1
Ali Imran Sinaga
Dosen Studi Fikih Kontemporer
FITK UIN SU
2
Mayang Mustika Dewi Br Tarigan
Mahasiswi Magister Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN SU
Mayangmd27@gmail.com
Abstrak
Perkembangan teknologi di era 4.0 telah membawa berbagai perubahan dalam setiap
aspek kehidupan di masyarakat termasuk dalam hal keberlangsungan hidup, yakni kelahiran
seorang anak. Islam tentunya memiliki perspektif dan kajian hukum tersendiri mengenai
permasalahan dalam kelahiran seorang anak termasuk bagaimana tentang status hukum dan
kedudukannya. Sebagai seorang muslim dalam memaknai perihal kemajuan dan
perkembangan teknologi yang digunakan dalam proses kelahiran seorang anak, tentu tidak
dapat terlepas dari kaidah-kaidah ketentuan hukum Islam. Untuk itu dalam pembahasan pada
hasil pengamatan penulis berikut akan menguraikan permasalahan dalam penggunaan
perkembangan teknologi dalam proses kelahiran seorang anak dengan memperhatikan aspek
dan hukum ketentuan islam yang berlaku sesuai syari’at agama agar tidak membawa kepada
kemudhorotan maupun merendahkan martabat sebagai seorang manusia, dan bertentangan
dengan norma yang berlaku di masyarakat kemudian. Penggunaan teknologi inseminasi
buatan harus dilakukan dalam pengawasan oleh pihak yang berwenang dengan ketentuan
memperhatikan syarat dan unsur kaidah keislaman yang sesuai. Masalah yang muncul terkait
program inseminasi salah satunya adalah bagaimana status hukum anak tersebut apabila
dilakukan diluar daripada rahim ibunya, dalam hal ini pada rahim kedua (istri kedua ayahnya)
dan atau pada rahim binatang .
1
Studi Fiqih Kontemporer 2021
Abstract
Technological developments in the 4.0 era have brought various changes in every aspect of
life in society, including in terms of survival a childbirth. Islam certainly has its own
perspective and legal studies regarding problems in the childbirth, including its legal status
and position. In terms of the progress and development of technology used in the childbirth,
of course it cannot be separated from the rules of Islamic law. For this reason, in the
discussion will describe the problems in the use of technological developments in the
childbirth by taking into account the aspects and legal provisions of Islam that apply
according to religious shari'ah. The use of artificial insemination technology must be carried
out under supervision by the competent authority provided that the terms and elements of
Islamic principles are appropriate. One of the problems that arise related to the insemination
program is what is the legal status of the child if it is carried out outside of the mother's
womb, in this case in the second womb (his father's second wife) and or in the womb of an
animal.
A. PENDAHULUAN
Perkembangan dan kemajuan teknologi dalam bidang kehidupan telah membawa
masyarakat pada era modern salah satunya ditandai dengan meningkatnya akses terhadap
ilmu pengetahuan termasuk dalam bidang kesehatan yang menghasilkan produk
pengembangan dalam membantu pasangan suami istri yang kesulitan dalam memilki
keturuan, yakni salah satunya yaitu praktik bayi tabung dan dalam pembahasan ini
kemudian kita sebut dengan program inseminasi buatan. Pasangan suami istri yang telah
menikah secara sah dan dikemudian hari menginginkan untuk memiliki keturunan darah
daging nya sendiri. Karena di dalam Islam, anak sendiri adalah salah satu bagian
terpenting dalam pernikahan sebagai sebab dalam penyambung silaturahim, menambah
keturunan, dan berkaitan dengan nasab, warisan, hak wali nasab. Akan tetapi, tak jarang
timbul permasalahan didalam mewujudkan keinginan tersebut yang tentu saja didasarkan
oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal. Misalnya faktor kemandulan yang
sering kali menjadi pemicu permasalahan dalam rumah tangga yang juga disebutkan
Allah dalam Al-Qur’an :
2
Studi Fiqih Kontemporer 2021
ٌ ع ِهي ٌى قَذ
ِيش َ ) أَ ْو يُضَ ّ ِو ُج ُه ْى ر ُ ْك َشاًَا َو ِإََاثًا َو َي ْج َع ُم َي ٍْ َيشَا ُء94( ىس
َ ُع ِقي ًًا ِإَهه َ ( انزُّ ُك05)
Artinya: Milik Allahlah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia
kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan
memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki atau Dia menganugerahkan
jenis laki-laki dan perempuan dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki.
