Anda di halaman 1dari 11

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

Filsafat Ilmu Dr. Hj. Rabiatul Adawiyah, M.Ag

Hubungan Ilmu dan Filsafat Hermeneutika

Disusun Oleh:
Ahmad Barkati 220211020031
Sarwani Abdan 220211020053

PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI
BANJARMASIN
2022
PENDAHULUAN

Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari sebuah ilmu, setiap hari manusia
hidup dikelilingi oleh hasil dari sebuah ilmu yang berkembang dari masa kemasa.
Ilmu bukanlah suatu yang ada secara mendadak dan secara kebetulan melaikan
ada proses-proses yang harus di lewati agar sebuah pengetahuan dapat menjadi
sebuah keutuhan ilmu.
Bahkan ketika kita hendak menyampaikan sesuatu kita harus memahami
makna di baliknya tersebut, ketika kita dengan mudah menyampaikan sesuatu
narasi yang ada didalam isi kepala kita tanpa kita ketahui tanpa tahu makna dari
narasi yang kita ungkapkan.1 Hermenetik sebagai bidang filsafat yang telah ada
sejak zaman Yunani kuno dan terus berkembang seiring berjalannya waktu hinga
sekarang baik hasil adopsi dari pemikir-pemikir barat yang non muslim dan juga
beberapa orang muslim yang memaknai hermenetik menurut analisis mereka.
Sebagai ilmu yang bertahan hingga sekarang dan masih memiliki eksistensi
yang tinggi di sebuah perguruan tinggi bahkan hampir disegala bidang keilmuan
yang didalamnya mencakup sebuah penafsiran, tentu hermenetik sangat
diperlukan guna membantu orang-orang dalam memahami maksud dari sebuah
bahasan keilmuan

1
Cecep Sumana, Filsafat Ilmu (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2020), h. 31.

1
PEMBAHASAN

A. Ilmu
Secara bahasa “ilmu” berasal dari bahasa arab yaitu A’lama yang memiliki
arti pengetahuan, kata ilmu sering disejajarkan dengan sciene, yang berasal dalan
bahasa latin Scio atau Scire, yang diterjemahkan dalam bahasa indonesia sebagai
pengetahuan atau aktivitas dalam mengetahui. M. Qraish Shihab menyatakan ilmu
adalah sebuah pengetahuan yang jelas, artinya apabila sesuatu tersebut tidak jelas
maka tidak dapat disebut sebagai ilmu.2
Ilmu dititik beratkan kepada sebuah teoritis yang diperoleh dan dimiliki
manusia, kebenaran sebuah ilmu bertitik pada Generalisasi karena didapatkan dari
proses penelitian dan pembuktian, bukan hanya sebatas kemampuan rasio atau
pemikiran yang hanya berada dalam sebuah pikiran manusia yang belum
dibuktikan secara empiris.
Ilmu tidak pernah ada dengan sendirinya dan tidak pernah lepas dari aspek
lain juga tidak dapat di hadirkan sendiri. Ilmu selalu terkait faktor dan faktor yang
melatarbelakangi mengapa suatu yang disebut Ilmu itu lahir. Hadir dan
berkembang. Ilmu tidak pernah berdiri diruang hampa tanpa berada dengan
dimensi kemanusiaan dan kealamaan yang sedemikian kompleks. Ilmu, karena itu
selalu merupakan suatu lanjutan dari suatu fase ke fase lainnya, dari peristiwa
lain kepada peristwa lainnya. Ilmu merupaka suatu tumpukan teori-teori dari
ilmuan sebelumnya yang kecil sehinga mengalami perkembangan-perkembangan
yang besar dan lebih kompleks.3
Pada setiap fase zaman kepada fase zaman selanjutnya, sebab itulah yang
terjadi dan ditemukan di masa sekarang ini adalah sebuah perkembangan ilmu dari
fase sebelumnya. Adaptasi dan diamika keilmuan dari waktu ke waktu yang
membuat ilmu tersebut tidak bersifat statis. Selalu ada tesis antitesis yang
akhirnya melahrkan sintesis.

