Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH DAMPAK NEGATIF DARI

PERCERAIAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik
dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam
profesi keguruan.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB 1 . PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
BAB 2 . PEMBAHASAN

1. Pengertian Perceraian
2. Faktor Penyebab Perceraian
3. Tahun Rawan Perceraian
4. Korban dari Perceraian
5. Dampak Perceraian Pada Anak
6. Hak Asuh Anak
7. Upaya Penyelesaain Masalah Terhadap Anak Mengenai Perceraian
BAB 3 . PENUTUP

1. Simpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri dengan keputusan pengadilan
dan ada cukup alasan bahwa diantara suami isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai
suami isteri. Putusnya perkawinan oleh suami atau istri atau atas kesepakatan kedua-duanya
apabila hubungan mereka tidak lagi memungkin-kan tercapainya tujuan perkawinan. Pada
umumnya perceraian dianggap tidak terpuji akan tetapi bila keadaan mereka menemui jalan
buntu untuk dapat memperbaiki hubungan yang retak antara suami dan istri, maka pemutusan
perkawinan atau perceraian menjadi hal yang wajib. Timbulnya perselisihan tidak hanya
dikarenakan oleh pihak wanita atau hanya pihak laki-laki saja, akan tetapi dikarenakan oleh sikap
egoisme masing masing individu. Oleh karena itu, perceraian dapat dilakukan apabila dengan
alasan yang kuat dengan hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia dituangkan di dalam
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.

1. Rumusan Masalah
2. Apa Pengertian Perceraian itu?
3. Mengapa Terjadi Perceraian?
4. Siapa Saja yang Terkena Dampak Perceraian?
5. Dimana Keberadaan Anak Setelah Orang Tuanya Bercerai?
6. Bagaimana Penyelesaian Masalah Terhadap Anak Akibat Perceraian?
1. Tujuan
2. Untuk Mengetahui Pengertian Perceraian
3. Untuk Mengetahui Faktor Penyebab Perceraian
4. Mengetahui Dampak Perceraian Terhadap Anak
5. Mengetahui Upaya mengatasi masalah pada anak akibat perceraian orang tuanya

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Perceraian
Pengertian perceraian menurut bahasa Indonesia berarti “pisah” dari kata dasar “cerai”. Menurut
istilah (syara’) perceraian merupakan sebutan untuk melepaskan ikatan pernikahan. Sebutan
tersebut adalah lafadz yang sudah dipergunakan pada masa jahiliyah yang kemudian digunakan
oleh syara’.

Dalam istilah Fiqh perceraian dikenal dengan istilah “Talak” atau “Furqah”. Talak berarti
membuka ikatan atau membatalkan perjanjian. Sedangkan Furqah berarti bercerai yang
merupakan lawan kata dari berkumpul. Perkataan Talak dan Furqah mempunyai pengertian
umum dan khusus. Dalam arti umum berarti segala macam bentuk perceraian yang dijatuhkan
oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim. Sedangkan dalam arti khusus ialah perceraian yang
dijatuhkan oleh pihak suami.
Menurut HA. Fuad Sa’id yang dimaksud dengan perceraian adalah putusnya perkawinan antara
suami dengan istri karena tidak terdapat kerukunan dalam rumah tangga atau sebab lain, seperti
mandulnya istri atau suami dan setelah diupayakan perdamaian dengan melibatkan keluarga
kedua belah pihak.
Disisi lain penyusun juga meniliti ketentuan hukum perceraian yang berbeda di Indonesia, antara
lain:

 Menurut Al Qur’an

Allah SWT telah menetapkan ketentuan dalam Al-Quran bahwa kedua pasangan suami isteri
harus segera melakukan usaha antisipasi apabila tiba-tiba timbul gejala-gejala dapat diduga akan
menimbulkan ganggungan kehidupan rumah tanganya, yaitu dalam firman-Nya yang artinya :

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (lakilaki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang
taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan Nusyu’z-nya, maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tiduyr mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika
mereka mentaatimu, maka jangalah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Al Quran Surat An-Nisa’ ayat 34)
Selanjutnya Allah SWT dalam firman-Nya, yaitu Surat An-Nisa’ ayat 128 :

“Dan jika seorang weanita khawatir akan Nusyu’z atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka
tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan
perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir, Dan
jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari Nusyu’z dan sikap
tidak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Apabila usaha antisipasi melalui ayat-ayat tersebut tidak berhasil mempertahankan kerukunan
dan kesatuan ikatan perkawinan dan tinggallah jalan satu-satunya terpaksa harus bercerai dan
putusnya perkawinan, maka ketentuan yang berlaku adalah Surat Al-Baqarah ayat 229 :

“Talaq (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf
atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari
sesuatu yang tidak kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya khawatir tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak
dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran
yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah
kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hokum-hukum Allah mereka itulah orang-
orang yang zalim” (Surat Al- Baqarah ayat 229).
Makna yang terkandung dalam Surat Al-Baqarah ayat 229 adalah sebagai berikut :

1) Sebenarnya perceraian itu bertentangan dengan makna perkawinan itu sendiri, sehingga
jika terjadi perceraian, maka sangat wajar sekali jika seandainya mereka yang bercerai ini
bersedia untuk rukun dan rujuk kembali menyusun kesatuan ikatan perkawinan mereka lagi;
2) Perceraian yang boleh rujuk kembali itu hanya dua kali, yaitu talaq ke-satu dan talaq ke-
dua saja. Oleh karena itu terhadap talaq ke-tiga tidak ada rujuk lagi, kecuali setelah dipenuhinya
persyaratan khusus untuk ini;

3) Syarat atas kedua orang suami-isteri yang bercerai dengan talaqtiga, untuk bisa melakukan
rujuk kembali itu di dalam Surat Al- Baqarah ayat 230;

4) Jika terjadi perceraian, maka suami dilarang mengambil harta yang pernah diberikan
kepada isterinya yang dicerai itu, kecuali atas dasar alasan yang kuat;

5) Jika isteri mempunyai alasan syari’at yang kuat, maka dapat dibenarkan isteri meminta
cerai dengan cara khulu’, yaitu suatu perceraian dengan pembayaran tebusan oleh isteri kepada
suami;
6) Allah SWT sudah mengatur segala sesuatunya, termasuk masalah perkawinan dan
hubungannya dengan berbagai macam masalah yang terkait;

7) Barang siapa yang melanggar hukum Allah SWT, sebenarnya dia itu bahka menyiksa diri
sendiri dengan perbuatan zhalim.

 Menurut Al Hadist
(http://seputarduniapengetahuan.blogspot.co.id/2012/12/definisi-perceraian.html)
Menurut asalnya Thalaq itu hukumnya makruh berdasarkan Hadist Rasulullah SAW,
yaitu Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah thalaq. (HR. Abu Daud dan Al-
Hakim). Selanjutnya dalam hadist lain Rasulullah SAW bersabda Perempuan mana saja yang
meminta kepada suaminya untuk cerai tanpa ada alasan apa-apa, maka haram atas dia baunya
surga. (HR. Turmudzi dan Ibnu Ma’jah).

 Menurut Peraturan Perundang-undangan


(http://seputarduniapengetahuan.blogspot.co.id/2012/12/definisi-perceraian.html)
Meskipun perkawinan dimaksudkan untuk membentuk rumah tangga yang sakinah, mawaddah,
dan rahmat bagi pasangan suami isteri yang memeluk agama Islam, namun dalam perjalanan
kehidupan rumah tangganya juga dimungkinkan timbulnya permasalahan yang dapat
mengakibatkan terancamnya keharmonisan ikatan perkawinannya. Bahkan apabila permasalahan
tersebut tidak memungkinkan untuk dirukunkan kembali, sehingga keduanya sepakat untuk
memutuskan ikatan perkawinannya melalui perceraian. Sebelum Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) berlaku, perkawinan diatur dalam Buku I Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) termasuk ketentuan tentang putusnya perkawinan
(perceraian). Dengan berlakunya Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
maka ketentuan dalam Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tentang
perkawinan tidak berlaku. Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
maupun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak terdapat pengertian
tentang perceraian, hanya mengatur tentang putusnya perkawinan serta akibatnya. Pasal 39
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur tentang putusnya
perkawinan yang menyatakan bahwa:

“perkawinan dapat putus karena :


1. Kematian;
2. Perceraian;
3. Atas putusan Pengadilan.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan hanya mengatur tentang tata cara perceraian,
yaitu dalam Pasal 14 yang menyatakan bahwa:

“seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, yang akan
menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi
pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasannya,
serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu”.
Alasan-alasan yang dimaksud dalam Pasal 14 tersebut adalah sebagai berikut sebagaimana diatur
dalam Pasal 19 UUP, yaitu :

1. a) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan;
2. b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa
izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
3. c) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukum lebih berat
setelah perkawinan berlangsung;
4. d) Salah satu pinak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain;
5. e) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
6. f) Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perceraian adalah lepasnya ikatan perkawinan dan
berakhirnya hubungan perkawinan.

