Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEWARISAN DALAM ISLAM

MATA KULIAH: AGAMA

DOSEN PENGAJAR:HENDRA, S.Pdl, M.A

KELOMPOK 7:

1.MUHAMMAD RAIHAN

(2210015211056)

2.NUR ATIKAH

(2210015211064)

3.ALDO PRATAMA

(2210015211060)

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS BUNG HATTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan


jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam
ciptaan-Nya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan
kita Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus
berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah dengan


judul “Kewarisan Dalam Islam”. Di samping itu, penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya
makalah ini.

Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari
kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki
makalah kami di waktu-waktu mendatang. Harapan kami semoga makalah ini
bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai pihak.Aamiin.

Padang,16 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A.Latar Belakang ................................................................................ 1

B.Rumusan Masalah ............................................................................ 2

C.Tujuan .............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3

A.Pengertian Kewarisan.................................................................... 3

B.Orang Yang Berhak Menerima Harta Warisan ......................... 4

C.Orang Yang Terhalang Mendapat Harta Warisan .................... 5

D.Wasiat Dan Wasiat Wajibah......................................................... 6

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 8

A.Kesimpulan ..................................................................................... 8

B.Saran ................................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kewarisan Islam sebagai bagian dari syari’at islam dan lebih khusus
lagi sebagai bagian dari aspek muamalah subhukum perdata, tidak dapat
dipisahkan dengan aspek-aspek lain dari ajaran Islam. Karena itu, penyusunan
kaidah-kaidahnya harus didasarkan pada sumber yang sama seperti halnya
aspek-aspek yang lain dari ajaran islam tersebut.Sumber-sumber Islam itu
adalah Al-Qur’an, Sunah Rasul dan Ijtihad. Ketiga sumber ini pula yang
menjadi sumber hukum kewarisan islam. Penggunaan ketiga sumber ini
didasarkan kepada ayat Al-Qur’an sendiri dan hadist Nabi. Salah satu ayat
yang menyinggung tentang hal ini ialah Al-Qur’an Surat An-Nisa‟(4): 59

Artinya:

Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul


(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian,
jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah
(Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Ayat ini memberikan pengertian bahwa orang mukmin diharuskan


untuk mengikuti atau taat kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri.Dapat kita ketahui
bahwa berbagai aspek harus didasarkan kepada ketiga sumber tersebut.

Dalam pembagian harta warisan menempuh prosedural hukum negara.


Namun tidak ada salahnya jika menyelesaikan persoalan harta warisan
berdasarkan hukum agama, khususnya hukum Islam.Dalam pembagian warisan

1
menurut hukum Islam, dikenal dengan yang namanya ahli waris yang bisa
terhalang oleh ahli waris lain untuk mendapatkan warisan.

Dan juga terdapat yang namanya wasiat atau lebih tepatnya pemberian
suatu benda kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris
meninggal dunia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas,maka dapat dikemukakan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Siapa saja orang yang berhak menerima harta warisan?


2. Siapa saja orang yang terhalang mendapat harta warisan?
3. Apa itu wasiat dan wasiat wajibah?

C. Tujuan
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan,maka penulis mempunyai
tujuan yang hendak dicapai dalam makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui orang-orang yang berhak menerima harta warisan


menurut agama islam.
2. Untuk mengetahui orang-orang yang terhalang mendapat harta warisan
menurut agama islam.
3. Untuk mengetahui penjelasan dari wasiat dan wasiat wajibah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kewarisan
Pengertian warisan menurut bahasa adalah berpindahnya sesuatu (baik itu
materi atau non-materi) dari orang yang satu ke orang yang lain. Waris ini
mengakar pada kata Al-Irts atau pun Al-Mirats
Adapun menurut istilah, kewarisan adalah pengalihan pemilikan harta benda dari
seorang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.Dasar hukum
kewarisan dalam islam tercantum dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 7 :

Artinya:

Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan
kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang
telah ditetapkan.

Adapun Besaran pembagian warisan menurut hukum Islam adalah:

1. Anak perempuan jika hanya seorang akan mendapat ½ bagian. Jika dua
orang atau lebih akan mendapat 2/3 bagian. Jika bersama-sama dengan
anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki 2 banding 1 dengan anak
perempuan.
2. Ayah memperoleh 1/3 bagian jika pewaris tidak memiliki anak. Jika ada
anak, ayah mendapat 1/6.
3. Ibu mendapat 1/6 jika ada anak atau dua saudara atau lebih. Jika tidak ada
anak atau dua orang sudara atau lebih, maka ibu mendapat 1/3.
4. Ibu mendapat 1/3 dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda jika
bersama-sama dengan ayah.
5. Duda mendapatkan ½ bila pewaris tidak meninggalkan anak. Jika
meninggalkan anak ia mendapat ¼.

