tentang
PEMBUNUHAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur dalam mata kuliah fiqih jinayah
Disusun Oleh:
Kelompok 12
Dosen Pembimbing:
FAKULTAS SYARIAH
T.A 2019/2020
DAFTAR ISI
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1
1. Dapat mengetahui pengertian pembunuhan?
2. Dapat mengetahui bentuk-bentuk pembunuhan itu?
3. Dapat mengetahui dasar hukum larangan membunuh?
4. Dapat mengetahui hukuman bagi pelaku pembunuhan?
5. Dapat mengetahui pembunuhan secara berkelompok?
6 Dapat mengetahui hikmah larangan membunuh?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembunuhan
2 Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Cet. ke-3, ( Damaskus: Dar al-Fikr, 1989, Jilid:
VI ), hlm. 217.
3 Abdul Qadir ‘Audah, at-Tasyri’i al-Jina’i al-Islami, ( Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, t.t.), Jilid II,
hlm. 6.
4 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, Cet. ke-2, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 113.
5 P.A.F. Lamintang, Delik-delik Khusus, Cet. ke-1 (Bandung: Bina Cipta, 1986), hlm. 1.
6 P.A.F. Lamintang, Delik-delik Khusus, Cet. ke-1 (Bandung: Bina Cipta, 1986), hlm. 2.
3
Dalam hukum pidana Islam, pembunuhan termasuk ke dalam jarimah
qishash-diyat (tindakan pidana yang bersanksikan hukum qishash atau diyat). Dan
dengan penerapan qishash dan diyat masyarkat akan bersih dari tindakan pidan yang
dapat mengacaukan ketertiban umum dan mengganggu stabilitas masyarakat.
Sebagian ulama berpendapat bahwa pembunuhan adalah suatu perbuatan
manusia yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang dan itu tidak dibenarkan
dalam agama islam.
B. Bentuk-Bentuk Pembunuhan
Pembunuhan biasanya dilatarbelakangi oleh bermacam-macam motiv, misalnya
politik, kecemburuan, dendam, membela diri, dan sebagainya. Pembunuhan dapat dila
kukan dengan berbagai cara. Yang paling umun dengan menggunakan senjata api atau
senjata tajam.
Tidak semua tindakan pembunuhan terhadap jiwa membawa konsekuensi
untuk dijatuhi hukum qishash. Sebab, di antara tindakan itu ada yang sengaja, ada
yang menyerupai kesengajaan, ada yang tidak disengaja sama sekali. Dilihat dari segi
motivasi terjadinya pembunuhan, ulama Malikiyyah membagi pembunuhan menjadi
dua macam, yaitu pembunuhan sengaja dan tidak disengaja. Ini didasarkan pada ayat
Al-Qur’an surat An-Nissa: 92 dan 93.7 Sedangkan menurut ulama Hanafiyyah,
Safi’iyyah, dan Hanabilah, membaginya menjadi tiga bentuk, yang apabila diteliti
merupakan hasil kompromistis dari kedua bentuk pembunuhan sebelumnya. Adapun
ketiga klasifikasi pembunuhan itu adalah sebagai berikut:8
1. Pembunuhan Sengaja
Pembunuhan sengaja ( )قتل العمدadalah pembunuhan yang yang dilakukan oleh
seorang mukallaf terhadap seseorang yang darahnya dilindungi, dengan memakai alat
yang pada kebiasaan alat tersebut dapat membuat orang mati. Dalam ajaran Islam,
pembunuhan yang dilakukan dengan disengaja terhadap orang-orang yang dilindungi
jiwanya, dianggap sebagai suatu jarimah dan juga dosa besar (akbarul
kaba’ir). Hukuman jarimah ini apabila memenuhi persyaratan dan semua unsur-unsur
adalah dibunuh kembali. Adapun unsur-unsur pembunuhan disengaja ada tiga, yaitu:
8 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, Cet. ke-2, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 118.
4
misalkan karena penyakit yang tak kunjung sembuh dan menyebabkan
keputusasaan (mercy killing atau euthanasia), tidak mengurangi hukuman
bagi si pelaku. Karena kerelaan untuk dibunuh bukan termasuk kebolehan
untuk melakukan pembunuhan, dan bukan hal yang dibenarkan oleh syara’.
Oleh sebab itu, ada ulama yang menetapkan sanksi dari perbuatan ini
adalah qishash.
َ ِ ٰيٓايُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا ُكت...
َ ِب َعلَ ْي ُك ُم ْالق
ۗصاصُ فِےالقَ ْتلى
2. Pembunuhan Seperti Sengaja
Pembunuhan seperti sengaja ( )قتل شبه العمدadalah pembunuhan yang dilakukan
seseorang tanpa niat membunuh dan menggunakan alat yang tidak mematikan, namun
mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.
