Kelas : PAI / 5B
Disusun Oleh :
Kelompok 9
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan anugrah dan
nikmat –Nya sehingga makalah tentang Ahli Waris Dzawil Furudh terselesaikan tepat waktu
dengan baik.
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqi Mawaris
dan bisa memahami dan mengetahui materi dari makalah tersebut. Kami ucapkan terimah
kasih kepada dosen pengampu mata kuliah yang senantiasa membimbing kami dalam
penyusunan makalah ini. Tak lupa kami mengucapkan segenap rasa terimah kasih kepada
teman-teman yang memberikan dukungan dan semangatnya kepada kami. Tentunya makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan.
Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini menjadi bahan bacaan dan menjadi
referensi dalam pembelajaran didalam kelas.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN
1. Latar Belakang........................................................................................................ 1
2. Rumusan Masalah.................................................................................................. 1
3. Tujuan.................................................................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN
KESIMPULAN.................................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 8
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu hukum yang mengatur hubungan sesama manusia yang ditetapkan
Allah adalah hukum kewarisan yang mengatur tentang harta warisan, yaitu harta yang
telah ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal. Harta tersebut memerlukan
pengaturan tentang siapa yang berhak menerimanya, berapa jumlahnya, dan
bagaimana cara mendapatkannya1 . Dalam praktek kehidupan sehari-hari, persoalan
waris seringkali menjadi krusial yang terkadang memicu pertikaian dan menimbulkan
keretakan hubungan keluarga. Penyebab utamanya ternyata keserakahan dan
ketamakan manusia, disamping karena kekurangtahuan pihka-pihak yang terkait
mengenai hukum pembagian waris. Syari‟at Islam telah menetapkan sistem kewarisan
dalam aturan yang paling baik, bijak, dan adil. Agama Islam meletakkan hak
pemilikan benda bagi manusia, baik laki-laki maupun perempuan dalam petunjuk
syara‟, seperti memindahkan hak milik seseorang pada waktu masih hidup kepada ahli
warisnya atau setelah dia meninggal, tanpa melihat perbedaan antara anak kecil dan
orang dewasa.2 Sumber hukum waris Islam yang berasal dari wahyu mengandung
berbagai asas yang dalam beberapa hal berlaku pula pada hukum waris yang
berdasarkan hasil ijtihad manusia. Oleh karena bersumber dari wahyu maka asas-asas
dalam hukum kewarisan Islam memperlihatkan bentuk karakteristik hukum kewarisan
itu sendiri.1
B. Rumusah Masalah
1. Bagaimana Hak-hak ahli waris dzawil furudh
2. Bagaimana hijab dalam kewarisan
C. Tujuan Masalah
1. Untuk memahami hak ahli waris dzawil furud
2. Untuk memahami hija dalam kewarisan
1
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2005), cet. ke-2
1
BAB II
PEMBAHASAN
Adapun ahli waris dan hak-hak yang diterima oleh ahli waris dzawil furudh adalah : 3
2
Moh. Muhibin Abdul Wahid, Hukum kewarisan Islam Sebagai Pembaharuan Hukum Positif di
Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h., 80
3
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaid, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), h., 510-511
2
2. Istri atau beberapa istri (tidak lebih dari seorang), jika suami yang meningal tidak
meninggalkan anak (laki-laki) atau (perempuan), atau tidak juga anak dari anak
laki-laki (baik lakilaki atau perempuan).
Yang berhak mendapatkan bagian sperdelapan (1/8) dari harta warisan adalah:
1. Istri atau beberapa istri (tidak lebih dari empat orang), jika suami yang
meninggal dunia tidak meninggalkan anak (laki-laki atau perempuan), atau
anak dari anak laki-laki (laki-laki atau perempuan).
Yang berhak mendapat bagian dua pertiga (2/3) dari harta warisan adalah:
1. Dua anak perempuan atau lebih, dengan syarat tidak ada anak laki-laki
2. Dua anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki, apabila tidak ada anak
perempuan serta tidak ada ahli waris lain yang menjadi penghalang dari
perolehan warisan (mahjub).
3. Dua orang saudara perempuan kandung (seibu sebapak) atau lebih yaitu jika
tidak ada ahli waris lain yang menghalangnya.
4. Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih, yaitu ketika tidak ada
saudara perempuan kandung serta tidaka da ahli waris lain yang menjadi
penghalang perolehan warisan (mahjub)
Yang berhak mendapat bagian sepertiga (1/3) dari harta warisan adalah;
1. Ibu, jika yang meninggal dunia tidak meninggalkan anak atau anak dari anak laki-laki
(cucu laki-laki atau perempuan), dan tidak pula meningalkan dua orang saudara atau
lebih, baik lakilaki ataupun perempuan.
2. Dua saudara atau lebih yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan, jika tidak ada
orang lain yang ebrhak mmenerimanya.
Yang berhak memperoleh seperenam (1/6) dari harta warisan adalah:
1. Ayah si mayit, jika yang meninggal tersebut mempunyai anak atau anak dari anak
laki-lakinya.
2. Ibu, jika ia mempunyai anak atau anak dari anak laki-laki, atau beserta dua
saudara kandung atau lebih, baiksaudara laki-laki maupun perempuan yang seibu
seayah, seayah saja atau seibu saja.
3. Kakek (ayah dari ayah), yaitu jika beserta anak atau anak dari anak laki-laki dan
tidak ada ayah
4. Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari ayah), jika tidaka ada ibu.
