Anda di halaman 1dari 14

TUGAS RESUME

ETIKA & TANGGUNG JAWAB PROFESI

NI PUTU AYU ARLITA DEWI

1904551261

KELAS D (REGULER PAGI)

ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji dan Syukur atas berkat Rahmat-Nya dari Tuhan Yang
Maha Esa atas selesainya penulisan Resume mengenai Etika dan Tanggung Jawab Profesi.

Resume ini disusun berdasarkan sumber dari berbagai buku-buku dan berdasarkan
sumber lainnya yang berhubungan dengan Etika dan Tanggung Jawab Profesi.

Adapun tujuan dari pembuatan resume ini adalah untuk melengkapi penugasan
Ulangan Tengah Semester, Fakultas Hukum ,Universitas Udayana dan untuk memberikan
pemahan dan menambah wawasan kepada setiap pembacanya.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dari resume ini akibat dari
keterbatasan pengalaman yang dimiliki penulis. Untuk itu dengan segala kerendahan hati,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan penulisan selanjutnya.

Harapan penulis semoga dari tulisan yang sederhana dan singkat ini dapat bermanfaat
dan membantu bagi semua pihak yang telah membaca resume tentang Etika dan Tanggung
Jawab Profesi.

Denpasar, 20 Maret 2020

Penulis

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK YANG BERBUDAYA....................1

1.1 Manusia Sebagai Makhluk yang Berbudaya........................................................1

1.2 Pengertian Tentang dan Sekitar Etika..................................................................2

1.3 Sifat dan Fungsi Etika..........................................................................................2

1.4 Macam-Macam/Jenis-jenis Etika.........................................................................3

1.5 Perbedaan Etika dan Etiket..................................................................................4

BAB II PENGERTIAN DAN SEKITAR MORAL...............................................5

2.1 Pendapat Para Sarjana Mengenai Moral..............................................................5

2.2 Macam-Macam Moral..........................................................................................5

2.3 Moral, Moralis, dan Moralitas.............................................................................6

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Moralitas.....................................................6

BAB III PERBUATAN MANUSIA DAN TANGGUNG JAWAB......................7

3.1 Perbuatan Manusia dan Tanggung Jawab............................................................7

3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tanggung Jawab.........................................8

3.3 Kebutuhan Manusia dan Kerja.............................................................................9

3.4 Klasifikasi Kerja dan Hubungan Kerja Dengan Profesi.......................................9

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................11

ii
BAB I

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK YANG BERBUDAYA

1.1 Manusia sebagai Mahkluk yang Berbudaya

Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna dan paling mulia
dibandingkan mahkluk lainnya, karena manusia dikaruniai oleh Tuhan akal, perasaan, dan
kehendak yang tidak dimiliki oleh mahkluk lainnya. Menurut Abdulkadir Muhammad, akal
adalah alat berfikir, sebagai sumber ilmu pengetahuan dan teknologi. Perasaan adalah alat
untuk menyatakan keindahan sebagai sumber seni. Kehendak adalah alat untuk menyatakan
penilaian, sebagai kebaikan.1

Dalam kehidupan manusia disadari bahwa yang benar, yang indah, dan yang baik itu
menyenangkan, membahagiakan, menentramkan, dan memuaskan manusia. Sebaliknya yang
salah, yang jelek, dan yang buruk itu menyengsarakan, menyusahkan, dan membosankan
manusia. Dari kedua hal ini, manusialah yang menentukan mana yang paling menguntungkan
(nilai moral).2

Manusia sebagai makhluk budaya selalu melakukan penilaian terhadap keadaan yang
dialaminya. Menilai berarti memberi pertimbangan untuk menentukan sesuatu itu benar atau
salah, baik atau buruk, indah atau jelek, berguna atau tidak. Hasil penilaian tersebut disebut
nilai, manusia cenderung selalu menghendaki nilai kebenaran, nilai kebaikan, dan nilai
keindahan karena berguna bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai tersebut kemudian
membentuk sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman. Manusia juga dikatan sebagai
mahkluk sosial atau zoon politicon dimana manusia di kodratkan untuk hidup bermasyarakat
dan berinteraksi satu sama lain.

1.2 Pengertian Tentang dan Sekitar Etika

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). 3 Istilah etika
berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan, atau adat.

