Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FIQIH MUAKAD DAN MAWARIS

Gharawain, Umariyah/Musyarakah

Disusun Oleh Kelompok 13 :

1.Sekar Larasati 1811210200

Dosen Pengampu :

Dr. Iim Fahimah, Lc, MA.

FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU

2021
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................

A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujuan......................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................

A. Definisi Gharawain, Musyarakah, Akdariah...........................................................


1. Gharawain..........................................................................................................
2. Musyarakah.......................................................................................................
3. Akdariah............................................................................................................
B. Macam-macam Gharawain, Musyarakah, Akdariah...............................................
1. Gharawain..........................................................................................................
2. Musyarakah.......................................................................................................
3. Akdariah............................................................................................................

BAB III PENUTUP...........................................................................................................

A. Kesimpulan .............................................................................................................
B. Saran .......................................................................................................................

Daftar Pustaka
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah Swt, atas perkenan-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Gharawain, Umariyah/Musyarakah dan
Akdariah:

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah
Pembelajaran Fikih Munakhat dan Mawaris. Dalam upaya menyelesaikan makalah ini, kami
telah menerima banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karenanya,kami
mengucapkan terima kasih kepada: Ibu Dr. Iim Fahimah, Lc, MA. Selaku dosen pengampu
mata kuliah Pembelajaran Fikih Munakhat dan Mawaris , dan kepada teman-teman yang
telah berperan dalam pembuatan makalah ini

Kami mengharapkan Kritik dan saran kepada semua pembaca demi perbaikan
makalah ini dan akan kami diterima dengan kelapangan dada. Dan akhirnya semoga hasil
penyusunan yang telah dilakukan kiranya dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Didalam Hukum Waris Islam terdapat masalah-masalah khusus. Adapun masalah
yang dimaksud tersebut yaitu persoalan-persoalan kewarisan yang penyelesaiannya
sedikit atau banyak menyimpang dari penyelesaian yang biasa, denga kata lain
pembagian harta warisan itu tidak dilakukan sebagaimana mestinya
Masalah-masalah khusus tersebut terjadi disebabkan adanya kejanggalan atau ketidak
adilan apabila penyelesaian pembagian harta warisan tersebut dilakukan/dibagi secara
biasa. Untuk menghilangkan masalah tersebut, maka penyelesaian masalah pembagian
harta warisan itu dilakukan secara khusus, dengan kata lain penyelesaian khusus ini
hanya berlaku untuk masalah-masalah yang khusus pula.
Didalam hukum waris Islam terdapat beberapa persoalan kewarisan yang harus
diselesaikan secara khusus, di antaranya
1. Al-Gharawain
2. Al-Musyarakah
3. Masalah kakek bersama saudara

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dari Gharawain
2. Apa yang di maksud dengan Musyarakah
3. Apa yang di maksud dengan Akdariah
4. Apa saja Macam-macam Gharawain, Musyarakah, Akdariah

C. Tujuan
1. Untuk mengetahu lebih dalam pengertian Gharawain
2. Untuk mengetahui lebih jelas Musyarakah
3. Untuk mengetahui lebih pengertian Akdariah
4. Untuk mengetahui macam-macam Gharawain, Musyarakah, dan akdariah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Gharawain, Umariyah/Musyarakah dan Akdariah


a. Gharawain
Gharawain merupakan masalah ibu yang lebih besar mendapat bagian harta
waris dari pada ayah. Masalah gharawain ini terjadi dalam dua macam kasus
kewarisan yang ahli warisnya terdiri dari:
1. Ayah, ibu dan suami
2. Aya, ibu dan istri

Sebagian dari fuqaha berpendapat bahwasanya gharrawain berasal dari


mashdar garrar (tipuan). Karena didalam masalah tersebut terjadi penipuan kepada
seorang ibu. Dimana ibu disebut mendapatkan 1/3, yang sebenarnya ibu hanya
diberi bagian 1/6 atau 1/4. Penyebutan 1/3 hanya sebagai penghormata kepada Al-
Qur'an yang menyebutkan sedemikian rupa. Kedua masalah ini sering disebut
dengan kata ‘umariyatain, karena yang pertama memutuskan cara penyelesaian
kedua kasus iniyaitu Khalifah Umar bin Khattab dan diterima oleh mayoritas
sahabat kemudin diikuti oleh sebagain para ulama.

