Makalah ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah Fiqh Munakahat dan Mawaris
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
2023/1445H
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt., Tuhan semesta
alam yang telah memberikan kami kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Klaster Ahli Waris dan Variannya” dengan sebaik
mungkin.
Shalawat serta salam tak lupa kami curahkan kepada baginda Nabi besar
yaitu Nabi Muhammad Saw. yang telah membawa kita dari zaman kegelapan
hingga pada zaman yang terang benderang seperti sekarang ini. Tak lupa pula
kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Rusdi Jamil, M.Ag selaku dosen
mata kuliah Fiqh Munakahat dan Mawaris.
Dan dalam penyusunan makalah ini, kami sadar bahwa masih banyak
kekurangan dan kekeliruan, maka dari itu kami mengharapkan kritik yang positif
sehingga bisa diperbaiki kembali.
Atas bimbingan petunjuk dan dorongan tersebut kami hanya dapat berdoa
dan memohon kepada Allah Swt. semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
orang banyak dan menjadi amal baik dimata Allah Swt.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN............................................................................................................4
A. Latar Belakang...................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................4
C. Tujuan Penulisan................................................................................................4
BAB II..............................................................................................................................5
PEMBAHASAN..............................................................................................................5
A. Dzawil Arham.....................................................................................................5
B. HAJIB MAHJUB................................................................................................9
BAB III...........................................................................................................................13
PENUTUP......................................................................................................................13
A. Kesimpulan.......................................................................................................13
B. Saran..................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................14
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syari’at Islam telah meletakkan aturan kewarisan dan hukum mengenai
harta benda dengan sebaik-baik dan seadil-adilnya. Agama Islam menetapkan hak
milik seseorang atas harta, baik laki-laki atau perempuan melalui jalan syara’.
Seperti perpindahan hak milik laki-laki dan perempuan di waktu masih hidup
ataupun perpindahan harta kepada para ahli warisnya setelah ia meninggal dunia.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Dzawil Arham
2. Pengertian Hajib Mahjub
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Dzawil Arham
2. Untuk Mengetahui Pengertian Hajib Mahjub
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dzawil Arham
Arham ialah jama' dari kata rahim yang bermakna tempat janin di perut ibunya.
Kata rahim kemudian digunakan untuk menyebut semua kerabat, baik dari
keluarga ayah atau ibu. Sebutan rahim untuk kerabat tidak hanya dalam bahasa,
namun dalam syara' pun berlaku. 1Sebagaimana firman Allah SWT: َّٰلJَو اتُقوا ا هل
ه
الِذ ْي َتَس ۤا َء ُلْو َن ِبٖه َو اَاْلْر َح اَۗم ِان ا لَّٰل َك اَن َع َلْيُك ْم َر ِقْيًبا
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan
(peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasimu. (Q.S An-Nisa: 1)
Secara istilah Dzawil Arham itu mempunyai arti yang sangat luas sebagai sebutan
untuk setiap orang yang dihubungkan nasabnya kepada seseorang oleh adanya
hubungan darah.2 Keluasan arti dzawil arham tersebut diambil dari pengertian
lafadz arham yang terdapat dalam surah al-Anfal:75, yang berbunyi:
ه ه
ࣖ َو ُاوُلوا اَاْلْر َح اِم َبْعُضُهْم َاْو ٰل ى ِبَبْع ٍض ِفْي ِكٰت ِب ا لِّٰل ِان ا لَّٰل ِبُك ِل َش ْي ٍء َع ِلْيٌم
1 Saifuddin Maskuri, Ilmu Faraidl, (Kediri: Santri Salaf Press, 2016), h.141
2
Fatchur Rahman, Ilmu Waris (Bandung:PT Al Ma’arif, 1994), hlm. 351.
