Anda di halaman 1dari 17

FIQH IBADAH

“KONSEP FIQIH”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Fiqh Ibadah Jurusan Ekonomi Syariah

Dosen Pengampu :
Adin Fadilah M.E.Sy

Disusun Oleh :
1. Reni Marbiyanti (934128819)
2. Lu’lu’ Nur Rosyidah (934128919)
3. Reecha Tiantanissa P.S. (934129019)
4. Candra Kurnia Alvin (934129119)

Kelas H

PROGAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
TAHUN 2019
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Tidak lupa juga
kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami
baik berupa materi maupun pikirannya.

Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah


wawasan pengetahuan untuk pihak yang membutuhkan terutama mengenai
“Konsep Fiqih”.

Walaupun dalam penulisan makalah ini kami telah berusaha semaksimal


mungkin, namun karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman. Kami
menyadari masih banyak kekurangan dalam berbagai hal. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan
penyempurnaan dimasa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Kediri, 09 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1. Latar belakang ........................................................................ 1
2. Rumusan Masalah .................................................................. 1
3. Tujuan ..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................... 3
1. Pengertian Fiqh .................................................................... 3
2. Sumber Hukum Islam ........................................................... 4
3. Ruang Lingkup Fiqh ............................................................. 11
4. Pengertian Fiqh Ibadah ......................................................... 11
5. Ruang Lingkup Fiqh Ibadah ................................................. 12
BAB III PENUTUP .............................................................................. 13
1. Kesimpulan ............................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 14

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada zaman perkembangan teknologi yang semakin berkembang
mengakibatkan cara berfikir masyarakat juga mengikuti arus perkembangan
zaman. Hal ini berpengaruh pada proses keberagaman pemahaman seseorang
terutama dalam masalah fiqih yang meliputi fiqih itu sendiri dan fiqih ibadah.
Ilmu fiqih adalah salah satu hal yang erat kaitannya dengan islam. Semua
yang berkaitan dengan ibadah dalam al quran yang bersifat umum akan di
jabarkan di dalam ilmu fiqih. Hal ini agar memudahkan para pemeluk agama
islam. Sedangkan fiqih ibadah merupakan aspek yang sangat penting untuk
membangun silaturahim seorang hamba dengan Allah SWT sehingga lebih
dekat kepadanya.
Indonesia tempat dimana ilmu fiqih sangat diperlukan. Namun sedikit
sekali orang yang mau mencaritahu tentang asal usul fiqih indonesia.
Berbicara masalah fiqih berarti berbicara masalah pemahaman. Dalam
pemahaman fiqih, seseorang bisa berbeda-beda pendapat sesuai dengan
mashab yang di anut. Kajian fiqih islam dalam konteks kehidupan pribadi,
keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara untuk menciptakan kehidupan yang
aman, damai, tenang, dan tentram, selamat dunia dan akhirat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengetian fiqh?
2. Apa yang dimaksud dengan sumber hukum Islam?
3. Apa yang dimaksud dengan ruang lingkup fiqh?
4. Apa yang dimaksud dengan pengetian fiqh ibadah?
5. Apa yang dimakusd dengan ruang lingkup fiqh ibadah?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana pengertian fiqh.
2. Untuk mengetahui bagaimana sumber hukum islam.
3. Untuk mengetahui bagaimana ruang lingkup fiqh.
4. Untuk mengetahui bagaiman pengertian fiqh ibadah.
5. Untuk mengetahui bagaimana ruang lingkup fiqh ibadah.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian Fikih

Dalam bahasa Arab fikih disebut fiqh dalam bentuk mashdar yang berarti
pengetahuan dan pemahaman. Sedangkan pengertian fikih menurut
Muhammad Abu Zahrah dan Abdul Wahhab Khallaf ialah ilmu yang
menerangkan hukum syara’ yang ‘amali (praktis) yang diambil dari dalul-dalil
yang terinci.1

