Anda di halaman 1dari 20

Terminologi, Objek Kajian dan Urgensi Ushul Fiqh

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Ushul Fiqh kelas 3B

Dosen Pengampu :

Ibu Marhamah Saleh, M.A.

Disusun Oleh Kelompok 1

Didan Galih Nandika (11210110000042)

Lia Herliani (11210110000074)

Aji Sentosa (11210110000089)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2022 M / 1444 H

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan rahmat, taufik dan hidayah nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita
curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan jalan kebaikan
dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.

Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan dan dukungannya dalam pembuatan makalah ini. Tak
lupa penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada ibu Marhamah Saleh,
M.A sebagai dosen penanggung jawab mata kuliah ushul fiqh yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
mengenai “Terminologi, Objek Kajian dan Urgensi Ushul Fiqh”

Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan yang kami miliki dan
semaksimal mungkin,. Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta
kekurangan.

Dengan demikian, penulis menerima saran dan kritikan yang bersifat


membangun agar bisa menyempurnakan laporan ini. Semoga Makalah ini
memperluas pengetahuan untuk pembaca dan penulis sendiri aamiinn.

Jakarta, 3 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB l
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan......................................................................................2

BAB ll
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Terminologi Ushul Fiqh................................................................................3
B. Urgensi dan Tujuan Ilmu Ushul Fiqh...........................................................5
C. Perbedaan Ushul Fiqh dengan Fiqh..............................................................8
D. Objek Kajian Ushul Fiqh............................................................................12

BAB lll
PENUTUP.............................................................................................................16
A. Kesimpulan.................................................................................................16
B. Saran...........................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

iii
BAB l

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Latar belakang timbulnya ushul fikh, sudah ada sejak zaman


Rasulullah Pada waktu Rasulullah masih hidup, segala persoalan hukum
yang timbul, langsung ditanyakan kepadanya. Ia memberikan jawaban
hukum dengan menyebutkan ayat-ayat Alquran. Dalam keadaan tertentu
yang tidak ditemukan jawabannya dalam Alquran, ia memberikan jawaban
melalui penetapannya yang disebut hadis atau sunah. Alquran dan
penjelasannya dalam bentuk disebut "Sumber Pokok Hukum Islam".

Alquran turun dalam bahasa Arab. Demikian pula hadis yang


disampaikan Nabi juga berbahasa Arah. Para sahabat Nabi mempunyai
pengetahuan yang luas tentang bahasa Arab sebagai bahasa ibunya.
Mereka mengetahui secara baik arti setiap lafalnya dan maksud dari setiap
ungkapannya. Pengalaman mereka dalam menyertai kehidupan Nabi dan
pengetahuan mereka tentang sebab-sebab serta latar belakang turunnya
ayat-ayat hukum memungkinkan mereka mengetahui rahasia dari setiap
hukum yang ditetapkan Allah. Oleh karena itu, mereka tidak merasa
memerlukan sesuatu di balik itu dalam usaha mereka memformulasikan
hukum dari sumbernya yang telah ada, sebagaimana mereka tidak
memerlukan kaidah bahasa dalam memahami Alquran dan hadis Nabi
yang berbahasa Arab itu

Pada saat para sahabat menemukan permasalahan atau kejadi yang


timbul dalam kehidupan mereka dan memerlukan ketentuan hukumnya,
mereka mencari jawabannya dalam Alquran. Apabila mereka tidak
menemu kan jawabannya yang tersurat dalam Alquran, mereka mencoba
mencarinya dalam koleksi hadis Nabi, apabila mereka tidak menemukan

1
jawabannya juga. mereka menggunakan daya nalar yang dinamakan
ijtihad.

Dalam berijtihad itulah, mereka mencari titik kesamaan dari suatu


kejadian yang dihadapinya itu dengan apa-apa yang telah ditetapkan dalam
Alquran dan hadis. Mereka selalu mendasarkan pertimbangan pada usaha
"memelihara ke maslahatan umat" yang menjadi dasar dalam penetapan
hukum syara'.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diambil


rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Menjelaskan Terminologi Ushul Fiqh


2. Menjelaskan Urgensi dan Tujuan Ilmu Ushul Fiqh
3. Membahas Perbedaan Ushul Fiqh dengan Fiqh
4. Mengkaji Objek Kajian Ushul Fiqh

C. Tujuan Pembahasan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan


di atas, makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan:

1. Terminologi Ushul Fiqh


2. Urgensi dan Tujuan Ilmu Ushul Fiqh
3. Perbedaan Ushul Fiqh dengan Fiqh
4. Objek Kajian Ushul Fiqh

2
BAB ll

PEMBAHASAN

A. Terminologi Ushul Fiqh

Definisi Ushul fiqh menurut istilah syara adalah pengetahuan tentang


berbagai kaidah dan bahasan, yang menjadi sarana untuk mengambil hukum
hukum syara mengenai perbuatan manusia dari dalil dalilnya yang terperinci.
Atau Ushul Fiqh adalah himpunan kaidah dan bahasan yang menjadi sarana
untuk mengambil dalil hukum hukum syara mengenai perbuatan manusia dari
dalil dalil yang terperinci.1

Ushul Fiqh terdiri dari dua kata, yaitu : Ushul dan kata Fiqh. Kata Ushul
merupakan jamak (plural) dari kata ashl. Kata ushul secara etimologis
mempunyai arti : berakar, berasal, pangkal, sumber, dan silsilah, dalam artian
sederhana Ushul Fiqh adalah kaidah kaidah yang menjelaskan cara cara
mengeluarkan hukum hukum dari dalil dalilnya2

Menurut Misbahuddin dalam bukunya “Ushul Fiqh 1” Kata Ushul adalah


bentuk jamak dari kata ashl yang menurut bahasa, berarti sesuatu yang
dijadikan dasar bagi yang lain. Berdasarkan dari pengertian Ushul menurut
bahasa tersebut, maka Ushul Fiqh berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi
fiqh.3

Adapun menurut istilah, ashl mempunyai beberapa arti berikut ini:

1. Dalil, yakni landasan hukum, seperti pernyataan para ulama Ushul Fiqih
bahwa ashl dari wajibnya shalat lima waktu adalah firman Allah SWT.
dan Sunah Rasul.
2. Qa’idah, yaitu dasar atau fondasi sesuatu.

1
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih, Hal 2
2
Nurhayati dan Ali Imran Sinaga, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta : Prenadamedia Group : 2018), Hal 3
3
Misbahuddin, Ushul fiqh 1, (Makassar : Alaudin University Press : 2003), Hal 2

3
3. Rajih, yaitu yang terkuat.
4. Mustashhab yaitu memberlakukan hukum yang sudah ada sejak semula
selama tidak ada dalil yang mengubahnya. Misalnya, seseorang yang
hilang, apakah ia tetap mendapatkan haknya seperti warisan atau ikatan
perkawinannya? Orang tersebut harus dinyatakan masih hidup sebelum
ada berita tentang kematiannya. la tetap terpelihara haknya seperti tetap
mendapatkan waris, begitu juga ikatan perkawinannya dianggap tetap.
5. Far'u (cabang).

Dari kelima pengertian ashl di atas, yang biasa digunakan adalah dalil,
yakni dalil-dalil fiqih.4

Jika kita ingin mengenal lebih dalam tentang makna kata ushul fiqh, maka
kita perlu memperhatikan dua tinjauan berikut ini :

 Tinjauan pertama : makna ushul fiqh sebelum menjadi disiplin ilmu


tertentu, yaitu ushul fiqh
 Tinjauan kedua : setelah menjadikan dua kata ini menjadi disiplin ilmu
tertentu, yaitu ilmu ushul fiqh

Berdasarkan tinjauan pertama, yaitu ushul fiqh sebelum menjadi disiplin


ilmu, maka kata ushul fiqh terdiri dari dua kata, yaitu kata ushul dan kata fiqh.
Dia merupakan kata yang tersusun dari dua bagian. Jenis susunan ini disebut
dengan murakkab idhafi, dimana kata ushul di-idhaf-kan kepada kata fiqh
sehingga tersusun menjadi satu kata, yaitu “ushul fiqh”.5

Sebagaimana bagi satu disiplin ilmu, ushul fiqh dipandang sebagai satu
kesatuan, tanpa melihat kepada pengertian satu persatu dari dua kata yang
membentuknya. Dalam mendefinisikannya terdapat berbagai redaksi di
kalangan para ahlinya. Abdullah bin Umar al Baidawi (wafat 685 H), ushul
fiqh dari kalangan syafi'iyah, mendefinisikannya sebagai berikut :

4
Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung : Pustaka Setia : 2007), Hal 15-16
5
Abdul Havy Abdul’ Al, Pengantar Ushul Fikih, (Jakarta : Pustaka Al Kautsar : 2006), Hal 3

4
"Pengetahuan tentang dalil-dalil fikih secara global, cara mengistinbatkan
(menarik) hukum dari dalil dalil itu, dan tentang hal ihwal pelaku istinbat"6

Selain dari pengertian-pengertian di atas, ushul fiqh juga mempunyai


definisi, sebagai berikut:

‫علم يبحث عن أدلة الفقه اإلجمالية وكافية االستفادة منها وحال المستفيد‬

"Ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh secara ijmal (global), cara


menyimpulkan hukum dari dalil-dalil tersebut, dan keadaan orang-orang yang
menyimpulkan hukum tersebut". (Al Utsaimin, 2008:15)7

B. Urgensi dan Tujuan Ilmu Ushul Fiqh

Tujuan yang hendak dicapai dalam mempelajari ushul fiqh sebagaimana


pengertian ushul fiqh itu sendiri adalah supaya kita dapat menerapkan kaidah
kaidah terhadap dalil-dalil syara' yang terperinci agar sampai kepada hukum
hukum syara' yang bersifat amali, yang diambil dari dalil-dalil itu. Dengan
kaidah ushul serta bahasannya itulah dapat kita dapat memahami nash nash
syara' dan hukum yang terkandung di dalamnya. Demikian pula dapat
dipahami secara baik dan tepat apa apa yang dirumuskan ulama mujtahid dan
bagaimana mereka sampai kepada rumusan itu.

Meskipun para ulama terdahulu telah berhasil merumuskan hukum syara


dan telah dijabarkan secara terperinci dalam kitab-kitab fiqhnya, umat Islam
tetap memerlukan ushul fiqh. Ada dua tujuan kita mempelajari ushul fiqh.

Pertama, untuk mengetahui metode ushul fiqh yang dirumuskan ulama


terdahulu, apabila dikemudian hari kita dihadapkan kepada sebuah perma
salahan baru yang tidak ditemukan hukumnya dalam kitab-kitab fiqh terda

6
Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta : Kencana : 2017), Hal 4-5
7
Iwan Hermawan, Ushul Fiqh Kajian Hukum Islam, (Kuningan : Hidayatul Quran : 2019), Hal 1

5
hulu, kita dapat mencari jawaban hukum terhadap masalah baru itu dengan
cara menerapkan kaidah-kaidah hasil rumusan ulama terdahulu tadi.

Kedua, apabila kita menghadapi masalah hukum fiqh yang terdapat dalam
kitab-kitab fiqh terdahulu, tetapi kita mengalami kesukaran dalam
penerapannya karena sudah begitu jauhnya perubahan terjadi, dan kita ingin
mengkaji ulang rumusan fuqaha lama itu atau ingin merumuskan hukum
sesuai dengan kemaslahatan dan tuntutan kondisi yang menghendakinya,
usaha yang harus ditempuh adalah merumuskan kaidah baru yang
memungkinkan timbulnya rumusan baru dalam fiqh. Kajian ulang terhadap
suatu kaidah atau menentukan kaidah baru itu tidak mungkin dapat dilakukan
bila tidak mengetahui secara baik usaha dan cara ulama terdahulu dalam
merumuskan kaidahnya. Hal itu akan diketahui secara baik dalam ushul fiqh.

Para ulama ushul menyatakan bahwa ushul fiqh merupakan salah satu
sarana untuk mendapatkan hukum-hukum Allah sebagaimana yang
dikehendaki oleh Allah dan Rasul nya, baik yang berkaitan dengan masalah
akidah, ibadah, muamalah, qubah, maupun akhlak, ushul fiqh bukan sebagai
tujuan, melainkan sebagai sarana.

Secara rinci, ushul fiqh berfungsi sebagai berikut :

a. Memberikan pengertian dasar tentang kaidah-kaidah dan metodologi para


ulama muştahad dalam menggali hukum.
b. Menggambarkan persyaratan yang harus dimiliki seorang mujtahid, agar
mampu menggali hukum syara' secara tepat dan bagi orang awam supaya
lebih mantap dalam mengikuti pendapat yang dikemukakan oleh para
mujtahid setelah mengetahui cara yang mereka gunakan untuk berijtihad.
c. Memberi bekal untuk menentukan hukum melalui berbagai metode yang
dikembangkan oleh para mujtahid, dapat memecahkan berbagai per
soalan baru.

6
d. Memelihara agama dari penyimpangan dan penyalahgunaan dalil. Dengan
berpedoman pada ushul figh, hukum yang dihasilkan melalui ijtihad tetap
diakui syara".
e. Menyusun kaidah kaidah umum (asas hukum) yang dapat dipakai untuk
menetapkan berbagai persoalan dan fenomena sosial yang terus berkem
bang di masyarakat.
f. Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujahid, sejalan dengan
dalil yang mereka gunakan. Dengan demikian, orang yang belum mampu
berijtihad dapat memilih pendapat mereka yang terkuat disertai alasan
alasan yang tepat.

Sementara menurut Abdul Wahab khallaf mempelajari ushul fiqh


bertujuan agar seseorang mampu menerapkan kaidah terhadap dalil-dalil guna
memperoleh hukum syariat dan dapat memahami nash-nash syariat serta
kandungan hukumnya.

Berdasarkan rumusan rumusan yang disampaikan di atas pada akhirnya


bermuara kepada satu tujuan yang agung, yaitu memelihara agama islam dari
penyimpangan penyimpangan dan penyalahgunaan dalil dalil syara, terhindar
dari kecerobohan yang menyesatkan.8

Ilmu ushul fikih adalah ilmu yang memiliki kedudukan terhormat,


pengaruh yang agung serta manfaat yang luas, la sangat membanggakan
mengingat ilmu ini dipandang sebagai fondasi semua hukum fikih yang telah
ada dan terbaru. Dengan mengetahuinya, seseorang dapat mencari hukum
syara' pada setiap kejadian baru atau peristiwa yang diadakan, sehingga
syariah senantiasa pantas untuk setiap zaman dan tempat.

Tujuan kita mempelajari ushul fiqh adalah mengetahui nalar dan metode
yang dilakukan para mujtahid. Belajar ushul fiqh juga membuat kita dapat
memahami mustanad (pijakan) yang digunakan oleh seorang mujtahid.
Karena, ushul fiqh, sebagaimana ditegaskan Wahbah Az-Zuhaily, merupakan
8
Amrullah Hayatudin, Ushul Fiqh : Jalan Tengah Memahami Hukum Islam, (Jakarta : Amzah : 2019), Hal 10-
12

7
salah satu ilmu yang harus dimiliki seorang mujtahid selain ilmu bahasa Arab
dan ilmu hadits. 9

Manfaat lain dari ilmu ushul fikih adalah sebagai berikut :

1. Mampu menyimpulkan hukum dari dalil-dalilnya yang terperinci.


2. Dipandang sebagai salah satu ilmu penting yang mengkaji dalil-dalil
syar'i serta menjaganya dari fitnah para pembuat fitnah, kebimbangan
para musuh Islam, serta penyesatan para ateis
3. Dipandang sebagai salah satu ilmu yang membentuk seorang ahli fikih
mujtahid, serta orang yang pandai tentang kondisi dalil-dalil yang
bersifat kulli (general).10

C. Perbedaan Ushul Fiqh dengan Fiqh

Dari uraian yang cukup panjang tentang pembahasan fiqh dan ushul fiqh
pada sub bahasan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, maka dapat
diketahui secara jelas bahwa ushul fiqh adalah ilmu yang memiliki ciri khas
yang membedakannya dengan fiqh. Perbedaan ini dapat dilihat dalam poin-
poin berikut ini.

a. Dilihat dari objek pembahasannya, ilmu ushul fiqh membahas tentang


kaidah-kaidah yang bersifat umum (kulli) dan hukum yang bersifat
umum. Adapun yang menjadi objek pembahasan ilmu fiqh adalah dalil
yang bersifat juz'i, sehingga menghasilkan hukum juz'i pula yang
berhubungan dengan perbuatan mukalaf.
b. Dilihat dari tujuan yang hendak dicapai, ushul fiqh bertujuan untuk
dapat menerapkan kaidah-kaidah yang bersifat kulli terhadap nas-nas
syariat sedangkan Ilmu fiqh bertujuan untuk menerapkan hukum syariat
terhadap perbuatan dan ucapan mukalaf.

9
M. Noor Harisudin, Ilmu Ushul Fiqh, (Malang : Setara Press : 2021), Hal 7
10
Abdul Havy Abdul 'Al, Op. Cit., Hal 23

8
c. Ushul fiqh merupakan dasar pijakan bagi ilmu fiqh, sedangkan fiqh
merupakan hasil/produk dari ushul fiqh. Dengan kata lain dari ushul
fiqh akan melahirkan fiqh.
d. Dilihat dari sifatnya, ushul fiqh lebih bersifat kebahasaan (teoretis)
sedangkan fiqh lebih bersifat praktis.11

Fiqih adalah ilmu yang mempelajari dan mengetahui hukum-hukum


syariat agama islam, sedangkan ushul fiqih adalah kaidah-kaidah yang
dibutuhkan untuk mengeluarkan hukum dan perbuatan manusia yang
dikehendaki oleh fiqih. Ilmu fiqih adalah, produk dari ushul fiqih. Ilmu fiqih
berkembang karena berkembangnya ilmu ushul fiqih. Ilmu fiqih akan akan
bertambah maju manakala ilmu ushul fiqih mengalami kemajuan. Hal ini
karena ilmu ushul fiqih merupakan semacam ilmu alat yang menjelaskan
metode dan sistem penentuan hukum berdasarkan dalil-dalil naqli maupun
aqli.

Ilmu ushul fiqih adalah ilmu alat-alat yang menyediakan bermacam-


macam ketentuan dan kaidah sehingga diperoleh ketetapan hukum syara'
yang harus diamalkan manusia. Oleh karena itu, fiqih lebih bercorak produk
sedangkan ushul fiqih lebih bermakna metodologis. Dan oleh sebab itu,
fiqih terlihat sebagai koleksi produk hukum, sedangkan ushul fiqih
merupakan koleksi metodis yang sangat diperlukan untuk memproduk
hukum.

Sebagai contoh, dalam permasalahan pernikahan, ditemui kasus-kasus


baru seperti akad nikah lewat telepon, penggunaan alat-alat kontrasepsi KB,
harta pencarian bersama suami istri dan lain sebagainya yang secara tekstual
tidak ditemukan nashnya dalam Alquran maupun Sunah. Di sinilah peran
ulama ushul atau fukaha dan para cendekiawan agar mereka mampu
merepresentasikan Islam untuk semua bidang kehidupan manusia. Mereka
dituntut untuk mencari kepastian itu dengan mengkaji dan meneliti nilainilai

11
Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta : Kencana : 2017), Hal 9-10

9
normatif yang terkandung dalam Alquran dan Sunah secara cermat dan
intens dengan alat yang digunakan, yakni ilmu ushul fiqh.12

Perbedaan mendasar antara fiqih dan ushul fiqih bisa diseskripsikan


sebagai berikut:

1. Ushul fiqih, sebagaimana yang telah diuraikan diatas, adalah kaidah yang
diikuti oleh mujtahid dalam menggali hukum syara' yang terkait dengan
perbuatan dari dalil-dalil kasus per kasusnya (tafshili). Ushul fiqih
meliputi pembahasan tentang bahasa dan kaidahnya, sebab kaidah-kaidah
tersebut mutlak dan diperlukan oleh mujtahid, seperti pembahasan
mengenai makna haqiqi (riil) dan majaz (kiasan), makna huruf jar,
syarath, lafadz umum dan sebagainya. Sedangkan fiqih hanya
menjelaskan hukum syara' yang mengikat orang mukallaf, seperti shalat
hukumnya wajib, riba haram, dan sebagainya.
2. Ushul fiqih membahas dalil-dalil syara' global (adillah ijmaliyyah),
seperti Al-Qur'an, as-sunnah, Ijma' sahabat dan Qiyas, dari aspek bahwa
semuanya itu bersumber dari wahyu Allah serta kaidah dan bentuk
(sighat) yang terdapat didalamnya, seperti umum, khusus, muthlaq,
muqayyad (terikat) mujmal (global) dan mubayyan (terperinci), dan lain-
lain. Sementara fiqih membahas dalil cabang atau kasus per kasus
(adillah tafshiliyyah) yang terkait dengan hukum tersebut. Tujuan ushul
fiqih adalah mengaplikasikan kaidah terhadap dalil kasus per kasus
(adillah tafshiliyysh), agar bisa digunakan mengambil hukum syara' yang
berkaitan dengan perbuatan."

Berdasarkan uraian di atas terlihat perbedaan yang nyata antara ilmu fiqih
dan ilmu ushul fiqih. Kalau ilmu fiqih berbicara tentang hukum dari sesuatu
perbuatan, maka ilmu ushul fiqih bicara tentang metode dan proses
bagaimana menemukan hukum itu sendiri.13

12
Moh. Baharudin, Ilmu Ushul Fiqh, (Lampung : AURA CV. Anugrah Utama Raharja : 2019) Hal 9
13
Rusdaya Basri, Ushul Fiqh, (IAIN PAREPARE NUSANTARA PRESS), Hal 4-7

10
Di antara para peneliti di bidang kaidah ushul fiqh dan kaidah fikih
menyatakan bahwa yang pertama kali membedakan antara kaidah ushul dan
kaidah fikih adalah al-Qurafi (w. 684 H), yang menyatakan bahwa "syariah
itu ada dua hal, yaitu ushul dan furu', sedangkan ushul terbagi dua, yaitu
ushul fiqh dan kaidah-kaidah kuliyah fiqhiyah"

Lebih jauh lagi Ali Ahmad al-Nadwi memerinci perbedaan antara kaidah
ushul dan kaidah-kaidah fikih, yaitu :

1. Kaidah-kaidah ushul adalah timbangan dan patokan untuk melakukan


istinbath al-ahkâm secara benar. Dengan ushul figh digali hukum-hukum
dari dalil-dalilnya, seperti hukum asal dari kata perintah (al-amr) adalah
wajib, kata-kata larangan menunjuk kan haram.
2. Kaidah ushul fiqh meliputi semua bagian, sedang kaidah fikih. hanya
bersifat aglabiyah (pada umumnya), sehingga banyak sekali
pengecualiannya. Dalam hal ini komentar Jaih Mubarok, penulis kira ada
benarnya, yang menyatakan bahwa dalam kaidah ushul pun ada
kekecualiannya.
3. Kaidah ushul fiqh adalah cara untuk menggali hukum syara' yang praktis,
sedangkan kaidah fikih adalah kumpulan hukum-hukum yang serupa
yang kembali kepada satu hukum yang sama. Menurut hemat penulis,
kaidah-kaidah fikih pun bisa menjadi cara untuk menetapkan hukum
syara' yang praktis. Sehingga sering terjadi, di samping menggunakan
kaidah-kaidah ushul fiqh juga meng gunakan kaidah-kaidah fikih dalam
menentukan hukum terutama dalam penerapan hukum (tathbiq al-
ahkâm).
4. Kaidah-kaidah ushul muncul sebelum furu'. Sedangkan kaidah fikih
muncul setelah furu. Hal inilah yang penulis coba gambarkan di dalam
proses pembentukan kaidah-kaidah fikih.
5. Kaidah-kaidah ushul menjelaskan masalah-masalah yang ter kandung di
dalam berbagai macam dalil yang rinci yang memung kinkan dikeluarkan

11
hukum dari dalil-dalil tersebut. Sedangkan kaidah fikih menjelaskan
masalah fikih yang terhimpun di dalam kaidah tadi.14

Dengan demikian maka jelaslah perbedaan antara keduanya ushul fiqh


adalah pedoman atau aturan yang membatasi dan menjelaskan cara-cara yang
harus diikuti seorang fakih dalam usahanya menggali dan mengeluarkan
hukum syara’; dari dalilnya sedangkan fiqh adalah hukum-hukum syara yang
telah digali dan dirumuskan, atau dengan kata lain fiqh adalah produk dari
ushul fiqh.15

D. Objek Kajian Ushul Fiqh

Untuk mendalami satu disiplin ilmu, lebih dahulu perlu di ketahui apa
yang menjadi objek pembahasannya dan sisi mana saja dari objek bahasan
tersebut yang akan dikaji. Demikian pula halnya untuk mempelajari ushul
fiqh, perlu diketahui ob jek pembahasannya. Objek bahasan setiap ilmu
pengetahuan adalah sesuatu yang dibahas dalam ilmu itu tentang sifat-sifat
yang berhubungan atau bisa dihubungkan dengan sesuatu itu.

Dari definisi ushul fiqh menurut Abdullah bin Umar al Baidawi yang
dikemukakan di bagian awal pembahasan ini. dapat dipaparkan tiga masalah
pokok yang akan dibahas dalam ushul fiqh, yaitu tentang sumber dan dalil
hukum, tentang metode istinbat, dan tentang ijtihad. Kajian tentang hukum (al
hukm) oleh 'Abd Allah bin Umar al-Baidlawi diletakkan pada bagian
pendahuluan. Adapun Imam Abu Hamid al-Ghazali (450-505 H), ahli ushul
fiqh dari kalangan Syafi'iyah meletakkan pembahasan tentang hukum bukan
pada pendahuluan, melainkan pada bagian pertama dari masalah-masalah
pokok yang akan dibahas dalam ushul fiqh. Berpegang kepada pendapat al
Ghazali tersebut, maka objek bahasan ushul fiqh menjadi empat bagian, yaitu:

14
H.A. Djazuli, Kaidah Kaidah Fikih, (Jakarta : PRENADAMEDIA GROUP : 2019), Hal 22-23
15
Ahmad Sanusi dan Sohari, Ushul Fiqh, (Jakarrta : PT. RajaGrafindo Persada : 2015), Hal 6

12
1) Pembahasan tentang hukum syara' dan yang berhubungan dengannya,
seperti hakim, mahkum jih dan mahkum'alaih
2) Pembahasan tentang sumber-sumber dan dalil-dalil hukum
3) Pembahasan tentang cara mengistinbatkan hukum dari sumber-sumber
dan dalil-dalil itu; dan
4) Pembahasan tentang ijtihad.