 Menurut Kompilasi Hukum Islam

Perceraian merupakan salah satu penyebab putusnya perkawinan. Hal ini sesuai ketentuan Pasal
113 KHI, yang mengatur bahwa putusnya perkawinan dapat dikarenakan 3 (tiga) alasan sebagai
berikut:

1) Kematian;

2) Perceraian;
3) Putusan Pengadilan.

Menurut Pasal 114 KHI menyatakan bahwa putusnya perkawinan yang disebabkan karena
perceraian dapat terjadi karena talak oleh suami atau gugatan perceraian oleh isteri. Selanjutnya
menurut Pasal 115 KHI menyatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang
Pengadilan Agama setelah pengadilan tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak. Selanjutnya dalam Pasal 116 KHI alasan-alasan terjadinya perceraian pasangan
suami isteri dapat disebabkan karena:

1. a) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, atau lain
sebagainya yang sulit disembuhkan;
2. b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama, 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa
izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya;
3. c) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
4. d) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain;
5. e) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak menjalankan
kewajibannya sebagai suami atau isteri;
6. f) Terjadi perselisihan dan pertengkaran antara suami isteri secara terus menerus dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangganya;
7. g) Suami melanggar taklik-talak. Adapun makna taklik-talak adalah perjanjian yang
diucapkan oleh calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam Akta
Nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin
terjadi di masa yang akan datang;
8. h) Terjadinya peralihan agama atau murtad oleh salah satu pihak yang menyebabkan
terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga. Perceraian yang terjadi karena talak
suami isterinya ditandai dengan adanya pembacaan ikrar talak, yaitu ikrar suami di
hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan
dan dilakukan sesuai tata cara perceraian yang diatur dalam Pasal 129, 130, dan 131
(Pasal 117 KHI). Sedangkan macammacam perceraian yang dikarenakan talak suami
terdiri dari:
1) Talak Raj’i yaitu talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk selama isteri dalam
masa iddah (Pasal 118 KHI).
2) Talak Ba’in yang dapat dibedakan atas talak Ba’in shughraa dan talak Ba’in kubraa (Pasal
119 KHI):
1. a) Talak ba’in shughraa adalah talak yang tidak boleh dirujuk tetapi diperbolehkan
akad nikah baru dengan mantan suaminya meskipun dalam masa iddah.
Adapun jenis talak ba’in shughraa dapat berupa:
Talak yang terjadi dalam keadaan qobla al dukhul (antara suami isteri belum pernah melakukan
hubungan seksual selama perkawinannya.

Talak dengan tebusan atau khuluk, yaitu perceraian yang terjadi atas permintaan isteri dengan
memberikan tebusan (iwadi) kepada suaminya atas persetujuan suami pula.
 Talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.
1. b) Talak Ba’in kubraa adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya.
Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahi kembali, kecuali apabila pernikahan
itu setelah mantan isteri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da al
dukhul dan habis masa iddahnya (Pasal 120 KHI).
3) Talak Sunny, yaitu talak yang diperbolehkan dan talak tersebut dijatuhkan isteri yang
sedang suci serta tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut (Pasal 121 KHI).
4) Talak Bid’i, yaitu talak yang dilarang, karena talak tersebut dijatuhkan pada waktu isteri
dalam keadaan haid, atau isteri dalam keadaan suci tetapi sudah dicampuri pada waktu suci
tersebut (Pasal 122 KHI).
5) Talak Li’an yaitu talak yang terjadi karena suami menuduh isterinya berbuat zina atau
mengingkari anak dalam kandungan atau anak yang sudah lahir dari kandungan isterinya,
sedangkan isterinya menolak atau mengingkari tuduhan tersebut. Jenis talak Li’an ini
menyebabkan putusnya perkawinan antara suami isteri untuk selama-lamanya (Pasal 125 dan
Pasal 126 KHI).
Mengingat putusnya perkawinan yang dikarenakan talak suami terhadap isterinya terdapat
beberapa macam yang tidak seluruhnya dapat dirujuk kembali, sehingga diperlukan
pertimbangan yang bersifat prinsipal bagi seorang suami sebelum menjatuhkan talaknya.
Demikian halnya dalam ajaran agama Islam, talak meupakan perbuatan halal tetapi dibenci oleh
Allah SWT. Oleh karena itu menurut Mahmud Junus diperlukan alasanalasan bagi suami untuk
menjatuhkan talaknya terhadap isterinya yang diperbolehkan dan tidak dibenci oleh Allah SWT,
terdiri dari:

1. a) Isteri berbuat zina;


2. b) Isteri nusjuz, setelah diberi nasihat dengan segala daya upaya;
3. c) Isteri suka mabuk, penjudi, atau melakukan kejahatan yang mengganggu keamanan
rumah tangga;
4. d) Sebab-sebab lain yang sifatnya berat sehingga tidak memungkinkan untuk
mendirikan rumah tangga secara damai dan teratur.

2. Faktor Utama Penyebab Perceraian


Secara singkat ada beberapa faktor penyebab terjadinya perceraian, yaitu:

1. Perselingkuhan
2. Kurangnya komunikasi
3. Ekonomi
4. Tidak mau mengalah
5. Campur tangan orang tua
6. Perbedaan prinsip dan keyakinan
7. Romantisme meredup
8. Konflik peran
9. Perbedaan besar dalam perkawinan
10. Seks
11. Kurangnya kepercayaan atau rasa tidak aman
12. Kurangnya kematangan
13. Perilaku kriminal dan penjara untuk kejahatan
14. Perbedaan tujuan pribadi dan karir
15. Masalah keuangan
16. Ketidak kesetiaan
17. Ketidak cocokan intelektual
18. Ketidak cocokan sekssual
19. Konversi agama atau keyakinan

1. Korban dari Perceraian


ANAK MENJADI KORBAN
Anak merupakan korban yang paling terluka ketika orang tuanya memutuskan untuk
bercerai. Anak dapat merasa ketakutan karena kehilangan sosok ayah atau ibu mereka, takut
kehilangan kasih sayang orang tua yang kini tidak tinggal serumah. Mungkin juga mereka
merasa bersalah dan menganggap diri mereka sebagai penyebabnya. Prestasi anak di sekolah
akan menurun atau mereka jadi lebih sering untuk menyendiri.
Anak-anak yang sedikit lebih besar bisa pula merasa terjepit di antara ayah dan ibu mereka.
Salah satu atau kedua orang tua yang telah berpisah mungkin menaruh curiga bahwa mantan
pasangan hidupnya tersebut mempengaruhi sang anak agar membencinya. Ini dapat mebuat
anak menjadi serba salah, sehingga mereka tidak terbuka termasuk dalam masalah-masalah
besar yang dihadapi ketika mereka remaja. Sebagai pelarian yang buruk, anak-anak bisa
terlibat dalam pergaulan yang buruk, narkoba, atau hal negatif lain yang bisa merugikan.

DAMPAK UNTUK ORANG TUA


Selain anak-anak, orang tua dari pasangan yang bercerai juga mungkin terkena imbas dari
keputusan untuk bercerai. Sebagai orang tua, mereka dapat saja merasa takut anak mereka
yang bercerai akan menderita karena perceraian ini atau merasa risih dengan pergunjingan
orang-orang.

Beberapa orang tua dari pasangan yang bercerai akhirnya harus membantu membesarkan
cucu mereka karena ketidaksanggupan dari pasangan yang bercerai untuk memenuhi
kebutuhan anak-anaknya.

Perceraian bukan hanya keputusan itu hanya mempengaruhi pernikahan dari dua orang ,
tetapi , juga memiliki dampak yang kuat pada keluarga mereka . Mari kita memahami setelah
matematika dari perceraian pada anggota keluarga .
Sampai kematian perceraian memisahkan kita .