Sesungguhmya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (Q.S. AsySyura[42] : 49-50).
Jika permasalahan tidak memiliki keturunan tersebut muncul dan menjadi bahasan
yang cukup serius di dalam rumah tangga, maka dikhawatirkan akan berpeluang untuk
menjadi masalah yang berfek panjang kemudian seperti halnya perceraian. Beruntungnya,
di zaman modern saat ini permasalahan tersebut perlahan-lahan mulai menemukan
solusinya diantara lain adalah ikhtiar yang dilakukan pasangan suami istri yang sulit
memiliki keturunan hendaknya melakukan usaha bayi tabung atau inseminasi buatan.
Dalam menjalankan praktik tersebut tentunya akan melewati proses yang cukup
panjang dan berliku, seperti kesiapan mental suami dan istri, kesiapan secara finansial
yang karenanya program tersebut memerlukan penanganan medis yang canggih, dan yang
tak kalah penting adalah alur proses dalam menjalankan program inseminasi ini haruslah
sesuai dengan kaidah-kaidah Islam yang berlaku. Karenanya masalah tersebut akan
menyangkut bagaimana status hukum anak tersebut terhadap keluarganya. Terlebih dalam
fokus materi pada pembahasan kali ini adalah bagaimana status hukum anak inseminasi
buatan yang menggunakan rahim selain yang memberikan sel telurnya, atau
menggunakan rahim hewan. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan dalam penjabaran
hasil rangkuman penulis :
3
Studi Fiqih Kontemporer 2021
B. PEMBAHASAN
I. Status Anak
Kehadiran anak dalam rumah tangga memberikan warna tersendiri dalam hal
yang menyangkut bagaimana kondisi lingkungan keluarga, faktor ekonomi dan
sosial, dan bahkan aspek psikologis orangtua. Dalam Islam sendiri adalah wajib
hukumnya orangtua mendidik, membimbing dan membesarkan anaknya, begitupun
sebaliknya seorang anak berkewajiban dalam menjaga dan merawat orangtuanya.
Anak sendiri tentu saja memiliki hak akan kesucian genetik, hak hidup, keabsahan
dan nama baik, penyusuan ibu, kediaman dan perlengkapan, pengaturan tidur yang
tersendiri, kemanan masa depan, pendidikan agama, pelajaran, perlakuan adil, dan
sumber yang sehat bagi pengasuhan mereka.1 Dalam islam sendiri status hukum
anak diklasifikasikan kedalam beberapa bentuk, antara lain :
a) Anak Kandung
Adalah seorang anak yang dikandung dan dilahirkan oleh seorang ibu dari
suaminya yang sah berdasarkan perkahwinan yang memenuhi rukun dan
syaratnya.2 Anak kandungan memiliki hak atas kewajiban orangtua terhadap
hak mewarisi harta termasuk juga mendapatkan wali nikah dan dinikahkan
secara baik-baik, juga mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtuanya.
b) Anak Angkat
Anak angkat adalah anak dari seorang ibu dan bapak yang diambil oleh
orang lain untuk dijadikan sebagai anak sendiri. Hubungan nasab seorang anak
angkat akan selalu dihubungkan terhadap kedua orang tua kandungnya, seperti
yang tercantum dalam surat al-Ahzab ayat 4 yang berbunyi;
1
Imran Ali, Fikih Kontemporer (Konseptual dan Istinbath) (Medan: CV. Pusdikra Mitra Jaya, 2020),
h 160.
2
Fuad Moh. Fachruddin, Masalah Anak Dalam Hukum Islam (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991), h.
33.
4
Studi Fiqih Kontemporer 2021
ٍّٰللاُ ِن َش ُج ٍم ِ ّي ٍْ قَ ْه َبي ٍِْ فِ ْي َج ْىفِ ٖه َۚو َيا َج َع َم ا َ ْص َوا َج ُك ُى انهـِٕۤ ْي ج ُ ٰظ ِه ُش ْوٌَ ِي ُْ ُه ه َيا َجعَ َم ه
ّٰللاُ َيقُ ْى ُل ْان َح هق َو ُه َىا ُ هيهٰ ِح ُك ْى َۚو َيا َج َع َم ا َ ْد ِع َيا َء ُك ْى ا َ ْبَُا َء ُك ْۗ ْى ٰر ِن ُك ْى قَ ْىنُ ُك ْى ِبا َ ْف َىا ِه ُك ْى َْۗو ه
ََس ِبيْم
ان ه َي ْهذِي
Artinya: Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati
dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu
sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anakanak angkatmu sebagai anak
kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja.
dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang
benar).