Alasan yang dikemukakan sebagian ulama ialah bahwa ibu dan ayah jika
bersama-sama mewarisi dengan tidak ada ahli waris yang lain, maka seorang ibu
mendapatkan bagian 1/3 dan ayah sebagai ashabah. Karena caratersebut wajib
diberlakukan manakala terdapat sisa. Mereka memandang sebagai suatu hal yang
menyalahi aturan apabila bagian yang diterim oleh ibu lebih besar dari pada
bagian yang diterima ayah.

b. Musyarakah
Musyarakah yang sering disebut syarikah atau syirkah berasal dari fi’il madhi
yang mempunyai arti: sekutu atau teman perseorang,perserikatan, , perkumpulan.
Syirkah menurut etimologi yaitu campur atau percampuran. Adapun Maksud dari
percampuran disini ialah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang
lain sehingga antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya sulit untuk
dibedakan lagi.
Definisi syirkah menurut mazhab Maliki adalah suatu izin ber-tasharruf bagi
masing-masing pihak yang bersertifikat. Menurut mazhab Hambali, syirkah adalah
persekutuan dalam hal hak dan tasharruf. Sedangkan menurut Syafi’i, syirkah
adalah berlakunya hak atas sesuatu bagi dua pihak atau lebih dengan tujuan
persekutuan. Sayyid Sabiq mengatakan bahwa syirkah adalah akad antara orang
Arab yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan. M. Ali Hasan mengatakan
bahwa syirkah adalah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan
orang-orang atau badan hukum yang bekerja sama dengan penuh kesadaran untuk
meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan. Jadi,
syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam suatu usaha perjanjian
guna melakukan usaha secara bersama-sama serta keuntungan dan kerugian juga
ditentukan sesuai dengan perjanjian.
c. Akdariyah
Istilah al-akdariyah muncul karena masalah ini berkaitan dengan salah seorang
wanita dari bani Akdar. Sedangkan sebagian ulama mengatakan bahwa penyebutan
masalah ini dengan istilah al-akdariyah yang artinya 'kotor' atau 'mengotori'
disebabkan masalah ini cukup mengotori mazhab Zaid bin Tsabit. Dia pernah
menghadapi masalah waris dan memvonisnya dengan melakukan sesuatu yang
bertentangan (menyimpang) dari kaidah-kaidah faraid yang masyhur.
Permasalahannya seperti berikut: bila seseorang wafat dan meninggalkan
seorang suami, ibu, kakek, dan seorang saudara kandung perempuan. Apabila
berpegang pada kaidah yang telah disepakati seluruh fuqaha termasuk di dalamnya
Zaid bin Tsabit sendiri, maka pembagiannya adalah dengan menggugurkan hak
saudara kandung perempuan. Sebab, suami mendapat 1/2 bagian, ibu mendapat 1/3
bagian, dan sisanya hanya 1/6 yang tidak lain sebagai bagian kakek yang tidak
mungkin digugurkan karena merupakan haknya secara fardh. Oleh sebab itu, sudah
semestinya bagian saudara kandung perempuan digugurkan karena tidak ada sisa
harta waris.
B. Macam-Macam Ghrawain, Umariyah/Musyarakah, Akdariah
a. Ghrawain
Kasus Gharawain ini terjadi hanya dalam 2 kondisi atau 2 kemungkinan saja,
yaitu:
1. Jika seseorang yang meninggal dunia hanya meninggalkan ahli waris (ahli waris
yang tinggal): suami, ibu, dan bapak.
2. Jika seseorang yang meninggal dunia hanya meninggalkan ahli waris (ahli waris
yang tinggal): istri, ibu dan bapak.

Adapun yang dimaksud dengan ahli waris yang tinggal adalah ahli waris yang
tidak terhijab, karena boleh jadi ahli waris yang lain masih ada, akan tetapi terhijab
oleh bapak. Jadi apakah suatu kasus warisan itu merupakan kasus Gharawain atau
tidak, diketahui setelah ditentukan siapa saja yang menjadi ahli waris dari si
meninggal, kemudian siapa yang terhijab, dan ternyata ahli waris yang berhak untuk
mendapat warisan hanyalah (terdiri) suami, ibu, dan bapak atau istri, ibu dan bapak.
Apabila ternyata ahli waris yang berhak untuk mendapatkan warisan hanya terdiri dari
suami, ibu dan bapak atau istri, ibu dan bapak maka dapatlah dipastikan bahwa
persoalan kewarisan tersebut adalah persoalan yang khusus (istimewa) yang
diistilahkan dengan gharawain.