Tapi mengapa pernikahan gagal ? Ketidakbahagiaan dalam kehidupan pernikahan pasangan


mungkin telah dikembangkan karena masalah perilaku atau sikap , mengatakan salah satu
mitra agresif , workaholic , pezina , memiliki alkohol atau kecanduan obat atau telah
menimbulkan kekerasan fisik atau emosional pada keluarga . Setiap situasi ini dapat
menciptakan banyak stres dalam pernikahan serta orang-orang yang terpengaruh olehnya .
Pada akhirnya , perceraian merupakan pengalaman emosional yang menyakitkan bagi semua
yang terlibat , terutama anak-anak .

 Pengaruh Perceraian pada Keluarga

Perceraian datang dengan stres. Hal ini secara hukum mendokumentasikan bahwa dua orang
gagal menyelamatkan pernikahan mereka dan renggang . Bagaimana jika anak-anak yang
terlibat dalam campuran itu? Jika orang tua Anda tertekan oleh keputusan yang Anda telah
memutuskan untuk meninggalkan pasangan Anda , mereka mungkin dapat mengatasinya
telah memiliki pengalaman hidup yang kuat . Tapi , bagaimana dengan anak-anak kecil yang
mengatakan bahwa ibu dan ayah yang putus ketika mereka bahkan belum benar-benar
mengalami dunia . Nah , dalam semua kejujuran , pernikahan seharusnya tidak pernah datang
dengan kalimat ” Jika Anda bertindak jahat , aku akan meninggalkan engkau. ” Namun , bagi
sebagian orang, perceraian sering terbukti menjadi pelarian dari neraka.

1. Dampak Perceraian Pada Anak


Perceraian berhubungan dengan stres hal ini secara umum digambarkan bahwa dua orang gagal
menyelamatkan pernikahan mereka dan berdiri secara terpisah. Efek perceraian biasanya
menyebabkan trauma. Salah satu transisi dalam kehidupan seorang anak adalah melihat orang
tua mereka bercerai. Sementara dampak perceraian dapat berbeda pada anak sesuai tahap
perkembangan mereka meliputi usia jenis kelamin. Penelitian telah menunjukkan bahwa telah
dilakukan upaya rekonsusilasi keluarga kebanyakan anak menderita elama dan setelah proses
perceraian. Jika perceraian orang tua dapat menyebabkan anak merasa seolah-olah kehilangan
stabilitas, keamanan dan dunia mereka menjadi berantakan dan anak juga mesa tidak dicintai
oleh orang tuanya dari dampak sebuah perceraian akibatnya anak menampilkan berbagai
perubahan pola perilaku karena mengalami evek traumatis paska perceraian. Ini mulai dari
kesulitan tidur dan tindakan yang berbahaya seperti kekerasan penyalaan kegunaan obat dan
bahkan bunuh diri dan anak dapat menjadi cengeng agar membutuhkan perhatian besar dalam
pemahaman seperti anak membutuhkan pengasuhan emosional yang lebih besar kemampuan
keluarga untuk mengatasi perceraian.
Dampak perceraian terhadap psikologi pada anak

1. Anak mulai menderita kecemasan yang tinggi dan ketakutan


2. Anak merasa tercepit di tengah-tengah. Karena anak sangat sulit untuk memilih papah
atau mamah
3. Anak sering kali merasa bersalah
4. Kalau kedua orang tuannya sedang bertengkar itu memungkinkan anak bisa membenci
salah satu orang tuanya
Dalam rumah tangga yang tidak sehat dan bermasalah penuh pertengkaran dapat memunculkan
kategori anak, anak menjadi pemberontak prustasi mempunyai kemarahan.

Anak korban perceraian gampang marah karena mereka terlalu sering melihat orang tua mereka
bertengkar namun kemarahan itu bisa muncul karena

1. Dia harus hidup dalam ketegangan dan dia tidak suka hidup dalam ketegangan
2. Dia harus kehilangan hidup yang tentram yang hangat dia jadi marah pada orang tuannya
3. Waktu orang tua bercerai anak tinggal dengan mamahnya, itu ada yang terhilang diri
anak yakni figur otoritas, figur ayah begitu pun juga anak yang sedih mengurung menjadi
depresi anak juga bisa kehilangan identitas sosialnya.
Pengaruh negatif perceraian terhadap perkembangan dan pendidikan anak

Kasus perceraian, apapun alasannya, merupakan “malapetaka” bagi anak. Anak tidak akan dapat
lagi menikmati kasih sayang orang tua secara bersamaan yang sangat penting bagi pertumbuhan
mentalnya, tidak jarang pecahnya rumah tangga mengakibatkan terlantarnya pengasuhan anak.
Itulah sebabnya dalam ajaran Islam perceraian harus dihindarkan sedapat mungkin bahkan
merupakan perbuatan yang paling dibenci Allah SWT.

Bagi anak-anak yang dilahirkan, perceraian orang tuanya merupakan hal yang akan
mengguncang kehidupannya dan akan berdampak buruk bagi pertumbuhan dan
perkembangannya termasuk berpengaruh besar terhadap pendidikannya, sehingga biasanya
aanak-anak adalah pihak yang paling menderita dengan terjadinya perceraian orang tuanya.”

Di antara dampak negatif dari kasus perceraian terhadap pendidikan dan perkembangan anak
dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Anak kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang, dan tuntutan pendidikan orang tua,
terutama bimbingan ayah, karena ayah dan ibunya masing-masing sibuk mengurusi
permasalahan mereka.
2. Kebutuhan fisik maupun psikis anak menjadi tidak terpenuhi, keinginan harapan anak-
anak tidak tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan kompensasinya.
3. Anak-anak tidak mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk
hidup susila. Mereka tidak dibiasakan untuk disiplin dan kontrol diri yang baik.
4. Perceraian orang tua diperkirakan mempengaruhi prestasi belajar anak, baik dalam
bidang studi agama maupun dalam bidang yang lain. Salah satu fungsi dan tanggung
jawab orang tua yang mendasar terhadap anak adalah memperhatikan pendidikannya
dengan serius. Memperhatikan pendidikan anak, bukan hanya sebatas memenuhi
perlengkapan belajar anak atau biaya yang dibutuhkan, melainkan yang terpenting adalah
memberikan bimbingan dan pengarahan serta motivasi kepada anak, agar anak
berprestasi dalam belajar. Oleh karena itu kedua orang tua bertanggungjawab dalam
memperhatikan pendidikan anak, baik perlengkapan kebutuhan sekolah atau belajar
maupun dalam kegiatan belajar anak. jika orang tua bercerai maka perhatian terhadap
pendidikan anak akan terabaikan.
5. Menurut Sanchez perceraian dapat meningkatkan kenakalan anak-anak, meningkatkan
jumlah anak-anak yang mengalami gangguan emosional dan mental, penyalahgunaan
obat bius dan alkohol di kalangan anak-anak belasan tahun serta anak-anak perempuan
muda yang menjadi ibu diluar nikah.
6. Mempengaruhi pembentukan kepribadian anak
Suhendi (2001:98) menjelaskan bahwa dalam pembentukan kepribadian anak faktor yang paling
menentukan adalah keteladanan orang tua. Kehadiran orang tua atau orang-orang dewasa dalam
keluarga mempunyai fungsi pendidikan yang pertama. Proses sosialisasi oleh anak dilakukan
dengan cara meniru tingkah laku dan tutur kata orang-orang dewasa yang berada dalam
lingkungan terdekatnya.

Itulah di antaranya dampak-dampak negatif kasus perceraian yang mempunyai andil besar
terhadap perkembangan dan pendidikan anak. hal tersebut tentunya perlu mendapatkan perhatian
lebih terutama oleh kedua orang tua yang hendak ataupun sudah bercerai. Orang tua seharusnya
tidak hanya memperhatikan kebutuhan pribadi saja tanpa memperhatikan kebutuhan-kebutuhan
anak yang harus dipenuhi, karena dampak tersebut tidak hanya berpengaruh sesaat saja akan
tetapi berlangsung selama hidup anak.

Psikologi Anak Perceraian

Banyak penelitian telah dilakukan pada Psikologi Anak Perceraian. Berikut adalah daftar temuan
yang luar biasa selama dekade terakhir. Mereka pergi dengan beberapa keyakinan umum
diterima tentang Anak-anak dan Perceraian.

