Dosen Pengampu :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan rahmat, taufik dan hidayah nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita
curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan jalan kebaikan
dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.
Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan dan dukungannya dalam pembuatan makalah ini. Tak
lupa penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada ibu Marhamah Saleh,
M.A sebagai dosen penanggung jawab mata kuliah ushul fiqh yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
mengenai “Terminologi, Objek Kajian dan Urgensi Ushul Fiqh”
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan yang kami miliki dan
semaksimal mungkin,. Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta
kekurangan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB l
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan......................................................................................2
BAB ll
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Terminologi Ushul Fiqh................................................................................3
B. Urgensi dan Tujuan Ilmu Ushul Fiqh...........................................................5
C. Perbedaan Ushul Fiqh dengan Fiqh..............................................................8
D. Objek Kajian Ushul Fiqh............................................................................12
BAB lll
PENUTUP.............................................................................................................16
A. Kesimpulan.................................................................................................16
B. Saran...........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17
iii
BAB l
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
jawabannya juga. mereka menggunakan daya nalar yang dinamakan
ijtihad.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
2
BAB ll
PEMBAHASAN
Ushul Fiqh terdiri dari dua kata, yaitu : Ushul dan kata Fiqh. Kata Ushul
merupakan jamak (plural) dari kata ashl. Kata ushul secara etimologis
mempunyai arti : berakar, berasal, pangkal, sumber, dan silsilah, dalam artian
sederhana Ushul Fiqh adalah kaidah kaidah yang menjelaskan cara cara
mengeluarkan hukum hukum dari dalil dalilnya2
1. Dalil, yakni landasan hukum, seperti pernyataan para ulama Ushul Fiqih
bahwa ashl dari wajibnya shalat lima waktu adalah firman Allah SWT.
dan Sunah Rasul.
2. Qa’idah, yaitu dasar atau fondasi sesuatu.
1
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih, Hal 2
2
Nurhayati dan Ali Imran Sinaga, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta : Prenadamedia Group : 2018), Hal 3
3
Misbahuddin, Ushul fiqh 1, (Makassar : Alaudin University Press : 2003), Hal 2
3
3. Rajih, yaitu yang terkuat.
4. Mustashhab yaitu memberlakukan hukum yang sudah ada sejak semula
selama tidak ada dalil yang mengubahnya. Misalnya, seseorang yang
hilang, apakah ia tetap mendapatkan haknya seperti warisan atau ikatan
perkawinannya? Orang tersebut harus dinyatakan masih hidup sebelum
ada berita tentang kematiannya. la tetap terpelihara haknya seperti tetap
mendapatkan waris, begitu juga ikatan perkawinannya dianggap tetap.
5. Far'u (cabang).
Dari kelima pengertian ashl di atas, yang biasa digunakan adalah dalil,
yakni dalil-dalil fiqih.4
Jika kita ingin mengenal lebih dalam tentang makna kata ushul fiqh, maka
kita perlu memperhatikan dua tinjauan berikut ini :
Sebagaimana bagi satu disiplin ilmu, ushul fiqh dipandang sebagai satu
kesatuan, tanpa melihat kepada pengertian satu persatu dari dua kata yang
membentuknya. Dalam mendefinisikannya terdapat berbagai redaksi di
kalangan para ahlinya. Abdullah bin Umar al Baidawi (wafat 685 H), ushul
fiqh dari kalangan syafi'iyah, mendefinisikannya sebagai berikut :
4
Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung : Pustaka Setia : 2007), Hal 15-16
5
Abdul Havy Abdul’ Al, Pengantar Ushul Fikih, (Jakarta : Pustaka Al Kautsar : 2006), Hal 3
4
"Pengetahuan tentang dalil-dalil fikih secara global, cara mengistinbatkan
(menarik) hukum dari dalil dalil itu, dan tentang hal ihwal pelaku istinbat"6
علم يبحث عن أدلة الفقه اإلجمالية وكافية االستفادة منها وحال المستفيد
6
Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta : Kencana : 2017), Hal 4-5
7
Iwan Hermawan, Ushul Fiqh Kajian Hukum Islam, (Kuningan : Hidayatul Quran : 2019), Hal 1
5
hulu, kita dapat mencari jawaban hukum terhadap masalah baru itu dengan
cara menerapkan kaidah-kaidah hasil rumusan ulama terdahulu tadi.