3. Pembunuhan Tersalah/Tidak Sengaja
Pembunuhan tersalah/tidak sengaja ( )قتل الخطئadalah pembunuhan yang terjadi
karena salah satu dari tiga kemungkinan,yaitu ; Pertama, Perbuatan tanpa maksud
melakukan kejahatan tetapi mengakibatkan kematian seseorang. Kedua, Perbuatan
yang mempunyai niat membunuh, tetapi orang itu tidak boleh dibunuh. Ketiga,
Perbuatan yang pelakunya tidak bermaksud jahat, tetapi akibat kelalaiannya dapat
mengakibatkan kematian seseorang.
9 Sayyid Sabiq, Ter. Nor Hasanuddin, dkk, Fiqhus Sunnah,Cet. ke-1 (Jakarta: Pena Budi Aksara,
2006), Jilid III, hlm. 411.
5
C. Dasar atau Dalil Hukum Larangan Membunuh
Membunuh adalah perbuatan yang dilarang dalam islam, karena islam sangat
menghormati dan melindungi hak hidup seseorang.
Firman Allah SWT:
ُ وما فَقَ ۡد َج َع ۡلنَا لِ َولِيِِّۦه س ُۡل ٰطَ ٗنا فَاَل ي ُۡس„ ِرف فِّي ۡٱلقَ ۡت„ ۖ ِل إِنَّ ۥهُ َك„انَ َم
ٗ „نص
٣٣ ورا ِّ ۗ س ٱلَّتِي َح َّر َم ٱهَّلل ُ إِاَّل بِ ۡٱل َح
ٗ ُق َو َمن قُتِ َل َم ۡظل َ وا ٱلنَّ ۡف
ْ َُواَل ت َۡقتُل
Artinya:
"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya)
melaikan dengan suatu alasan yang benar." (QS. Al-Isra' : 33)
Terdapat ketegasan mengenai larangan pembunuhan, maka jika ada pihak yang
saling membunuh tanpa alasan yang dibenarkan oleh syara', maka keduanya sama-
sama masuk kedalam neraka.
Nabi saw bersabda:
D. Hukuman Bagi Pelaku Pembunuhan
Pelaku/orang yang melakukan pembunuhan telah melanggar tiga macam hak yaitu,
hak Allah, hak ahli waris, dan hak yang terbunuh. Balasan di dunia diserahkan kepada
ahli waris korban, apakah pembunuh akan di Qashash atau dimaafkan. Apabila
dimaafkan wajib bagi si pembunuh membayar diyat kepada ahli waris korban.
Sedangkan hak Allah akan diberikan diberikan di akhirat nanti, apakah pembunuh akan
di maafkan oleh Allah SWT karena telah melaksanakan kaffarah atau akan disiksa di ak
hirat kelak.
Maka dari setiap jenis memiliki akibat atau sanksi yang berbeda, berikut akan
diuraikan sanksi pembunuhan menurut Islam.10
10 Sayyid Sabiq, Ter. Nor Hasanuddin, dkk, Fiqhus Sunnah,Cet. ke-1 (Jakarta: Pena Budi Aksara,
2006), Jilid III, hlm.417.
6
1. Sanksi Atas Pembunuhan yang Disengaja
Pembunuhan yang disengaja, akan membawa akibat kepada empat perkara, yaitu:
a. Dosa;
b. Terhlang dari hak waris;
c. Membayar kifarat;
d. Di-qishash atau mendapat amnesti.
Si pembunuh sama sekali tidak mendapat warisan dari harta si terbunuh, apabila
yang membunuh adalah ahli waris, baik membunuh karena disengaja atau karena
kesalahan. Ulama ushul fiqh dalam masalah ini menetapkan kaidah: “barang siapa
tergesa-gesa untuk mendapatkan sesuatu sebelum saatnya, maka ia diganjar dengan
tidak mendapatkannya.”
Rasulullah SAW, pernah bersabda:
...ف َواَدَٓاا ٌءاِلَ ْي ِه بِاِحْ َسا ۗ ٍن ْ فَ َم ْن ُعفِ َي لَهُ ِم ْن ا ِخ ْي ِه...