1
Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 2.
2
Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 2006), hlm. 1.
3
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta,
1991, hlm. 271.
1
Etika adalah refleksi dari self control karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan
untuk kepentingan kelompok itu sendiri.4

Suhrawardi K. Lubis menyatakan, bahwa dalam bahasa agama Islam, istilah etika ini
merupakan bagian dari akhlak. Hal tersebut dikarenakan akhlak bukanlah sekadar
menyangkut perilaku manusia yang bersifat perbuatan lahiriah saja, akan tetapi mencakup
hal-hal lebih luas, yaitu meliputi bidang akidah, ibadah, dan syariah.5

Berdasarkan beberapa pemikiran yang berkaitan dengan etika di atas, Bartens


sebagaimana dikutip oleh Abdul Kadir Muhammad, memberikan tiga arti etika sebagai
berikut.

1) Etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini dapat
juga disebut sistem nilai dalam hidup manusia perseorangan atau hidup
bermasyarakat, misalnya etika orang jawa, dan sebagainya.
2) Etika dipakai dalam arti dalam kumpulan asas atau nilai moral, yang dimaksud disini
adalah kode etik, misalnya kode etik dokter, kode etik advokat, dan lain-lain.
3) Etika di pakai dalam arti ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Arti etika disini
sama dengan filsafat moral.

Dalam perkembangannya, etika dapat dibagi menjadi dua yaitu etika perangai dan etika
moral. Etika perangai adalah adat istiadat atau kebiasaan yang menggambarkan perangai
manusia dalam hidup bermasyarakat di daerah tertentu, dan pada waktu tertentu. Sementara
untuk etika moral berkenaan dengan kebiasaan berperilaku baik dan benar berdasarkan kodrat
manusia, dan apabila dilanggar akan menimbulkan kejahatan.6

1.3 Sifat dan Fungsi Etika

Sifat dasar Etika adalah sifat kritis, karena menurut Darmodiharjo dan Sidarta, etika bertugas:

1) Untuk mempersoalkan norma yang berlaku.


2) Etika mengajukan pertanyaan tentang legitimasinya, artinya norma yang tidak dapat
mempertahankan diri dari pertanyaan kritis dengan sendirinya akan kehilangan
haknya.
4
Muhammad Nuh, Etika Profesi Hukum, (Bandung:Pustaka Setia, 2011), hlm. 17.
5
James J. Spillane SJ, dalam Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika, 1994), hlm. 3.
6
Supriadi, Etikat & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 2006), hlm. 9
2
3) Etika mempersoalkan pula hak setiap lembaga seperti orang tua, sekolah, negara dan
agama untuk memberikan perintah dan larangan yang harus ditaati.
4) Etika memberikan bekal pada manusia untuk mengambil sikap yang rasional terhadap
semua norma.
5) Etika menjadi alat pemikiran dan rasional dan bertanggung jawab bagi seorang ahli
dan bagi siapa saja yang tidak mau di ombang ambingkan oleh norma-norma.7

1.4 Macam-macam/Jenis-jenis Etika

Dalam menelaah ukuran baik dan buruk suatu tingkah laku yang ada dalam
masyarakat kita bisa menggolongkan etika antara lain:

a) Etika Deskriptif
Etika deskriptif merupakan usaha menilai tindakan atau prilaku berdasarkan
pada ketentuan atau norma baik buruk yang tumbuh dalam kehidupan bersama di
dalam masyarakat. Kerangka etika ini pada hakikatnya menempatkan kebiasaan yang
sudah ada di dalam masyarakat sebagai acuan etis.8
b) Etika Normatif
Etika Normatif adalah etika yang mengacu pada norma-norma/standar moral
yang diharapkan untuk mempengaruhi perilaku, kebijakan, keputusan, karakter
9
individu, dan struktur sosial. Etika menetapkan bahwa manusia memakai norma-
norma kesusilaan sebagai panutannya, tetapi tidak memberikan tanggapan mengenai
kelayakan ukuran-ukuran kesusilaan. Sah atau tidaknya norma-norma tetap tidak
dipersoalkan yang di perhatikannya hanya berlakunya.10
c) Etika Deontologi
Etika Deontologi adalah suatu tindakan dinilai baik buruk berdasarkan apakah
tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika Deontologi sama sekali tidak
mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk. Akibat dari suatu
tindakan tidak pernah diperhitungkan untuk menentukan kualitas moral suatu