3
6. Janda mendapatkan ¼ jika pewaris tidak meninggalkan anak. Jika
meninggalkan anak maka ia mendapat 1/8.
7. Apabila seseorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, saudara
laki-laki dan juga saudara perempuan seibu masing-masing akan
mendapatkan 1/6 bagian. Tapi jika mereka tadi dua orang atau lebih, maka
masing-masing akan mendapat 1/3 bagian.

B. Orang-Orang Yang Berhak Menerima Harta Warisan

Harta warisan harus terbagi kepada orang-orang yang tepat untuk


mendapatkan, tidak asal dan sembarang untuk membaginya begitu saja. Oleh
sebab demikian Islam agama yang sempurna telah menjelaskan mana-mana saja
orang yang berhak mendapatkan harta warisan.

Disebutkan dalam kitab Fath Al-Qarib karya Muhammad Al-Ghazi orang-


orang yang berhak mendapatkan harta warisan.

Adapun ahli waris dari golongan laki-laki ada 10 (sepuluh), yaitu sebagai
berikut:

1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki(dari anak laki-laki kebawah)
3. Ayah
4. Kakek ke atas
5. Kakak/adik laki-laki
6. Keponakan laki-laki(putra dari kakak/adik laki-laki)ke bawah
7. Saudara ayah
8. Putra dan sauadara ayah sekalipun jauh
9. Suami
10. Tuan yang telah memerdekakan hamba sahaya(budak)-nya

Adapun ahli waris dari golongan perempuan ada 7 (tujuh), sebagai berikut:

1. Anak perempuan.
2. Cucu perempuan(dan laki-laki).
3. Ibu.
4. Nenek perempuan.
5. Kakak/adik perempuan.
6. Istri.
7. Pemilik budak wanita yang telah memerdekakan hamba sahaya.

4
C. Orang-Orang Yang Terhalang Mendapat Harta Warisan

Dalam pembagian warisan menurut hukum Islam, dikenal dengan yang


namnya ahli waris yang bisa terhalang oleh ahli waris lain untuk mendapatkan
warisan. Adapun ahli waris-ahli waris tersebut adalah:

1. Kakek (bapak dari ayah) akan terhalang dengan adanya ayah, dan juga
oleh kakek yang lebih dekat dengan pewaris.
2. Saudara kandung laki-laki akan terhalang dengan adanya ayah, dan
keturunan laki-laki (anak, cucu, cicit, dan seterusnya).
3. Kemudian saudara laki-laki seayah akan terhalang oleh saudara kandung
laki-laki. Juga terhalang oleh saudara kandung perempuan. Juga terhalang
oleh ayah serta keturunan laki-laki (anak, cucu, cicit, dan seterusnya).
4. Saudara laki-laki dan perempuan seibu akan tehalang oleh pokok (ayah,
kakek, dan seterusnya). Selain itu terhalang juga oleh cabang (anak, cucu,
cicit, dan seterusnya) baik itu anak laki-laki maupun anak perempuan.
5. Cucu laki-laki keturunan anak laki-laki akan terhalang oleh anak laki-laki.
Demikian juga cucu akan terhalang oleh cucu yang paling dekat (lebih
dekat).
6. Keponakan laki-laki atau anak saudara kandung laki-laki akan terhalang
dengan adanya ayah dan kakek, anak laki-laki, cucu kandung laki-laki,
dan oleh saudara laki-laki seayah.
7. Keponakan laki-laki atau anak dari saudara laki-laki ayah akan terhalang
oleh orang-orang yang menghalangi keponakan (dari anak saudara
kandung laki-laki), ditambah lagi dengan adanya keponakan yakni anak
laki-laki dari keturunan saudara kandung laki-laki.
8. Paman kandung atau saudara laki-laki ayah akan terhalangi dengan
adanya anak laki-laki dari saudara laki-laki. Selain itu juga akan
terhalangi oleh adanya sosok yang menghalangi keponakan laki-laki dari
saudara laki-laki seayah.
9. Paman seayah akan terhalangi oleh adanya sosok yang menghalangi
paman kandung, juga dengan adanya paman kandung.
10. Sepupu kandung laki-laki atau anak paman kandung akan terhalang
dengan adanya paman seayah, juga oleh sosok yang menghalangi paman
seayah.
11. Sepupu laki-laki atau anak paman seayah akan terhalangi sepupu laki-laki
atau anak paman kandung. Dan juga dengan adanya sosok yang
menghalangi sepupu laki-laki atau anak paman kandung.
12. Nenek (baik ibu dari ibu ataupaun dari bapak) akan terhalang oleh sang
ibu.
13. Cucu perempuan (keturunan anak laki-laki) akan terhalangi dengan
adanya anak laki-laki. Baik cucu tersebut hanya seorang ataupun