2
Sumana, h. 34-35.
3
Sumana, h. 42-44.

2
3

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan ilmu memliki kandungan


tentang; hipotesis, teori, dalil dan hukum. Ilmu memiliki sifat koherensi
sistematis. Ilmu mengartikan adanya hubungan objek dengan objek lainnya. Pada
pemaknaannya ilmu bukanlah sebuah yang ada dengan sendirinya, ilmu melewati
proses-proses yang panjang dari dialektika tesis dan antitesis hingga munculnya
sebuah sintetis
B. Filsafat Hermeneutika
1. Sejarah Filsafat
Berbicara tentag filsafat sejauh perkembangan sejarah pada awal
kelahirannya tidak dapat dipiahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan yang
muncul pada masa peradaban Yunani Kuno, pada tahun 2000 SM, Bangsa
babylon yang hidup di lembah sungai Nil Mesir dan juga sungai Efrat yang
telah mengenal alat pengukur berat, tabel bilangan berpangkat dan tabel
perkalian.
Periode filsafat Yunani kuno adalah periode sangat penting dalam
sejarah peradaban manusia karena pada masa tersebut terjadi perubahan pola
pikir masyarakat dari Mitosenris kepada LogosSentris. Yang mana pada
awalnya pola pikir masyarakat yang berfikir fenomena alam disebabkan oleh
perbuatan para dewa seperti gempa, pelangi atau kejadian alam lainnya, akan
tetapi proses tersebut murni terjadi karena kejadian proses alamiah yang
Kausalitas. Asal mula kalimat filsafat tersebut pun dikemukakan pada abad IX
SM atau paling tidak pada tahun 700 SM, di Yunani Sofhia berarti
kebijaksanaan. Kata Philoshopos mulanya dikemukakan dan digunakan oleh
Heraklitos (480-540 SM). 4
2. Sejarah Filsafat Hermeneutika
Dalam sejarah tercatat bahwa istilah “Hermeneutika” dalam
pengertiannya sebagai “Ilmu tafsir” muncul pada kisaran abad ke-17. Istilah
tersebut dipahami dalam dua pengertian,yaitu hermeneutika sebagai
seperangkat prinsip metodologis penafsiran, di sisi lainnya hermeneutika

4
Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu (Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2016), h. 1.
4

sebagai penggalian filosofis dari sifat dan kondisi yang tidak bisa dihindarkan
dari kegiatan memahami.5
Asal mula filsafat hermeneutika yang berasal dari Yunani, sudah
menjadi hal umum masyarakat yunani tidak terdapat suatu agama tertentu,
tetapi mereka percaya tuhan dalam mitologi. Dalam sejarah bangsa yunani
terdapat dewa dan dewi yang dikepalai oleh dewa zeus dan Maia yang beranak
Hermes. Hermes adalah seorang dewa yang diutus untuk menjelaskan pesan-
pesan dewa yang berada di langit.
Hermeneutika bukanlah istiah modern, melainkan adalah sebuah istilah
kuno yang dapat dilacak higga zaman Yunani Kuno. Sebagai seorang dewa
yang bertugas menyampaikan pesan-pesan dewa kepada manusia, sebelum
hermes menyampaikan pesan kepada manusia, hermes harus terlebih dahulu
memahami penafsiran dari dewa agar bisa disampaikan kepada manusia
dengan bahasa mereka.6
Istilah Hermenetik pertama kali diperkenalkan oleh Plato pada tahun
429-347 SM) yang dikenal sebagai penggagas awal mula Hermenetik Klasik.
Plato Menggunakan kata hermeneutik sebagai arah atau kaidah penafsiran yang
diperoleh dari proses pengilhaman, setelah seseorang melakukan meditasi atau
kontemplasi. Secara nampak Plato menghubungkan Hermeneutik dengan
spritualitas.7
Kata hermeneutika berasal dari bahasa Yunani hermeneuin yang berarti
“menerjemahkan” atau “bertindak sebagai penafsir”. Richard Palmer
mengartikan hermeneuin menjadi tiga, yakni to say (menyatakan), to explain
(menjelaskan), dan to translate (menerjemahkan). Palmer berusaha
menjelaskan bahwa tugas dari dewa Hermes tidak hanya sekedar

5
Suaedi, h. 3.
6
F. Budi Hardiman, Seni Memahami Hermeneutik dari Schleiermarcher Sampai Derria
(Depok: PT. Kunisius, 2015), h. 10-11.
7
Abdul Hadi W.M., Hermeneutika Sastra Barat dan Timur (Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 31-32.
5