Secara global muatan kajian ushul figh seperti dijelaskan di atas


menggambarkan objek bahasan ushul fiqh dalam berbagai literatur dan aliran,
meskipun mungkin terdapat perbedaan tentang sistematika dan jumlah
muatan dari masing-masing bagian tersebut.

Meskipun yang menjadi objek bahasan ushul fiqih ada empat seperti
dikemukakan tersebut, namun Wahbah az-Zuhaili dalam bukunya Al-Wasith
fi Ushul al-Fiqh menjelaskan bahwa yang menjadi inti dari objek kajian ushul
fiqh adalah tentang dua hal, yaitu dalil-dalil secara global dan tentang al-
ahkam (hukum-hukum syara'). Selain dua hal tersebut, dipaparkan oleh para
ulama ushul fiqh hanya sebagai pelengkap. Lalu aspek mana saja dari kedua
objek bahasan tersebut yang dikaji dalam ushul fiqh? Dalil-dalil syara' dikaji
dari segi tetapnya sifat-sifat esensialnya. Misalnya, Al-Qur'an adalah kitab
suci dan menjadi sumber bagi ketetapan hukum syara! Al-amr (perintah) yang
terdapat di dalam Al-Qur'an menunjukkan hukum wajib. Sebuah teks (nash)
yang tegas menunjukkan pengertiannya se cara pasti (qath'i), lafal umum
yang sudah di- takhshish sebagian cakupannya, sisanya berlalu secara tidak
pasti (zhanny). Dalam contoh-contoh di atas, Al-Qur'an dikaji dari segi
kompetensinya dalam menetapkan hukum, teks (nash) yang tegas dikaji dari
segi kepastian pengertiannya menunjukkan hukum, dan lafal umum yang
sudah di-takhshish sebagian cakupannya dikaji dari segi ketidakpastian
penunjukannya terhadap sisa cakupan pengertiannya mengenai hukum.

Begitulah setiap teks ayat atau Hadis dalam berbagai bentuk dan
karakteristiknya dikaji sedemikian rupa, sehingga akan membuahkan
kesimpulan-kesimpulan yang dirumuskan dalam bentuk kaidah-kaidah

13
umum. Kemudian, hukum syara' dijelas kan secara panjang lebar, baik dari
segi konsepnya maupun dari segi bagaimana ia bisa ditetapkan melalui dalil-
dalil syara'. Dari sisi ini kelihatan hubungan erat antara hukum dan dalil-dalil
syara. Suatu ungkapan menarik di sini adalah apa yang dikemu kakan oleh
Abu Ishaq al-Syathibi dalam kitabnya Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari'ah. Ia
mengatakan: "Setiap kajian yang diru muskan dalam ushul fiqh yang tidak
bisa dibangun di atasnya hukum fikih, atau adab sopan santun syara', atau
tidak mem bantu untuk pembentukan hal-hal tersebut, maka meletakkan hal
seperti itu dalam ushul fiqh adalah sia-sia." Dari keterangan tersebut, jelas
bahwa yang menjadi ob jek bahasan ushul fiqh adalah sifat-sifat esensial dari
berbagai dalil dalam kaitannya dengan penetapan suatu hukum dan
sebaliknya segi bagaimana tetapnya suatu hukum dengan dalil. Dalil-dalil
atau kaidah-kaidah serta hukum itu dikemukakan secara global, tanpa masuk
kepada perinciannya, karena perin ciannya, seperti dikemukakan sebelumnya,
dibahas dalam ilmu fikih oleh mujtahid.16

Bertitik tolak dari definisi ushul fiqh yang disebutkan di atas, maka
bahasan pokok ushul fiqh itu adalah tentang:

a. Dalil-dalil atau sumber hukum syara


b. Hukum-hukum syara' yang terkandung dalam dalil itu
c. Kaidah-kaidah tentang usaha dan cara mengeluarkan hukum syara'
dan dalil atau sumber yang mengandungnya.

Dalam membicarakan sumber hukum dibicarakan pula kemung kinan


terjadinya benturan antara dalil-dalil dan cara menyelesaikannya. Dibahas
pula tentang orang-orang yang berhak dan berwenang menggunakan
kaidah atau metode dalam melahirkan hukum syara' tersebut. Hal ini
memunculkan pembahasan tentang ijtihad dan mujtahid. Kemudian
membahas mengenai tindakan dan usaha yang dapat ditempuh orang-
orang yang tidak mempunyai kemampuan dan kemungkinan berijtihad

16
Satria Effendi, Op. Cit., Hal 11-13

14
atau pembahasan tentang taklid dan hal-hal lain yang berhubungan
dengannya.