3
5. Satu orang anak perempuan dari anak laki-laki (cucu) atau lebih, yaitu ketika
bersama-sama dngan sorang anak perempuan, serta tidak ada ahli waris lain yang
menghalanginya (mahjub)
6. Saudara perempuan yang sebapak, yaitu ketika bersama-sama dengan saudara
perempuan yang seibu seayah (kandung), serta tidak ada ahli waris lain yang
menghalanginya
7. Saudara laki-laki atau perempuan seibu, yaitu jika tidak ada (hijab) yang
menghalanginya
4
tertentu sehingga berakibat jatuhnya hak mereka untuk mewarisi. Yang dimaksud
penghalang menurut ulama faraid yaitu suatu keadaan atau sifat yang
menyebabkan seseorang atau ahli waris tidak dapat menerima warisan padahal
sudah terdapat sebab, rukun dan syarat. Pada awalnya seseorang sudah berhak
mendapat warisan, tetapi oleh karena keadaan tertentu berakibat dia tidak
mendapat harta warisan (Sukris Sarmadi, 1997: 28).
2. Al-Hjab bi asy-Syakhshi
Al-hajb bi asy-Syakhshi yaitu gugurnya hak waris seseorang
dikarenakan adanya orang lain yang lebih berhak untuk menerimanya. Al-
hajb bi asy-syakhshi terbagi dua:
a. Hajb hirman
Hajb hirman yaitu penghalang yang menggugurkan seluruh
hak waris seseorang. Misalnya, terhalangnya hak waris seorang
kakek karena adanya ayah, terhalangnya hak waris cucu
karena adanya anak, terhalangnya hak waris saudara seayah
karena adanya saudara kandung, terhalangnya hak waris seorang
nenek karena adanya ibu, dan seterusnya. Termasuk dalam hijab
hirman adalah status cucu-cucu yang ayahnya terlebih
dahulu meninggal dari pada kakek yang bakal diwarisi
bersama-sama dengan saudara-saudara ayah, kalau dalam
bahasa aceh disebut dengan patah titi, sedangkan dalam Kompilasi
Hukum Islam (KHI sebagai pegangan hakim Peradilan Agama
dalam bidang kewarisan) disebut dengan ahli waris pengganti.
Menurut ketentuan para fuqaha, mereka tidak mendapat apa-apa
lantaran dihijab oleh saudara ayahnya.
b. Hajb nuqshan
Adapun hajb nuqshan (pengurangan hak) yaitu
penghalangan terhadap hak waris seseorang untuk mendapatkan
bagian yang terbanyak. Misalnya, penghalangan terhadap hak
waris ibu yang seharusnya mendapatkan sepertiga menjadi
seperenam disebabkan pewaris mempunyai keturunan (anak).
Demikian juga seperti penghalangan bagian seorang suami yang
5
seharusnya mendapatkan setengah menjadi seperempat, sang
istri dari seperempat menjadi seperdelapan karena pewaris
mempunyai anak, dan seterusnya (Muhammad Ali Ash-Shabuni,
2013: 81).
Satu hal yang perlu diketahui di sini, dalam dunia faraid apabila kata al-
hajb disebutkan tanpa diikuti kata lainnya, maka yang dimaksud adalah hajb
hirman. Ini merupakan hal mutlak dan tidak akan dipakai dalam pengertian
hajb nuqshan. Ada ahli waris yang tidak mungkin terkena hajb hirman.
Mereka terdiri dan enam orang yang akan tetap mendapatkan hak waris.
Keenam orang tersebut adalah anak kandung laki-laki, anak kandung perempuan,
ayah, ibu, suami, dan istri. Bila orang yang meninggal meninggalkan salah satu
atau bahkan keenamnya, maka semuanya harus mendapatkan warisan.4
Apabila dilihat dari hubungan kekerabatan jauh dekatnya, sehingga yang dekat
lebih berhak menerima warisan daripada yang jauh, dapat dibedakan:
4
Ahmad Rofiq, 2002,Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada), hal. 59.
5
Ahmad Rofiq. (1993). hlm. 72
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ashabul Furudh adalah orang-orang yang berhak menerima waris yang sudah
ditentukan bagian-bagiannya menurut ketentuan syara‟. Ashabul Furudh terbagi
menjadi 2 macam, yaitu Ashabul Furudh Sababiyah (karena hubungan pernikahan:
suami dan istri) danAshabul Furudh Nasabiyyah (karena hubungan nasab atau
keturunan: anak perempuan, cucu perempuan, ibu, bapak, nenek, kakek, saudara
perempuan sekandung, saudara perempuan seayah dan saudara perempuan/ laki-laki
seibu).
Dasar hukum ashabul furudh sudah jelas termaktub dalam Al-Qur‟an,
diantaranya ialah surat An-nisaa ayat 11, 12, dan 176. Bagian ahli waris masing-
masing ialah (suami, seorang anak perempuan, seorang cucu perempuan, seorang
saudara perempuan sekandung, dan seorang saudara perempuan seayah), (ibu dan
saudara laki-laki/ perempuan seibu 2 orang atau lebih), (2 anak perempuan/ lebih, 2
cucu perempuan/ lebih, 2 saudara perempuan sekandung/ lebih, 2 saudara perempuan
seayah/ lebih), (ibu, ayah, nenek, kakek, cucu perempuan, saudara perempuan seayah,
seorang saudara perempuan/ laki-laki seibu), (suami dan istri), (istri), dengan
syaratnya masing-masing.
7
Daftar Pustaka
Moh. Muhibin Abdul Wahid, Hukum kewarisan Islam Sebagai Pembaharuan Hukum Positif
di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009).
Syaikh Kamil Muhammad „Uwaid, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998).