5
maupun golongan yang lain. Tetapi menurut fuqaha, dzawil arham adalah kerabat
pewaris yang tidak mempunyai bagian/hak waris yang tertentu, baik dalam al-
Qur’an
ataupun Sunnah, dan bukan pula termasuk dari para ‘ashabah”. Maksudnya,
dzawil arham adalah ahli waris yang mempunyai tali kekerabatan dengan pewaris,
namun mereka tidak mewarisinya secara ashhabul furudh dan tidak pula secara
ashabah. Misalnya: bibi (saudara perempuan ayah atau ibu), paman (saudara laki-
laki ibu), keponakan laki-laki dari saudara perempuan, cucu laki-laki dari anak
perempuan, dan sebagainya.2
Para imam mujtahid berbeda pendapat dalam masalah hak waris dwawil
arham. Dalam hal ini ada dua pendapat:
Pendapat pertama, dari Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa
dzawil arham atau para kerabat tidak berhak mendapat waris. Mereka mengatakan
bahwa bila harta waris tidak ada ashabul furudh atau ashabah yang
mengambilnya, seketika itu dilimpahkan kepada baitulmal kaum muslim untuk
disalurkan demi kepentingan masyarakat islam pada umumnya. 3Dalil yang
dijadikan landasan oleh Imam Malik dan Imam Syafi’i adalah:
1. Asal pemberian hak waris adalah dengan adanya nash syar’i dan qath’i
dari
Al-Qur’an atau Sunnah.
2. Rasullah Saw. Ketika ditanyakan tentang hak waris bibi, baik dari garis
ayah maupun dari ibu, beliau, menjawab, “Sesungguhnya Jibril telah
memberitahukan kepadaku bahwa dari keduanya tidak ada hak menerima
waris sedikit pun”.
3. Harta peninggalan, bila ternyata tidak ada ahli warisnya secara sah dan
benar baik dari ashabul furudhnya ataupun para ashabahnya lalu
diserahkan ke baitul mal.
2 Rahman, Ilmu Waris (Bandung:PT Al Ma’arif, 1994), hlm. 351.
3 Ahmad Soebani, Fiqh Mawaris (Bandung:CV Pustaka Setia, 2012), hlm. 182.
6
Pendapat kedua, dari Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hambal
berpendapat bahwa dzawil arham berhak mendapat waris, bila tidak ada ashhabul
furudh, ataupun ashabah yang menerima harta pewaris. Mereka mengatakan
bahwa dzawil arham lebih berhak untuk menerima harta waris dibandingkan
lainnya sebab
ٰۤى ْْۢن
ََّو الِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا ِم َبْعُد َو َهاَج ُرْو ا َو َج اَهُد ْو ا َم َع ُك ْم َفُاولِٕ َك ِم ْنُك ْۗم َو ُاوُلوا اَاْلْر َح اِم
ه ه
َبْعُض ُهْم َاْو ٰل ى ِبَبْع ٍض ِفْي ِكٰت ِب ا لِّٰل ِان ا لَّٰل ِبُك ِل َش ْي ٍء
ࣖ َع ِلْيٌم
Orang-orang yang beriman setelah itu, berhijrah, dan berjihad bersamamu, maka
mereka itu termasuk (golongan) kamu. Orang-orang yang mempunyai hubungan
kerabat itu sebagiannya lebih berhak bagi sebagian yang lain menurut Kitab
Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Apabila tidak ada kerabat yang disifati secara khusus, yakni ash-haabul