Kedua, apabila kita menghadapi masalah hukum fiqh yang terdapat dalam
kitab-kitab fiqh terdahulu, tetapi kita mengalami kesukaran dalam
penerapannya karena sudah begitu jauhnya perubahan terjadi, dan kita ingin
mengkaji ulang rumusan fuqaha lama itu atau ingin merumuskan hukum
sesuai dengan kemaslahatan dan tuntutan kondisi yang menghendakinya,
usaha yang harus ditempuh adalah merumuskan kaidah baru yang
memungkinkan timbulnya rumusan baru dalam fiqh. Kajian ulang terhadap
suatu kaidah atau menentukan kaidah baru itu tidak mungkin dapat dilakukan
bila tidak mengetahui secara baik usaha dan cara ulama terdahulu dalam
merumuskan kaidahnya. Hal itu akan diketahui secara baik dalam ushul fiqh.
Para ulama ushul menyatakan bahwa ushul fiqh merupakan salah satu
sarana untuk mendapatkan hukum-hukum Allah sebagaimana yang
dikehendaki oleh Allah dan Rasul nya, baik yang berkaitan dengan masalah
akidah, ibadah, muamalah, qubah, maupun akhlak, ushul fiqh bukan sebagai
tujuan, melainkan sebagai sarana.
6
d. Memelihara agama dari penyimpangan dan penyalahgunaan dalil. Dengan
berpedoman pada ushul figh, hukum yang dihasilkan melalui ijtihad tetap
diakui syara".
e. Menyusun kaidah kaidah umum (asas hukum) yang dapat dipakai untuk
menetapkan berbagai persoalan dan fenomena sosial yang terus berkem
bang di masyarakat.
f. Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujahid, sejalan dengan
dalil yang mereka gunakan. Dengan demikian, orang yang belum mampu
berijtihad dapat memilih pendapat mereka yang terkuat disertai alasan
alasan yang tepat.
Tujuan kita mempelajari ushul fiqh adalah mengetahui nalar dan metode
yang dilakukan para mujtahid. Belajar ushul fiqh juga membuat kita dapat
memahami mustanad (pijakan) yang digunakan oleh seorang mujtahid.
Karena, ushul fiqh, sebagaimana ditegaskan Wahbah Az-Zuhaily, merupakan
8
Amrullah Hayatudin, Ushul Fiqh : Jalan Tengah Memahami Hukum Islam, (Jakarta : Amzah : 2019), Hal 10-
12
7
salah satu ilmu yang harus dimiliki seorang mujtahid selain ilmu bahasa Arab
dan ilmu hadits. 9
Dari uraian yang cukup panjang tentang pembahasan fiqh dan ushul fiqh
pada sub bahasan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, maka dapat
diketahui secara jelas bahwa ushul fiqh adalah ilmu yang memiliki ciri khas
yang membedakannya dengan fiqh. Perbedaan ini dapat dilihat dalam poin-
poin berikut ini.
9
M. Noor Harisudin, Ilmu Ushul Fiqh, (Malang : Setara Press : 2021), Hal 7
10
Abdul Havy Abdul 'Al, Op. Cit., Hal 23
8
c. Ushul fiqh merupakan dasar pijakan bagi ilmu fiqh, sedangkan fiqh
merupakan hasil/produk dari ushul fiqh. Dengan kata lain dari ushul
fiqh akan melahirkan fiqh.
d. Dilihat dari sifatnya, ushul fiqh lebih bersifat kebahasaan (teoretis)
sedangkan fiqh lebih bersifat praktis.11
11
Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta : Kencana : 2017), Hal 9-10
9
normatif yang terkandung dalam Alquran dan Sunah secara cermat dan
intens dengan alat yang digunakan, yakni ilmu ushul fiqh.12
1. Ushul fiqih, sebagaimana yang telah diuraikan diatas, adalah kaidah yang
diikuti oleh mujtahid dalam menggali hukum syara' yang terkait dengan
perbuatan dari dalil-dalil kasus per kasusnya (tafshili). Ushul fiqih
meliputi pembahasan tentang bahasa dan kaidahnya, sebab kaidah-kaidah
tersebut mutlak dan diperlukan oleh mujtahid, seperti pembahasan
mengenai makna haqiqi (riil) dan majaz (kiasan), makna huruf jar,
syarath, lafadz umum dan sebagainya. Sedangkan fiqih hanya
menjelaskan hukum syara' yang mengikat orang mukallaf, seperti shalat
hukumnya wajib, riba haram, dan sebagainya.
2. Ushul fiqih membahas dalil-dalil syara' global (adillah ijmaliyyah),
seperti Al-Qur'an, as-sunnah, Ijma' sahabat dan Qiyas, dari aspek bahwa
semuanya itu bersumber dari wahyu Allah serta kaidah dan bentuk
(sighat) yang terdapat didalamnya, seperti umum, khusus, muthlaq,
muqayyad (terikat) mujmal (global) dan mubayyan (terperinci), dan lain-
lain. Sementara fiqih membahas dalil cabang atau kasus per kasus
(adillah tafshiliyyah) yang terkait dengan hukum tersebut. Tujuan ushul
fiqih adalah mengaplikasikan kaidah terhadap dalil kasus per kasus
(adillah tafshiliyysh), agar bisa digunakan mengambil hukum syara' yang
berkaitan dengan perbuatan."