ٌ شي ٌء فَاتِّبَا
ِ ْع بِال َم ْعرُو
7
Serta pembunuh diwajibkan membayar kifarat ini didasarkan pada hadits Imam
Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari Wa’ilah bin Ashaqa bahwa pada suatu hari
dating kepada nabi SAW sekolompok orang dari kalangan bani Salim. Mereka
mengadukan permasalahan yang sedang mereka hadapi kepada beliau, “ada seseorang
di antara kami yang wajib atasnya membayar diyat.”Rasulullah SAW menjawab:
ِ َّفَ ْليُ ْعتِ ْق َرقَبةً يَ ْف ِدي هللا بِك ِّل ُغضْ ٍو ِم ْنهَا ُغضْ ًوا ِم ْنهُ ِمنَ الن
)ار (رواه احمد
8
usia 2-3 tahun, 20 ekor unta jantan usia 2-3 tahun, 20 ekor unta betina usia 3-4
tahun, 20 ekor unta betina usia 4-5 tahun. Dan tiap-tiap akhir tahun harus dibayar
sepertiganya.
b. Kifarat, yaitu memerdekakan budak muslim tanpa cacat , bilamana pelaku tidak
dapat memenuhinya maka diwajibkan berpuasa selama dua bulan berturut-turut.
9
d. Pembunuh adalah orang tua dari si korban, ini didasarkan pada hadits yang
diriwayatkan Imam Tirmidzi dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw, bersabda:
Artinya: Orang tua tidak diqishash oleh sebab membunuh anaknya.” (H.R Tirmidzi)
e. Pembunuh dalam kondisi bebas memilih, karena bila pembunuh dalam kondisi
dipaksa, maka ia tidak memiliki hak memilih dicabut, dan tanggung jawab tidak
dibebankan kepada orang yang tidak memiliki hak pilih.
E. Pembunuh Secara Berkelompok
Apabila sekelompok orang secara bersama-sama membunuh seseorang, makan
mereka harus di hukum qishash. Hal ini disandarkan pada peryataan Umar Bin Khattab
terkait praktik pembunuhan secara berkelompok yang diriwayatkan Imam Bukhari
berikut :
عن سعيد ابن المسيت ان عمر رضي هللا عنه قال خمسة او ستة قتلوا رجال غيلة بموضع خال وقال لوتماال عليه اهل
صنعاء لقتلتهم جميعا رواه البخارى
Artinya:
"Dari Said bin Musayyub, bahwa Umar ra telah menghukum bunuh lima atau enam
orang yang telah membunuh seorang laki-laki secara tipuan di tempat sunyi. Kemudian
ia berkata, "Andaikan semua penduduk Sun'a secara bersama-sama membunuhnya,
niscaya akan aku bunuh mereka semua." (HR. al-Bukhari).
10
F. Hikmah Larangan Membunuh
Penerapan hukuman yang berat bagi pembunuh di maksudkan agar tak seorang pun
melakukan tindakan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
11
Syariat islam diturunkan oleh Allah swt untuk kemaslahatan hidup manusia,baik yang
menyangkut kehidupan pribadi maupun bermasyarakat.Nyawa seseorang adalah
mahal,karena itu harus dijaga dan dilindungi.Ketentuan hokum qishos,mempunyai relevansi
kuat dalam upaya melindungi manusia,sehingga para pelaku kriminal timbul
kejeraan,lantaran harus menanggung beban yang bakal menimpa dirinya jika ia
melakukannya.
Selain itu,dapat dipetik dari sanksi hukum pidana pembunuhan adalah pihak keluarga
korban diberikan hak otonomi sepenuhnya untuk memilih hukuman yang bakal dikenakan
terhadap pelakunya.Hal ini mempunyai relevansi kuat dengan pertimbangan psikologi
keluarga.Betapa penderitaan pihak keluarga lantaran salah satu anggotanya meninggal,lebih-
lebih karena dibunuh oleh seseorang.Pihak keluarga korban sedikit banyak mengetahui
bahwa yang terbunuh adalah salah seorang anggota keluarga yang akhlaknya kurang baik
dan atau/ tidak terpuji maka mereka dapat memakluminya jika ia di bunuh
oleh seseorang.Oleh karena itu,ia tidak akan dendam kepada pembunuhnya bahkan
kemungkinan besar akan memaafkan pelaku dari pembunuhan dimaksud.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Qadir ‘Audah. at-Tasyri’i al-Jina’i al-Islami. Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi.
t.t. Jilid II
12
Ahmad Warson. 1992. Al-Munawwir. Cet. ke-1. Yogyakarta: Pustaka Progresif.
P.A.F. Lamintang 1986. Delik-delik Khusus. Cet. ke-1. Bandung: Bina Cipta.
Rahmat Hakim.2010. Hukum Pidana Islam. Cet. ke-2. Bandung: Pustaka Setia.
Sayyid Sabiq, Ter. Nor Hasanuddin, dkk. 2006. Fiqhus Sunnah. Cet. ke-1. Jakarta:
Pena Budi Aksara.Jilid III
Sulaiman Rasjid. 2008. Fiqh Islam. Cet. ke-41. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Wahbah az-Zuhaili. 1989. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh. Cet. ke-3. Damaskus: Dar
al-Fikr. Jilid: VI
13