1. efek jangka panjang


Anak-anak bisa menderita perceraian pada jangka panjang. Hal ini terjadi bahwa efek permukaan
hanya beberapa tahun setelah perceraian.
(Pesan hingga Wallerstein 1991)

2. ayah Absen
Anak-anak dalam keluarga tanpa ayah menderita lebih sering dari satu atau lebih gangguan ini:
Anak Perilaku Disorder, antisosial Personality Disorder dan Attention Deficit Hyperactivity
Disorder. Sebuah ayah tiri tidak membantu.
(Studi oleh Pfiffner, McBurnett, Rathouz, 2004)

3. baik psikologis menjadi anak dari perceraian


Anak-anak pengalaman perceraian konsekuensi psikologis yang serius negatif sebelum, selama
dan setelah perceraian. Konsekuensi Psikologi Anak Perceraian ini tidak tergantung pada kondisi
keluarga sebelum perceraian.
(Studi oleh Sun dan Li, 2002)

4. komitmen rendah untuk sebuah pernikahan


Banyak penelitian melaporkan tingkat perceraian lebih tinggi di antara anak-anak dari perceraian
(hampir dua kali lebih tinggi). Hal ini terutama karena komitmen yang lebih rendah untuk
pernikahan dan keterampilan hubungan yang lebih rendah.(Pesan hingga Heatherington, 2004)

5. anak remaja perceraian lebih mungkin untuk memiliki anak.


Mereka memiliki tarif kenakalan yang lebih tinggi dan lebih mungkin melakukan hubungan seks
ketika sangat muda.(Studi oleh Maher 2003)

6. Depresi dan kecemasan


Anak-anak dari perceraian secara signifikan lebih sering menjadi korban depresi atau kecemasan
baik ke usia dua puluhan. Kecemasan bahkan dapat mengakibatkan Anxiety Disorder,
kemungkinan hasil Perceraian Psikologi Anak lain.(Sebuah studi yang dilaporkan oleh American
Sociological Review 1998)

7. Kematian atau Perceraian


Anak-anak dari keluarga berantakan memiliki masalah psikologis lebih anak-anak dari rumah
terganggu oleh kematian ayah mereka.(Sebuah buku oleh Emery 1988)

8. Masalah kesehatan
Anak-anak dari perceraian yang ditemukan memiliki cedera lebih, pidato cacat, asma dan sakit
kepala. Ketika hidup dengan ibunya bercerai, mereka cenderung memiliki lebih banyak bantuan
profesional dengan masalah perilaku dan emosional.(Studi oleh Dawson)

9. hubungan yang buruk dengan orang tua mereka bercerai


Anak-anak dari keluarga yang rusak di usia 18-22 dua kali lebih mungkin untuk memiliki
hubungan yang buruk dengan orang tua mereka. Mereka menampilkan tingkat tinggi tekanan
emosional atau perilaku masalah. Banyak dari mereka mendapatkan bantuan psikologis. “Zill
menemukan efek perceraian masih terlihat 12 sampai 22 tahun setelah perpisahan itu.
Dampaknya dapat ditemukan setelah 12 sampai 22 setelah perceraian.
(Sebuah studi oleh Zill, Morisson dan Coiro 1995)

10. oposisi Defiance Disorder


Beberapa anak dari perceraian menderita gangguan pembangkangan oposisi (ODD) Anak-anak
ini menampilkan pola berkelanjutan dari perilaku tidak kooperatif, menantang, dan bermusuhan
terhadap orang tua mereka. Perilaku mengganggu hari anak muda untuk hari berfungsi.

11. masalah Perilaku: lebih dan lebih buruk


Ada masalah signifikan lebih perilaku dengan anak-anak dalam keluarga bahagia. Masalah
perilaku dalam kelompok ini adalah lebih buruk juga.
(Studi oleh Webster-Stratton, 1989)

12. Agresi
Sejumlah penelitian tentang Psikologi Anak Perceraian menemukan anak-anak dari perceraian
yang lebih agresif dibandingkan dengan anak dari pasangan menikah.(Sebuah studi oleh Emery
1988)

13. Kesepian dan bahagia


Judith Wallerstein menemukan banyak anak-anak dari orang tua bercerai berperilaku impulsif
dan mudah marah. Mereka ditarik lebih sosial dan sebagai hasilnya, mereka merasa lebih
kesepian, tidak aman, cemas dan gelisah. Tidak hanya tepat setelah perceraian, tetapi juga 6
tahun kemudian.(Studi oleh Wallerstein 1991)

14. Disiplin Anak


Disiplin anak lebih rendah dalam keluarga dengan orang tua dengan masalah perkawinan tetapi
termurah dengan anak-anak yang hidup dengan ibu yang tidak menikah mereka.(Studi oleh
Webster-Stratton, 1989)

15. Ketidakpatuhan
Penelitian tentang Psikologi Anak Perceraian menemukan bahwa anak-anak dari perceraian
kurang taat kepada orang tua mereka bercerai.
(Studi oleh Stein, Newcomb, dan Bentler, 1987)

16. Sebuah pernikahan baru tidak meningkatkan kesejahteraan psikologis remaja


Fungsi terganggu remaja adalah umum di antara remaja di keluarga tiri dan pada remaja dari
keluarga orang tua tunggal. Tapi terjadi apalagi dalam keluarga menikah normal.(Pesan hingga
Furstenberg dan Cherlin)

17. Bunuh Diri


Ada tingkat bunuh diri yang lebih tinggi untuk anak-anak dari perceraian dibandingkan anak-
anak dari keluarga yang normal. Tidak ada korelasi ditemukan antara kematian orang tua dan
bunuh diri dari seorang anak. Bunuh diri tampaknya dipicu oleh ditolak oleh orang tua.
(Sebuah studi oleh Larson dan Larson 1990)

18. cacat Belajar


Analisis sembilan tahun data perceraian psikologi anak di Australia, meluncurkan bahwa
perempuan yang belum menikah, janda dan bercerai atau berpisah perempuan lebih mungkin
untuk memiliki anak dengan cacat intelektual moderat daripada mereka yang menikah. Para
peneliti berpikir itu ada hubungannya dengan kerugian sosial mereka.(Sebuah studi oleh
University of Western Australia)

19. Prestasi Akademik


Cenderung lebih rendah di antara anak-anak dari perceraian.
(Winslow 2004)

20. Sleeper Effect


Yang disebut “efek tidur” tendangan pada anak-anak dari perceraian pada usia lanjut.
Kebanyakan anak laki-laki muda cenderung untuk mengekspresikan emosi dan frustrasi mereka
dengan bebas. Emosi mereka memudar. Gadis-gadis muda Namun, menjaga emosi mereka
secara internal lebih sering. Mereka tidak berurusan dengan mereka. Emosi mereka tetap dalam
dan mereka muncul ketika mereka dewasa. Biasanya, ini terjadi dalam periode di mana mereka
membuat keputusan penting untuk kehidupan mereka selama bertahun-tahun yang akan datang.
Mereka inconsiously dipengaruhi oleh kecemasan dan ketakutan yang dihasilkan dari perceraian
orang tua mereka lama.(Sebuah studi oleh Wallerstein dan Blakeslee).

21. Merasa tidak aman


Secara umum, anak-anak dari perceraian merasa emosional tidak aman sebagai seorang anak. 6
anak dari 10 anak-anak dari keluarga broken merasa tidak aman dan hanya 2 dari 10 untuk
keluarga menikah.
(Sebuah studi oleh Marquardt 2005)

22. Anak-anak merasa tidak berada di pusat dari keluarga broken


Ini penting untuk 67 persen anak-anak dari keluarga yang bercerai dan hanya 33 persen anak-
anak dari keluarga utuh.(Sebuah studi oleh Marquardt 2005)

23. Merasa kesepian


Anak-anak dari keluarga yang bercerai melaporkan mereka 6 kali lebih mungkin untuk merasa
sendirian sebagai seorang anak.
(Sebuah studi oleh Marquardt 2005)

24. Ketika membutuhkan hiburan, mereka tidak pergi ke orang tua mereka
Ini penting untuk 68 persen anak-anak dari keluarga yang bercerai dan hanya 32 persen anak-
anak dari keluarga utuh.(Sebuah studi oleh Marquardt 2005)
25. Remaja memiliki tujuan mereka sendiri dan mencoba untuk mempertahankan identitas
mereka
Mereka sering mengikuti psikologi anak strategi perceraian seperti ini:
• mereka menjauhkan diri informasi dari salah satu orang tua sehingga mereka tidak dihukum
atau untuk meningkatkan hubungan mereka dengan orang tua lainnya. Mereka mahal
menggunakan komunikasi terbatas antara orang tua mereka.

 ketika orang tua mencoba untuk menggunakan remaja mereka sebagai utusan antara
mereka, remaja akan menggunakan ini dalam keuntungannya. Dia memilih pesan yang
ingin disampaikan. Ia akan membuat beberapa perubahan untuk beberapa pesan untuk
mendapatkan keuntungan dari itu
• tinggal di rumah orang tua menuntut setidaknya. Ini adalah cara mudah untuk pergi dari
situasi yang tidak diinginkan. Kadang-kadang untuk menghukum salah satu orang tua
 melarang salah satu orang tua dari hidupnya.(studi oleh Chris Menning 2003)
26. Anak-anak dari perceraian tidak mendapatkan keuntungan dari hak asuh fisik Joint
Bertentangan dengan apa yang dianggap sebelumnya, hak asuh fisik bersama tidak
menguntungkan anak-anak. Namun, itu tidak merusak mereka baik.

