Kelompok 4
Oleh:
Fashhan Adilla Rahman
PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Iddah
1. Pengertian Iddah
2. Hukum dan Syarat Wajib Iddah
3. Tujuan dan hikmah hukum Iddah
4. Bentuk-bentuk Iddah
B. Ihdad
1. Pengertian Ihdad
2. Hukum Ihdad
3. Hal-hal yang dilarang bagi orang yang berihdad
4. Hal-hal yang tidak dilarang bagi orang yang berihdad
5. Hikmah hukum Ihdad
BAB III KESIMPULAN
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan adalah menjadi salah satu tujuan hidup manusia, Anjuran
melaksanakan nikah tercantum dalam Al-Quran berdasarkan Surah An-Nuur ayat 32 :
Artinya: dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu,
dan
orang-orang
sahayamu
yang
yang
layak
lelaki
dan
(berkawin)
dari
hamba-hamba
hamba-hamba
sahayamu
yang
Syariat Islam tidak mengabaikan keadaan ini. Maka dibolehkanlah berihdad, bahkan
wajib bagi seorang istri apabila suaminya meninggal dunia.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dibuat rumusan masalah, antara lain:
1. Apa pengertian dari Iddah dan Ihdad?
2. Bagaimana hukum melaksanakan Iddah dan Ihdad?
3. Apa saja macam-macam Iddah?
4. Apa Tujuan dan hikmah hukum Iddah dan Ihdad?
5. Hal-hal yang dilarang bagi orang yang berihdad?
6. Hal-hal yang tidak dilarang bagi orang yang berihdad?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Iddah
1. Pengertian Iddah
Iddah adalah bahasa Arab yang berasal dari akar kata Adda yauddu
idatan dan jamaknya adalah idad yang secara arti kata (etimologi) berarti
menghitung atau hitungan.
Menurut istilah syara ada dua pendapat tentang pengertian iddah yaitu
menurut Imam Hanafi iddah adalah batasan-batasa waktu yang ditentukan menurut
syara karena ada bekas waktu yang tersisa, atau dengan pengertian lain yaitu
menunggu yang diwajibkan bagi perempuan untuk melanjutkan atau memutuskan
pernikahan.
Sedangkan menurut Imam Maliki, Syafii dan Hambali Iddah adalah waktu
menanti bagi seorang wanita untuk memastikan apakah ada janin yang dikandungnya
atau tidak, juga sebagai tanda pengabdian diri kepada Allah, dan berkabung karena
ditinggal mati oleh suami.
Selain pengertian pengertian-pengertian diatas, banyak lagi pengertian lain
yang diberikan para ulama, namun pada prinsipnya pengertian tersebut hampir
bersamaan maksudnya yaitu masa menanti bagi perempuan untuk tidak menikah dan
menawarkan diri kepada laki-laki lain untuk menikahinya sampai ditentukan
pernikahan tersebut dilanjutkan atau diputuskan.
Artinya : wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quru. tidak boleh mereka Menyembunyikan
apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman
kepada
Allah
dan
hari
akhirat.
dan
suami-suaminya
berhak
1.) Matinya
suami.
Yang
menjadi
dasar
hukumnya
adalah
Artinya: orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan
meninggalkan
isteri-isteri
(hendaklah
Para
isteri
itu)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi
perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan
mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak
wajib
atas
mereka
menyempurnakannya.
'iddah
Maka
bagimu
berilah
yang
mereka
kamu
mut'ah
minta
dan
orang
menciptakan
yang
satu
akan
janin
mengawininya
dalam
perut
untuk
perempuan
Artinya:
dan
perempuan-perempuan
yang
tidak
haid
lagi
(monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu raguragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah
tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak
haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah
mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan
barang -siapa
yang bertakwa
kepada
Allah, niscaya
Allah
berbuat
zalim
terhadap
dirinya
sendiri.
kamu
tidak
berarti tiga kali suci atau tiga kali haid. Adapun dasar hukumnya
adalah firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 228.
B. Ihdad
1. Pengertian Ihdad
Ihdad secara etimologi adalah menahan atau menjauhi.
