HUKUM TAKLIFI
Disusun Oleh:
Kelompok 4
1. Alvina Iza Fauziah
2. Ayu Wulandari
3. Azizah Indrawati
4. Haifa Azhar
5. M. Andrian Fahriana
6. Shelma
7. Sintia Febriyani Nurhasna
8. Emilda Tri Rohilawati
9. Suci Nur Budiyah
10. Fadila Puspita Dewi
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang sangat mendalam kami panjatkan kehadirat Allah SWT
atas segala rahmat yang diberikan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Salam dan salawat semoga selalu tercurah kepada
Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, serta para sahabatnya.
Makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik, tak lepas dari banyaknya
pihak-pihak yang turut membantu. Olehnya itu, dengan segala kerendahan hati,
kami ucapkan banyak terima kasih. Namun, kami pun menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik dari para pembacalah yang
kami harapkan demi perbaikan makalah ini kedepannya.
Semoga makalah dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan
bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan
agama bagi kita semua.
Kuningan, September 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1
1.2
1.3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 2
2.1
2.2
Kesimpulan ...............................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Segala amal perbuatan manusia, perilaku dan tutur katanya tidak
dapat lepas dari ketentuan hukum syari'at, baik hukum syari'at yang
tercantum di dalam Quran dan Sunnah, maupun yang tidak tercantum pada
keduanya, akan tetapi terdapat pada sumber lain yang diakui syari'at.
Sebagaimana yang di katakan imam Ghazali, bahwa mengetahui
hukum syara' merupakan buah (inti) dari ilmu Fiqh dan Ushul fiqh.
Sasaran kedua disiplin ilmu ini memang mengetahui hukum
syara' yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf. Meskipun
dengan tinjauan yang berbeda. Ushul fiqh meninjau hukum syara' dari segi
metodologi dan sumber-sumbernya, sementara ilmu fiqh meninjau dari segi
hasil penggalian hukum syara', yakni ketetapan Allah yang berhubungan
dengan perbuatan orang-orang mukallaf, baik berupa iqtidha (tuntutan
perintah dan larangan), takhyir (pilihan), maupun berupa wadhi (sebab
akibat), yang dimaksud dengan ketetapan Allah ialah sifat yang telah di
berikan oleh Allah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan orang-orang
mukallaf. Seperti hukum haram, makruh, wajib, sunnah, mubah, sah, batal,
syarat, sebab, halangan (mani') dan ungkapan lain yang akan kami jelaskan
pada makalah ini yang kesemuanya itu, kami katakan merupakan objek
pembahasan ilmu Ushul fiqh
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi hukum Taklifi?
2. Sebutkan dan jelaskan pembagian hukum taklifi !
1.3 Tujuan Pembahasan
1. Memahami pengertian hukum Takilifi.
2. Memahami pembagian dan macam-macam hukum taklifi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hukum Taklifi
Secara garis besar para ulama ushul fiqh membagi hukum syara pada
dua macam, yaitu Hukum Taklifi dan Hukum Wadhi. Hukum Taklifi menurut
para ahli Ushul Fiqh adalah, ketentuan-ketentuan Allah yang berhubungan
langsung dengan perbuatan orang mukallaf, baik perintah, anjuran untuk
melakukan, larangan, anjuran untuk tidak melakukan, atau dalam bentuk member
kebebasan memilih untuk berbuat atau tidak berbuat.
Hukum Taklifi adalah firman Allah yang menuntut manusia untuk
melakukan atau meninggalkan sesuatu atau memilih antara berbuat dan
meninggalkan1. Hal senada juga diungkapkan oleh Chaerul Uman dkk, bahwa
hukum Taklifi adalah khitab/ firman Allah yang berhubungan dengan segala
perbuatan para mukallaf, baik atas dasar iqtidha atau atas dasar takhyir.