Dalam sistematika penyusunan pokok-pokok bahasan terdapat


perbedaan yang disebabkan perbedaan arah dan penekanan dari beberapa
pokok bahasan tersebut.17

17
Amir Syarifudin, Ushul Fiqh Jilid 1, (Jakarta : Kencana : 2011), Hal 49

15
BAB lll

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ushul fiqh terdiri dari dua kata, yaitu : ushul dan kata fiqh. Kata
ushul merupakan jamak (plural) dari kata ashl. Kata ushul secara
etimologis mempunyai arti : berakar, berasal, pangkal, sumber, dan
silsilah, dalam artian sederhana ushul fiqh adalah kaidah kaidah yang
menjelaskan cara cara mengeluarkan hukum hukum dari dalil dalilnya.
Definisi ushul fiqh menurut istilah syara adalah pengetahuan tentang
berbagai kaidah dan bahasan, yang menjadi sarana untuk mengambil
hukum hukum syara mengenai perbuatan manusia dari dalil dalilnya yang
terperinci.
Tujuan yang hendak dicapai dalam mempelajari ushul fiqh
sebagaimana pengertian ushul fiqh itu sendiri adalah supaya kita dapat
menerapkan kaidah kaidah terhadap dalil-dalil syara' yang terperinci agar
sampai kepada hukum hukum syara' yang bersifat amali, yang diambil dari
dalil-dalil itu. Dengan kaidah ushul serta bahasannya itulah dapat kita
dapat memahami nash nash syara' dan hukum yang terkandung di
dalamnya. Demikian pula dapat dipahami secara baik dan tepat apa apa
yang dirumuskan ulama mujtahid dan bagaimana mereka sampai kepada
rumusan itu.
Perbedaan antara ushul fiqh dan fiqh adalah pedoman atau aturan
yang membatasi dan menjelaskan cara-cara yang harus diikuti seorang
fakih dalam usahanya menggali dan mengeluarkan hukum syara’; dari
dalilnya sedangkan fiqh adalah hukum-hukum syara yang telah digali dan
dirumuskan, atau dengan kata lain fiqh adalah produk dari ushul fiqh.

Bahasan pokok ushul fiqh itu adalah tentang:


A. Dalil-dalil atau sumber hukum syara
B. Hukum-hukum syara' yang terkandung dalam dalil itu
C. Kaidah-kaidah tentang usaha dan cara mengeluarkan hukum syara'
dan dalil atau sumber yang mengandungnya.

B. Saran

Sebagai penulis kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak


kekurangan dalam pembuatannya. Untuk itu kami memohon maaf apabila
ada kesalahan dan kami sangat mengharapkan saran yang membangun dari
pembaca agar kemudian pembuatan makalah kami semakin lebih baik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Baharudin, M. 2019. Ilmu Ushul Fiqh, Lampung : AURA CV. Anugrah


Utama Raharja.

Basri, R. Ushul Fiqh. (IAIN PAREPARE NUSANTARA PRESS)

Djazuli, H. A. 2019. Kaidah Kaidah Fikih. Jakarta : PRENADAMEDIA


GROUP.

Effendi, S. 2017. Ushul Fiqh. Jakarta : Kencana.

Havy Abdul’ Al, A. 2006. Pengantar Ushul Fikih. Jakarta : Pustaka Al


Kautsar.

Hayatudin, A. 2019. Ushul Fiqh : Jalan Tengah Memahami Hukum Islam.


Jakarta : Amzah.

Hermawan, I. 2019. Ushul Fiqh Kajian Hukum Islam. Kuningan : Hidayatul


Quran.

Khallaf, A. W. 1968. Ilmu Ushul Fikih. (Gema Risalah Press)

Misbahuddin. 2006. Ushul fiqh 1. Makassar : Alaudin University Press.

Noor Harisudin, M. 2021. Ilmu Ushul Fiqh. Malang : Setara Press.

Nurhayati dan Sinaga, A. I. Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta : Prenadamedia


Group.

Sanusi, A. dan Sohari. 2015. Ushul Fiqh. Jakarrta : PT. RajaGrafindo


Persada.

Shidiq, S.2017. Ushul Fiqh. Jakarta : Kencana.

Syafe’I, R. 2007. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung : Pustaka Setia.

Syarifudin, A. 2011. Ushul Fiqh Jilid 1. Jakarta : Kencana.

17

Anda mungkin juga menyukai