b. Musyarakah
Pembahasan mengenai macam-macam syirkah, para ulama fiqih memberikan
beberapa macam syirkah, sebagian ulama ada yang memperoleh syirkah tertentu dan
ada yang melarang syirkah tertentu pula. Ulama fiqih membagi syirkah dalam dua
bentuk, yaitu syirkah amlak dan syirkah uqud. (Alma, 2003: 251).
1. Syirkah Amlak (perserikatan dalam kepemilikan)
Syirkah Amlak berarti eksistensi suatu perkongsian tidak perlu suatu kontrak
dalam membentuknya, tetapi terjadi dengan sendirinya serta mempunyai ciri
masing-masing anggota tidak mempunyai hak untuk mewakilkan dan mewakili
terhadap partnernya. Bentuk syirkah amlak ini terbagi menjadi dua yaitu:
a. Syirkah Ikhtiari, ialah terjadinya suatu perkongsian secara otomatis tetapi
bebas untuk menerima atau menolak. Otomatis berarti tidak memerlukan
kontrak untuk membentuknya. Hal ini dapat terjadi apabila dua orang atau
lebih mendapatkan hadiah atau wasiat bersama dari pihak ketiga
2. Syirkah Jabari, ialah terjadinya suatu perkongsian secara otomatis dan paksa,
tidak ada alternatif untuk menolaknya. Hal ini terjadi dalam proses waris
mewaris, manakala dua saudara atau lebih menerima warisan dari orang tua
mereka (Muhammad, 2003: 34).
3. Syirkah Uqud
Syirkah Uqud yaitu sebuah perserikatan antara dua pihak atau lebih dalam hal
usaha, modal dan keuntungan. Mengenai syirkah al-uqud ini para ulama membagi
menjadi bermacam-macam jenis, Fuqaha Hanafiyah membedakan jenis syirkah
menjadi tiga macam yaitu, syirkah al-amwal, syirkah al-a’mal, syirkah alwujuh,
masing-masing bersifat syirkah al-mufawadhah dan ‘Inan. Dan fuqaha Hanabilah
membedakan menjadi lima macam syirkah yaitu Syirkah al-’inan, syirkah al-
mufawadhah, syirkah al-abdan dan syirkah al-wujuh serta syirkah al-mudharabah
dan yang terakhir menurur fuqaha Malikiyah dan Syafi’iyah membedakanya
menjadi empat jenis syirkah yaitu syirkahal-’inan, syirkah al-mufawadhah, abdan
dan wujuh. (Al-Zuhailiy, 1989: 794).
Dari paparan para fuqaha di atas, pembagian dari jenis syirkah tersebut dapat
dihimpun menjadi dua kategori, kategori pertama merupakan kategori dari
pembagian segi materi syirkah yaitu syirkah al-amwal, a’mal, abdan dan wujuh,
sedangkan kategori kedua adalah kategori dari segi pembagian posisi dan
komposisi saham. Yaitu syirkah al-’inan, syirkah al-mufawadhah dan syirkah al-
Mudharabah.
Dari berbagai jenis syirkah di atas maka akan lebih jelas bila dijelaskan dari
masing-masing jenis syirkah tersebut:
a. Syirkah al-amwal adalah persekutuan antara dua pihak pemodal atau
lebih dalam usaha tertentu dengan mengumpulkan modal bersama dan
membagi keuntungan dan resiko kerugian berdasarkan kesepakatan (A
Masadi, t.th: 194). Volume 2, No.2, Desember 2014 317 318
b. Syirkah al-a’mal adalah kontrak kerjasama dua orang seprofesi untuk
menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari
pekerjaan itu misalnya kerjama dua orang arsitek untuk mengerjakan
satu proyek. Syirkah ini disebut juga Syirkah abdan atau Syirkah sana’i
(Antonio, 1999: 132).
c. Syirkah al-wujuh adalah persekutuan antara dua pihak pengusaha
untuk melakukan kerjasama dimana masing-masing pihak sama sekali
tidak menyertakan modal dalam bentuk dana tetapi hanya
mengandalkan wajah (wibawa dan nama baik). Mereka menjalankan
usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga keuntungan yang
dihasilkan dibagi berdasarkan kesepakatan bersama. Syirkah al-’inan
adalah sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi pihak-pihak
yang terlibat didalamnya adalah belum tentu sama baik dalam hal
modal pekerjaan maupun dalam hal keuntungan dan resiko kerugian
(A Masadi, t.th: 194).
d. Syirkah al-mufawadhah adalah sebuah persekutuan dimana posisi dan
komposisi pihak-pihak yang terlibat didalamya adalah sama baik
dalam hal modal keuntungan dan resiko kerugian (A Masadi, t.th:
194).
e. Syirkah al-mudharabah adalah persekutuan antara pihak pemilik modal
dengan pihak yang ahli dalam melakukan usaha, dimana pihak
pemodal menyediakan seluruh modal kerja. Dengan demikian
mudharabah dapat dikatakan sebagai perserikatan antara pemodal pada