menyampaikan, namun juga menjelaskan dan menerjemahkan kepada tujuan


pesan itu disampaikan.8
3. Tokoh-Tokoh Filsafat Hermeneutika dan Pemikirannya
Ada banyak tokoh yang mengemukakan dan merumuskan teori
hermeneutika, baik dari sudut pandang pemikiran barat dan sudut pandang
pemikiran Islam. Berikut beberapa tokoh filsafat hermeneutika dan
pemikirannya.
a. Schleiermacher
Scheleirmacher adalah seorang Protestan dan pernah menjadi
Rektor di Universitas Berlin pada tahun 1815-1816, digelar sebagai “the
founder of General Hermeneutics.” Gelar tersebut diberikan karena
pemikirannya dianggap telah memberi nuansa baru dalam teori penafsiran. 9
Dalam rangka merekonstruksi makna, Scheleirmacher mencetuskan
hermeneutika teoritis yang memberikan penawaran dua pola interpretasi,
yakni interpretasi linguistik gramatikal dan interpretasi psikologis.
Interpretasi gramatikal membahas analisi tulisan secara langsung, sedangkan
interpretasi psikologis membahas unsur-unsur psikologis yang ada pada
penulis. Kedua hal tersebut bagi Scheleimacher merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan.10 Pemikiran Scheleirmacher tentang
hermeneutika digunakan pada pembahasan mengenai filsafat dan teologi.
Menurutnya, hermeneutika ialah sebuah teori yang membahas konsep
tradisional kitab suci dan dogma. Ia menerapakan metode yang ada pada
philologi untuk membahas tulisan-tulisan pada biblis dan hal-hal yang
berhubungan dengan Injil. Hal tersebut diterapkan oleh Scheleirmacher agar
dapat mencapai pemahaman yang tepat atas makna teks.11

8
Tony Wiyaret Fanggidae dan Dina Datu Paonganan, “Filsafat Hermeneutika: Pergulatan
antara Perspektif Penulis dan Pembaca,” Jurnal Filsafat Indonesia 3 (2020): h. 103.

Adnin Armas, “Filsafat Hermeneutika Menggugat Metode Tafsir al-Qurán” (Kumpulan


9

Makalah Workshop Pemikiran, IKPM Cabang Kairo, 2006), h. 1.


10
Edi Susanto, Studi Hermeneutika: Kajian Pengantar (Jakarta: Kencana, 2016), h. 45.
11
Abdullah A. Talib, Filsafat Hermeneutika dan Semiotika (Palu: LPP-Mitra Edukasi,
2018), h. 164.
6

b. Martin Heidegger
Dalam bidang hermeneutika, Heidegger merumuskan hermeneutika
fenomenologi. Hermeneutika ini menekankan bahwa pemahaman yang
pertama bukan dari epistemogis melainkan dari ontologis. Sekilas hal ini
terlihat sebagai suatu hal yang kontradiktif. Fenomenologi membiarkan
objek berbicara sendiri, sedangkan hermeneutika ialah seni melihat objek
sebagai teks yang menyimpan makna.12 Hermeneutika bagi Heidegger
bukan diartikan sebagai metode ilmu budaya, melainkan karakter ontologi
dasein13 dalam interpretasi karakter. Dasein berdiam di dunia maknawi,
yakni makna yang merupakan hasil penafsiran leluhur atas kenyataan.14
c. Hans-Georg Gadamer
Seperti halnya Hedegger, Gadamer menekankan bahwa pemahaman
merupakan persoalan ontologis. Ia tidak menganggap hermeneutika sebagai
suatu metode, karena bagianya pemahaman yang tepat ialah pemahaman
yang mengarah pada ontologis dan bukan metodologis. Gadamer
merumuskan hermeneutika filosofinya berdasarkan empat kunci
hermeneutis, yakni:
1) Kesadaran terhadap situasi hermeneutik.
2) Terbentuknya pra-pemahaman pada diri pembaca.
3) Penggabungan antara horizon teks dan pembaca.
4) Interpretasi (pemaknaan) yang bertolak dari tradisi pembaca.15
d. Fazlur Rahman
Dalam hermeneutika, Rahman memperkenalkan hermeneutika
double movement, suatu metode yang logis, kritis, dan komprehensif yang

12
Talib, h. 171.

13
Sebutan Heidegger untuk manusia. Manusia adalah da (di sana) sein
(ada), manusia adalah “ada” yang menemukan dirinya terlempar “di sana” yaitu
ruang-waktu tempatnya hidup dan bersibuk.
14
Talib, Filsafat Hermeneutika dan Semiotika, 172.
15
Talib, h. 180-182.
7

