Anda di halaman 1dari 19

Al-Furud Al-Muqaddarah Dan Asshab Al-Furud

Makalah ini dipresentasikan pada seminar mata kuliah fiqih 3 (mawaris)


pada lokal V PAI B

Oleh :
Dila Febriani
Meria Andini
Suci Susanti

Dosen Pengampu :
Musaddad Al Basri, S.HI., MH.I

YAYASAN PERGURUAN TINGGI


INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI)
NUSANTARA BATANGHARI
TAHUN AKADEMIK 2021
Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala kemampuan
rahmat dan hidayah-nya sehingga kami dapat menyelasaikan Tugas Makalah yang
berjudul “Al-Furud Al-Muqaddarah Dan Asshab Al-Furud “ pada mata kuliah fiqih 3
(mawaris). Kehidupan yang layak dan sejahtera merupakan hal yang sangat wajar
dan diinginkan oleh setiap masyarakat, mereka selalu berusaha mencarinya dan tak
jarang menggunakan cara – cara yang tidak semestinya dan bisa berakibat buruk.

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, serta tak lupa sholawat dan salam kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SWT  atas petunjuk dan risalah-Nya, dan atas doa restu dan dorongan
dari berbagai pihak-pihak yang telah membantu kami memberikan referensi dalam
pembuatan makalah ini.

Kami dapat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ini, oleh karena itu kami sangat menghargai akan saran dan kritik untuk
membangun makalah ini lebih baik lagi. Demikian yang dapat kami sampaikan,
semoga melalui makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Muara Bulian, Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................2
PENDAHULUAN............................................................................................................................4
A. Latar Belakang...................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................................................4
PEMBAHASAN..............................................................................................................................5
Al-Furud Al-Muqaddarah.............................................................................................................5
A. Pengertian Furudhul Muqaddarah................................................................................5
B. Ahli Waris Dengan Bagian Yang Tidak Ditentukan..................................................7
Ashabul Furudh..........................................................................................................................11
A. Pengertian Ashabul Furudh.........................................................................................11
B. Macam-Macam Ashabul Furudh..................................................................................11
C. Dasar Hukum Ashabul Furudh....................................................................................12
D. Bagian Masing-masing Ashabul Furudh...................................................................14
PENUTUP......................................................................................................................................17
Kesimpulan..................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………………………………………….19

3
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belakang Aturan tentang waris ditetapkan Allah melalui firman-Nya yang


terdapat dalam Al-Qur’an, terutama surat An-Nisa’ ayat 7, 8, 11, 12, dan 176, pada
dasarnya ketentuan Allah yang berkenaan dengan warisan telah jelas maksud, arah
dan tujuannya. Aturan tersebut yang kemudian diabadikan dalam lembaran kitab
fikih serta menjadi pedoman bagi umat muslim dalam menyelesaikan permasalahan
tentang warisan. Sebagai muslim yang baik hendaklah menyadari bahwa segalanya
harus kembali kepada hukum Allah SWT. Menyikapi suatu masalah harus dengan
pikiran jernih serta mengambil suatu solusi yang benar dan tepat sesuai syariat
agama, dengan demikian tampaklah jelas antara hal yang haq (benar) dan yang
bathil (salah), berkenaan dengan harta warisan maka sangat dianjurkan untuk setiap
mausia mempelajari ilmu Fara’idh/ ilmu waris. Apabila hukum waris dipelajari
dengan benar akan bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain, tidak
jarang terjadi masalah keluarga karena persoalan membagi waris, karena diantara
keluarga yang kurang memahami tentang pembagian waris dalam agama. Sehingga
tepatlah bila para ulama’ berpendapat bahwa mempelajari hukum waris adalah
Fardhu Kifayah.

B. Rumusan Masalah

Apa Pengertian Furudhul Muqaddaroh?

Siapa Ahli Waris Dengan Bagian yang Tidak Ditentukan?

Apa Pengertian Ashabul Furudh ?

Sebutkan Macam-Macam Ashabul Furudh !

Apa Dasar Hukum Ashabul Furudh ?

Jelaskan Bagian Masing-masing Ashabul Furudh !