5
14. lebih. Juga akan terhalangi oleh dua orang anak perempuan atau lebih.
Kecuali jika ada ashabah.
15. Saudara kandung perempuan akan terhalangi dengan adanya ayah, anak,
cucu, cicit, dan seterusnya (semuanya laki-laki).
16. Saudara perempuan seayah akan terhalang oleh saudara kandung
perempuan jika menjadi ashabah ma’al ghair. Juga akan terhalang dengan
adanya ayah dan keturunan (anak, cucu, cicit, dan seterusnya, semua itu
khusus kalangan laki-laki). Juga bisa terhalang dengan adanya dua orang
saudara kandung perempuan jika keduanya menyempurnakan bagian 2/3.
Kecuali bila adanya asyabah.
17. Dan yang terakhir, saudara perempuan seibu akan terhalang dengan
adanya sosok laki-laki (ayah, kakek, dan seterusnya). Juga akan terhalangi
oleh cabang (anak, cucu, cicit, dan seterusnya) baik laki-laki maupun
perempuan.

D. Wasiat Dan Wasiat Wajibah

1. Wasiat

Wasiat adalah pemberian sesuatu dari seseorang kepada orang lain ketika dia
masih hidup dengan niat sadaqah. Akan tetapi penyerahan kepemilikannya
dilakukan ketika setelah meninggal dunia. Hal ini sebagaimana yang telah
dijelaskan dalam kitab al-Fiqhu al-Manhaji Ala Madzhabi al-Imam asy-Syafi’iy:

"Wasiat secara istilah syar’i adalah akad tabarru’ atas hak kepemilikan harta
yang diserahkan setelah meninggal dunia."

Secara bahasa kata “wasiat” artinya berpesan, menetapkan, memerintah.Jadi


pada intinya wasiat adalah pemberian yang dilakukan oleh si pemilik harta
dengan syarat penyerahan kepemilikan harta tersebut dilakukan setelah si
pemilik harta meninggal dunia.

Sebagai contoh ketika orang tua sebelum wafat mengumpulkan semua anak-
anaknya dan mengatakan.

"Nak, nanti jika bapak meninggal dunia tolong berikan sebagian harta bapak
untuk masjid samping rumah ya?”.

2. Wasiat Wajibah

Tidak ada definisi secara formal mengenai wasiat wajibah dalam sistem
hukum islam di indonesia.Namun demikian dapat disimpulkan bahwa wasiat
wajibah adalah suatu wasiat yang diperuntukkan kepada ahli waris atau kerabat
yang tidak memperoleh bagian harta warisan dari orang yang wafat,karena
adanya suatu halangan syara’.

6
Wasiat wajibah secara tersirat mengandung unsur-unsur yang dinyatakan
dalam pasal 209 dalam Kompilasi Hukum Islam(KHI),yaitu:

1. Subjek hukumnya adalah anak angkat terhadap orang tua angkat atau
sebaliknya,orang tua angkat terhadap anak angkat
2. Tidak diberikan atau dinyatakan oleh pewaris kepada penerima wasiat
akan tetapi dilakukan oleh negera
3. Bagian penerima wasiat adalah sebanyak-banyaknya atau tidak boleh
melebihi satu pertiga dari harta peninggalan pewaris

Awalnya wasiat wajibah dilakukan karena terdapat cucu/cucu-cucu dari


anak/anak-anak pewaris yang meninggal lebih dahulu daripada pewaris.Wasiat
wajibah pada prinsipnya merupakan wasiat yang diberikan kepada orang
tertentu dalam keadaan tertentu oleh negara melalui jalur yudikatif.