Kata fikih berasal dari bahasa Arab faqiha-yafqahu-fiqh yang memiliki arti
mengerti, memahami. Dalam banyak tempat, al-Qur’an menggunakan kata fiqh
dalam pengertian umum, yaitu “pemahaman”. Ekspresi al-Qur’an
liyatafaqqahu fi ad-din (untuk memahami masalah agama) memperlihatkan
bahwa pada masa Nabi Saw. istilah fikih sebagai pengertian hukum Islam
secara khusus belum digunakan. Imam Abu Hanifah menulis sebuah kitab
terkenal dengan judul “al-fiqh al-Akbar” yang di dalamnya mencakup masalah
akidah, hukum dan akhlak. al-Amidi, seorang ulama fikih bermadzhab Syafi’i
mendefinisikan fikih sebagai ilmu tentang kumpulan hukum-hukum syara’
furu’iyah dengan cara mencurahkan pemikiran dan istidlal. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa produk fikih adalah kumpulan hukum syara’ karena
fikih adalah ilmu atau pengetahuan tentang hukum suatu perbuatan (baik
wajib, haram, sunnah, mubah dan makruh) yang dikerjakan oleh manusia
dimana hukum-hukum itu diketahui dengan cara mengeluarkannya dari dalil-
dalil yang ada dalam nash al-Qur’an maupun Hadits.2

1
Muhaimin Abdul Wahhab Abd., Aktualisasi Syariah dan Fikih, Ahkam: Vol. XV, No. 2, Juli 2015
hlm 242, Diakses : 08-09-2019, 12:19:55
2
Lina Kushidayati, dkk., Pengembangan Ilmu Fikih dalam Perspektif Filsafat Ilmu. Jurnal Pemikiran
Hukum dan hukum Islam Vol. 5, no. 2, Desember 2014. Diakses : 08-09-2019, 12:18:35

3
B. Sumber Hukum Islam

Secara bahasa, hukum (al-hukm) bermakna keputusan halangan dan


pemisahan. Kata hukum identik dengan hikmah, dan kata tersebut berfungsi
menghalangi seseorang untuk melakukan perbuatan jahat, memberikan
kepastian hukum tentang suatu permasalahan serta memisahkan hal - hal yang
benar dari yang salah.

Definisi hukum diatas menegaskan bahwa hukum islam sejatinya adalah


teks (nash) al-qur’an dan al-sunnah sebagai representasi dari kehendak allah
sebagai hakim (pembuat hukum) iitu sendiri.

kata sumber atau dengan jamak masadir dapat diartikan “suatu wadah
yang padanya ditemukan dan ditimba norma hukum”.sedangkan kata dalil atau
dengan jamak al-adillah, merupakan petunjuk yang membawa dalam
menemukan hukum tertentu.

Kata-kata sumber mungkin hanya digunakan untuk Al-Qur’an dan


sunnah,karena memang dari keduanya dapat ditimba hukum-hukum syara’
tetapi tidak mungkin ini digunakan untuk ijma’,qiyas,dan yang lainnya karena
semuanya bukanlah wadah yang dapat ditimba.semuanya adalah cara dalam
menemukan hukum.Kata dalil disamping dapat digunakan dalam Al-Qur’an
dan sunnah,juga berlaku untuk ijma’,qiyas,dan yang lainnya,karena semuanya
itu menuntun kepada penemuan hukum Allah.Karena pembahasan disini akan
menjangkau pula kepada ra’yu atau ijtihad maka bahasa atau kata yang paling
dapat digunakan disini adalah dalil-dalil hukum islam.

Sumber-sumber yang dipakai acuan dalam istimbat hukum islam adalah


kitab (Al-Qur’an), As-Sunah,ijtihad, Ijma’, Qarul Sahabi Qiyas, dan
Istishan, Maslahah Mursalah, Urf, syariat umat sebelum islam,istishab.

Perlu dijelaskan beberapa masalah yang berkaitan dengan sumber-sumber


hukum islam :

4
1. Sumber-sumber hukum Islam diatas tidak seluruhnya menjadi
kesepakatan para ulama,tetapi ada sebagian yang diperselisihkan,baik
dalam hal pengertiannya maupun dalam hal dijadikannya sebagai sumber
hukum islam.
2. Sebagian dari sumber-sumber hukum islam diatas,ada yang bersifat
naqli,yaitu Al-Qur’an, As-Sunah, Ijma’, Qaul Sahabi,Urf, dan Syariah
umat sebelum islam.Dan ada juga yang bersifat aqli, yaitu Qiyas,
Maslahah Mursalah, Istihsan, dan hak ini yang berperanan untuk
menjelaskan adalah akal.

Dalil-dalil naqli masih memerlukan akal untuk memahami dan mengambil


hukum darinya. Sebaliknya, dalil akal tidak diperlukan oleh syariat, kecuali
jika bersandar kepada naqli, karena akal saja tidak mampu mengetahui
hukum-hukum syariat.

Imam Al-Ghozali berkata,”Sesungguhnya akal itu tidak dapat memberi


petunjuk, kecuali dengan syara’ dan syara’ pun tidak dapat menjelaskan,
kecuali dengan akal. Akal adalah laksana fondasi, sedangkan syara’ adalah
laksana bangunan.Tidak akan berguna suatu pondasi selagi tidak ada
bangunan, tidak akan kuat suatu bangunan, jika tidak ada fondasi.”akal
laksana penglihatan sedangkan syara’ laksana cahaya. Penglihatan tidak
akan berguna jika tidak ada cahaya dari luar dan sebaliknya.

Akal laksana lampu, sedangkan syariat laksana minyak yang


menghidupkannya. Jika tidak ada minyak,lampu tidak akan menyala.Dan
jika tidak ada lampu maka minyak tidak akan bersinar.

Ada orang mengatakan bahwa syariat adalah akal dari luar, sedangkan akal
adalah syariat dari dalam. Keduanya berterntangan,tetapi menyatu.Karena
syara’adalah akal dari luar, Allah mencabut nama akal dari orang kafir
jarena bukan tempatnya.

Firman Allah SWT :

5
)١٧١E:‫ي فَهُ ْم الَيَ ْعقِلُوْ نَ (البقرة‬
ٌ ‫ص ُّم بُ ْك ٌم ُع ْم‬
ُ
Artinya : “Mereka (orang kafir)itu tuli,bisu,dan buta,(maka oleh sebab
itu)mereka tidak berakal.” (QS.Al-Baqarah :171)

Dan karena akal adalah syara’dari dalam, AllahSWT berfirman tentang


sifat akal.

)٣٠:‫ق هللا ٰذ لِكَ ال ِّد ْينَ ْالقَي ُم (الروم‬


ِ ‫لا َ تَ ْب ِد ْي َل لِخ َْل‬.....
Artinya :”Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.Itulah agama yang lurus.”
(QS. Ar-Rum :30)

Dalam ayat diatas,akal disebut sebagai agama.Dan karena akal dan syara’
menyatu,Allah berfirman :

)٣٥:‫ نُوْ ُر َعلَى نُوْ ٍر (النور‬


Artinya : “Cahaya diatas cahaya (berlapis-lapis)

Yang dimaksud cahaya diatas cahaya adalah cahaya akal dan cahaya syara’.

Sumber-sumber hukum islam diatas tidaklah berada dalam satu martabat,tetapi


sebagiannya didahulukan atas sumber hukum islam lainnya ketika mencari dan
mengambil dalil hukum.dalam hal ini,ulama ahli hukum islam berbeda
pendapat, ada yang mendahulukan qiyas atau qaul sahabi, ada yang sebaliknya,
ada juga yang tidak mengikuti kehujjahan qiyas, ijma’, istihsan, istisab, dan
sebagainya.

Berikut ini sumber-sumber hukum islam yang rinci dan disepakati oleh para
pakar ulama :

A. AL-QUR’AN
1. Pengertian Al-Qur’an

6
Secara etimologis, Al-Qur’an adalah masdar dari kata qa-ra-a (-َ‫ق‬
َ‫ا‬-‫ ) َر‬setimbangan dengan fu’lan (‫) فُ ْعالَن‬.Ada dua pengertian Al-Qur’an
dalam bahasa Arab yaitu Qur’an (‫ ) َم ْقرُوْ ء‬berarti bacaan dan apa yang

tertulis padanya , maqru() serta ismu al-fa’il (subjek) dari qara’a (‫) قَرا‬
artinya yang disebutkan terakhir kali ini dijumpai dalam firman Allah
SWT:

)١٧-١٨: ‫اِ َّن َعلَ ْينَا َج ْم َعهُ َوقُرْ اَنَهٌ فَا ِ َذاقَ َراَنَنا هُ فَا تَّبِ ْع قُرْ ا ن َ ُه (الفيا مه‬

Artinya : “Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah


mengumpulkannya (didadamu) dan (membuat pandai) membacanya.
Apabila Kami telah selesai membacanya, maka ikutilah bacaannya
itu.” (QS. Al-Qiyamah : 17-18)

Al-Qur’an merupakan nama kitab suci yang diturukan Allah


kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam kajian ushul fiqh Al-Qur’qn

juga disebut dengan Al-Kitab (‫ُب‬ ‫َا ْل ِكتَا‬ ), sebagaimana terdapat dalam

surat Al-Baqarah ayat 2

Artinya : “Kitab (Al-qur’an) ini tidak ada keraguan adanya, petunjuk


bagi mereka yang bertaqwa.”

Dari definisi ini, para ulam ushul fiqh menyimpulkan ciri-ciri khas Al-
Qur’an sebagai berikut :
1. Al-Qur’an merupakan kalam yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. apabila bukan kalam Allah yang tidak
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. tidak dinamakan Al-
Qur’an, melainkan Zabur, Taurat, dan Injil. Ketiga kitab ini
merupakan kalam Allah, tetapi tidak diturunkan kepada Nabi

7
Muhammad SAW. sehingga tidak dinamakan Al-Qur’an. Bukti
bahwa al-Qur’an merupakan kalam allah adalah kemukjizatan yang
dikandung Al-Qur’an itu sendiri serta dari struktur bahasa, isyarat-
isyarat ilmiah yang dikandungnya, dan ramalan-ramalan masa
depan yang diungkapkan Al-Qur’an.
2. Al-Qur’an diturunkan dalam Bahasa Arab Quraisy. Hal ini
ditunjukkan oleh beberapa ayat Al-Qur’an, seperti dalam surat
Asy-Syuara ayat 192-195, Yusuf ayat 2, Az-Zumar ayat 28, An-
Nahl ayat 103, dan Ibrahim ayat 4. Oleh sebab itu, penafsiran dan
terjemahan Al-Qur’an tidak dinamakan Al-Qur’an, membacanay
tidak bernilai ibadah seperti halnya membaca Al-Qur’an dan tidak
sah shalat hanya dengan membaca tafsir atau terjemahan Al-
Qur’an karena al-Qur’an merupakan nama dari struktur bahasa dan
makna yang dikandungnya.
3. Al-Qur’an itu dinukilkan kepada bebrapa generasi sesudahnya
secara mutawattir, tanpa perubahan dan penggantian satu katapun.
Berbeda dengan kitab-kitab (yang datang dari Allah) lain yang
ditujukan kepada para Rasul sebelum Nabi Muhammad SAW yang
sifatnya tidak mutawattir dan tidak dijamin keasliannya. Alqur’an
terpelihara kemurniannya, sebagaimana yang difirmankan Allah
dalam surat Al-Hijr ayat 9 :

)٩:‫ِااَّن حَن ْ ُن نَ َّز لْنَا ا ِّذل ْك َر َواِاَّن هَل ُ ل َ َحا ِف ُظ ْو َن (احلجر‬


Artinya : “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an
dan Kami pula-lah yang memeliharanya”.

)٧:‫ه َو َما هَن َا مُك ْ َع ْن ُه فَا نْتهَت ُو ْا (احلرس‬4ُ ‫َو َم ۤا ٰااَت مُك ُ َّالر ُس ْو ُل فَخ ُُذ ْو‬

8
Artinya : “Apa yang dibawa kepadamu oleh Rasul, maka ambillah.
Dan apa yang dilarangnya maka jauhilah .”

B. SUNNAH
1. Pengertian Sunnah
Sunnah menurut bahasa ialah “jalan yang terpuji “dan menurut ulama
ushul ialah segala yang diberitakan dari Nabi saw,baik berupa
perkataan,perbuatan atau pengakuan(taqrir).sedangkan Sunnah menurut
istilah ulama fiqh adalah sifat hukum bagi perbuatan yang dituntut
memperbuatnya dalam bentuk tuntutan yang tidak pasti dengan
pengertian diberi pahala orang yang melakukannya dan tidak berdosa
orang yang meninggalkannya.
Sunnah menurut pengertian ahli ushul seperti yang telah disebutkan
diatas,dan segi materinya dibagi menjadi tiga macam :
a. Sunnah Qauliyah
Yaitu ucapan Nabi yang didengar oleh sahabat beliau dan
disampaikannya kepada orang lain.
b. Sunnah Fi’liyah
Yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad yang
dilihat atau diketahui oleh sahabat kemudian disampaikan kepada
orang lain dengan ucapannya.
c. Sunnah Taqririyah
Yaitu perbuatan seorang sahabat yang dilakukan dihadapan atau
sepengetahuan Nabi,tetapi tidak ditanggapi atau tidak dicegah oleh
Nabi

Dalil ataupun landasan argumentasi para ulama tentang kehujjahan sunnah


sebagai sumber hukum islam adalah didasarkan pada Al-Qur’an,ijma’ dan
rasio

C. DALIL IJTIHADI

9
Pada pembahasan sebelumnya telah disebutkan bahwa dalil atau
sumber hukum islam itu terbagi pada dua macam,yaitu dalil yang bersifat
naqli yang berasal dari nash Al-Qur’an dan Sunnah, dan kedua adalah
dalil-dalil yang bukan berasal dari nash yang disebut dalil-dalil aqli atau
ijtihadi berasal dalil-dalil akal dan merupakan penalaran dan pemahaman
dari para mujtahid
Dengan dalil-dalil ijtihadi inilah para ulama menemukan jawaban
ketentuan hukum terhadap peristiwa-peristiwa yang tidak ditemukan
dalam alqu’an dan sunnah. Karena dalil-dalil ijtihadi dapat dihasilkan
hukum islam maka bagi ulama ushul dan fuqaha disebut juga sebagai
sumber atau dalil hukum islam. para ulama ushul fiqih membagi membagi
dalil-dalil ijtihad menjadi 2 :
a. Dalil-dalil ijtihadi yang disepakati para mujtahid yaitu ijma’ dan
qiyas
b. Dalil yang diperselisihkan adalah istihsan, maslahat mursalah, urf ,
sya’un man qoblana, istishhab, saddudz-dzari’ah, dan mahzab
sahabat.
Hukum hukum yang dihasilkan dari dalil dalil ijtihadi ini
dapat ditemukan dalam kitab kitab fiqh atau ushul fiqh yang ditulis
oleh para ahli hukum islam misalnya tentang haramnya minuman
keras dan sejenisnya diqiyaskan dan haramnya qhamar
sebagaimana hukumnya disebutkan dengan jelas.
Namun tentu saja harus diingat, karena hukum hukum yang
dihasilkan dari dalil dalil ijtihadi adalah merupakan hasil ijtihad
para ulama, maka kekuatan atau kehujjahannya tidak sama dengan
hukum yang langsung diambil dari alquran atau sunnah yang
bersifat qath’i, tetapi bersifat zanni.