4
PEMBAHASAN

Al-Furud Al-Muqaddarah

A. Pengertian Furudhul Muqaddarah

Kata al-furud adalah bentuk jamak dari al-fard artinya bagian atau ketentuan.
Al-muqaddarah artinya ditentukan besar kecilnya. Jadi Furudhul Muqaddarah adalah
bagian yang di dapat oleh ahli waris yang telah ada ketentuannya dalam ketentuan
AL-Quran dan Al-Hadist. Ketentuan pembagian dalam Al-Quran dan Al hadist ada 6
yaitu ½, 1/3, ¼, 1/6, 1/8, 2/3. Bagian-bagian tersebut itulah yang akan diterima oleh
ahli waris menurut jauh dekatnya hubungan kekerabatan. Setiap orang ahli waris
memiliki bagian yang berbeda satu sama lain, diantaranya :

a. Suami, mendapatkan ½ jika istri yang meninggal tidak ada meninggalkan


anak atau cucu baik laki-laki dan perempuan dan mendapatkan ¼ jika istri
yang meninggal mempunyai anak atau cucu baik laki-laki atau pun
perempuan.
b. Istri, mendapatkan ¼ jika suami yang meninggal tidak meninggalkan anak
atau cucu baik laki-laki maupun perempuan. Dan istri mendapatkan 1/8 jika
suami meninggalkan anak atau cucu baik laki-laki maupun perempuan.
c. Ibu mendapatkan 1/3 jika yang meninggal tidak meninggalkan anak , cucu,
saudara seibu sebapak, saudara sebapak maupun seibu baik laki-laki mau
pun perempuan yang jumlahnya tidak lebih dari satu. Dan akan 1/6 jika ada
anak, cucu, saudara lebih dari satu baik yang seibu sebapak, saudara
sebapak, maupun seibu.
d. Anak perempuan, cucu perempuan, cicit perempuan, saudara perempuan
seibu sebapak, saudara perempuan sebapak apabila hanya 1 orang
mendapat ½ dan apa bila lebih dari 1 orang mendapatkan 2/3. Selain itu
kemungkinan bagian tersebut mendapatkan 1/6.
e. Satu orang anak perempuan, jika mewaris bersama 1 atau lebih cucu
perempuan maka anak perempuan mendapat ½, dan satu anak perempuan
atau lebih mendapat 1/6. Ketentuan ini harus 1 anak perempuan.

5
f. Bapak, datuk, nenek dan 1 orang saudara seibu baik laki-laki mempunyai
Bagian 1/6. Apabila saudara seibu lebih dari 1 orang maka mendapatkan 1/3. 1
g. Satu orang saudara perempuan seibu sebapak mewaris bersama dengan
satu atau lebih saudara perempuan sebapak, maka 1 saudara perempuan
seibu sebapak mendapat ½ dan 1 atau lebih saudara perempuan sebapak
mendapat 1/6.

Dasar Hukum Dasar hukum dari Furudhul muqaddarahadalah : Artinya :


“Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk)
anak-anakmu (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang
anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari
dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak
perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang
ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masingmasing seperenam dari
harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia(yang
meninggal) tidak mempunyai anak dan diadi warisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja),
maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa
saudara, maka ibunya mendapatkan seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut
diatas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuat atau (dan setelah dibayar) hutangnya.
Tentang orang tuamu dan anakanakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara
mereka yang lebih banyak manfaaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah.
Sungguh, Allah maha mengetahui, Maha bijaksana. Dan bagianmu (suami-suami)
adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak
mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat
yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Para istri memperoleh
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika
kamu mempunyai anak, maka istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar)
utang-utangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak meninggalkan ayah dan tidak meniggalkan anak, tetapi mempunyai
seorangsau dara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka
bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika

1
Suhardik, Lubis, Komis Simanjuntak,(Hukum Waris Islam,Jakarta: Sinar Grafika,1995), hal. 105-107

6
saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam
bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhiwasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah
dibayar) utang-utanganya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). 2
Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha penyantun. (Qs. An-
nisa : 11-12).

Ashab Al-Furud Ashab Al- furud adalah ahli waris yang menerima bagian
tertentu. Pada umumnya ahli waris Ashab al-furud adalah perempuan, sementara
ahli waris laki-laki menerima bagian sisa (asabah), kecuali bapak, kakek dan suami.
Adapun bagianbagian yang diterima oleh ashab al-furud adalah sebgai berikut:

 Anak perempuan
a. ½ jika seorang, tidak bersama laki-laki.
b. 2/3 jika dua orang atau lebih, tidak bersama dengan anak laki-laki.
 Cucu perempuan garis laki-laki
a. ½ jika seorang, tidak bersama cucu laki-laki dan tidak terhalang (mahjub)
b. 2/3 jika dua orang atau lebih, tidak bersama dengan cucu laki-laki lain tidak
mahjub.
c.1/6 sebagai penyempurna 2/3 (takmilah il al-sulusain), jika bersama anak
perempuan, tidak ada cucu laki-laki dan tidak mahjub. Jika anak perempuan
dua orang atau lebih maka ia tidak mendapatkan bagian.
 Ibu
a.1/3 jika tidak ada anak atau cucu (far’uwaris) atau saudara dua orang atau
lebih.
b. 1/6 jika ada far’uwaris atau bersama dua orang saudara atau lebih c. 1/3
sisa, dalam masalah gharrawain, yaitu apabila ahli waris yang ada terdiri dari
suami/istri, ibu dan bapak.

B. Ahli Waris Dengan Bagian Yang Tidak Ditentukan


a. Ashabah Bin Nafsi

Ashabah bin nafsi adalah ahli waris yang berhak mendapat seluruh harta atau
sisa harta dengan sendirinya, tanpa dukungan ahli waris yang lain. Ashabah bin
nafsi seluruhnya adalah laki-laki yang secara berurutan adalah: anak, cucu (dari

2
Ahmad Rofiq,(Fiqih Waris,Jakarta: PT.Grafindo,2001)

7
garis laki-laki), ayah, kakek, saudara laki kandung, saudara laki sebapak, anak
saudara laki kandung, anak saudara laki sebapak, paman kandung, paman
sebapak, anak paman kandung dan anak paman sebapak.

 Anak laki-lak Anak laki-laki baik sendiri atau lebih, berhak atas seluruh harta
apabila tidak ada ahli waris yang lain atau sisa harta setelah diberikan kepada
ahli waris furudh yang berhak. Dengan adanya anak laki-laki sebagai
ashabah, maka ahli waris lain yang dapat mewarisi bersama anak laki-laki
yaitu bapak, ibu, nenek, suami dan istri. Apabila anak laki-laki terdiri dari
beberapa orang, maka mereka berbagi sama banyak.
 Cucu laki-laki dari anak laki Cucu laki-laki mewarisi sebagai ahli waris
ashabah bila anak sudah meninggal, kewarisan cucu ini sama dengan
kewarisan anak laki-laki. Ia dapat mewarisi bersama dengan ahli waris yang
dapat mewarisi bersama anak laki-laki, dan menutup orang yang ditutup oleh
anak laki-laki.
 Bapak Bapak berkedudukan sebagai ahli waris ashabah bila pewaris tidak
meninggalkan anak atau cucu laki-laki, bila ada anak atau cucu laki-laki maka
bapak menerima sebagai furudh sebesar 1/6 bagian. Ahli waris yang dapat
mewarisi bersama bapak adalah anak perempuan, cucu perempuan, ibu,
suami dan istri.
 Kakek Kakek berkedudukan sebagai ahli waris ashabah bila dalam susunan
ahli waris tidak ada anak laki atau cucu laki dan tidak ada pula bapak. Pada
umunya kewarisan kakek sama dengan ayah, karena hak kewarisan kakek
merupakan perluasan dari pengertian bapak. Kedudukan kakek adalah
pengganti apabila bapak sudah meninggal lebih dahulu, baik sebagai ahli
waris furudh atau ashabah. Kakek akan menutup orang yang ditutup oleh
bapak dan dapat mewarisi dengan orang yang dapat mewarisi bersama
bapak.
 Saudara kandung laki-laki Saudara kandung laki-laki menjadi ahli waris
ashabah bila tidak mewarisi bersama anak atau cucu laki-laki dan tidak juga
bersama bapak. Bila saudara kandung laki-laki sendirian ia berhak atas
semua harta dan bila bersama ahli waris yang lain maka memperoleh sisa
harta setelah dibagikan ke ahli waris furudh.