menghasilkan penafsiran yang tidak atomistik, literalis, dan tekstualis,


melainkan penafsiran yang mampu menjawab persoalan kekinian.
Metodologi yang dijelaskan oleh Rahman adalah metode berpikir yang
reflektif, yakni adanya timbal balik antara pola pikir deduksi dan induksi.
Hal semacam ini berimplikasi pada hukum Allah dalam pengertian yang
dipahami oleh manusia tidak ada yang abadi. Pada bagian ini, yang ada dan
abadi hanyalah prinsip moral.16
e. Muhammed Arkoun
Muhammad Arkoun lahir di Taourirt Mimount Aljazair pada 1
Februari 1928. Ia merupakan salah satu guru besar sejarah pemikiran Islam
di Universitas Sorbone, Paris. Konsep hermeneutika Arkoun ialah “garis-
garis pemikiran heuristik fundamental” untuk merekapitulasi pengetahuan
Islam dan menghadapkannya dengan pengetahuan kontemporer.17
f. Hassan Hanafi
Hassan Hanafi lahir di Kairo pada 13 Februari 1935. Hanafi sempat
menjadi ketua jurusan filsafat di Universitas Kairo pada tahun 1988. Ia juga
aktif mengajar di beberapa universitas ternama seperti Sorbone University,
Temple University Philadelpia, Universitas Fez Maroko, dan Universitas
PBB Jepang.18 Menurut Hanafi, hermeneutika tidak hanya sebatas ilmu
interpretasi atau pemahaman, namun juga sebagai ilmu yang menjelaskan
penerimaan wahyu mulai dari tingkat perkataan hingga sampai ke dunia.19

C. Hubungan Ilmu dan Filsafat Hermeneutika


Seperti yang telah dipaparkan diatas, ilmu merupakan suatu pengetahuan
yang jelas dan didapatkan dari generalisasi atas proses penelitian dan pembuktian.

16
Susanto, Studi Hermeneutika: Kajian Pengantar, h. 76-77.
17
Susanto, h. 78.
18

h. 83-84.
19
A. Khudori Soleh, Filsafat Islam: Dari Klasik Hingga Kontemporer (Maguwoharjo:
Ar-Ruzz Media, 2016), h. 58.
8

Pembuktian tersebut tidak hanya bersandar pada rasio dan dan pemikiran manusia,
namun juga berdasarkan pada fakta empiris yang didapatkan. Pada bagian ini
filsafat hermeneutika berperan penting dalam menunjang proses penelitian yang
dapat menjadi prinsip penafsiran (interpretasi) dan penggalian filosofis suatu ilmu.
Dalam melakukan penelitian dan pembuktian, untuk mendapatkan fakta
empiris perlu melibatkan penalaran yang dapat menghasilkan sejumlah konsep
dan pengertian. Antara konsep penalaran dan hermeneutika memiliki persamaan,
yakni sama-sama membahas metode pemikiran dan pemahaman. 20 Sehingga
dalam penggalian ilmu pengetahuan, hermeneutika berperan dalam memberikan
pemahaman terhadap sesuatu berdasarkan kaidah-kaidah tertentu, baik itu yang
berasal dari tulisan, karya kesusastraan, bahkan fenomena-fenomena alam.

20
Talib, Filsafat Hermeneutika dan Semiotika, h. 26.
PENUTUP
Simpulan
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan ilmu
dan filsafat hermeneutika ialah adanya keterlibatan hermeneutika dalam
pembentukan suatu konsep ilmu pengetahuan berupa interpretasi dan pemahaman
terhadap sesuatu berdasarkan kaidah tertentu, baik yang berasal dari tulisan, karya
kesusastraan, maupun fenomena alam.

9
DAFTAR PUSTAKA

Armas, Adnin. “Filsafat Hermeneutika Menggugat Metode Tafsir al-Qurán.”


IKPM Cabang Kairo, 2006.
Fanggidae, Tony Wiyaret, dan Dina Datu Paonganan. “Filsafat Hermeneutika:
Pergulatan antara Perspektif Penulis dan Pembaca.” Jurnal Filsafat
Indonesia 3 (2020).
Hardiman, F. Budi. Seni Memahami Hermeneutik dari Schleiermarcher Sampai
Derria. Depok: PT. Kunisius, 2015.
Soleh, A. Khudori. Filsafat Islam: Dari Klasik Hingga Kontemporer.
Maguwoharjo: Ar-Ruzz Media, 2016.
Suaedi. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2016.
Sumana, Cecep. Filsafat Ilmu. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2020.
Susanto, Edi. Studi Hermeneutika: Kajian Pengantar. Jakarta: Kencana, 2016.
Talib, Abdullah A. Filsafat Hermeneutika dan Semiotika. Palu: LPP-Mitra
Edukasi, 2018.
W.M., Abdul Hadi. Hermeneutika Sastra Barat dan Timur. Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional, 2008.

10

Anda mungkin juga menyukai