10
C. Ruang Lingkup Fiqh

Ruang lingkup ilmu Fiqh, meliputi berbagai bidang di dalam hukum-hukum


syara’, antara lain :

a. Ruang lingkup Ibadat, ialah cara-cara menjalankan tata caraperibadatan


kepada Allah SWT.
b. Ruang lingkup Mu’amalat, ialah tata tertib hukum dan peraturanhubungan
antar manusia sesamanya.
c. Ruang lingkup Munakahat, ialah hukum-hukum kekeluargaan
dalamhukum nikah dan akibat-akibat hukumnya.
d. Ruang lingkup Jinayat, ialah tindak pelanggaran atau penyimpangandari
aturan hukum Islam sebagai tindak pidana kejahatan yang
dapatmenimbulkan bahaya bagi pribadi, keluarga, masyarakat, dan
Negara.

D. Pengertian Fiqh Ibadah

Ibadah merupakan bentuk penghambaan diri seorang manusia kepada


Allah SWT.
Pengertian ibadah secara etimologi, kata ibadah adalah bentuk isim masdar atau
kata benda yang berasal dari bahasa Arab yakni ‘Abada-Ya’budu’-‘Ibadatan wa
‘Ubudiyyatan. Yang memiliki arti beribadah, menyembah, mengabdi kepada
Allah SWT. Atau dengan kata lain Tanassuk yang berarti beribadah.
Ibadah menurut terminologi adalah sebagainama yang disebutkan oleh
Yusuf al-Qardhawi yang mengutip pendapat Ibnu Tamamiyah bahwa ibadah
adalah puncak dari ketaatandan kedudukan yang didalamnya terdapat unsur
cintayang tulus dan sungguh-sungguh yang memiliki urgensi yang agung dalam
islam dan agama karena ibadah tanpa unsur cinta bukanlah ibadah yang sebenar-
benarnya3.

3
Rohmansah, S.Th.I.,M.Hum,Fiqh Ibadah dan Mu’amalah(Yogyakarta,2017,hlm.44)

11
Ibadah bisa diartikan dengan taat yang artinya patuh, tunduk dengan
setunduk-tunduknya, artinya mengikuti seluruh perintah Allah dan menjauhi
semua larangan yang dikehendaki oleh Allah SWT. Karena makna asli ibadah
adalah menghamba, dapat pula diartikan sebagai bentuk perbuatan
menghambakan sepenuhnya kepada Allah SWT.
Fiqih ibadah adalah ilmu yang menerangkan tentang dasar-dasar hukum-
hukum syar’i khususnya dalam ibadah khas meliputi thaharah, shalat, zakat,
pusas, haji, kurban, aqiqah, dan sebagainya. Yang dijunjukkan sebagai rasa
bentuk ketundukan dan harapan untuk mencapai ridha Allah.

E. Ruang Lingkup Fiqh Ibadah


Sebagaimanayang telahdijelaskanbahwa semua kehidupan hamba Allah
yang dilaksanakan dengan niat mengharap keridhaan Allah Swt. menjadi
bernilaiibadah. Hanya sajaada ibadah yang sifatnya langsung berhubumgan
dengan Allah tanpa ada perantara yang merupakan bagian dari ritual formal
atau hablum minallah dan ada ibadah yang secara tidak langsung, yakni semua
yang berkaitan dengan masalah muamalah, yang disebut dengan hablum
minannas (hubungan antar manusia).
Secara umum, bentuk ibadah kepada Allah dibagi menjadi dua yaitu :
a. Ibadah mahdhah
b.Ibadah ghoiru mahdhah
Ibadah mahdhah adalah perintah dan larangannya sudah jelas secara dzahir
dan tidak memerlukan penambahan atau pengurangan. Ibaah ini di tetapkan
oleh dalil-dalil yang kuat (qad’i ad-dilalah), misalnya perintah shalat, zakat,
puasa, ibadah haji dan bersuci dari hadas kecil dan besar.

