ucapan tersebut dapat kita analisis contoh berikut:
1) Undang-Undang Dasar 1945 disahkan tanggal 18 Agustus 1945.
2) Di kebun binatang Gembira Loka ada seekor gajah yang sedang beranak.
3) Perekonomian Indonesia mengalami guncangan karena jatuhnya nilai
rupiah terhadap dolar AS.
4
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Depok: Rajawali Pers, 2017), h. 73-74.
6
5
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers,
2016), h. 40-41.
8
ٰۤ هّٰللا ٰۤ
ِ ول ِٕٕىِ َك ُه ْم اُولُوا ااْل َ ْل َبا
ب ُ ول ِٕٕىِ َك الَّ ِذ ْينَ ه َٰدى ُه ُم ُ َوا َ الَّ ِذ ْينَ َي ْس َت ِم ُع ْونَ ا ْل َق ْول َ َف َي َّت ِب ُع ْونَ اَ ْح
ُ س َن ٗه ۗ ا
6
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h.
127.
9
(yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling
baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh
Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat.7
Manusia tidak bisa hidup dengan hanya berpegang kepada kebenaran ilmu
pengetahuan dan filsafat, tanpa adanya kebenaran agama. Sebaliknya, manusia
tidak bisa hidup wajar hanya kebenaran mutlak agama saja, tanpa kebenaran-
kebenaran relative. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa manusia hanya dapat
hidup dengan benar dan wajar manakala ia mau mengikuti kebenaran mutlak
sekaligus mengakui eksistensi dan mengakui kebenaran lain yang berkesesuaian
dengan kebenaran mutlak agama tersebut.
7
Al-Quran dan Terjemahannya. 2014. Jakarta: Departemen Agama RI.
10
B. Kekhilafan/Kesalahan
Dalam pengetahuan kekhilafan terjadi karena kesalahan pengambilan
kesimpulan yang tidak runtut terhadap pengalaman-pengalaman. Jadi dalam hal ini
khilaf muncul karena adanya anggapan atau pernyataan yang sudah dianggap
benar secara umum. Erat hubungannya dengan masalah keikhlafan ini pndapat
Francis Bacon dengan terinya yang terkenal yang dinamakan idola yang tercermin
dalam bentuk ilusi dan prejudice yang menyelewengkan pemikiran ilmiah. Idola
tersebut antara lain sebagai berikut.8
1. Idola teatri (sandiwara), yaitu sesuatu yang sering dilihat oleh seseorang atau
selalu tampak dalam kehidupan sehari-hari, lama-kelamaan tanpa didasari dan
diselidiki dianggap sebagai kebenaran.
2. Idola fori (pasar), yaitu keadaan dalam pikiran seseorang yang menyebabkan
pikirannya tidak dapat berfungsi dengan baik, karena orang tersebut hanya
melihat sesuatu dari segi bentuk atau luarnya saja.
3. Idola specus (gua), yaitu suatu idola yang diakibatkan oleh individualitas
manusia. Seorang seolah-olah berada dalam tempat yang gelap seperti di dalam
8
Surajiyo, Filsafat Ilmu & Perkembangan di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2017), h. 107.
11
gua. Hal ini terjadi karena tidak didukung oleh lingkungan, pendidikan, dan
karakter yang baik, sehingga orang ini selalu terkungkung dengan keterbatasan
dirinya yang menyebebkan dirinya tidak memahami segala sesuatu yang baik.
4. Idola tribus, yaitu idola yang diakibatkan oleh kodrat manusiawi sehingga
orang yang terkena idola ini tidak dapat memahami apa yang dihadapinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Semua teori kebenaran itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam
kehidupan nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan
manusia. Teori Kebenaran mempunyai Kelebihan Kekurangan Korespondensi
sesuai dengan fakta dan empiris kumpulan fakta-fakta Koherensi bersifat rasional
dan Positivistik Mengabaikan hal-hal non fisik Pragmatis fungsional-praktis tidak
ada kebenaran mutlak Performatif Bila pemegang otoritas benar, pengikutnya
selamat Tidak kreatif, inovatif dan kurang inisiatif Konsensus Didukung teori yang
kuat dan masyarakat ilmiah Perlu waktu lama untuk menemukan kebenaran.
Dari beberapa Teori Tentang Kebenaran dapat disimpulkan Teori
Korespondensi: "Kebenaran/keadaan benar itu berupa kesesuaian antara arti yang
dimaksud oleh sebuah pendapat dengan apa yang sungguh merupakan
halnya/faktanya"
Jadi berdasarkan teori korespondensi ini, kebenaran/keadaan benar itu
dapat dinilai dengan membandingkan antara preposisi dengan fakta atau kenyataan
yang berhubungan dengan preposisi tersebut. Bila diantara keduanya terdapat
kesesuaian (korespondence), maka preposisi tersebut dapat dikatakan memenuhi
standar kebenaran/keadaan benar.
B. Saran
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat
bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang
buruk datangnya dari kami. Dan kami sedar bahwa makalah kami ini jauh dari kata
sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan
kritiknya yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah
selanjutnya.
12
DAFTAR RUJUKAN
Surajiyo. Filsafat Ilmu & Perkembangan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. 2017.
Lubis, Akhyar Yusuf. Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer. Jakarta: Rajawali
Pers. 2016.
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Depok: Rajawali Pers. 2017.
Zaprulkhan. Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers.
2015.
Surajiyo. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2005.
Al-Quran dan Terjemahannya. 2014. Jakarta: Departemen Agama RI.