. Mengenai wasiat wajibah terhadap ahli waris terdapat dua


pendapat ahli hukum Islam, sebagian ulama menyatakan bahwa
ayat wasiat tidak dinasakh dengan ayat waris dan sebagian ulama
lainnya berpendapat bahwa ayat wasiat telah dinasakh oleh ayat
waris. Berkaitan dengan pendapat tersebut maka hukum wasiat
wajibah terhadap ahli waris juga terdapat dua pendapat, sebagian
ulama membolehkan dan sebagian lainnya melarangnya.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mengenai kedudukan ahli waris menurut hukum waris islam,Al-Qur,an
telah memberikan garis-garis pokoknya mengenai siapa saja yang dapat menjadi
ahli waris beserta bagiannya masing-masing,yang kemudian digolongkan
menjadi 3(tiga) golongan,yaitu:

1. Ahli waris secara faraaidh, yaitu ahli waris yang mendapat bagian
tetap sebagaimana telah ditentukan dengan jelas di dalam Al-Qur’an

2. Ahli waris qarabat atau asabah, yaitu ahli waris yang mendapat
bagian warisan tidak tertentu jumlahnya atau mendapat bagian sisa
atau bagian terbuka

3. Ahli waris yang tidak termasuk golongan pertama dan kedua,yaitu:

a.menurut Hazairin adalah waris pengganti(mawali)

b.menurut Syafi’i adalah ahli waris yang memiliki hubungan darah


dengan pewaris melalui garis penghubung anak perempuan tetapi
tidak termasuk golongan faraaidh maupun ashabah

Adapun untuk muslim indonesia pengaturan wasiat wajibah secara sempit


telah diatur dalam pasal 209 Kompilasi Hukum Islam(KHI) yaitu hanya untuk
anak angkat dan orang tua angkat dan hakim memiliki kewenangan ijtihad untuk
memperluas wasit wajibah.

8
B. Saran

1. Perlu adanya suatu undang-undang tersendiri mengenai Hukum


Kewarisan Islam yang mengatur dengan lebih jelas, tegas, dan terperinci
yang didasarkan pada Al Qur’an, hadits Rasulullah saw, dan juga ijma para
ulama untuk dijadikan pegangan atau landasan hukum bagi mereka yang
beragama Islam ketika dihadapkan pada berbagai macam permasalahan
mengenai pembagian harta warisan tersebut;

2. Berkenaan dengan penyelesaian utang pewaris, sebaiknya diselesaikan


secara musyawarah mufakat diantara para ahli waris, karena Al-Qur’an dan
Kompilasi Hukum Islam telah mengatur dengan jelas bahwa ahli waris
wajib menyelesaikan hal-hal berkenaan dengan utang pewaris

3. Perlunya adanya sosialisasi mengenai hukum waris Islam ini kepada


masyarakat khususnya bagi mereka yang beragam Islam, sebab aturan-
aturan mengenai waris Islam dalam Al qur’an tidak diatur secara khusus
hanya dalam satu surat, akan tetapi tersebar dalam beberapa surat. Sehingga
menyulitkan bagi mereka yang tidak terlalu mendalami ilmu Al Qur’an

4. Perlu dibuat suatu Undang-undang sebagai pedoman bagi hakim peradilan


Agama hingga Mahkamah Agung dalam membuat keputusan bagi saudara
kandung non muslim, anak angkat, anak diluar nikah, untuk menjamin
adanya kepastian hukum dalam sengketa hak mewarisi bagi semua pihak

9
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan hadist


A.Buku
Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata
Hukum Indonesia, Gema Insani Press, Jakarta, 1995.

Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam


(Lengkap dan Praktis), Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Akademika


Press

F. Satrio Wicaksono, Hukum Waris: Cara Muda dan Tepat Membagi


Harta Warisan, Visi Media, Jakarta, 2011indo, Jakarta, 1995

B.Website

https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/1020912

https://tirto.id/kewarisan-pengertian-syarat-rukun-dan-manfaatnya-dalam-
islam-gaT1

https://www.hukumonline.com/klinik/a/penghalang-karena-hukum-untuk-
menjadi-ahli-waris-apa-saja-lt50d46b1276aca

https://ajaib.co.id/tata-cara-pembagian-warisan-menurut-hukum-islam/

https://www.merdeka.com/quran/an-nisa

https://media.neliti.com/media/publications/271167-wasiat-wajibah-dalam-
kewarisan-islam-di-48def31a.pdf

http://repository.ummat.ac.id/705/3/03.%20BAB%20V%20-
%20LAMPIRAN.pdf

10

Anda mungkin juga menyukai