8
 Saudara laki-laki sebapak Saudara laki sebapak berkedudukan sebagai
ashabah dengan syarat tidak ada anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah, saudara
kandung laki-laki. Ia dapat mewarisi bersama anak atau cucu perempuan, ibu
atau nenek, suami atau istri, saudara seibu laki-laki atau perempuan, saudara
kandung perempuan dan saudara sebapak perempuan yang merupakan
ashabah bil ghairi dari saudara laki sebapak.
 Anak saudara kandung laki-lakiAnak saudara kandung laki-laki menjadi ahli
waris ashabah bila tidak ada anak atau cucu laki-laki, ayah atau kakek,
saudara kandung laki-laki, dan saudara sebapak laki-laki. Ia dapat mewarisi
bersama anak atau cucu perempuan, saudara perempuan kandung atau
sebapak, ibu atau nenek, suami atau istri, saudara seibu laki-laki atau
perempuan.
 Anak saudara sebapak laki-laki Anak saudara sebapak laki-laki hanya dapat
menjadi ahli waris ashabah bila tidak mewarisi bersama anak atau cucu laki-
laki, ayah atau kakek, saudara laki-laki kandung atau sebapak, dan anak
saudara laki-laki kandung. Ia dapat mewarisi bersama anak atau cucu
perempuan, ibu atau nenek, saudara perempuan kandung atau sebapak,
suami atau istri, saudara seibu laki-laki atau perempuan.
 Paman kandung Paman kandung adalah saudara kandung dari bapak.
Paman kandung menjadi ahli waris ashabah bila saat mewarisi tidak ada
anak atau cucu laki-laki, ayah atau kakek, saudara laki-laki kandung atau
sebapak, anak laki-laki dari saudara kandung atau sebapak. Ia dapat
mewarisi bersama dengan anak atau cucu perempuan, ibu atau nenek,
saudara perempuan kandung atau sebapak, saudara seibu laki-laki atau
perempuan, suami atau istri.
 Paman sebapak adalah saudara sebapak dari bapak. Ia berhak atas harta
warisan secara ashabah bila sudah tidak ada anak atau cucu laki-laki, ayah
atau kakek, sauara laki-laki kandung atau sebapak, dan paman kandung.
Paman sebapak dapat mewarisi bersama dengan anak atau cucu
perempuan, ibu atau nenek, suami atau istri, saudara perempuan kandung
atau sebapak, saudara seibu laki-laki atau perempuan.
 Anak paman kandung Anak paman kandung menjadi ahli waris ashabah
apabila sudah tidak ada anak atau cucu laki-laki, ayah atau kakek, saudara

9
laki-laki kandung atau sebapak, anak laki-laki saudara kandung atau
sebapak, paman kandung atau paman sebapak. Ia dapat mewarisi bersama
anak atau cucu perempuan, ibu atau nenek, saudara perempuan kandung
atau sebapak, saudara seibu laki-laki atau perempuan, suami atau istri.
 Anak paman sebapak Anak paman sebapak mewaris secara ashabah apabila
sudah tidak ada anak atau cucu laki-laki, bapak atau kakek, saudara laki-laki
kandung atau sebapak, anak saudara laki-laki kandung atau sebapak, paman
kandung atau paman sebapak dan anak paman kandung. Ia dapat mewarisi
bersama anak atau cucu perempuan, ibu atau nenek, saudara perempuan
kandung atau sebapak, saudara seibu laki-laki atau perempuan, suami atau
istri.
b. Ashabah bil Ghairi

Ashabah bil ghairi adalah seseorang yang sebenarnya bukan ashabah


Ashabah bil ghairi adalah seseorang yang sebenarnya bukan ashabah Ashabah bil
ghairi adalah seseorang yang sebenarnya bukan ashabah karena ia adalah
perempuan, namun karena ada bersama saudara laki-lakinya maka ia menjadi
ashabah. Mereka menjadi ashabah berhak atas semua harta apabila hanya mereka
yang menjadi ahli waris, atau berhak atas sisa harta yang setelah dibagikan kepada
ahli waris furudh yang berhak. Kemudian diantara mereka berbagi dengan
perbandingan laki-laki mendapat dua bagian dari perempuan. Ahli waris yang berhak
menjadi ashabab bil ghairi adalah sebagai berikut:

 Anak perempuan bila bersama laki-laki


 Cucu perempuan bila bersama cucu laki
 Saudara perempuan kandung bila bersama saudara laki kandung
 Saudara perempuan sebapak bila bersama saudara laki sebapak
c. Ashabah ma’al Ghairi

Ashabah ma’al ghairi berarti ashabah karena bersama dengan orang lain.
Orang yang menjadi ashabah ma’al ghairi itu sebenarnya bukan ashabah, tetapi
karena kebetulan bersamanya ada ahli waris yang juga bukan ashabah,
iadinyatakan sebagai ashabah sedangkan yang menyebabkan menjadi ashabah itu
tetap bukan ashabah.Ashabah ma’al ghairi khusus berlaku untuk saudara
perempuan kandung dan saudara perempuan sebapak pada saat bersamanya ada

10
anak perempuan atau cucu perempuan. Anak perempuan atau cucu perempuan
tersebut menjadi ahli waris furudh sedangkan saudara perempuan kandung atau
saudara perempuan.