Untuk memperjelas pembahasan, kami akan menyajikan definisi hukum
wadhi secara sekilas. Hal ini perlu disampaikan karena antara hukum Taklifi
dan Hukum Wadhi mempunyai hubungan yang sangat erat. Hukum Wadhi
adalah hukum ketentuan-ketentuan yang mengatur tetang sebab, syarat dan mani
(sesuatu yang menjadi penghalang kecakapan untuk melakukan hukum Taklifi).
Jadi, jika hukum Taklifi adalah ketentuan Allah yang bersifat perintah,
larangan atau pilihan antara perintah dan larangan. Sedangkan hukum Wadhi
adalah hukum yang menjelaskan hukum taklifi. Maksudnya, jika hukum taklifi
menjelaskan bahwa shalat wajib dilaksanakan umat islam, hukum Wadhi
menjelaskan bahwa waktu tenggelamnya matahari pada waktu sore hari menjadi
sebab tanda bagi wajibnya seseorang menunaikan shalat maghrib.
Lebih lanjut, bisa dijelaskan bahwa hukum Taklifi dalam berbagai
macamnya selalu berada dalam batas kemampuan seorang mukallaf, sedangkan
hukum wadhi sebagaian ada yang di luar kemampuan manusia dan bukan
merupakan aktifitas manusia.
Contoh, seperti firman Allah SWT. Yang bersifat menuntut untuk
melakukan sesuatu perbuatan:
Artinya: dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari
benang hitam, yaitu fajar. (QS. Al-Baqarah: 187).
2.2 Pembagian Hukum Taklifi Dan Macam-Macam Dari Masing-Masing
Pembagiannya.
Memang di kalangan para penulis ushul fiqh terjadi perbedan penggunaan
istilah dalam menjelaskan spesifikasi hukum taklifi. Seperti rachmat Syafei
menggunakan istilah bentuk-bentuk hukum Taklifi, Chaerul Uman dkk
menggunakan pembagian/ macam-macam hukum taklifi. Sedangkan Satria
Efendi lebih menggunakan kata Pembagian untuk menunjuk spesifikasi hukum
Taklifi. Akan tetapi apapun istilah yang digunakan oleh para penulis tersebut
yang jelas bahwa hukum Taklifi memiliki spesifikasi-spesifikasi yang disebut
dengan pembagian. Masing-masing pembagian tersebut memiliki jenis-jenis
sesuai dengan klasifikasi masing-masing.
Sehingga bisa dijelaskan bahwa pembagian hukum Taklifi ada lima, yang
juga disebut dengan maqashid As-Sariah al-Khamsah yaitu:
1.
Ijab (mewajibkan), yaitu ayat atau hadits dalam bentuk perintah yang
mengharuskan untuk melakukan suatu perbuatan. Misalnya, ayat yang
mengharuskan untuk shalat. Atau dengan perkataan lain, Ijab adalah
sesuatu yang berahala jika dilaksanakan dan berdosa jika ditinggalkan.
Seperti firman Allah:
Arinya: Dan dirikanlah shalat dan tunaikalah zakat. (QS. An-Nur:
56).
2.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah
tidak secara tunai untik waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
3.
Artinya: Diharamkan bagimu ( memakan) bangkai, darah, daging
babi (daging) hewan yang disembelih atas nama selain Allah. (QS. Al4.
Maidah: 3).
Karahah, yaitu ayat atau hadits yang menganjurkan untuk meningalkan
suatu perbuatan. Atau dengan kata lain, Karahah adalah antonim dari
Nadb. Seperti hadits Nabi:
Artinya: Dari Ibnu Umar ra. Dia berkata bahwa Nabi SAW.
Melarang untuk membeli suatu barang yang masih dalam tawaran
orang lain daan melarang seseorang untuk meminang seorang wanita
yang ada dalam pinangan orang lain sampai mendapat izin atau telah
5.
1.
kolektif.
Ditinjau dari segi kuantitasnya
Wajib Muhaddad yaitu kewajiban yang ditentukkan batas kadarnya
2.
(jumlahnya).
Wajib qhairu muhaddad yaitu kewajiban yang tidak ditentukkan
batas kadarnya.
Ditinjau dari segi kandungan perintah
1. Wajib muayyan yaitu suatu kewajiban yang objeknya adalah
tertentu tanpa ada pilihan lain. Seperti membayar zakat.
2. Wajib mukhayyar yaitu kewajiban yang objeknya dapat dipilih dari
alternative yang ada. Seperti, membayar kafarat, boleh dengan
member makan sepuluh orang miskin, atau memberi pakaian, atau
memerdekakan budak.
B. Nadb (Sunnah)/ mandub, macam-macamnya yaitu:
:Sunnah dapat dibagi menjadi beberapa macam
1. Sunnah Muakkadah yaitu perbuatan tidak wajib yang selalu
dikerjakan oleh Rasul. Seperti, shalat sunnah qobliyah dan badiyah
yang mengiringi shalat fardhu lima waktu.
Sunnah Ghairu Muakkadah yaitu segala perbuatan tidak wajib
2.
kadang-kadang
dikerjakan
oleh
rasul,
kadang-kadang
saja
3.
C. Tahrim (haram), menurut para ulama Ushul Fiqh antara lain Abdul
Karim Zaidan, membagi haram kepada beberapa macam, yaitu:
1. Haram Li Dzatihi, yaitu sesuatu yang diharamkan oleh syariat
karena esensinya mengandung kemudharatan bagi kehidupan
manusia, dan kemudharatan itu tidak dapat terpisah dari zatnya.
Misalnya, larangan meminum khamr.
2. Haram Lighairihi, yaitu sesuatu yang dilarang bukan karena
esensinya karena secara esensial tidak mengandung
kemudharaatan, namun dalam kondisi tertentu sesuatu itu dilarang
karena ada pertimbangan eksternal yang membawa pada sesuatu
yang dilarang secara esensial. Seperti, larangan berjual beli/
transaksi bisnis waktu adzan shalat jumat.
D. Karahah (Makruh), macam-macamnya yaitu:
1. Makruh Tanzih ialah perbuatan yang terlarang bila ditinggalkan akan
diberi pahala tetapi bila dilakukan tidak berdosa dan tidak dikenakan
siksa. Seperti memakan daging kuda dan meminum susunya dikala
sangat butuh diwaktu peperangan.
2. Makruh Tahrim ialah perbuatan yang dilakukan namun dasar
hukukmnya tidak pasti. Seperti, larangan mengkhitbah wanita yang
sedang dalam khitbahan orang lain.
E. Ibahah (kebolehan)/ Mubah. Pembagian mubah menurut Abu Ishaq AsySyatibi dalam kitabnya al-Muwafaqat membagi Mubah kepada tiga
macam, yaitu:
1. Mubah yang berfungsi mengantarkan seseorang pada sesuatu hal
yang wajib dilakukan. Misalnya, makan dan minum merupakan
suatu hal yang mubah, namun berfungsi mengantarkan seseorang
sampai ia mampu mengerjakan kewajiban-kewajiban yang telah
dibebankan kepadanya. Seperti, shalat. Demikian Abu Ishaq AsySyatibi dalam menjelaskan, hanya dianggap mubah dalam hal
memilih makanan halal mana yang akan dimakan. Akan tetapi
Iftiradh.
Ijab.
Ibahah.
Karahah Tanziyyah.
Karahah Tahrimiyyah.
Tahrim.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Hukum Taklifi adalah hukum yang berisi perintah, larangan atau pilihan
antara berbuat atau tidak berbuat. Hukum taklifi erat kaitannya dengan maqaashid
syariah yang lima. Yaitu, wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Masingmasing dari kelima tersebut memiliki pembagian ditinjau dari beberapa segi oleh
beberapa imam.
DAFTAR PUSTAKA
10
https://bangjak.wordpress.com/category/religius/ushul-fiqih-dan-hukum-taklifi
https://aszufri92.wordpress.com/makalah-3/hukum-taklifi-dan-wadhi/
11