Pandangan anak terhadap perceraian orang tua

Perceraian bagi anak adalah tanda kematian keutuhan keluarganya rasanya separuh diri anak
telah hilang hidup tak akan sama lagi setelah orang tua mereka bercerai dan mereka harus
menerima kesedihan dan persaan kehilangan yang mendalam contohnya anak harus memendam
rasa rindu yang mendalam terhadap ayah atau ibunya yang tiba-tiba tidak tinggal bersamanya
lagi. Seperti yang dijelaskan dalam artikel yang sudak ada, anak harus menyesuaikan terhadap
perceraian kedua orang tuanya. Salah satu faktor penentu terbesar dalam seberapa baik anak-
anak menyesuaikan diri dengan perceraian adalah seberapa baik orang tua menyesuaikan diri
dengan perceraian. Anak-anak akan melihat ke orang tua mereka untuk tanda-tanda bahwa
keluarga dapat dan akan melewati ini. Oleh karena itu, orang tua perlu panutan cara yang tepat
dan sehat untuk berurusan dengan banyak perasaan yang mengelilingi perceraian. Orang tua juga
dapat bekerja untuk membangun kembali rasa keluarga melalui penyediaan konsistensi dan
struktur. Intinya, pilihan yang Anda buat dapat dan akan sangat berdampak pada kehidupan
anak-anak Anda. Pilihan positif akan melayani anak-anak Anda jauh lebih baik.

Pada artikel juga sudah diterangkan dan dapat disimpulkan bahwa di antara dampak negatif dari
kasus perceraian terhadap pendidikan dan perkembangan anak dapat disimpulkan sebagai
berikut:

1. Anak kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang, dan tuntutan pendidikan orang tua,
terutama bimbingan ayah, karena ayah dan ibunya masing-masing sibuk mengurusi
permasalahan mereka.
2. Kebutuhan fisik maupun psikis anak menjadi tidak terpenuhi, keinginan harapan anak-
anak tidak tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan kompensasinya.
3. Anak-anak tidak mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk
hidup susila. Mereka tidak dibiasakan untuk disiplin dan kontrol diri yang baik.
4. Perceraian orang tua diperkirakan mempengaruhi prestasi belajar anak, baik dalam
bidang studi agama maupun dalam bidang yang lain. Salah satu fungsi dan tanggung
jawab orang tua yang mendasar terhadap anak adalah memperhatikan pendidikannya
dengan serius. Memperhatikan pendidikan anak, bukan hanya sebatas memenuhi
perlengkapan belajar anak atau biaya yang dibutuhkan, melainkan yang terpenting adalah
memberikan bimbingan dan pengarahan serta motivasi kepada anak, agar anak
berprestasi dalam belajar. Oleh karena itu kedua orang tua bertanggungjawab dalam
memperhatikan pendidikan anak, baik perlengkapan kebutuhan sekolah atau belajar
maupun dalam kegiatan belajar anak. jika orang tua bercerai maka perhatian terhadap
pendidikan anak akan terabaikan.
5. Menurut Sanchez perceraian dapat meningkatkan kenakalan anak-anak, meningkatkan
jumlah anak-anak yang mengalami gangguan emosional dan mental, penyalahgunaan
obat bius dan alkohol di kalangan anak-anak belasan tahun serta anak-anak perempuan
muda yang menjadi ibu diluar nikah.
6. Mempengaruhi pembentukan kepribadian anak
Suhendi (2001:98) menjelaskan bahwa dalam pembentukan kepribadian anak faktor yang paling
menentukan adalah keteladanan orang tua. Kehadiran orang tua atau orang-orang dewasa dalam
keluarga mempunyai fungsi pendidikan yang pertama. Proses sosialisasi oleh anak dilakukan
dengan cara meniru tingkah laku dan tutur kata orang-orang dewasa yang berada dalam
lingkungan terdekatnya.

Dampak Perceraian Bagi Remaja

Bagi kebanyakan remaja, perceraian orangtua membuat mereka kaget sekaligus terganggu.
Masalah yang ditimbulkan bagi fisik tidak terlalu tampak bahkan bisa dikatakan tidak ada karena
ini sifatnya fisikis, namun ada juga berpengaruh pada fisik setelah si remaja tersebut mengalami
beberapa akibat dari tidak terkendalinya sikis atau keperibadiannya yang tidak terjaga dengan
baik, salah satu contoh si remaja karena seringkali meminum-minuman beralkohol maka lambat
laun si remaja akan mengalami penurunan system kekebalan tubuh yang akhirnya menimbulkan
sakit.

Keadaan tersebut jelas akan mempengaruhi psikologi remaja untuk keberlangsungan


kehidupannya, ada beberapa kebutuhan utama remaja yang penting untuk dipenuhi yaitu:

1. Kebutuhan akan adanya kasih sayang


2. Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok
3. Kebutuhan untuk berdiri sendiri
4. Kebutuhan untuk berprestasi
5. Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain
6. Kebutuhan untuk dihargai
7. Kebutuhan untuk memperoleh palsafah hidup yang utuh
Kehidupan mereka sendiri berkisar pada berbagai masalah khas remaja yang sangat nyata,
seperti bagaimana menyesuaikan diri dengan teman sebaya, apa yang harus dilakukan dengan
seks atau narkoba, ataupun isu-isu kecil tetapi sangat penting, seperti jerawat, baju yang akan
dikenakan, atau guru yang tidak disenangi. Remaja sudah merasa cukup sulit mengendalikan
kehidupan mereka sendiri sehingga pasti tidak ingin diganggu dengan kehidupan orangtua yang
mengungkapkan perceraian. Mereka tidak memiliki ruang atau waktu lagi terhadap gangguan
perceraian orangtua dalam kehidupan mereka.

Selain itu, remaja secara psikologis sudah berbeda dari sebelumnya. Meskipun masih bergantung
pada orangtua, saat ini mereka memiliki suara batin kuat yang memberitahu mereka untuk
menjadi mandiri dan mulai membuat kehidupan mereka sendiri. Tetap bergantung tidak sesuai
lagi untuk rasa aman dan kesejahteraan diri mereka.

 Dampak positif
Selain dampak negatif, ada juga dampak positifnya. Berikut dampak positif bagi anak

 Anak bisa lebih mandiri.


 Anak akan lebih tergerak melakukan segala sesuatu sendiri, misalnya berangkat sekolah
sendiri, menyiapkan sarapan sendiri, dan sebagainya.
 Anak mempunyai kemampuan bertahan (survive) karena terlatih untuk mendapatkan
sesuatu dalam hidup bukan hal yang mudah.
 Beberapa anak menjadi kuat danh lebih bangkit.
Pengalaman traumatik dapat menjadikan anak lebih tangguh, berkepribadian matang atau
sebaliknya.

Perceraian memperkenalkan perubahan besar-besaran dalam kehidupan seorang anak laki-laki


atau perempuan tidak peduli apa usia. Menyaksikan hilangnya cinta antara orang tua, memiliki
orang tua istirahat komitmen pernikahan mereka, menyesuaikan diri dengan pergi bolak-balik
antara dua rumah tangga yang berbeda, dan tidak adanya harian salah satu orang tua ketika
tinggal dengan lainnya, semua membuat keadaan keluarga baru yang menantang di mana untuk
hidup. Dalam sejarah pribadi dari laki-laki atau perempuan, perceraian orangtua adalah peristiwa
DAS. Hidup yang mengikuti secara signifikan berubah dari bagaimana kehidupan sebelumnya.
Agak tanggapan yang berbeda untuk pergantian menyakitkan ini peristiwa terjadi jika laki-laki
atau perempuan masih dalam masa kanak-kanak atau telah memasuki masa remaja. Pada
dasarnya, perceraian cenderung untuk mengintensifkan ketergantungan anak dan cenderung
mempercepat kemerdekaan remaja; sering memunculkan respon yang lebih regresif pada anak
dan respon yang lebih agresif dalam remaja. Pertimbangkan mengapa variasi ini mungkin begitu.
Dunia anak adalah salah satu tergantung, berhubungan erat dengan orang tua yang disukai
teman, sangat bergantung pada perawatan orang tua, dengan keluarga lokus utama dari
kehidupan sosial seseorang. Dunia remaja adalah salah satu lebih mandiri, lebih terpisah dan
jauh dari orang tua, lebih mandiri, di mana teman-teman telah menjadi sahabat disukai, dan di
mana lokus utama dari kehidupan sosial seseorang sekarang meluas di luar keluarga ke dalam
dunia yang lebih besar dari pengalaman hidup.