Ashabul Furudh

A. Pengertian Ashabul Furudh
Secara bahasa (etimologi), kata fardh mempunyai beberapa arti yang
berbeda yaitu al-qath “ketetapan yang pasti” at-taqdir “ketentuan” dan al-
bayan “penjelasan”. Sedangkan menurut istilah (terminologi), fardh ialah bagian dari
warisan yang telah ditentukan.3 Definisi lainnya menyebutkan bahwa fardh ialah
bagian yang telah ditentukan secara syar’i untuk ahli waris tertentu. Di dalam Al-
Qur’an, kata furudh muqaddarah (yaitu pembagian ahli waris secara fardh yang telah
ditentukan jumlahnya) merujuk pada 6 macam pembagian, yaitu separuh (1/2),
seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua pertiga (2/3), sepertiga (1/3), dan
seperenam (1/4).
Sedangkan pengertian Ashaabul Furudh atau dzawil furudh adalah para ahli
waris yang menurut syara’ sudah ditentukan bagian-bagian tertentu mereka
mengenai tirkah, atau orang-orang yang berhak menerima waris dengan jumlah
yang ditentukan oleh Syar’i.
Para ahli waris Ashaabul Furudh atau dzawil furudh ada tiga belas, empat dari
laki-laki yaitu suami, ayah, kakek, saudara laki-laki seibu. Sembilan dari perempuan
yaitu nenek atau ibunya ibu dan ibunya bapak, ibu, anak perempuan, cucu
perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan
seibu, saudara perempuan sebapak, dan isteri.

B. Macam-Macam Ashabul Furudh
Adapun Ashaabul Furudh terbagi menjadi dua macam, yaitu:
 Ashabul Furudh Sababiyah, yaitu ahli waris yang mendapatkan harta warisan
disebabkan karena hubungan pernikahan.4 Ashabul Furudh Sababiyah ini
terdiri dari: Suami, Isteri dan ‫وأله‬ (wulah) sebeb membebaskan budak.

3
Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar,(Hukum Waris,cet.I,Jakarta: Senayan Abadi
Publishing,2004), hal.106
4
Hasbiyallah,(Belajar Ilmu Waris,cet.I,Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), hal.19

11
 Ashabul Furudh Nasabiyyah, yaitu ahli waris yang mendapatkan harta
warisan disebabkan karena nasab atau keturunan.5 Ashabul Furudh
Nasabiyyah ini terdiri dari: Ayah, Ibu, Anak perempuan, Cucu perempuan dari
anak laki-laki, Saudara perempuan sekandung, Saudara perempuan seayah,
Saudara laki-laki seibu, Saudara perempuan seibu, Kakek, Nenek atau
ibunya ibu dan ibunya ayah.

C. Dasar Hukum Ashabul Furudh


 Seorang yang berhak mendapatkan bagian setengah (1/2) dari harta waris:
.…‫وان كانت واحدة فلهاالنصف‬
Artinya: “jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh
separo/setengah harta yang ditinggalkan...” (QS. An-nisaa: 11).
…‫ َولَد‬ ‫لَ ُهن‬ ‫ َي ُكن‬ ‫لَم‬  ْ‫ِإن‬ ‫َأ ْز َوا ُج ُك ْم‬ ‫ َما َت َرك‬ ‫ف‬ ْ ‫ن‬ ‫َولَ ُك ْم‬
ُ ‫ِص‬
Artinya: “dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak ...” (QS. An-nisaa: 12).6
‫ف َما َت َر َك‬ ْ ‫س لَه َولَ ٌد َولَه ا ُ ْختٌ َفلَ َها ن‬
ُ ‫ِص‬ َ ‫َي ْس َت ْف ُتو َن َك قُ ِل هللاُ ُي ْفتِ ْي ُك ْم فِى ا ْل َكلل ِة ا ِِن ا ْم ُرٌؤ ا َهلَ َك لَ ْي‬
Artinya: “mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah), Katakanlah: "Allah
memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan
ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi
saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya...” (QS.
An-nisaa: 176). 
 Seorang yang berhak mendapatkan bagian seperempat (1/4) dari harta waris:
a...‫ َت َر ْك َن‬ ‫الرُّ ُب ُع ِممَّا‬ ‫َفاِنْ َكا َن لَهُنَّ َولَ ُد َفلَ َك َم‬
Artinya: “jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat
dari harta yang ditinggalkannya...” (QS. An-nisaa: 12).
...‫َولَهُنَّ الرُّ ُب ُع ِممَّا َت َر ْك ُت ْم ِإنْ لَ ْم َي ُكنْ لَ ُك ْم َولَ ٌد‬
Artinya: “para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu
tidak mempunyai anak...” (QS. An-nisaa: 12).
 Seorang yang berhak mendapatkan bagian seperdelapan (1/8) dari harta
waris:
ُّ َّ‫ان لَ ُك ْم َولَ ٌد َفلَهُن‬
..‫ ِممَّا َت َر ْك ُت ْم‬  ُ‫الثمُن‬ َ ‫َفِإنْ َك‬