satu pihak dan pekerja pada pihak lain. Keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan sedangkan kerugian ditanggung oleh pihak shahibul mal
(A Masadi, t.th: 195).
c. Akdariah
Istilah al-akdariyah muncul karena masalah ini berkaitan dengan salah seorang
wanita dari bani Akdar.
Sedangkan sebagian ulama mengatakan bahwa penyebutan masalah ini dengan
istilah al-akdariyah --yang artinya 'kotor' atau 'mengotori'-- disebabkan masalah ini
cukup mengotori mazhab Zaid bin Tsabit (sosok sahabat yang sangat dipuji
Rasulullah akan kemahirannya dalam faraid, penj.). Dia pernah menghadapi masalah
waris dan memvonisnya dengan melakukan sesuatu yang bertentangan
(menyimpang) dari kaidah-kaidah faraid yang masyhur.
Permasalahannya seperti berikut: bila seseorang wafat dan meninggalkan
seorang suami, ibu, kakek, dan seorang saudara kandung perempuan. Apabila
berpegang pada kaidah yang telah disepakati seluruh fuqaha --termasuk di dalamnya
Zaid bin Tsabit sendirimaka pembagiannya adalah dengan menggugurkan hak
saudara kandung perempuan. Sebab, suami mendapat setengah (1/2), bagian, ibu
mendapat sepertiga (1/3) bagian, dan sisanya hanya seperenam (1/6) yang tidak lain
sebagai bagian kakek yang tidak mungkin digugurkan --karena merupakan haknya
secara fardh. Oleh sebab itu, sudah semestinya bagian saudara kandung perempuan
digugurkan karena tidak ada sisa harta waris.
Akan tetapi, dalam kasus ini Zaid bin Tsabit r.a. memvonis dengan menyalahi
kaidah yang ada. Dia memberi saudara kandung setengah (1/2) bagian, dan
menaikkan masalahnya dari enam (6) menjadi sembilan (9). Kemudian ia
menyatukan hak saudara kandung perempuan dengan saham kakak, dan membaginya
menjadi bagian laki-laki dua kali lipat bagian wanita. Setelah ditashih, masalahnya
menjadi dua puluh tujuh (27), dan pembagiannya seperti berikut: suami mendapat
sembilan (9) bagian, ibu enam (6) bagian, kakek delapan (8) bagian, dan saudara
kandung perempuan empat (4) bagian.
Dalam hal ini Imam Malik dan Imam Syafi'i mengikuti apa yang pernah
dilakukan Zaid bin Tsabit, sehingga menjadikannya sebagai keputusan ijtihad dalam
fiqih kedua imam tersebut.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gharawain mufrot dari lafadz ghara yang bermakna bintang cemerlang kemudian
ditsasniahkan menjadi Gharawain yang maknanya dua bintang cemerlang atau sering
dikenal juga dengan sebutan Umariyatain maksudnya dua masalah yang diputuskan cara
penyelesainya dan diperkenalkan oleh Syaidina Umar Ibn Al Khattab r.a. Adanya
masalah gharawain ini terjadi karena pada dasarnya bagian wanita dalam masalah
kewarisan tidak ada yang menyamai atau bahkan melebihi bagian laki - laki yang
sederajat dengannya.
Musyarakah atau sering disebut syarikah atau syirkah berasal dari fi’il madhi yang
mempunyai arti: sekutu atau teman perseorang, perkumpulan, perserikatan. Syirkah dari
segi etimologi mempunyai arti: campur atau percampuran.
Istilah al-akdariyah muncul karena masalah ini berkaitan dengan salah seorang wanita
dari bani Akdar.
Sedangkan sebagian ulama mengatakan bahwa penyebutan masalah ini dengan istilah
al-akdariyah --yang artinya 'kotor' atau 'mengotori'-- disebabkan masalah ini cukup
mengotori mazhab Zaid bin Tsabit (sosok sahabat yang sangat dipuji Rasulullah akan
kemahirannya dalam faraid, penj.). Dia pernah menghadapi masalah waris dan
memvonisnya dengan melakukan sesuatu yang bertentangan (menyimpang) dari kaidah-
kaidah faraid yang masyhur.
B. Saran
Dengan membaca makalah Gharawain, Umariyah/Musyarakah dan Akdariah
diharapkan dapat mengetahui Gharawain, Umariyah/Musyarakah dan Akdariah serta
paham cara pembagiannya menurut nasabnya.
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Suhrawardi K. dan Komis Simanjuntak. 1995. Hukum Waris Islam Lengkap dan
Praktis. Jakarta: Sinar Grafika

Salman, Otje dan Mustafa Haffas . 2006. Hukum Waris Islam. Bandung: Refika
Aditama.

Syarifuddin, Amir. 2005. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Kencana.

Umam, Dian Khairul. 1999. Fiqh Mawaris. Bandung: Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai