Anda di halaman 1dari 17

KHUNTSA MUSYKIL

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah


Muqaranah Mazhahib Fiqih Mawaris
Dosen Pengampu : Dr. Syarif Hidayatullah, S.SI., M.A.

Disusun oleh :
Kelompok 10
Kelas PM-5B

Defi Oktaria 11200430000078


Noviana Nurul Aini 11200430000103
Nurul Pujianti 11200430000107

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT atas segala Nikmat, Taufik dan Hidayah-
Nya yang telah diberikan kepada kita semua, sehingga kami selaku kelompok 10 dapat
menyelesaikan makalah Muqarannah Mazhahib Fiqih Mawaris dalam memenuhi tugas
semester ini tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikut beliau hingga akhir zaman.
Tidak ada kata yang indah selain ucapan Terima Kasih yang sebesar-besarnya dari kami
kepada Bapak Dosen kami Dr. Syarif Hidayatullah, S.SI., M.A. yang telah memberikan
arahan dan bimbingan, serta pengetahuan kepada pemakalah sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan tepat pada waktunya.
Ditinjau dari segi pengetahuan dan kapabilitas kami yang masih banyak kekurangan
nya, kami menyadari bahwa makalah ini tidak sempurna dan masih banyak di temukan
kesalahan. Oleh karena itu pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif
dan membangun demi kebaikan makalah ini dan bermanfaat bagi pemakalah khusunya dan
bagi pembaca umumnya.

Jakarta, 08 November 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii


BAB I
PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 2


C. Tujuan Makalah ....................................................................................................... 2

BAB II
PEMBAHASAN ............................................................................................................ 3

A. Pengertian Khuntsa musykil ...................................................................................... 3

B. Khuntsa musykil menurut pandangan imam Abu Hanifah, imam Syafi’i dan imam
Malik ....................................................................................................................... 4

C. Dalil yang digunakan imam Abu Hanifah, imam Syafi’i dan imam Malik ................ 5
D. Wajh al-Istidlal......................................................................................................... 3

E. Sebab Perbedaan Pendapat ..................................................................................... 12

F. Tarjih ..................................................................................................................... 12

BAB III
PENUTUP ................................................................................................................... 13

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 13

B. Saran ....................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah SWT telah menciptakan Nabi Adam A.s dan Hawa sebagai cikal bakal
manusia seluruhnya. Dari keduanya lahir manusia lelaki dan perempuan. Masing-masing
jenisnya memiliki karakteristik dan ciri-ciri yang berbeda diantaranya adalah penampilan,
tingkah laku, gaya bicara, bahasa tubuh dan alat kelamin. Kedua alat kelamin itu
mempunyai urgensi yang tidak diragukan lagi kebenarannya untuk menentukan seseorang
kepada jenis laki-laki atau perempuan. Tidak ada alat kelamin yang lain yang dapat
digunakan untuk menentukan suatu makhluk kepada jenis ketiga. 1 Tetapi dalam
kenyataannya, terdapat seseorang yang tidak mempunyai status yang jelas, bukan laki-laki
dan bukan perempuan. Orang dengan ketidakjelasan status jenis kelaminnya ini disebut
khuntsa musykil.

Dalam hukum Islam khuntsa musykil dipahami sebagai “orang dengan alat kelamin
ganda” atau “orang dengan ketidakjelasan alat kelamin.” Dalam masyarakat awam, definisi
ini biasa direduksi dengan sebuah terma “banci” yang kemudian orang-orang dengan status
banci ini kemudian biasa disebut waria (singkatan dari wanita-pria). Seseorang dikatakan
banci dan membanci apabila pembicaraannya menyerupai pembicaraan seorang perempuan
lunak dan lembut atau jalan dan pakaiannya menyerupai perempuan. 2

Salah satu permasalahan khuntsa musykil adalah dalam hal menentukan hak waris
atau kewarisanya, dan juga menjadikan persoalan kepada penetapan status hak memperoleh
bagian warisnya. Masalah kewarisan dalam hukum Islam merupakan hal yang essensial,
karena menyangkut segala sesuatu yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal
dunia, baik berupa harta benda maupun hak-hak kebendaan. Mengingat essensialnya
masalah kewarisan ini, maka Allah SWT menetapkan aturannya secara terang dan tegas
dalam al-Qur’anul Karim. Penetapan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum
terhadap hak milik seseorang dengan cara yang seadil-adilnya.