5
Hasbiyallah Op.Cit., hal.20
6
Wahbah Az-Zuhaili,(Fiqih Islam Waadilatuhu,cet,I,Jakarta: Gema Insani,2011), hal. 378-379

12
Artinya: “jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan
dari harta yang kamu tinggalkan...” (QS. An-nisaa: 12).
 Seorang yang berhak mendapatkan bagian duapertiga (2/3) dari harta waris:
...َ‫ ُثلُ َثا َما َت َرك‬  َّ‫ِسا ًء َف ْوقَ ا ْث َن َت ْي ِن َفلَ ُهن‬
َ ‫َفِإنْ ُكنَّ ن‬
Artinya: “jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua
pertiga dari harta yang ditinggalkan...” (QS. An-nisaa: 11).

ِ ُ‫َفاِنْ َكا َن َتا ا َث َن َت ْي ِن َفلَ ُه َماال ُثل‬


...َ‫ َت َرك‬ ‫ثن ِم َّما‬
Artinya: “tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua
pertiga dari harta yang ditinggalkan...” (QS. An-nisaa: 176). 
 Seorang yang berhak mendapatkan bagian sepertiga (1/3) dari harta waris:
ُ ُ‫ال ُّثل‬ ‫َفِإنْ لَ ْم َي ُكنْ لَ ُه َولَد ٌَو َو ِر َث ُه َأ َب َواهُ َفُأِل ِّم ِه‬
...‫ث‬
Artinya: “jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-
bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga...” (QS. An-nisaa: 11).
ُ ‫ َذلِ َك َف ُه ْم‬  ْ‫َفِإنْ َكا ُنواَأ ْك َث َرمِن‬
..ِ‫ال ُّثلُث‬ ‫ش َر َكا ُءفِي‬
Artinya: “tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu...” (QS. An-nisaa: 12).

 Seorang yang berhak mendapatkan bagian seperenam (1/4) dari harta waris:


l...‫ ِم َّما َت َر َك ِإنْ َكانَ لَ ُه َولَد‬ ‫ُس‬ ُّ ‫َواِل َ َبو ْي ِه لِ ُكلِّ َوا ِح ٍد ِم ْن ُه َماال‬
ُ ‫سد‬
Artinya: “dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari
harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak...” (QS. An-nisaa:
11).7
ُّ ‫خ َأ ْوُأ ْختٌ َفلِ ُكل ِّ َوا ِح ٍد ِم ْن ُه َماال‬
...‫سدُس‬ ٌ ‫ث َكاَل لَةًَأ ِوا ْم َرَأةٌ َولَ ُه َأ‬
ُ ‫ور‬
َ ‫َوِإنْ َكانَ َر ُجل ٌ ُي‬
Artinya: “jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang
saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka
bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta...” (QS. An-nisaa:
12).