furuudh atau 'asbabah, maka kerabat yang bersifat umum berhak mendapatkan
warisan. Yang dimaksud dengan kerabat yang bersifat umum adalah dzawil
arbaam. Tidak ada dalil yang melarang pelaksanaan hak dengan sifat umum dan
hak yang bersifat khusus. Dan penerapan hukum seperti itu tidak termasuk
menambahkan sesuatu atas al-Qur-an.5
4 Ahmad Soebani, Fiqh Mawaris (Bandung:CV Pustaka Setia, 2012), hlm. 183.
5 Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Tuntunan Praktis Hukum Waris, (Pustaka Ibnu Umar:
2010) h
7
3. Pembagian Hak Waris Dzawil Arham
a. Mazhab Ahlu Rahmi, pada mazhab ini pembagian kepada dzawil arham
dilakukan dengan cara menyamaratakan seluruh dzawil arham tanpa
membedakan dekat jauhnya derajat, kuat-lemahnya kekerabatan, jenis
kelamin laki-laki atau perempuan), tanpa meneliti mudla-bih-nya
(ashhabul-furudh atau 'ashabah atau dzawil-arham). Seluruh dzawil-arham
yang ada mendapat bagian sama banyak. Mazhab ini tidak masyhur,
bahkan dhaif dan tertolak. Karenanya tidak ada satu pun dari ulama atau
para imam
8
tingkatan kekerabatan dengan mayat untuk dinyatakan berhak
mendapatkan warisan. Mazhab ini merupakan pendapat Ali bin Abi Thalib
r.a. dan diikuti oleh para ulama mazhab Hanafi. mazhab ini telah
mengelompokkan dzawil arham menjadi empat golongan, kemudian
menjadikan masing-masing golongan mempunyai cabang dan keadaannya.
Keempat golongan tersebut adalah :Keturunan mayit Orang tua mayit,
bernisbat kepada kedua orang tua, mayit bernisbat kepada kakek dan
nenek mayit.9
para ahli fikih dari kalangan Mazhab Hanafi menyatakan sebagai berikut.
Sesungguhnya ahli waris dzawil arham dikelompokkan dan diurutkan seperti
urutan ahli waris ashabah bi an-nafsi. Semua keturunan mayat di luar ashhab al-
furudh dan ashabah, didahulukan hak waris mereka seperti keturunan dari anak-
anak perempuan dan seterusnya ke bawah. Kemudian induk mayat seperti kakek
dan nenek yang sama-sama tidak sahih dan seterusnya ke atas. Lalu disusul
keturunan dan kedua orang tuanya seperti keponakan dari saudara perempuan dan
keturunan perempuan dari saudara laki-laki serta seterusnya ke bawah. Baru
kemudian
B. HAJIB MAHJUB
Di dalam Ilmu Faraidh dikenal istilah hajib dan mahjub. Arti kata hajib asalnya
bermakna "Penjaga Pintu"' secara istilah definisnya adalah keluarga si mati yang
menghalangi atau mendinding keluarga lain yang sekerabat untuk beroleh pusaka.
Sementara arti Mahjub adalah seseorang yang terhalangi menerima warisan
karena adanya ahli waris yang hubungan kekerabatan yang lebih dekat dan lebih
kuat kedudukannya. 9Dalil yang membenarkan masalah hajib dan mahjub sebagai
8 Muhammad Ali Ash-Shabuni, Bagi Waris Nggak Harus Tragis, (Jakarta: Dar at-Taufiqiyah, 2002),
h.325-32
9 Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Tuntunan Praktis Hukum Waris, (Pustaka Ibnu Umar:
2010) h-35
9
aturan kewarisan dalam islam adalah surat An-nisa’ 176: َو ُهَو َيِر ُثَهٓا ِاْن لْم َيُك ْن لَها
َو َلٌۚد
a. Ayah, menjadi hajib bagi: Kakek (ayahnya ayah), Nenek (ibunya ayah),
saudara si mati, Segala macam paman si mati, Segala macam saudara
sepupu si mati.
b. Ibu, menjadi Hajib bagi: Nenek (ibunya ayah), Nenek (ibunya ibu).
c. Anak laki-laki, menjadi hajib bagi: Cucu anak laki-laki (dari anak
lakilaki), Cucu perempuan (dari anak laki-laki), Segala macam saudara si
mati, paman si mati, saudara sepupu si mati.
d. Anak perempuan, menjadi hajib bagi: Saudara seibu si mati.
2. Ahli waris yang tidak menjadi hajib dan tidak menjadi mahjub, Ahli waris
yang termasuk kriteria ini adalah:
a. Suami, bila istri mempunyai anak maka suami mendapat 1/4 dan bila istri
tidak mempunyai anak maka suami mendapat 1/2 harta.