1
Fatchur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: Alma’arif, 1971), hlm. 482.
2
Muh. Ali Ash Shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1995) hlm. 233.

1
2

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari khuntsa musykil dalam konteks Ilmu Faraidh?
2. Bagaimana pandangan imam Abu Hanifah, imam Syafi’i dan imam Malik
terhadap kasus khuntsa musykil?
3. Apa dalil yang di gunakan imam Abu Hanifah, imam Syafi’i dan imam Malik
sebagai landasan argumen kasus kewarisan khuntsa musykil?
4. Bagaimana wajh al-Istidlal yang di gunakan imam Abu Hanifah, imam Syafi’i
dan imam Malik dalam menyelesaikan kasus kewarisan khuntsa musykil?
5. Apa yang menyebabkan silang pendapat antara imam Abu Hanifah, imam Syafi’i
dan imam Malik dalam kasus khuntsa musykil?
6. Manakah pendapat yang paling kuat (rajih) di antara ketiga pendapat para ulama
tersebut?

C. Tujuan masalah
1. Menjelaskan Pengertian dari khuntsa musykil dalam konteks Ilmu faraidh
2. Memaparkan Pendapat imam Abu Hanifah, imam Syafi’i dan imam Malik
terhadap kasus khuntsa musykil?
3. Menguraikan dalil yang di gunakan imam Abu Hanifah, imam Syafi’i dan imam
Malik sebagai landasan argumen kasus kewarisan khuntsa musykil
4. Menjelaskan wajh al-Istidlal yang di gunakan imam Abu Hanifah, imam Syafi’i
dan imam Malik dalam menyelesaikan kasus kewarisan khuntsa musykil
5. Memaparkan penyebab silang pendapat antara imam Abu Hanifah, imam Syafi’i
dan imam Malik dalam kasus khuntsa musykil
6. Mentarjihkan pendapat mana yang lebih kuat di antara pendapat-pendapat para
Ulama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Khuntsa Musykil
Kata “al-Khuntsaa” dalam bahasa diambil dari kata “al-Khanatsa” berarti
lunak dan pecah. 3 Menurut istilah “khuntsaa” adalah orang yang mempunyai kelamin
ganda (laki-laki dan perempuan). Dalam keadaan demikian urusannya samar-samar;
apakah ia dihukumi laki-laki atau perempuan. Ia disebut dengan “khuntsa musykil”

Meskipun khuntsa musykil mempunyai dua alat kelamin namun hukum yang
diberlakukan padanya hanya satu, yaitu laki-laki atau perempuan. dan untuk maksud
itu harus dipastikan kedudukan jenis kelamin seseorang yang khuntsa itu. Kepastian
tersebut diketahui melalui petunjuk.

Ulama klasik menetapkan kepastian itu melalui tanda-tanda yang ada dan
sepakat di dalam menerima warisan harus diteliti statusnya, yakni berstatus sebagai
laki-laki atau perempuan. Untuk mengetahuinya perlu diselidiki dengan jalan :

1. Meneliti alat kelamin melalui air kencing


Jika seorang anak buang air kecil dengan melalui dzakar (alat kelamin laki-
laki) dan farji (alat kelamin perempuan), tapi air yang keluar lewat dzakar
terlebih dahulu, maka ia di hukumi laki-laki begitupun sebaliknya.
2. Meneliti tanda-tanda kedewasaannya.
Jika tidak berhasil meneliti dengan cara yang pertama, maka bisa diteliti
dengan cara kedua, melalui tanda-tanda kedewasaannya. Misalnya khuntsa
musykil tersebut saat baligh mulai terlihat jakun, bulu jenggotnya, suaranya
berubah menjadi berat dan bermimpi seperti mimpinya orang laki-laki,
maka ia dihukumi laki-laki. Apabila tampak jelas seperti tumbuhnya
payudara, menstruasi,maka ia di hukumi perempuan.

Alasan menetapkan cara kencing itu sebagai tanda yang ditetapkan oleh Nabi
untuk mengetahui jenis kelamin karena hal tersebut adalah tanda umum yang dapat
ditemukan pada anak kecil. Sedangkan tanda lainnya, seperti tumbuh janggut pada laki-
laki dan tumbuh payudara pada wanita baru akan diketahui setelah dewasa 4.

3
Muhammad Alil Ash-shabuniy . Mawarits Fisy-Syar’iatil Islamiyah’ Ala Dhauil Kitab Was Sunnah terjemah
Hukum Waris Islam. (Surabaya : Al-Ikhlas) hlm. 233-234
4
Amir Syarifuddin. Hukum Kewarisan islam. (Jakarta : Kencana) 2004. Hlm. 139-14

3
4

B. Pendapat Ulama, Dalil dan Wajh al-IstidlalMasing-masing Pendapat


1. Pendapat imam Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah diikuti imam Muhammad dan imam Abu Yusuf sepakat bahwa
memberikan bagian terkecil dari dua perkiraan bagian laki-laki dan perempuan kepada
khuntsa musykil. Dalam mazhab Hanafi diberikan kepada khuntsa musykil itu yang
tersedikit diantara dua bagian, tidak perlu menunggu atau menangguhkan sampai ada
kejelasan (laki-laki atau perempuannya).5

Table yang diperkirakan khuntsa Laki-laki

Ahli Waris Bagian Asal Masalah : 6 Harta Warisan Rp. Bagian masing-masing
36.000.000

Bapak 1/6 1/6 x 6 = 1 1/6 x Rp. 36.000.000 Rp. 6.000.000

Ibu 1/6 1/6 x 6 = 1 1/6 x Rp. 36.000.000 Rp. 6.000.000

Anak (Pr) Ashabah Bil 4 4/6 x Rp. 36.000.000 Rp. 24.000.000


Ghair
Anak (Lk) Jumlah
Rp. 36.000.000

khuntsa musykil yang diperkirakan laki-laki menerima bagian dua kali bagian
perempuan, atau 2/3. Dan anak perempuan menerima 1/3.
Anak Perempuan 1/3 1/3 x Rp. 24.000.000 Rp. 8.000.000
Anak khuntsa 2/3 2/3 X Rp. 24.000.000 Rp. 16.000.000
(lk)

Table yang diperkirakan khuntsa Perempuan

Ahli Waris Bagian Asal Masalah : 6 Harta Warisan Rp. Bagian masing-masing
36.000.000

Bapak 1/6 1/6 x 6 = 1 1/6 x Rp. 36.000.000 Rp. 6.000.000

Ibu 1/6 1/6 x 6 = 1 1/6 x Rp. 36.000.000 Rp. 6.000.000

2 anak (pr) 2/3 2/3 x 6 = 4 4/6 x Rp. 36.000.000 Rp. 24.000.000


Jumlah
Rp. 36.000.000

5
Wahidah. Buku Ajar Fikih Waris. (Banjarmasin : IAIN Antassari Press). 2015 hlm. 102
5

Anak Perempuan ½ 1/2 x Rp. 24.000.000 Rp. 12.000.000


Anak khuntsa ½ 1/2X Rp. 24.000.000 Rp.. 12.000.000
(pr)

Jadi bagian terkecil dari dua perkiraan diatas adalah bagian perempuan. Maka harta waris
yang di peroleh khuntsa muykil adalah bagian perempuan.

 Dalil
Karena tidak banyak ditemui ayat-ayat dalam Al-Qur’an dan Hadits yang
membahas secara langsung tentang khuntsa muykil. Al-Qur’an, hanya banyak
menjelaskan tentang warisan laki-laki dan perempuan.
Q.s Al-Baqarah : 180

ِ ِۚ ‫اْل ْق َر ِب ْينَ ِب ْال َم ْع ُر ْو‬


‫ف‬ َ ْ ‫صيَّةُ ِل ْل َوا ِلدَي ِْن َو‬
ِ ‫ض َر ا َ َحدَكُ ُم ْال َم ْوتُ ا ِْن ت َ َركَ َخيْرا ْال َو‬
َ ‫ب َعلَ ْي ُك ْم اِذَا َح‬ َ ‫ُك ِت‬
َ‫َحقًّا َعلَى ْال ُمتَّ ِقيْن‬
"Diwajibkan kepadamu, apabila seseorang di antara kamu didatangi (tanda-
tanda) maut sedang dia meninggalkan kebaikan (harta yang banyak), berwasiat kepada
kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang patut (sebagai) kewajiban bagi
orang-orang yang bertakwa.”6

 Wajh al-Istidlal
Berdasarkan ayat di atas jelas sudah bahwa siapa pun berhak menjadi ahli waris
selama pewarisan itu terjadi baik pewarisan karena hubungan perkawinan, pewarisan
karena hubungan kerabat, dan pewarisan karena hubungan wala' (tuan yang telah
membebaskan budaknya).
Jadi walaupun ia seorang khuntsa muykil, tetap mendapat haknya sebagai ahli waris
karena sebab hubungan nasab. Dan tidak ada yang membedakan hak waris antara
khuntsa musukil dengan ahli waris lainnya. Tetapi dalam pembagian harta warisnya
khuntsa mendapat bagian harta waris yang terkecil dari dua perkiraan (laki-laki atau
perempuan).
 Dalil
Adapun yang menjadi permasalahan ketika khuntsa musykil itu masih kecil, belum
memiliki tanda-tanda kedewasaan. Para ulama mencoba berijtihad dan telah sepakat
dengan melihat sabda Rasulullah SAW:

6
Qur’an Kemenag. AlBaqarah ayat 180. https://quran.kemenag.go.id/ ( diakses pada 15 November 2022 pukul
18:30 WIB).
6

َّ ‫ش ْي ٌم َعن ُم ِغي َْرةَ َعن ِش َباكٍ َع ْن ال‬


ٍ ‫ش ْع ِبي ِ َع ْن َع ِلي‬ َ ‫َحدَّثَنَا أَبُو َب ْك ِر بنُ أَ ِبي‬
َ ُ‫ش ْي َبةَ َحدَّثَنَا ه‬
7
)‫ث ِمن قِبَ ِل َمبَا ِله (رواه الدرمي‬ ُ ‫فِي ال ُخنثَى قَا َل يُ َو َّر‬
“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah, telah menceritakan
kepada kami Husyaim dari Mughirah dari Syaibak dari Asy Say'bi dari Ali tentang
Khunsa, ia berkata, ia diberi warisan tempat keluarnya air kencing.” (H.R Darimi )

 Wajh al-Istidlal
Imam Abu Hanifah menegaskan, dalam menentukan khuntsa musykil apakah laki-
laki atau perempuan tidak bisa dilihat dari banyak sedikitnya air seni yang keluar, Jika
air seninya keluar dari kedua alat kelaminnya, maka dilihat mana yang lebih dahulu
mengeluarkannya. 8 . Jika kelamin perempuan yang lebih dahulu mengeluarkan air seni,
kemudian kelamin laki-laki maka ia adalah perempuan dan ia mewarisi berdasarkan
warisannya perempuan. Dan ketentuan ini berlaku apabila sudah diketahui jelas jenis
kelamin nya dengan ditandai tanda-tanda kedewasaanya yang ada pada dirinya.

2. Pendapat imam Syafi’i.

Imam Syafi’i diikuti imam Ahmad, imam Abu Dawud, imam Abu Tsaur, dan imam
Ibnu Jarir. Berpendapat, bahwa masing-masing ahli waris dan khuntsa musykil diberi
bagian yang minimal sesuai dengan status mereka yang lebih diyakini. Apabila
statusnya sudah jelas, maka sisanya diserahkan pula. 9

Khuntsa musykil menurut pendapat yang kuat harus diberikan menurut perhitungan
yang terkecil. Maka harus diperhatikan hak-hak warisannya dari kedua perkiraan
sebagai laki-laki atau perempuan. Maksudnya, dibuat perkiraan baginya dua masalah.
Pertama, perkirakan sebagai laki-laki, kedua perkirakan sebagai perempuan. Kemudian
khuntsa musykil itu diberi bagian terkecil antara dua masalah itu. Dan sisa dari
perhitungan bagian warisan disimpan sampai jelas keadaannya, apabila sudah jelas,
maka diberikan kepada khunsa musykil tersebut sesuai dengan bagiannya. Jika khunsa
musykil wafat maka bagian sisa tersebut dikembalikan kepada ahli warisnya.

7
Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman at-Tamimi Ad-Darimi.Sunan Ad-Darimi. Hadits no. 2843
8
Dja’far Abd.Muchit, Problema Hukum Waria (Khuntsa) dan Penyesuaian kelamin, makalah hukum, dapat
diakses digastia.com/sites/default/files//problematika%20hukum% 20waria.pdf, (diakses pada tanggal 18
November 2022)
9
Muhammad Ali As-Shabuni, Hukum Waris Dalam Syariat Islam, (Bandung: Cv Diponegoro, 1995), hlm 221
7

Maka yang dimaksud diperlakukan dengan perhitungan terkecil ialah: khuntsa


musykil tersebut mendapat waris dengan berbagai kemungkinan, apabila ia
diperlakukan sebagai ahli waris perempuan akan mendapat bagian yang lebih sedikit,
maka perlakukanlah ia sebagai perempuan. Dan jika ia diperlakukan sebagai ahli waris
laki-laki akan mendapat bagian yang lebih sedikit, maka perlakukanlah ia sebagai laki-
laki10.
Table yang diperkirakan khuntsa Laki-laki