7
Wahbah Az-Zuhaili Op.Cit., hal.380-389

13
D. Bagian Masing-masing Ashabul Furudh
Jumlah bagian yangg telah ditentukan Al-Qur'an ada enam macam, yaitu
setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga
(1/3), dan seperenam (1/6). Kini mari kita kenali pembagiannya secara rinci, siapa
saja ahli waris yangg termasuk ashhabul furudh dengaan bagian yangg berhak ia
terima.
 Ashhabul Furudh yang Berhak Mendapat Setengah
Ashhabul furudh yangg berhak mendapattkan separo dari harta waris
peninggalan pewaris ada lima, satu dari golongan laki-laki dan empat lainnya
perempuan. Kelima ashabul furudh tersebut ialah suami, anak perempuan, cucu
perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, dan saudara
perempuan seayah. Rinciannya seperti berikut:
a. Seorang suami berhak untuk mendapattkan separo harta warisan, dengaan
syarat apabila pewaris tidak mempunyai keturunan, baik anak laki-laki
maupun anak perempuan, baik anak keturunan itu dari suami tersebut
ataupun bukan.
b. Anak perempuan (kandung) mendapat bagian separo harta peninggalan
pewaris. Dengan dua syarat :
 Pewaris tidak mempunyai anak laki-laki (berarti anak perempuan tersebut
tidak mempunyai saudara laki-laki).
 Apabila anak perempuan itu ialah anak tunggal. Dalilnya ialah firman
Allah: "dan apabila ia (anak perempuan) hanya seorang, maka ia
mendapatt separo harta warisan yangg ada". Bila kedua persyaratan
tersebut tidak ada, maka anak perempuan pewaris tidak mendapat bagian
setengah.8
c. Cucu perempuan keturunan anak laki-laki akan mendapat bagian separo,
dengaan tiga syarat:
 Apabila ia tidakk mempunyai saudara laki-laki (yakni cucu laki-laki dari
keturunan anak laki-laki).
 Apabila hanya seorang (yakni cucu perempuan dari keturunan anak laki-
laki tersebut sebagai cucu tunggal).
 Apabila pewaris tidakk mempunyai anak perempuan ataupun anak laki-
laki.
8
Amir Syafiruddin,(Hukum kearisan islam,Jakarta: prenada media,2005), hal.334

14
d. Saudara kandung perempuan akan mendapat bagian separo harta warisan,
dengaan tiga syarat:
 Ia tidak mempunyai saudara kandung laki-laki.
 Ia hanya seorang diri (tidak mempunyai saudara perempuan).
 Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakek, dan tidak pula mempunyai
keturunan, baik keturunan laki-laki ataupun keturunan perempuan. 9
e. Saudara perempuan seayah akan mendapat bagian separo dari harta
warisan peninggalan pewaris, dengaan empat syarat:
 Apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki.
 Apabila ia hanya seorang diri.
 Pewaris tidak mempunyai saudara kandung perempuan.
 Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakak, dan tidak pula anak, baik anak
laki-laki maupun perempuan.
 Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperempat
Adapun kerabat pewaris yang berhak mendapat seperempat (1/4) dari harta
peninggalannya hanya ada dua, yaitu suami dan istri. Rinciannya sebagai berikut:
a. Seorang suami berhak mendapatt bagian seperempat (1/4) dari harta
peninggalan istrinya dengaan satu syarat, yaitu bila sang istri mempunyai
anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-lakinya, baik anak atau cucu
tersebut dari darah dagingnya ataupun dari suami lain (sebelumnya). 10
b. Seorang istri akan mendapatt bagian seperempat (1/4) dari harta peninggalan
suaminya dengaan satu syarat, yaitu apabila suami tidak mempunyai
anak/cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya ataupun dari rahim istri
lainnya. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah berikut:
 Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Seperdelapan
Dari sederetan ashhabul furudh yangg berhak memperoleh bagian
seperdelapan (1/8) yaitu istri. Istri, baik seorang maupun lebih akan mendapattkan
seperdelapan dari harta peninggalan suaminya, bila suami mempunyai anak atau
cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya atau dari rahim istri yangg lain. 11
 furudh yang Berhak Mendapat Bagian Dua per Tiga

9
Amir Syafiruddin Op.Cit., hal. 335
10
Ibid., hal. 338
11
Ibid., hal. 343

15
Ahli waris yang berhak mendapatt bagian dua per tiga (2/3) dari harta
peninggalan pewaris ada empat, dan semuanya terdiri dari wanita:
a. Dua anak perempuan (kandung) atau lebih.
Dua anak perempuan (kandung) atau lebih itu tidakk mempunyai saudara
laki- laki, yakni anak laki-laki dari pewaris.
b. Dua orang cucu perempuan keturunan anak laki-laki atau lebih.
c. Dua orang saudara kandung perempuan atau lebih.
d. Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih.
 Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian Sepertiga
Adapun ashhabul furudh yangg berhak mendapatkan warisan sepertiga
bagian hanya dua, yaitu ibu dan dua saudara (baik laki-laki ataupun perempuan)
yangg seibu. Seorang ibu berhak mendapattkan bagian sepertiga dengaan syarat:
a. Pewaris tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-
laki.
b. Pewaris tidak mempunyai dua orang saudara atau lebih (laki-laki maupun
perempuan), baik saudara itu sekandung atau seayah ataupun seibu.
 Asbhabul Furudh yang Mendapat Bagian Seperenam
Adapun asbhabul furudh yangg berhak mendapat bagian seperenam (1/6)
ada tujuh orang. Mereka ialah (1) ayah, (2) kakek asli (bapak dari ayah), (3) ibu, (4)
cucu perempuan keturunan anak laki-laki, (5) saudara perempuan seayah, (6) nenek
asli, (7) saudara laki-laki dan perempuan seibu. 12