Maka daripada itu, hak wali nikah dan hak waris tidak dapat disamakan
sebagaimana terhadap anak kandung. Walaupun menurut kompilasi hukum
islam di Indonesia mengatur bahwa anak angkat boleh mendapat wasiat wajibah
sebanyak 1/3 dari harta warisan orangtua angkatnya tersebut.3
c) Anak Pungut
Adalah anak yang didapat dan dipelihara untuk menjauhkannya dari
kesusahannya. Kebanyakan seperti anak jalanan, anak yang tinggal ditempat
kumuh atau kolong jembatan, Dll.
d) Anak Susu
Adalah seorang anak yang menyusui kepada seorang wanita tertentu.
e) Anak Tiri
Anak dari suami atau istri dari perkawinan yang lain.
f) Anak Zina
Anak zina adalah anak yang lahir dari perkawinan yang tidak sah karena
tidak memenuhi rukun dan syarat pernikahan yang sah. Ulama fikih menyatakan
kalau anak dari hasil akibat perzinaan adalah anak yang suci dan tidak
3
Kompilasi Hukum Islam di Indoensia, Inpres No. 1 tahun 1991 Pasal 209 ayat 2.
5
Studi Fiqih Kontemporer 2021
menanggung dosa yang dilakukan kedua orang yang berzina tersebut. Akan
tetapi, menurut nasab dan hak warisnya anak ini hanya memiliki hak waris
dengan wanita yang melahirkannya dan kerabatnya. Walaupun menurut biologis
berasal dari sel sperma laki-laki itu, akan tetapi jika anak tersebut menikah
maka yang bertindak sebagai walinya adalah hakim.
II. Inseminasi
Kata inseminasi berasal dari bahasa lnggris Insemination yang berarti
pembuahan atau penghamilan secara teknologi, bukan alamiah. Ada juga
berpendapat berasal dari kata inseminatus (Latin) yang berarti pemasukan atau
penyampaian.4 Dalam istilah arab Inseminasi disebut dengan istilah at-talqih
yang berasal dari kata laqqaha-yulaqqifiu-talqihan yang berarti mengawinkan
atau mempertemukan (memadukan).5 Inseminasi buatan sendiri ialah
memasukkan secara sengaja sel sperma ke dalam rahim seorang wanita
dengan tujuan memperoleh kehamilan melalui inseminasi (fertilisasi in vivo)
dengan cara selain berhubungan seksual. Pada awal nya inseminasi buatan
dilakukan pada hewan ternak dengan tujuan meningkatkan kualitas anakan
dari hewan ternak tersebut, atau melindungi hewan tersebut dari status
kepunahan. Sedangkan pelaksanaan inseminasi pada manusia umumnya
dilakukan atas beberapa faktor seperti kondisi dari suami-istri tesebut yang
tidak memungkinkan untuk memperoleh keturunan secara alamiah, infertilitas
pada pria, wanita lajang yang ingin memiliki keturunan tanpa menikah, wanita
yang mengalami masalah kehamilan, Dll.
Tingkat kesuksesan dalam proses inseminasi buatan yang semakin
tinggi tentu menimbulkan beberapa kontroversi baik di dalam ruang lingkup
sosial Islam maupun juga masyarakat lainnya. Praktik dalam proses inseminasi
buatan itu sendiri mencakup :
1. Pengambilan Bibit, yakni pengambilan sel telur dengan berbagai
macam metode yang dapat dilakukan seperti laparoskopi dan USG
(Ultrasonografu).6
4
M, Ali Hasan, Masait Fiqhiyah Haditsah (Jakarta: Rajawali Pers, 1995), hlm. 70.
5
Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah (Jakarta:Kalam Mulia, 2003), cet ke IV, hlm. 1.
6
Soegiarto S. dan TZ Yacoeb, Program Fertilisasi in Vitro Fakultas kedokteran UI, (Jakarta: Makmal
Terpadu Imuno Endokrinologi FKUI,t.t), Hlm.6.