Secara definitif, sebagaimana tersebut dalam beberapa kitab
fiqih, adalah menjauhi sesuatu yang dapat menggoda laki-laki
kepadanya selama menjauhi masa iddah. Pembicaraan disini
menyangkut: untuk siapa dia berbuat, kenapa dia berbuat, apa
yang tidak boleh diperbuat dan hukum yang diperbuat.
Tentang mengapa dia harus berkabung, menjadi bahasan
dikalangan ulama. Hal yang disepakati adalah, bahwa ihdad
hanya berlaku hanya terhadap perempuan yang bercerai dari
suaminya karena kematian suaminya. Inilah maksud semula dari
ditetapkannya berkabung dalam islam. Tujuannya ialah untuk
menghormati dan mengenang suaminya yang meninggal.
B
C.
MACAM-MACAM IDDAHaa
Di dalam permasalahan iddah kita sering menemukan beberapa hal kesulitan,
terutama dalam membedakan sebab-sebab dan macam-macam iddah itu sendiri seperti
sebagai berikut:
1.
Iddah wanita hamil adalah sampai melahirkan anak yang dikandungnya, baik cerai
mati maupun cerai hidup. Sebagaimana yang difirmankan Allah swt yang terdapat dalam
QS. Ath-Thalaq:4 sebagai berikut:
.....
.....
Artinya: dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai
mereka melahirkan kandungannya
Di dalam hadits juga di jelaskan sebagaimana yang diriwayatkanDari Miswar putera
Makhramah: Bahwasanya Subaiah Aslamiyah ra melahirkan setelah suaminya
meninggal dunia beberapa malam, kemudian ia menghadap Rasulullah dan minta izin
untuk kawin, maka Rasulullah mengizinkannya, kemudian ia kawin. (Hadits
diriwayatkan oleh Imam Bukhari).
Al-Hadawiyah dan ulama lainnya menyebutkan, bahwa wanita yang hamil itu dapat
mengakhiri iddahnya dengan dua batas waktu, yaitu dengan melahirkan kandungannya
jika masa itu kurang dari empat bulan sepuluh hari, atau dengan tetap dengan iddah
yang normal, yatu empat bulan sepuluh hari jika waktu melahirkan lebih dari waktu
tersebut. Mereka berhujjah dengan firman Allah swt terdapat dalam QS. Al-Baqarah:234
sebagai berikut:
BAB II
P
Anjuran melaksanakan nikah dalam Al-Quran mengandung beberapa tujuan baik tujuan yang bersifat
pisik maupun yang bersifat moral. Tujuan yang bersifat pisik adalah untuk menyalurkan hasrat biologis
terhadap lawan jenis dan juga mengembangkan keturunan sebagai pelanjut tugas kekhalifahan
manusia di muka bumi.
Adapun tujuan moral dari pernikahan adalah untuk melakukan pengabdian kepada Tuhan dengan
sebaik-baiknya dan dengan pengabdian ini akan diharapkan adanya intervensi dalam kehidupan
berkeluarga yang akhirnya akan melahirkan generasi-generasi yang taat dan shalih.
tujuan nikah itu tidak hanya sekedar untuk pemenuhan kebutuhan biologis
menusia
berupa
seks.
Tetapi
ia
punya
tujuan
lain
yang
lebih
terjadilah
perceraian.
Akibat
dari
adanya
perceraian
inilah
yang
menyebabkan adanya kewajiban bagi seorang perempuan untuk beriddah atau dalam
istilah lain disebut masa tunggu.
Meninggalnya suami ataupun orang dekat yang dikasihi jelas menggoreskan luka
dan duka di dalam hati. Karena suasana hati yang berkabung, tak ada hasrat berhias
diri, menyentuh wewangian, ataupun berpakaian indah. Syariat Islam yang mulia pun
tidak mengabaikan keadaan ini. Maka dibolehkanlah ber-ihdad, bahkan wajib bagi
seorang istri bila suaminya meninggal dunia, disebabkan besarnya hak suami
terhadapnya.