Berdasarkan uraian di atas terlihat perbedaan yang nyata antara ilmu fiqih
dan ilmu ushul fiqih. Kalau ilmu fiqih berbicara tentang hukum dari sesuatu
perbuatan, maka ilmu ushul fiqih bicara tentang metode dan proses
bagaimana menemukan hukum itu sendiri.13
12
Moh. Baharudin, Ilmu Ushul Fiqh, (Lampung : AURA CV. Anugrah Utama Raharja : 2019) Hal 9
13
Rusdaya Basri, Ushul Fiqh, (IAIN PAREPARE NUSANTARA PRESS), Hal 4-7
10
Di antara para peneliti di bidang kaidah ushul fiqh dan kaidah fikih
menyatakan bahwa yang pertama kali membedakan antara kaidah ushul dan
kaidah fikih adalah al-Qurafi (w. 684 H), yang menyatakan bahwa "syariah
itu ada dua hal, yaitu ushul dan furu', sedangkan ushul terbagi dua, yaitu
ushul fiqh dan kaidah-kaidah kuliyah fiqhiyah"
Lebih jauh lagi Ali Ahmad al-Nadwi memerinci perbedaan antara kaidah
ushul dan kaidah-kaidah fikih, yaitu :
11
hukum dari dalil-dalil tersebut. Sedangkan kaidah fikih menjelaskan
masalah fikih yang terhimpun di dalam kaidah tadi.14
Untuk mendalami satu disiplin ilmu, lebih dahulu perlu di ketahui apa
yang menjadi objek pembahasannya dan sisi mana saja dari objek bahasan
tersebut yang akan dikaji. Demikian pula halnya untuk mempelajari ushul
fiqh, perlu diketahui ob jek pembahasannya. Objek bahasan setiap ilmu
pengetahuan adalah sesuatu yang dibahas dalam ilmu itu tentang sifat-sifat
yang berhubungan atau bisa dihubungkan dengan sesuatu itu.
Dari definisi ushul fiqh menurut Abdullah bin Umar al Baidawi yang
dikemukakan di bagian awal pembahasan ini. dapat dipaparkan tiga masalah
pokok yang akan dibahas dalam ushul fiqh, yaitu tentang sumber dan dalil
hukum, tentang metode istinbat, dan tentang ijtihad. Kajian tentang hukum (al
hukm) oleh 'Abd Allah bin Umar al-Baidlawi diletakkan pada bagian
pendahuluan. Adapun Imam Abu Hamid al-Ghazali (450-505 H), ahli ushul
fiqh dari kalangan Syafi'iyah meletakkan pembahasan tentang hukum bukan
pada pendahuluan, melainkan pada bagian pertama dari masalah-masalah
pokok yang akan dibahas dalam ushul fiqh. Berpegang kepada pendapat al
Ghazali tersebut, maka objek bahasan ushul fiqh menjadi empat bagian, yaitu:
14
H.A. Djazuli, Kaidah Kaidah Fikih, (Jakarta : PRENADAMEDIA GROUP : 2019), Hal 22-23
15
Ahmad Sanusi dan Sohari, Ushul Fiqh, (Jakarrta : PT. RajaGrafindo Persada : 2015), Hal 6
12
1) Pembahasan tentang hukum syara' dan yang berhubungan dengannya,
seperti hakim, mahkum jih dan mahkum'alaih
2) Pembahasan tentang sumber-sumber dan dalil-dalil hukum
3) Pembahasan tentang cara mengistinbatkan hukum dari sumber-sumber
dan dalil-dalil itu; dan
4) Pembahasan tentang ijtihad.