6
Studi Fiqih Kontemporer 2021
2. Pengambilan Sperma
Proses pengambilan sperma dari laki-laki dapat dilakukan antara
lain dengan: (a) Istimna’ (masturbasi, onani), (b) ‘Azl coitus
interruptus: senggama terputus), (c) Dihisap langsung dari pelir
(testis), (d) Jima’ dengan memakai kondom, (e) Sperma yang
ditumpahkan ke dalam vagina yang dihisap dengan cepat dengan
spuit, dan (f) Sperma mimpi basah.7
3. Penanaman Bibit
Setelah sel telur dan sperma didapatkan, proses selanjutnya adalah
dilakukan proses pencucian sperma dengan memisahkan sel
sperma yang aktif fengan sel sperma yang non-aktif, kemudian
kedua sel tersebut dipertemukan dengan cara sel sperma
disemprotkan ke dalam sel telur langsung ke dalam rahim untuk
kemudian di buahi.
III. Klasifikasi
7
Ibid, Hlm 7.
7
Studi Fiqih Kontemporer 2021
nya diperoleh dari seorang suami yang sudah meninggal. Istri diperbolehkan
untuk menikah lagi setelah selesai masa iddahnya .
d. Sperma laki-laki lain dengan sel telur seorang wanita dan ditanamkan pada
rahim wanita yang tidak bersuami.
Dalam hal ini hukumnya adalah tidak diperbolehkan karena proses
pembuahan hanya sah terjadi apabila dilakukan oleh pasangan yang sah.
e. Bibit sperma seorang suami dengan sel telur wanita lain yang kemudian
ditanam pada rahim istri,
Dalam hal ini walaupun istrinya dalam hubungan yang sah akan tetapi
sumber bibit sel telur bukan berasal dari pasangan yang sah, maka dari itu
statusnya tidak diperbolehkan.
f. Bibit sperma pendonor dengan sel telur istri dan ditempatkan di rahim istri.
Hal yang demikian sama hukumnya seperti poin sebelumnya.
g. Sperma laki-laki donor dengan sel telur wanita donor kemudian ditempatkan
pada rahim isteri.
h. Sperma seorang suami dengan sel telur isteri kemudian ditempatkan pada
rahim isteri lain nya (karena poligami).
Kalau dapat dihindari adanya percecokkan di belakang hari, maka
inseminasi model ini dapat disamakan dengan model kedua dan ketujuh.
Perbedaannya pada adanya ikatan pernikahan karena poligami.8
8
Chuzaimah T.Yanggo, Hafiz Anshary, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Pustaka
Firdaus. LSIK, 2002). Hlm.42
9
Abd. Rahim ‘Umran, Islam dan KB (Jakarta: Lentera, 1997), h. 36.
8
Studi Fiqih Kontemporer 2021
suami isteri yang sah) sedangkan proses nya dilakukan atas dasar bantuan medis dan
dilakukan oleh ahli professional dengan alasan keterbatasan secara medis.
2. Inseminasi pada isteri (in vivo) dengan mani yang diambil dari suaminya
(asal tidak bercampur dengan mani orang lain) adalah boleh.
3. Inseminasi pada isteri dengan mani yang diambil dari seorang donor yang
bukan suaminya adalah terlarang.
9
Studi Fiqih Kontemporer 2021
10. Seorang anak hasil prosedur tidak sah adalah anak illegal dan tidak dapat
memakai nama bapaknya. Sebagai gantinya ia harus memakai nama ibunya,
sebagaimana posisi setiap anak hasil zina.10
Beberapa pendapat mengenai status hukum seorang anak hasil dari inseminasi
dengan menggunakan rahim isteri yang lain,
10
Umron, Islam, h. 225. walaupun ibu pengganti tidak disebutkan secara spesifik dalm fatwa itu, dapat
dipahami dari keterangan lain bahwa hal itu dilarang. Pengangkatan anak (adopsi) juga dilaranag karena
pemalsuan yang terlibat di dalamnya. Mengasuh anak dan memperlakukannya sebagai kelarga diiznkan tetapi
tidak boleh diberi nama keluarga yang palsu.
11
Umron, Islam, h. 225.
10
Studi Fiqih Kontemporer 2021
Status anak yang dihasilkan nantinya memicu permasalahan baru yang lebih
kompleks, terkait siapakah ibu kandung dari anak tersebut ? Dalam hal ini penulis
menyampaikan bahwasanya ibu yang mengandung dan melahirkan nya berhak
menjadi ibu kandung nya. Dengan berdasarkan kepada argumentasi berikut :
12
As-Sun’ani, Subul as-Salam (Bandung: Maktabar Dahlan, tth), Jilid 3, h. 207.