12
Khairil Anwar,(Pedoman dan Materi Praktek,Komplek Islamic Centre STAIN: Palangka Raya Press,
2009). hal. 112

16
PENUTUP

Kesimpulan

Kata al-furud adalah bentuk jamak dari al-fard artinya bagian atau ketentuan.
Almuqaddarah artinya ditentukan besar kecilnya. Jadi Furudhul Muqaddarah adalah
bagian yang di dapat oleh ahli waris yang telah ada ketentuannya dalam ketentuan
AL-Quran dan Al-Hadist. Ketentuan pembagian dalam Al-Quran dan Al hadist ada 6
yaitu ½, 1/3, ¼, 1/6, 1/8, 2/3. Bagian-bagian tersebut itulah yang akan diterima oleh
ahli waris menurut jauh dekatnya hubungan kekerabatan. Setiap orang ahli waris
memiliki bagian yang berbeda satu sama lain. 2. Ahli waris dengan bagian yang
tidak ditentukan ada 3 yaitu : ashabah bin nafsi adalah waris yang berhak mendapat
seluruh harta atau sisa harta dengan sendirinya, tanpa dukungan ahli waris yang
lain. Ashabah bin nafsi seluruhnya laki-laki yang secara berurutan. Ashabah bil
ghairi adalah seseorang yang sebenarnya bukan ashabah bin ghairi adalah
seseorang yang bukan ashabah. Karena ia adalah perempuannamun karena dia
berada dengan saudara laki-lakinya maka ia menjadi ashabah. Ashabah ma’al ghairi
adalah karena bersama orang lain. 3. Bagian ahli waris tertentu yaitu : istri,
suami,anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, ibu, bapak, kakek,
nenek, saudara perempuan kandung, saudara perempuan sebapak, saudara
perempuan se ibu.

Secara bahasa (etimologi), kata fardh mempunyai beberapa arti yang


berbeda yaitu al-qath “ketetapan yang pasti” at-taqdir “ketentuan” dan al-
bayan “penjelasan”. Sedangkan menurut istilah (terminologi), fardh ialah bagian dari
warisan yang telah ditentukan. Definisi lainnya menyebutkan bahwa fardh ialah
bagian yang telah ditentukan secara syar’i untuk ahli waris tertentu. Di dalam Al-
Qur’an, kata furudh muqaddarah (yaitu pembagian ahli waris secara fardh yang telah
ditentukan jumlahnya) merujuk pada 6 macam pembagian, yaitu separuh (1/2),
seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua pertiga (2/3), sepertiga (1/3), dan
seperenam (1/4).
Sedangkan pengertian Ashaabul Furudh atau dzawil furudh adalah para ahli
waris yang menurut syara’ sudah ditentukan bagian-bagian tertentu mereka

17
mengenai tirkah, atau orang-orang yang berhak menerima waris dengan jumlah
yang ditentukan oleh Syar’i.

18
DAFTAR PUSTAKA

Suhardik, Lubis, Komis Simanjuntak,(Hukum Waris Islam,Jakarta: Sinar


Grafika,1995), hal. 105-107
Ahmad Rofiq,(Fiqih Waris,Jakarta: PT.Grafindo,2001)
Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar,(Hukum Waris,cet.I,Jakarta: Senayan
Abadi Publishing,2004), hal.106
Hasbiyallah,(Belajar Ilmu Waris,cet.I,Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007),
hal.19
Hasbiyallah Op.Cit., hal.20
Wahbah Az-Zuhaili,(Fiqih Islam Waadilatuhu,cet,I,Jakarta: Gema Insani,2011), hal.
378-379
Wahbah Az-Zuhaili Op.Cit., hal.380-389
Amir Syafiruddin,(Hukum kearisan islam,Jakarta: prenada media,2005), hal.334
Amir Syafiruddin Op.Cit., hal. 335
Ibid., hal. 338
Ibid., hal. 343
Khairil Anwar,(Pedoman dan Materi Praktek,Komplek Islamic Centre STAIN:
Palangka Raya Press, 2009). hal. 112

19

Anda mungkin juga menyukai