Meskipun yang menjadi objek bahasan ushul fiqih ada empat seperti
dikemukakan tersebut, namun Wahbah az-Zuhaili dalam bukunya Al-Wasith
fi Ushul al-Fiqh menjelaskan bahwa yang menjadi inti dari objek kajian ushul
fiqh adalah tentang dua hal, yaitu dalil-dalil secara global dan tentang al-
ahkam (hukum-hukum syara'). Selain dua hal tersebut, dipaparkan oleh para
ulama ushul fiqh hanya sebagai pelengkap. Lalu aspek mana saja dari kedua
objek bahasan tersebut yang dikaji dalam ushul fiqh? Dalil-dalil syara' dikaji
dari segi tetapnya sifat-sifat esensialnya. Misalnya, Al-Qur'an adalah kitab
suci dan menjadi sumber bagi ketetapan hukum syara! Al-amr (perintah) yang
terdapat di dalam Al-Qur'an menunjukkan hukum wajib. Sebuah teks (nash)
yang tegas menunjukkan pengertiannya se cara pasti (qath'i), lafal umum
yang sudah di- takhshish sebagian cakupannya, sisanya berlalu secara tidak
pasti (zhanny). Dalam contoh-contoh di atas, Al-Qur'an dikaji dari segi
kompetensinya dalam menetapkan hukum, teks (nash) yang tegas dikaji dari
segi kepastian pengertiannya menunjukkan hukum, dan lafal umum yang
sudah di-takhshish sebagian cakupannya dikaji dari segi ketidakpastian
penunjukannya terhadap sisa cakupan pengertiannya mengenai hukum.
Begitulah setiap teks ayat atau Hadis dalam berbagai bentuk dan
karakteristiknya dikaji sedemikian rupa, sehingga akan membuahkan
kesimpulan-kesimpulan yang dirumuskan dalam bentuk kaidah-kaidah
13
umum. Kemudian, hukum syara' dijelas kan secara panjang lebar, baik dari
segi konsepnya maupun dari segi bagaimana ia bisa ditetapkan melalui dalil-
dalil syara'. Dari sisi ini kelihatan hubungan erat antara hukum dan dalil-dalil
syara. Suatu ungkapan menarik di sini adalah apa yang dikemu kakan oleh
Abu Ishaq al-Syathibi dalam kitabnya Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari'ah. Ia
mengatakan: "Setiap kajian yang diru muskan dalam ushul fiqh yang tidak
bisa dibangun di atasnya hukum fikih, atau adab sopan santun syara', atau
tidak mem bantu untuk pembentukan hal-hal tersebut, maka meletakkan hal
seperti itu dalam ushul fiqh adalah sia-sia." Dari keterangan tersebut, jelas
bahwa yang menjadi ob jek bahasan ushul fiqh adalah sifat-sifat esensial dari
berbagai dalil dalam kaitannya dengan penetapan suatu hukum dan
sebaliknya segi bagaimana tetapnya suatu hukum dengan dalil. Dalil-dalil
atau kaidah-kaidah serta hukum itu dikemukakan secara global, tanpa masuk
kepada perinciannya, karena perin ciannya, seperti dikemukakan sebelumnya,
dibahas dalam ilmu fikih oleh mujtahid.16
Bertitik tolak dari definisi ushul fiqh yang disebutkan di atas, maka
bahasan pokok ushul fiqh itu adalah tentang:
16
Satria Effendi, Op. Cit., Hal 11-13
14
atau pembahasan tentang taklid dan hal-hal lain yang berhubungan
dengannya.
17
Amir Syarifudin, Ushul Fiqh Jilid 1, (Jakarta : Kencana : 2011), Hal 49
15
BAB lll
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ushul fiqh terdiri dari dua kata, yaitu : ushul dan kata fiqh. Kata
ushul merupakan jamak (plural) dari kata ashl. Kata ushul secara
etimologis mempunyai arti : berakar, berasal, pangkal, sumber, dan
silsilah, dalam artian sederhana ushul fiqh adalah kaidah kaidah yang
menjelaskan cara cara mengeluarkan hukum hukum dari dalil dalilnya.
Definisi ushul fiqh menurut istilah syara adalah pengetahuan tentang
berbagai kaidah dan bahasan, yang menjadi sarana untuk mengambil
hukum hukum syara mengenai perbuatan manusia dari dalil dalilnya yang
terperinci.
Tujuan yang hendak dicapai dalam mempelajari ushul fiqh
sebagaimana pengertian ushul fiqh itu sendiri adalah supaya kita dapat
menerapkan kaidah kaidah terhadap dalil-dalil syara' yang terperinci agar
sampai kepada hukum hukum syara' yang bersifat amali, yang diambil dari
dalil-dalil itu. Dengan kaidah ushul serta bahasannya itulah dapat kita
dapat memahami nash nash syara' dan hukum yang terkandung di
dalamnya. Demikian pula dapat dipahami secara baik dan tepat apa apa
yang dirumuskan ulama mujtahid dan bagaimana mereka sampai kepada
rumusan itu.
Perbedaan antara ushul fiqh dan fiqh adalah pedoman atau aturan
yang membatasi dan menjelaskan cara-cara yang harus diikuti seorang
fakih dalam usahanya menggali dan mengeluarkan hukum syara’; dari
dalilnya sedangkan fiqh adalah hukum-hukum syara yang telah digali dan
dirumuskan, atau dengan kata lain fiqh adalah produk dari ushul fiqh.
B. Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
17