Ibadah ghairu mahdah adalah seluruh perilaku seseorang atau hamba yang
memiliki tujuan untuk mendapat ridha dari Allah swt, dimana tidak ada
aturan baku dari Rasulullah saw. Dapat dikatakan, ibadah ghairu mahdhah
adalah segala amalan yang diizinkan oleh Allah

12
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat ditarik, fiqh adalah sekumpulan fiqih adalah
sekumpulan hukum syara’ yang berhubungan dengan perbuatan yang
diketahui melalui dalil-dalil yang terperinci dan di hasilkan dengan jalan
ijtihad.

Sumber-sumber yang dipakai acuan dalam istimbat hukum islam adalah kitab
(Al-Qur’an),As-Sunah,Ijma’ijtihad,Qarul Sahabi Qiyas,dan Istishan,Maslahah
Mursalah,Urf,syariat umat sebelum islam.

Sedangkan Ruang lingkup ilmu Fiqh, meliputi berbagai bidang di dalam


hukum-hukum syara’ adalah ruang lingkup Ibadat, ruang lingkup Mu’amalat,
ruang lingkup Munakahat ,dan ruang lingkup Jinayat.

Fiqih ibadah adalah ilmu yang menerangkan tentang dasar-dasar hukum-


hukum syar’i khususnya dalam ibadah khas meliputi thaharah, shalat, zakat,
puasa, haji, kurban, aqiqah, dan sebagainya. Yang dijunjukkan sebagai rasa
bentuk ketundukan dan harapan untuk mencapai ridha
Allah.Sebagaimanayang telahdijelaskanbahwa semua kehidupan hamba Allah
yangdilaksanakan dengan niat mengharap keridhaan Allah Swt.

Secara umum, bentuk ibadah kepada Allah dibagi menjadi dua yaitu :
a. Ibadah mahdhah
b. Ibadah ghoiru mahdhah

13
DAFTAR PUSTAKA

Mahfud, Asrul. 2017. Makalah fiqh dan Ushul Fiqh. Aah : UIN AR-RANIRY,
Diakses : 10-09-2019, 11: 31: 25

Rohmansyah S.Th.I.,M.Hum. 2017. Buku Ajar Fiqh Ibadah dan Mu’amalah

BAB II Pengantar dan Tujuan Hukum Islam hlm 3-10, Yogyakarta : LP3M
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Diakses : 10-09-2019, 10 : 47 : 49

Muhaimin Abdul Wahhab Abd., Aktualisasi Syariah dan Fikih, Ahkam: Vol. XV,
No. 2, Juli 2015 hlm 242, Diakses : 08-09-2019, 12:19:55

Lina Kushidayati, dkk., Pengembangan Ilmu Fikih dalam Perspektif Filsafat


Ilmu. Jurnal Pemikiran Hukum dan hukum Islam Vol. 5, no. 2, Desember 2014.
Diakses : 08-09-2019, 12:18:35

Burhanudin, M.Ag. 2001. Fiqh Ibadah. Bandung: CV Pustaka Setia.

Iqbal Mahthir Muhammad. 2017. Al-Ahkam. Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum
Vol.2,momor 1. Hlm 2-3, Diakses : 05-09-19, 15 : 56

Ulfa H Lusiana. Hakekat Ibadah. AIK II- Pertemuan II

Thahir A.Halil. 2015. Ijtihad Maqasid. Yogyakarta : PT.LkiS Pelangi Aksara

Barkatullah Abdul Halim,dkk. 2006. Hukum Islam.. Yogyakarta : PUSTAKA


PELAJAR

14

Anda mungkin juga menyukai