Untuk anak-anak, getar perceraian kepercayaan ketergantungan pada orang tua yang sekarang
berperilaku dalam cara yang sangat dipercaya. Mereka pembedahan membagi unit keluarga
menjadi dua rumah tangga yang berbeda antara yang anak harus belajar untuk angkutan bolak-
balik, untuk sementara menciptakan pahaman, ketidakstabilan, dan ketidakamanan, tidak pernah
bisa bersama salah satu orang tua tanpa harus berada terpisah dari yang lain.

Meyakinkan anak muda dari keabadian perceraian bisa sulit ketika kerinduan intens berfantasi
bahwa entah bagaimana, beberapa cara, ibu dan ayah akan hidup kembali bersama lagi suatu hari
nanti. Dia mengandalkan angan-angan untuk membantu meredakan rasa sakit kehilangan,
memegang harapan untuk reuni orangtua lebih lama daripada remaja yang lebih cepat untuk
menerima finalitas perubahan keluarga tidak diinginkan ini. Dengan demikian orang tua yang
dimasukkan ke dalam kehadiran bersama di perayaan keluarga dan acara khusus liburan untuk
menciptakan kedekatan keluarga untuk anak hanya makan fantasi anak dan menunda
penyesuaian nya.

Reaksi jangka pendek tergantung anak untuk perceraian dapat menjadi cemas satu. Begitu
banyak berbeda, baru, tak terduga, dan tidak diketahui bahwa hidup menjadi penuh dengan
pertanyaan menakutkan? “Apa yang akan terjadi ke depan?” “Siapa yang akan merawat saya?”
“Jika orang tua saya bisa kehilangan satu sama lain, mereka bisa kehilangan cinta untuk saya?”
“Dengan satu orangtua pindah, bagaimana jika saya kehilangan lain juga?” Menjawab
pertanyaan khawatir seperti dengan ketakutan terburuk, respon anak dapat regresif.
Dengan kembali kepada cara mantan berfungsi, lebih tua perawatan taking mungkin akan datang.
Ada dapat kecemasan pemisahan, menangis di tempat tidur kali, melanggar pelatihan toilet,
mengompol, menempel, merengek, mengamuk, dan kerugian sementara keterampilan perawatan
diri didirikan, yang semuanya dapat memaksa perhatian orangtua.

Anak ingin merasa lebih terhubung dalam situasi keluarga di mana pemutusan besar telah terjadi.
Regresi untuk ketergantungan sebelumnya sebagian bisa menjadi upaya untuk memperoleh
perhatian orangtua, membawa mereka dekat ketika perceraian telah menarik masing-masing
lebih jauh – warga orangtua sekarang sibuk dan lebih sibuk, orang tua tidak hadir hanya kurang
tersedia karena menjadi kurang sekitar.

Remaja lebih mandiri berpikiran cenderung menangani lebih agresif untuk bercerai, sering
bereaksi dengan marah, cara memberontak, lebih memutuskan untuk mengabaikan disiplin
keluarga dan mengurus dirinya sendiri karena orang tua telah gagal untuk menjaga komitmen
untuk keluarga yang awalnya dibuat.

Di mana anak mungkin telah mencoba untuk mendapatkan orang tua kembali, remaja dapat
mencoba untuk mendapatkan kembali di orang tua. Di mana anak merasa kesedihan, remaja
yang memiliki keluhan a. “Jika mereka tidak bisa dipercaya untuk tetap bersama dan mengurus
keluarga, maka saya harus mulai lebih mengandalkan pada diri saya sendiri.” “Jika mereka bisa
mematahkan pernikahan mereka dan menempatkan diri pertama, maka saya bisa menempatkan
diri pertama juga.” “Jika mereka tidak keberatan menyakiti saya, maka saya bisa saya tidak
keberatan menyakiti mereka.”

Sekarang remaja dapat bertindak agresif untuk mengendalikan hidupnya dengan berperilaku
bahkan yang lebih jauh dan menantang, lebih bertekad untuk menjalani hidupnya jalan, lebih
didedikasikan untuk kepentingan nya dari sebelumnya. Ia merasa semakin otonom dalam situasi
keluarga yang terasa terputus. Dia sekarang merasa lebih terdorong dan berhak untuk bertindak
sendiri.

Untuk orang tua yang menceraikan dengan remaja, peningkatan dedikasi orang muda untuk
kepentingan harus dimanfaatkan dengan memaksakan peningkatan tanggung jawab sebagai lebih
pemisahan dan kemerdekaan dari keluarga terjadi.

Untuk orang tua yang menceraikan dengan seorang anak, prioritas adalah membangun rasa agar
keluarga dan prediktabilitas. Ini berarti mengamati tiga R diperlukan untuk mengembalikan
kepercayaan anak dalam keamanan, keakraban, dan ketergantungan – Rutinitas, Ritual, dan
Jaminan.

Dengan demikian orang tua membangun rumah tangga dan kunjungan Rutinitas sehingga anak
tahu apa yang diharapkan. Mereka memungkinkan anak untuk membuat Ritual merasa lebih
mengendalikan hidupnya. Dan mereka memberikan Jaminan terus-menerus bahwa orang tua
dengan penuh kasih sayang terhubung ke anak seperti biasa, dan berkomitmen untuk pembuatan
karya pengaturan keluarga baru.

1. Hak Asuh Anak (budi susilo, S.H, 2007)


Undang-undang no 23 tahun 2002 tentang perlindugan anak (Undang-Undang perlindungan
Anak), mendefinisikan bahwa, ank adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak
yang masih dalam kandungan. Anak dalam ruang lingkup sebagai bagian dari objek yang
menerima akibat hukum, atas terjadinya perceraian adalah anak yang sah. Artiya, anak yang
dilahirkan dalam/sebagai akibat dari perkawinan yang sah.

Setelah oengadilan mengutuskan untuk mengabulkan permohonan perceraian, biasanya selain


menentukan pembagian harta bersama, persoalan penjatuhan hak asuh anak juga turut
ditentukan. Hak asuh atau dalam bahasa undang-undang perlindungan anak adalah kuasa asuh,
merupakan kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi,
dan menumbuhkembangkan anak, sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan,
bakat,serta minatnya.
Undang-undang perkawinanalam pasal 45, bab X tentang hak dan kewajiban antara oran tua dan
anak menentukan bahwa, kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka
sebaik-baiknya. Kewajiban tersebut berlaku sampai anak itu kawin, atau dapat berdiri sendiri.
Diman kewajiban itu berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang putus. Dengan
demikian, terlepas dari hak asuh anak dijatuhkan pada pihak mana oleh pengadilan orang tua
masih memiiki kewajiban yang sama untuk memelihara dan mendidik anak mereka.

1. Perebutan hak asuh anak dan dampaknya bagi anak


( www.legalakses.com/hak-asuh-anak-adalam-perceraian/ )
Hak asuh anak sering menjadi permasalahan, sebelum ataupun sesudah perceraian. Bahkan tak
jaran antar mantan suami dan mantan istri, saling berebut hak asuh anak mereka. Yang paling
ekstream lagi adalah perebutan anak dilakukan dengan kekerasan, sampai para pihak
menggunakan jasa preman yang tentunya dapat melahirkan permasalahan hukum baru jika
tindakannya dilakukan diluar ketentuan hukum. Tak jarang pula, bila ada pihak yang sudah
menggantungi putusan pengadilan( agama) untuk mengasuh anak, namun tidak mematuhi dan
menjalankannya, alias tidak mengasuh anak yang di percayakn kepadannya dengan baik. Hak
pemeliharaan anak (menurut KHI disebut sebagai hat hanah) dalam persengketaan hak asuh anak
dimaksudkan pada anak sebagai objek, dengan ketentuan hanya bagi anak yang masih di bawah
umur, atau dalam KHI disebut dengan isilah dalam batasan umur yang mumayyiz (dewasa,12
tahun). Anak dalam usia belum mumayyiz dianggap belum dapat menentukan pilihannya,
sehingga harus diberikan utusan oleh pengadilan menganai siapa yang berhak untuk mengasuh
dan memeliharanya. Jika merujuk pada pasal 105 KHI, hadhanah diberikan secara ekplisit
kepada ibunya. Meskipun demikian, hak pemeliharaan yang digariskan pada pasal tersebut,
bukan merupakan ketentuan yang imperatif, namun bisa saja dikesampingkan dan diabaikan.