Ahli Waris Bagian Asal Masalah : 6 Harta Warisan Rp. Bagian masing-masing
36.000.000

Bapak 1/6 1/6 x 6 = 1 1/6 x Rp. 36.000.000 Rp. 6.000.000

Ibu 1/6 1/6 x 6 = 1 1/6 x Rp. 36.000.000 Rp. 6.000.000

Anak (Pr) Ashabah Bil 4 4/6 x Rp. 36.000.000 Rp. 24.000.000


Ghair
Anak (Lk) Jumlah
Rp. 36.000.000

khuntsa Musykil yang diperkirakan laki-laki menerima bagian dua kali bagian
perempuan, aau 2/3. Dan anak perempuan menerima 1/3.
Anak Perempuan 1/3 1/3 x Rp. 24.000.000 Rp. 8.000.000
Anak khuntsa 2/3 2/3 X Rp. 24.000.000 Rp. 16.000.000
(Lk)

Table yang diperkirakan khuntsa Perempuan

Ahli Waris Bagian Asal Masalah : 6 Harta Warisan Rp. Bagian masing-masing
36.000.000

Bapak 1/6 1/6 x 6 = 1 1/6 x Rp. 36.000.000 Rp. 6.000.000

Ibu 1/6 1/6 x 6 = 1 1/6 x Rp. 36.000.000 Rp. 6.000.000

2 anak (pr) 2/3 2/3 x 6 = 4 4/6 x Rp. 36.000.000 Rp. 24.000.000

Jumlah Rp. 36.000.000

Khuntsa musykil dalam perkiraan perempuan menerima bagian 1/2 dari harta yang tersisa
diatas.
Anak 1/2 1/2 x Rp. 24.000.000 Rp. 12.000.000
Perempuan

10
Fatchur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: Alma’arif). 1971, hlm.488
8

Anak khuntsa 1/2 1/2X Rp. 24.000.000 Rp.. 12.000.000


(pr)

Jadi bagian terkecil dari dua perkiraan diatas adalah bagian perempuan. Berikut
perolehan masing-masing ahli waris menurut pendapat imam Syafi’i:

Bapak menerima Rp. 6.000.000,-


Ibu menerima Rp. 6.000.000,-
Anak pr menerima Rp. 8.000.000,-
Anak khuntsa menerima Rp. 12.000.000,- +
Rp. 32.000.000,-

Sisa harta sebesar (Rp. 36.000.000 - Rp. 32.000.000) = Rp. 4.000.000,-. Maka
dalam kasus diatas, sisa harta yang berjumlah Rp. 4.0000.000,- tersebut ditangguhkan
(disimpan) sampai khuntsa musykil itu jelas status jenis kelaminnya.

Jika khuntsa musykil itu jelas dan kejelasannya ialah seorang anak perempuan
atau laki-laki, maka khuntsa musykil tetap mendapat bagian terkecil yakni mendapatkan
Rp. 12.000.000,- dan sisa harta dialihkan kepada khuntsa musykil yang sudah jelas
statusnya. Misal berstatus jenis kelamin perempuan, maka pada kasus di atas ada dua
anak perempuan yang bagian masing-masing dari anak perempuan tersebut, harta yang
diperoleh dibagi dua.

 Dalil
Q.s An-Nisa : 13

َ‫هر خ ِل ِديْن‬ َ ْ ‫ي ِم ْن تَ ْح ِت َها‬


ُ ‫اْل ْن‬ ٍ ‫س ْولَه يُد ِْخ ْلهُ َجن‬
ْ ‫ت ت َ ْج ِر‬ َ ِ‫ّللا َو َم ْن ي ُِّطع‬
ُ ‫ّللا َو َر‬ ِ ُ‫ِت ْلكَ ُحد ُْود‬
‫فِ ْي َها َوذ لِكَ ْالفَ ْو ُز ْالعَ ِظ ْي ُم‬
"(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah.
Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya
kedalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di
dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar.”11

 Wajh al-Istidlal

11
Qur’an Kemenag. An-Nisa ayat 13. https://quran.kemenag.go.id/ ( diakses pada 15 November 2022 pukul
22:24 WIB).
9

Allah Swt mengatur pembagian waris berdasarkan jenis kelamin, laki-laki dan
perempuan. Maka ulama menghendaki kejelasan dari kelamin seseorang yang
menjadi objek suatu hukum. Meskipun khuntsa musykil memiliki dua alat kelamin
namun hukum yang diberlakukan padanya hanya satu yaitu laki-laki atau
perempuan .
Imam Syafi’i berpendapat, bahwa masing-masing ahli waris dan khuntsa
musykil diberi bagian yang minimal sesuai dengan status mereka yang lebih
diyakini. Apabila statusnya sudah jelas, maka sisanya diserahkan pula. Pendapat
inilah yang mu’tamad (berdasar) menurut ulama Syafi’iyah. 12

 Dalil

‫ث‬ُ ‫س ِم َع ُم َح َّمدَ بنُ َع ِلي ٍ يُ َح ِد‬َ ُ‫سى َع ْن إِس َْرائِي َل َعن َعب ِد األ َ ْع َلى أَنَّه‬ ُ ‫أَ ْخ َب َرنَا‬
َ ‫ع َب ْيدُهللا بنُ ُم‬
‫ث فَقَا َل ِم ْن أَ ِي ِه َما َبا َل‬
ُ ‫لر ُج ِل َو َما ِلل َم ْرأَةِ ِمن أَ ِي ِه َما يُ َو ِر‬
َّ ‫الر ُج ِل َي ُك ْونُ لَهُ َما ِل‬
َّ ‫َع ْن َع ِلي فِي‬
13
)‫(رواه الدرمي‬

“Telah mengabarkan kepada kami Ubaidullah bin Musa dari Isra’il dari Abdul
A’la bahwa ia mendengar Muhammad bin Ali menceritakan dari Ali tentang seorang
laki-laki yang memiliki alat kelamin laki-laki dan alat kelamin perempuan, sebagai apa
statusnya ia mewarisi (laki-laki atau perempuan)? Ia menjawab; dilihat dari alat
kelamin yang mengeluarkan kencing (dari situlah ditetapkan statusnya). (HR. Ad-
Darimi).

 Wajh al-Istidlal
Imam Syafi’i mengemukakan dalam hadits ini, Jika air seninya keluar dari
kedua alat kelaminnya, maka dilihat mana yang lebih dahulu mengeluarkannya. Jika
air seni keluar dari kelamin laki-laki dahulu kemudian kelamin perempuan, maka ia
adalah laki-laki dan ia mewarisi berdasarkan warisannya laki-laki. Jika kelamin
perempuan yang lebih dahulu mengeluarkan air seni, kemudian kelamin laki-laki maka
ia adalah perempuan dan ia mewarisi berdasarkan warisannya perempuan. Ketentuan
ini berlaku apabila sudah diketahui jelas jenis kelamin nya dengan ditandai tanda-tanda
kedewasaanya.

12
Muhammad Ali As-Shabuni, Hukum Waris Dalam Syariat Islam, (Bandung: Cv Diponegoro, 1995), hlm 221
13
Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman at-Tamimi Ad-Darimi.Sunan Ad-Darimi. Hadits no. 2842
10

Alasan menetapkan cara kencing sebagai tanda yang ditetapkan oleh Nabi Saw
untuk mengetahui jenis kelamin adalah tanda umum yang dapat ditemukan pada anak
kecil dan orang dewasa. Sedangkan tanda lainnya seperti tumbuh janggut pada laki-laki
dan tumbuh payudara pada wanita baru akan dapat diketahui setelah dewasa.

3. Pendapat Imam Malik


Imam Malik diikuti Syiah Zaidiyah dan Syi’ah Imamiyah, dalam satu

pendapatnya, Memberikan ½ dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan kepada


khuntsa musykil.14 Cara menyelesaikannya melalui dua tahap. Tahap pertama dicari
bagian pada saat dia dianggap sebagai laki-laki. Tahap kedua di cari bagian pada saat
dia dianggap perempuan. Bagan pada tahap pertama ditambahkan dengan bagian pada
tahap kedua, kemudian hasilnya di bagi dua. Itulah bagian yang diberikan kepada
khuntsa musykil tersebut. 15

Table yang diperkirakan khuntsa Laki-laki

Ahli Waris Bagian Asal Masalah : 6 Harta Warisan Rp. Bagian masing-
36.000.000 masing

Suami ½ 3 3/6 x Rp. 36.000.000 Rp. 18.000.000

Ibu 1/3 2 2/6 x Rp. 36.000.000 Rp. 12.000.000

Saudara Ashabah 1 1/6 x Rp. 36.000.000 Rp. 6.000.000


Khuntsa (Lk)
Jumlah
Rp. 36.000.000

Table yang diperkirakan khuntsa Perempuan

Ahli Bagian Asal masalah : 6 Asal masalah baru : Bagian masing-


Waris (aul = 8 ) 8 masing

Suami ½ 3 3/8 x 36.000.000 Rp. 13.500.000

Ibu 1/3 2 2/8 x 36.000.000 Rp. 9.000.000

14
Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, (Jakarta: Raja Grafindo, 1998), hlm. 146.
15
Amin Husein Nasution. Hukum Kewarisan. (Jakarta : Jakarta Rajawali Pers) 2012 hlm. 187
11

Saudara ½ 3 3/8 x 36.000.000 Rp. 13.500.000


khuntsa
Jumlah
(Pr)
Rp. 36.000.000

(Jadi, bagian harta khuntsa laki-laki + bagian khuntsa perempuan)


2

= ( 6.000.000 + 13.500.000 = 19.500.000) = Rp. 9.750.000


2 2

 Dalil
Q.s An-Nisa : 7

َ‫ْب ِم َّما ت َ َرك‬


ٌ ‫َصي‬ َ ِ‫ْب ِم َّما ت َ َركَ ْال َو ا ِل ٰد ِن َو ْاْلَ ْق َربُ ْو َۖنَ َو ِللن‬
ِ ‫س ۤا ِء ن‬ ٌ ‫َصي‬
ِ ‫لر َجا ِل ن‬ ِ ‫ِل‬
‫َصيْبا َّم ْف ُر ْو ضا‬ ِ ‫ْال َو ا ِل ٰد ِن َو ْاْلَ ْق َربُ ْونَ ِم َّما قَ َّل ِم ْنهُ ا َ ْو َكث ُ َر ن‬
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan
kerabatnya dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta khunsa
musykil peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit maupun
banyak, menurut bagian yang telah ditetapkan.” 16

 Wajh al-Istidlal

Berdasarkan surat An-Nisa ayat 7 menjelaskan bahwa setiap ahli waris berhak
untuk mendapatkan hak warisannya. baik sedikit ataupun banyak harus tetap di
berikan kepada ahli waris sesuai dengan yang telah ditetapkan.

Maka, dalam perkiraan khuntsa laki laki maupun khuntsa perempuan berhak
mendapatkan harta waris yang dalam perkiraan pembagian mereka di bagi menjadi
dua, maka hasil dari pembagian menjadi dua itulah yang diberikan kepada khuntsa
musykil.

16
Qur’an Kemenag. An-Nisa ayat 7. https://quran.kemenag.go.id/ ( diakses pada 16 November 2022 pukul
16:04 WIB).
12

C. Sebab Perbedaan Pendapat


1. Tidak ada nash yang khusus baik di dalam Al-Qur’an dan Sunnah yang
membahas bagian khuntsa musykil. Karena inilah terjadi perbedaan pendapat
diantara para ulama.
2. Perbedaan dalam penggunaan dalil ayat Al-Qur’an dalam masalah hak
terhadap ahli waris khuntsa musykil. imam Abu Hanifah berpegang pada Q.s
Al-Baqarah : 180 yang menjelaskan pembagian harta waris melalui hubungan,
nasab, kerabat ataupun sebab hubungan perkawinan. imam Syafi’i berpegang
pada Q.s An-Nisa : 13 yang mengatur pembagian waris berdasarkan jenis
kelamin, laki-laki dan perempuan. Sedangkan, imam Malik berpegang pada
Q.s An-Nisa ayat 7 yang menjelaskan tentang pembagian hak waris karena
hubungan nasab dan setiap ahli waris berhak menerima harta waris, sedikit
maupun banyak.

D. Tarjih
Setelah membandingkan pendapat, dalil, dan wajh al-istidlal. Maka pendapat imam
Syafi’i inilah yang lebih kuat (rajih) Dengan alasan pertimbangan sebagai berikut :
1. Dari segi Wajh al-Istidlalnya
Karena imam Syafi’i menghendaki kejelasan dari kelamin khuntsa musykil yang
menjadi objek suatu hukum. Dalam pendapat imam Syafi’i ia menegaskan bahwa
walaupun khuntsa musykil memiliki dua kelamin, tetapi dalam pembagian harta
warisan, hukum yang diberlakukan padanya hanya satu yaitu laki-laki atau perempuan.
2. Lebih Mashlahat
Karena sesuai dalam maqasid syariah yang lima yakni salah satunya adalah
hifzul maal (memelihara harta) karena sisa harta warisan khuntsa musykil ini
ditangguhkan atau disimpan dan diberikan sesudah khuntsa musykil jelas jenis
kelaminnya. Dan dengan pendapat imam Syafi'i membagikan bagian laki laki sama
dengan bagian 2 orang perempuan, sebetulnya memuliakan kembali hak waris khuntsa
musykil.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Imam Abu Hanifah dalam menentukan status khuntsa musykil dengan dua cara
yaitu meneliti alat kelamin yang dilalui air kencing dan meneliti tanda-tanda
kedewasaannya. Namun ketika khuntsa musykil itu masih kecil, belum memiliki tanda-
tanda kedewasaan, maka dengan memperhatikan sabda Rasulullah SAW: “Khuntsa itu
dilihat dari sisi kencingnya”. Jika kencingnya dari tempat kencingnya laki-laki maka ia
adalah laki-laki. Jika ia kencing dari tempat kencingnya perempuan maka ia
perempuan. Mengenai konsep tentang bagian yang diperoleh khuntsa musykil sebagai
ahli waris Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hak waris khuntsa musykil adalah
yang paling sedikit dari dua perkiraan bagian laki-laki atau perempuan.

Imam Syafi’i dalam menentukan status khuntsa musykil diberikan menurut


perhitungan yang terkecil. Maka harus diperhatikan hak-hak warisannya dari kedua
perkiraan sebagai laki-laki atau perempuan. Kemudian khuntsa musykil itu diberi
bagian terkecil antara dua masalah itu. Dan selisih diantara keduanya disimpan sampai
jelas keadaannya, atau ahli waris berdamai, atau khuntsa musykil itu wafat, sehingga
bagiannya dikembalikan kepada ahli warisnya.

Imam Malik dalam menentukan kewarisan khuntsa musykil dengan mendapat


½ dari harta yang diperkirakan khuntsa laki-laki dan khuntsa perempuan, melalui 2
tahap yakni dengan cara menghitung bagian khuntsa laki-laki dan khuntsa perempuan
kemudian, dijumlahkan dan dibagi menjadi 2, bagian ini lah yang diberikan kepada
khuntsa musykil.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekuarangan. Untuk


kedepannya penulis akan menjelaskan makalah secara lebih fokus dan detail dengan
sumber yang lebih banyak dan dapat dipertanggungjawabkan. Kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat dibutuhkan penulis.

13
14

DAFTAR PUSTAKA

Abd.Muchit Dja’far, (diakses pada tanggal 18 November 2022) Problema Hukum


Waria (Khuntsa) dan Penyesuaian kelamin, makalah hukum, dapat diakses
digastia.com/sites/default/files//problematika%20hukum% 20waria.pdf,

Abu Muhammad Abdullah at-Tamimi Ad-Darimi.Sunan Ad-Darimi.

Ash-shabuniy Alil Muhammad. Mawarits Fisy-Syar’iatil Islamiyah’ Ala Dhauil Kitab


Was Sunnah terjemah Hukum Waris Islam. (Surabaya : Al-Ikhlas)

MusaYusuf Muhammad. 1994. At-Tirkah Wal Mirats Fil-Islam, (Kairo: Darul


Ma‟rifah)

Nasution Husein Amin. 2012 Hukum Kewarisan. (Jakarta : Jakarta Rajawali Pers)

Qur’an Kemenag. An-Nisa ayat 13. https://quran.kemenag.go.id/ ( diakses pada 15


November 2022 pukul 22:24 WIB).

Rahman Fatchur. 1971. Ilmu Waris, (Bandung: Alma’arif). Ash-shabuniy Alil


Muhammad. Mawarits Fisy-Syar’iatil Islamiyah’ Ala Dhauil Kitab Was
Sunnah terjemah Hukum Waris Islam. (Surabaya : Al-Ikhlas)

Rofiq Ahmad, 1998. Fiqih Mawaris, (Jakarta: Raja Grafindo)Nasution Husein Amin.
2012 Hukum Kewarisan. (Jakarta : Jakarta Rajawali Pers)

Syarifuddin Amir. 2004. Hukum Kewarisan islam. (Jakarta : Kencana)

Wahidah. 2015. Buku Ajar Fikih Waris. (Banjarmasin : IAIN Antassari Press).

Anda mungkin juga menyukai