11
Studi Fiqih Kontemporer 2021
Menghindari terputusnya hubungan baik antra isteri pertama dan isteri kedua yang
masing-masing merasa berhak atas kepemilikan anak hasil inseminasi tersebut.
Mengindari terputusnya atau kerumitan nasab, muhrim bahkan hak waris terhadap
anak yang sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Terlebih pada kasus demikian yang
memiliki isteri lebih dari satu (berpoligami) seorang suami haruslah berlaku adil dan
dilarang untuk memiliki kecenderungan hanya kepada salah satu pihak saja
sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat anNisa’ ayat 129
صح ُ ْى َف ََل جَ ًِ ْيهُ ْىا ُك هم ْان ًَ ْي ِم فَحَزَ ُس ْوهَا َ ُِّ َونَ ٍْ ج َ ْسح َ ِط ْيعُ ْْٓىا ا َ ٌْ جَ ْع ِذنُ ْىا بَيٍَْ ان
ْ سا ِء َونَ ْى َح َش
غفُ ْى ًسا هس ِح ْي ًًا
َ ٌَّٰللاَ َكا ْ ُ َك ْان ًُ َعههقَ ِة َْۗوا ٌِْ ج
ص ِه ُح ْىا َوجَحهقُ ْىا فَا هٌِ ه
Artinya:‘Dan kamu (suami) tidak akan berlaku adil di antara istei-isteri itu walaupun
kamu menginginkan demikian. Oleh karena itu, janganlah kamu selalu cenderung
(kepada salah seorang isteri yang kamu sangat cintai) sehingga kamu biarkan yang
lainnya tekatung-katung’ (QS. An-Nisa: 129).
12
Studi Fiqih Kontemporer 2021
Takhrij Hadits Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2133), an-Nasa’i
(2/157), Tirmidzi (1/213), ad-Darimi (2/143), Ibnu Majah (1969), Ibnu Abi Syaibah
(2/66/7), Ibnul Jarud (no. 722), Ibnu Hibban (no. 1307), al-Hakim (2/186), al-Baihaqi
(7/297), ath-Thayalisi (no. 2454), dan Ahmad (2/347, 471) melalui jalur Hammam bin
Yahya, dari Qatadah, dari an-Nadhr bin Anas, dari Basyir bin Nuhaik, dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhuma.13
Kecenderungan tersebut dapat berupa nafkah, giliran, kewajiban dalam hal ini
termasuk mengorbankan isteri kedua untuk melahirkan anak inseminasi yang bibit
nya berasal dari suami dengan isteri pertamanya. Mengingat dalam perihal proses
kehamilan memerlukan perjuangan dan pengorbanan yang amat dalam.
13
Imran Ali, Fikih Kontemporer (Konseptual dan Istinbath) (Medan: CV. Pusdikra Mitra Jaya, 2020), h 177
13
Studi Fiqih Kontemporer 2021
C. KESIMPULAN
Hukum inseminasi buatan pada dasarnya adalah diperbolehkan sebagai salah satu
bentuk ikhtiar kepada Allah dalam menghadirkan seorang anak, dengan menggunakan
tata cara dan prosedur yang sesuai standart medis dan tidak bertentangan dengan hukum
ketetapan Islam.
Akan tetapi hasil inseminasi buatan dengan menggunakan bibit dari sel sperma
seorang suami dengan sel telur seorang isteri dengan menggunakan rahim isteri kedua
sebagai tempat pembuahan adalah dianggap sebagai anak yang tidak sah, dengan
demikian nasabnya disampaikan kepada isteri keduanya yaitu ibu yang mengandung dan
melahirkannya. Adapun hal yang demikian membawa banyak kemudharatan baik kepada
suami, isteri pertama ataupun isteri keduanya. Begitu juga yang berlaku terhadap
inseminasi buatan pada rahim hewan, sangat tidak dibenarkan dengan alas an dan tujuan
apapun karena bertentangan dengan sosial norma masyarakat terlebih dalam hukum
Islam.
14
Studi Fiqih Kontemporer 2021
Daftar Pustaka
Fachruddin, F. M. (1991). Masalah Anak Dalam Hukum Islam. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Imran, A. (2020). Fikih Kontemporer (Konseptual dan Istinbath). Medan: CV.Pusdikra Mitra
Jaya.
Yacoeb, S. S. (n.d.). Program Fertilisasi in Vitro Fakultas Kedokteran UI. Jakarta: Makmal
Terpadu Imuno Endokrinologi FKUI.
15