Dalam undang-undang perlindungan anak, kedua orang tua memiliki hak yang setara dan sama
untuk mengasuh, memelihara,merawat serta melindungi hak-hak anak.yang terpenting dalam hak
ini adalah kemampuan orang tua untuk menasuh dan memelihara anaknya. Akan tetapi majelis
hakim dapat mencabut hak asuh anak,apabila masalah seseorang atau kedua oang tuanya ternyata
berkelakuan buruk, dan melalaikan kewajiban anaknya. Hal ini sesuai dengan yang tercantum
serta terdapat dalam pasal 49 ayat cerai undang-undang perkawinan. Yaitu yang menyebutkan
salah seorang atau kedua orag tua dapat dicabut kekuasaanya terhadap seorang anak atau lebih,
untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus
keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pecabat yang berwenang dengan keputusan
pengadilan dalam hal-hal sebagai berikut.
1. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya
2. Ia berkelakuan buruk sekali
Tak pernah ada efek positif dari sebuah perceraian. Dalam situasi tertentu, misalnya suami
melakukan kekerasan terhadap istri (domestic violence)perceraian terjadi merupakan jalan keluar
terbaik namun tetap saja melahirkan sejumlah akibat atau konsekuensi negatif, terutama bagi
anak. Jika ditelusuri lebih jauh, sebenarnya banyak sekalai dampak negatif dari perceraian yang
muncul pada diri si anak. Seperti marah pada diri sendiri atau lingkungan sekitarnya. Lalu, bisa
jadi anak akan merasa bersalah (guiltyfeeling), dan menganggap dirinyalah biang
keladi/penyebab perceraian kedua orang tuanya. Dampak lain juga adalah, anak menjadi apatis
dan menarik diri dari lingkungan sekitarnya, atau barangkali terkesan tidak terpengaruh oleh
perceraian kedua orang tuanya. Kemudian, anak juga bisa menjadi tidak percaya diri, salah
dalam jalur pergaulan kehidupan bebas tak terbatas, jiwa tekan karena hidup tanpa dampingan
dari orang tua, dsb.
Kebanyakan anak-anak khawatir bila orang tuanya harus bercerai, karena akan berdampak besar
pada jaminan masa depan mereka sendiri. Mereka mengerti jika orang tuanya bercerai, maka
tidak akan ada lagi tempat untuk berdiskusi dan yang dapat membantu mereka dalam merengkuh
masa depan serta cita-cita kehidupannya. Karena itu, tidak heran bila sebagian besar anak-anak
dari korban perceraian sering frustasi dalam menjalani kehidupan

Bagaimanapun, persoalan perebutan pemeliharaan anak akan merusak integritas diri anak tu
sendiri. Apalagi jika perbuatan anak tersebut, harus bermuara pada pertikaian, sengketa serta
perebutan pidana. Masalhnya kini adalah, sudahkah dipertimbangkan secara matang tentang
implikasi atau dampak dari perceraian tersebut, dalam hal ini yang menyangkutkan integritas
fisik, mental pikiran, serta masa depan anak? Menjamin hak-hak anak untuk tumbuh dan
berkembang, serta melindungi hak privasinya sebagai subjek hukum yang dijamin oleh negara
dan konvensi hak anak, kendatipun anaka masih dalam penguasaan orang tua menjadi kewajiban
setiap kedua orang tuanya.

1. Upaya Penyelesaain Masalah Terhadap Anak Mengenai Perceraian


Cara mengurangi efek-efek traumatis

Banyak anak menghadapi perceraian orangtuanya dengan relatif sedikit masalah atau efek
negatif yang permanen. Akan tetapi, bagi sebagian anak lainnya, efek perceraian bisa traumatis
dan sepanjang hidup. Perubahan-perubahan dalam pengaturan kehidupan anak, waktu bersama
orangtua, pendidikan dan gaya hidup bisa memicu kemarahan, rasa takut atau respon “fight-or-
flight.” Namun jika seorang anak tidak dapat mengungkapkan secara tepat atau memroses secara
mental perasaan-perasaan tersebut, anak itu bisa merasa sangat tidak berdaya dan
“membeku.”Reaksi ini adalah dasar stres traumatis.

Trauma dipengaruhi oleh pengalaman anak atas kejadian tertentu, bukan sekadar kejadian itu
sendiri. Tiap anak, meski di dalam keluarga yang sama, bisa mengalami reaksi emosional yang
berbeda terhadap banyak perubahan akibat perceraian. Sikap Anda juga ikut membentuk sikap
anak-anak. Kata-kata dan tindakan Anda bisa membuat anak Anda terkena sakit emosional yang
tidak perlu atau membantunya berkembang secara positif.

Trauma dapat menimbulkan depresi dan kecemasan pada saat perpisahan atau bertahun-tahun
setelah perceraian. Trauma bisa muncul kembali pada saat akhir pekan, liburan, ulang tahun atau
waktu-waktu di mana anak kehilangan keutuhan unit keluarganya.
Berikut ini ada beberapa langkah untuk mengurangi dampak traumatis perceraian.
– Bersikaplah jujur mengenai potensi trauma emosional pada tiap anak Anda.
– Biarkan anak Anda berkomunikasi secara terbuka.

– Berikan pelbagai pilihan pada anak-anak, jika memungkinkan, untuk meningkatkan rasa
keberdayaannya atas hidup mereka sendiri.

– Temukan dukungan untuk diri Anda sendiri dan anak-anak.

Siapkan Diri Sendiri Sebelum Membantu Anak

Ini persis petunjuk yang kita terima setiap naik pesawat terbang. Kita harus menyiapkan diri
sendiri dulu, sebelum bisa membantu anak-anak. Karenanya, jika Anda merasa sangat marah,
takut, berduka, malu atau merasa bersalah terhadap pasangan Anda, cari seseorang untuk
membantu Anda menyelesaikan perasaan-perasaan tersebut. Bisa juga dengan cara membuat
jurnal (buku harian) – tetapi jangan sampai anak-anak Anda “secara kebetulan menemukan”
catatan-catatan Anda itu. Dengan memroses emosi Anda melalui tulisan atau bicara dengan
orang-orang yang bersikap mendukung, Anda akan menjadi contoh bagi anak-anak untuk bisa
mengatasi perasaan-perasaan dengan lebih baik.

Jangan sekali-sekali memaparkan konflik perkawinan kepada anak-anak. Selain itu, sebaiknya:

– Jangan bertikai dengan pasangan di depan anak-anak atau di telepon.

– Cegah untuk membicarakan rincian-rincian perilaku negatif pasangan Anda.

– Kembangkan hubungan yang terjaga dengan pasangan Anda, sesegera mungkin, dan bersikap
sopanlah di dalam interaksi Anda.

– Fokuskan pada kekuatan dan kebaikan semua anggota keluarga.

Selain itu, perceraian bisa berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental Anda. Jagalah
kesehatan Anda dan anak-anak:

– Usahakan menjaga rutinitas Anda dan anak-anak.

– Jangan mengisolasi diri dari orang lain.

– Buat kelompok pendukung Anda sendiri.

Teman-teman lama bisa menjadi pendukung dalam pertempuran perceraian.


– Sediakan dan makan diet yang berimbang.

– Berolahraga dan bermain untuk memulihkan stres.

– Berdoa, bermeditasi atau menjalankan latihan rileksasi.

Cara berbicara dengan anak-anak soal perceraian

Ketika berbicara dengan anak-anak tentang perceraian atau perpisahan, sangatlah penting untuk
bersikap jujur, tetapi tidak kritis terhadap pasangan Anda. Kebanyakan anak ingin tahu mengapa
hidup mereka jadi mencemaskan. Bergantung usia anak Anda dan alasan perceraian,
perbincangan ini membutuhkan sedikit diplomasi. Saat anak-anak sudah matang nanti, mungkin
mereka menghendaki informasi lebih dalam.