10
b. Istri, bila suami mempunyai anak maka istri mendapat 1/8 dan bila suami
tidak mempunyai anak mak istri mendapat 1/4 harta.10
3. waris yang dapat menghalangi ahli waris lain dan dapat terhalang oleh ahli
waris lain, sebagai berikut:
a. Kakek, dari jurusan ayah tertutup oleh ayah, begitu seterusnya ke atas, kakek yang
lebih jauh tertutup oleh kakek yang lebih dekat, sebaliknya juga kakek yang lebih
jauh lagi. Kakek dari jurusan ayah ini menjadi hajib bagi: Saudara seibu si mati,
Segala macam kemenakan si mayit, Segala macam paman si mayit, Segala
macam saudara sepupu si mati
b. Cucu laki-laki; dari jurusan laki-laki tertutup oleh anak laki-laki, begitu seterusnya
ke bawah, cucu yang lebih jauh tertutup oleh cucu yang lebih dekat, sebaliknya
juga menututp cucu yang lebih jauh lagi. Cucu laki-laki dari jurusan anak ini
menjadi hajib bagi: Segala macam saudar si mati, Segala macam paman si mati,
Segala macam saudara sepupu si mati
c. Nenek (ibunya ayah) terhalang oleh ayah dan ibu, sedangkan nenek (ibunya ibu)
terhalang oleh ibu, begitu seterusnya ke atas, nenek yang lebih jauh tertutup oleh
nenek yang lebih dekat, sebaliknya juga menutup nenek yang lebih jauh lagi.
d. Cucu perempuan, dari jurusan anak laki-laki terhalang oleh anak laki-laki dan dua
anak perempuan atau lebih, begitu seterusnya ke bawah, cucu yang lebih jauh
tertutup oleh cucu yang lebih dekat, sebaliknya juga menutup cucu yang lebih jauh
lagi.
e. Saudara laki-laki seibu seayah; dia mahjub oleh anak laki-laki, cucu laki-laki dari
anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, dan ayah. Saudara laki-laki seibu seayah
menghalangi:
Saudara laki-laki seayah, Segala macam kemenakan si mati, Segala macam paman
si mati, Segala macam saudara sepupu si mati.
f. Saudara laki-laki seayah; dia mahjub oleh anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak
laki-laki dan seterusnya ke bawah, ayah, saudara laki-laki seibu seayah, dan
saudara perempuan seibu seayah ketika ia menjadi ahli waris ashabah bersama-
sama anak perempuan atau cucu perempuan. Saudara laki-laki seayah
10 Rois Mahfud, AL-Islam Pendidikan Agama Islam (Erlangga, 2011), hlm. 65.
11
menghalangi:Segala macam kemenakan si mati, Segala macam paman si mati,
Segala macam saudara sepupu si mati.
g. Saudara perempuan seibu seayah; dia mahjub oleh anak laki-laki, cucu laki-laki
dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, ayah. Saudara perempuan seibu
seayah bila menjadi ahli waris ashabah bersama-sama anak perempuan atau cucu
perempuan menghalangi:Segala macam kemenakan si mati, Segala macam paman
si mati, Segala macam saudara sepupu si mati
h. Saudara perempuan seayah; dia mahjuub oleh anak laki-laki, cucu laki-laki dari
anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, dan ayah, saudara laki-laki seibu seayah.