Berikut ini beberapa saran yang bisa Anda terapkan:

 Buatlah rencana untuk bicara dengan anak-anak sebelum setiap perubahan dalam
pengaturan hidup terjadi.
 Rencanakan untuk bicara ketika pasangan Anda juga hadir, jika memungkinkan.
 Ingatkan anak-anak Anda akan besarnya cinta Anda kepada mereka.
 Hormatilah pasangan Anda ketika menyampaikan alasan-alasan perpisahan.
 Katakan kepada mereka bahwa persoalan-persoalan perkawinan Anda bukanlah
kesalahan mereka. Biarkan mereka tahu bahwa mereka tidak bertanggung jaab untuk
memperbaiki masalah-masalah tersebut.
– Beritahukan pula mengenai perubahan-perubahan dalam pengaturan hidup, sekolah
atau aktivitas lainnya. Beritahu pula kapan semua itu akan terjadi. Tetapi jangan bebani
anak-anak dengan rincian-rincian.
– Selalu sediakan perasaan Anda untuk menenangkan mereka. Bahkan walau ada banyak
konflik di rumah, anak-anak tetap akan merasa sangat kehilangan atas kepergian
orangtuanya, atau hilangnya harapan untuk bersatu atau rekonsiliasi.Pilihan-pilihan Pola
Pengasuhan
Pola pengasuhan adalah salah satu aspek paling kritis dari sebuah perceraian. Biasanya
pengadilan yang mengambil keputusan terakhir, tetapi kedua orangtua dan kadang-kadang anak-
anak ikut memberi masukan. Perhatian utama harus selalu soal kepentingan terbaik anak-anak.
Tak peduli perasaan negatif orangtua, mereka harus menetapkan satu rumah yang aman, nyaman
dan penuh kasih untuk anak-anaknya.

Berikut ini pilihan-pilihan yang tersedia:


– Hak asuh bersama, baik secara hukum dan fisik. Kedua orangtua berbagi hak asuh fisik dan
legal. Ini bisa dilakukan jika kedua orangtua hidup berdekatan.

– Hak asuh legal bersama. Kedua orangtua berbagi keputusan-keputusan legal, tetapi anak
tinggal hanya dengan salah satu orangtua dan mengunjungi orangtua lainnya.

– Hak asuh utama hanya oleh satu orangtua. Satu orangtua memiliki hak asuh penuh atas anak,
tetapi orangtua lainnya mungkin juga bertanggungjawab memberi dukungan finansial.

– Wali sah oleh seseorang selain orangtua. Dalam keputusan yang sangat jarang ini, kedua
orangtua tidak punya hak asuh atas anak. Pengadilan menunjuk seorang saudara atau wali legal
lainnya untuk anak tersebut.

– Mungkin juga ada pilihan-pilihan lain, misalnya anak tingga di rumah yang sama tetapi
orangtua bergiliran tinggal di sana dengan jadwal teratur.

Persepsi Keliru Anak Soal Perceraian

Banyak anak percaya bahwa mereka telah melakukan suatu kesalahan atau dosa sehingga
orangtuanya bercerai. Mereka mungkin ingat saat-saat mereka bertengkar dengan orangtua,
menerima nilai-nilai rapor yang jelek, atau mendapat kesulitan. Mereka bisa saja mengaitkan
konflik itu dengan konflik orangtuanya dan menyalahkan diri sendiri. Ada juga sebagian anak
yang khawatir orangtuanya akan berhenti mencintainya, atau mereka tidak akan pernah melihat
orangtuanya lagi. Kadang-kadang anak kecil juga tidak mengerti makna dan permanennya
perceraian.

Hadapi kebingungan atau kesalahfahaman anak ini dengan kesabaran. Tekankan kepadanya
bahwa Anda berdua akan tetap mencintai mereka dan bahwa bukan mereka yang menyebabkan
perceraian. Lalu pelahan-lahan terangkan soal pengaturan hak asuh.

Orangtua Salah Faham Atas Reaksi Anak-anak Terhadap Perceraian


Kebanyakan orangtua yang bercerai juga tengah menghadapi berbagai perasaan seperti keraguan,
berduka, malu, takut, marah atau lega. Mereka bisa saja memproyeksikan perasaan ini kepada
anak-anaknya. Sementara anak-anak Anda memiliki hubungan, pengalaman dan kebutuhan yang
berbeda. Perasaan mereka terhadap orangtua lainnya sangat berbeda dengan perasaan Anda.
Akan tetapi, dalam beberapa kasus, ketika ada banyak konflik di rumah, anak-anak bahkan
berpura-pura punya perasaan yang sama dengan perasaan orangtuanya.
Selain itu, jika orangtua Anda dulu juga bercerai dan Anda kini tengah menceraikan pasangan
Anda, perasaan Anda mungkin jauh lebih kuat dan pelik. Ini mungkin mengubah, memperkuat
atau mengurangi persepsi Anda terhadap apa yang tengah dialami anak Anda. Jika memang
seperti ini, bicarakan perasaan-perasaan Anda dengan orang-orang yang suportif yang bis
amembantu Anda melihat segalanya dalam perspektif yang tepat.

Reaksi Emosional yang Jamak Terjadi pada Anak-anak

Tiap anak bereaksi secara berbeda pada berita perceraian. Awalnya, mereka mungkin
melampiaskan kemarahan, takut atau duka luar biasa. Sebagian mungkin bertingkah tidak peduli.
Ada pula yang merasa malu dan menyembunyikan kenyataan ini dari teman-temannya dan
berpura-pura tidak terjadi. Sebagian bahkan meresa lega karena tidak ada lagi pertengkaran di
rumah. Meskipun begitu, perceraian tetaplah sebuah kehilangan – bahkan jika hanya berupa
hilangnya sebuah mimpi rumah yang bahagia.
Yang tidak kalah pentingnya, Anda mungkin terkejut dengan kuatnya perasaan anak Anda
terhadap perceraian. Tetapi, yang jelas, jangan pernah meremehkan perasaan mereka.

BAB III
PENUTUP
1.
Simpulan
Perceraian adalah putusnya perkawinan antara suami dengan istri karena tidak terdapat
kerukunan dalam rumah tangga atau sebab lain. Perceraian bukan hanya sebuah keputusan, itu
hanya mempengaruhi pernikahan dari dua orang , tetapi , juga memiliki dampak yang kuat pada
keluarga mereka. Anak merupakan korban yang paling terluka ketika orang tuanya memutuskan
untuk bercerai. Situasi konflik menjelang perceraian, tanpa disadari orangtua sering melibatkan
anak dalam konflik tersebut. Keterlibatan anak di tengah konflik orangtua dapat menyebabkan
dampak yang merugikan bagi perkembangan psikologis anak. Kemungkinan setelah bercerai
anak seyogyanya tetap memiliki hubungan yang baik dengan kedua orangtua. Tiap anak bereaksi
secara berbeda pada berita perceraian kedua orang tuanya. Awalnya, mereka mungkin
melampiaskan kemarahan, takut atau duka luar biasa. Sebagian mungkin bertingkah tidak peduli
atau tidak terjadi apa-apa. Ada pula yang merasa malu dan menyembunyikan kenyataan ini dari
teman-temannya dan berpura-pura tidak terjadi. Sebagian bahkan meresa lega karena tidak ada
lagi pertengkaran di rumah. Pada akhirnya , perceraian merupakan pengalaman emosional yang
menyakitkan bagi semua yang terlibat , terutama anak-anak.

1. Saran
Solusi dari kasus perceraian yaitu harus mempertimbangkann lagi apakah benar-banar harus
bercerai, harus di fikir secara matang-matang akan kerugian yang akan didapatnya nanti.
Perceraian akan memberikan dampak buruk pada psikologi ank,seharusnya orang tua
mempentingkan nasib anaknya ketimbang egonya masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

Latif, Djamil. 1983. Kedudukan dan Kekuasaan Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: N.V
Bulan Bintang.
Prawirohamidjojo, Safioedin. 1986. Hukum Orang dan Keluarga. Bandung: PT. Alumni
Soimin, Soedharjo.1992. Hukum Orang Dan Keluarga. Jakarta: Sinar Grafika
Sudiyat, Imam. 1981. Hukum Adat Sketsa Adat. Yogyakarta: PT. Librty
Susilo,Budi. 2007. Prosedur Gugatan Cerai. Jakarta: PT. Buku Kita
Yuswirman. 2001. Hukum Keluarga.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
http://emmarachmatika.blogspot.com/2013/11/makalah-dampak-percraian-
kepada.html#ixzz3oePs6fvl
www.divorceandchildren.com/adjustment-factors-childrent-and-divorce/
http://kidshealth.org/kid/feeling/home_family/divorce.html
www.divorcemediation.com/articles/
http://seputarduniapengetahuan.blogspot.co.id/2012/12/definisi-perceraian.html
http://www.children-and-divorce.com/child-psychology-divorce.html

Anda mungkin juga menyukai