Saudara perempuan seayah bila menjadi ahli waris ashabah bersama-sama anak
perempuan atau cucu perempuan menghalangi.
i. Kemenakan laki-laki seibu seayah; dia mahjuub oleh anak laki-laki cucu laki-laki
dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, ayah , kakek dari ayah dan
seterusnya ke atas, saudara laki-laki seibu seyah, saudara laki-laki seayah, saudara
perempuan seibu seayah atau seayah jika menjadi ashabah bersama-sama anak
perempuan atau cucu perempuan.
j. Kemenakan laki-laki seayah; Dia mahjuub oleh anak laki-laki cucu laki-laki dari
anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, ayah, kakek dari ayah dan seterusnya ke
atas, saudara laki-laki seibu seayah, saudara laki-laki seayah, saudara perempuan
seibu seayah atau seayah jika menjadi ashabah bersama-sama anak perempuan
atau cucu perempuan, serta kemenakan laki-laki seibu seayah11
k. Paman seibu seayah; dia mahjuub oleh anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak
lakilaki dan seterusnya ke bawah, ayah, kakek dari ayah dan seterusnya ke atas,
saudara laki-laki seibu seayah, saudara laki-laki seayah, saudara perempuan seibu
seayah atau seayah jika menjadi ashabah bersama-sama anak perempuan atau
cucu perempuan, serta kemenakan laki-laki seibu seayah, serta kemenakan laki-
laki seayah.
l. Paman seayah; dia mahjuub oleh anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki
dan seterusnya ke bawah, ayah, kakek dari ayah dan seterusnya ke atas, saudara
laki-laki seibu seayah, saudara laki-laki seayah, saudara perempuan seibu seayah
atau seayah jika menjadi ashabah bersama-sama anak perempuan atau cucu
12
perempuan, serta kemenakan laki-laki seibu seayah, serta kemenakan laki-laki
seayah, dan paman seibu seayah. Paman seayah menghalangi segala macam
saudara sepupu si mati.
m. Saudara sepupu seibu seayah; dia mahjuub oleh ahli waris yang menghalangi
paman seayah, ditambah terhalang pula oleh paman seayah, dan dia menghalangi
saudara sepupup ayah.
n. Saudara sepupu seayah; dia mahjuub oleh ahli waris yang menghalangi saudara
sepupu seibu seayah, ditambah terhalang pula oleh saudara sepupu seibu seayah.
o. Orang yang memerdekakan; selanjutnya orang yang memerdekakan mayit
terhalang oleh setiap ahli waris laki-laki dari si mati,kecuali saudara laki-laki
seibu si mati yang tidak menghalanginya.Selanjutnya orang yang memerdekakan
itu menjadi ahli waris ashabah bersama-sama ahli waris perempuan si mati. 12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dzawil Arham adalah mencakup seluruh keluarga yang mempunyai hubungan
kerabat dengan orang yang meninggal, baik mereka yang termasuk ahli waris
golongan ashabul furudh, golongan ashabah maupun golongan yang lain. Tetapi
menurut fuqaha, dzawil arham adalah kerabat pewaris yang tidak mempunyai
bagian/hak waris yang tertentu, baik dalam al-Qur’an ataupun Sunnah, dan bukan
pula termasuk dari para ‘ashabah”.
12 Beni Ahmad Soebani, Fiqh Mawaris (Bandung:CV Pustaka Setia, 2012), hlm. 195.
13
dapat pula disebabkan oleh kuatnya hubungan kekerabatan seperti saudara
kandung lebih kuat hubungannya dibandingkan saudara seayah atau seibu saja,
karena hubungan saudara kandung melalui dua jalur (ayah dan ibu) sedangkan
yang seayah atau seibu hanya melalui satu jalur (ayah saja atau ibu saja).
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai Klaster Ahli Waris dan
Variannya yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih
banyak kekurangan dan kelemahan karena keterbatasan pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan materi ini. Kami
selaku penyusun makalah ini berharap kepada para pembaca untuk memberikan
kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya makalah ini pada
kesempatan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Tuntunan Praktis Hukum Waris, (Pustaka
Ibnu Umar: 2010)
Ahmad Yani, S.T., M. Kom. Faraidh & Mawaris. (Jakarta, Kencana 2016)
14
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Bagi Waris Nggak Harus Tragis, (Jakarta: Dar
atTaufiqiyah, 2002)
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta:
Amzah, 2005)
15