7
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Etika dan Filsafat Komunikasi, (Jakarta:Kencana Prenada Group,2010), hlm.
173-174
8
Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika,2006), hlm 12.
9
Ibid., hlm. 11
10
H. De vos, Pengantar Etika,(Jakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1987), hlm. 10
3
tindakan. Atas dasar itu, etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik
dan watak yang kuat untuk bertindak sesuai dengan kewajiban.11
d) Etika Teleologi
Etika Teleologi adalah etika yang menilai baik buruk suatu tindakan
berdasarkan tujuan atau akibat dari tindakan tersebut. Etika Teleologi bersifat
situsional dan subyektif. Kita bisa bertindak berbeda dalam satu situasi yang lain
tergantung dari penilaian kita tentang akibat dari tindakan tersebut. Demikian pula
suatu tindakan yang jelas-jelas bertentangan dengan norma dan nilai norma bisa
dibenarkan oleh kita teleologi hanya karena tindakan itu membawa akibat yang baik.12
e) Etika Keutamaan
Etika Keutamaan tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan. Juga, tidak
mendasarkan penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal. Etika
keutamaan lebih mengutamakan pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.

1.5 Perbedaan Etika dan Etiket

Perbedaan antara etika dan etiket sesuai dengan pendapat Bartens yang
mengemukakan empat berbedaan antara etika dan etiket, yaitu:13

a) Etika menetapkan norma perbuatan, apakah perbuatan boleh dilakukan atau tidak.
Sedangkan etiket menetapkan cara melakukan perbuatan, dengan menunjukkan cara
yang tepat, baik, dan benar sesuai dengan yang diharapkan.
b) Etika berlaku tidak bergantung ada tidaknya orang lain. Sedangkan etiket hanya
berlaku dalam pergaulan, jika tidak ada orang lain hadir etiket tidak berlaku.
c) Etika bersifat absolut, tidak dapat di tawar-tawar. Sedangkan etiket bersifat relatif,
yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan dapat saja dianggap sopan oleh
kebudayaan lain.
d) Etika memandang manusia dari segi dalam (batiniah). Sedangkat etiket memandang
manusia dari segi luar (lahiriah).

BAB II

PENGERTIAN DAN SEKITAR MORAL

11
Keraf. A. Sonny, Etika Lingkungan Hidup, Jakarta:Buku Kompas, 2002.
12
Ibid
13
Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta :Sinar Grafika, 2006), hlm. 9-10
4
2.1 Pendapat Para Sarjana Mengenai Moral

1) W. J. S. Poerdarminta menyatakan bahwa moral merupakan ajaran tentang baik


buruknya perbuatan dan kelakuan
2) Dewey mengatakan bahwa moral sebagai hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai
susila
3) Baron dkk. Mengatakan bahwa moral adalah hal-hal yang berhubungan dengan
larangan dan tindakan yang membicarakan salah atau benar.
4) Magnis-Susino mengatakan bahwa moral selalu mengacu pada baik buruknya
manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia
dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia.
5) W. Poespoprodjo mendefiniskan moral sebagai kualitas dalam perbuatan manusia
yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk.
6) Widjaja menyatakan bahwa moral adalah ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan
kelakuan (akhlak).
7) Elizabeth B. Hurlock mengatakan bahwa moral adalah tata cara, kebiasaan dan adat
dimana dalam perilaku dikendalikan oleh konsep-konsep moral yang memuat
peraturan yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya dan yang
menentukan dalam perilaku yang diharapkan oleh seluruh anggota kelompok.14
8) Sonny Keraf berpendapat bahwa moral adalah patokan yang digunakan oleh
masyarakat sebagai penentu tindakan yang baik dan buruk atau masyarakat.

2.2 Macam-Macam Moral

Menurut Sulistyorini (2011, hlm. 1), moral bisa dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

1) Moral Individual
Moral individual adalah moral yang menyangkut hubungan manusia dengan
kehidupan diri pribadinya atau tentang cara manusia memperlakukan dirinya sendiri.
2) Moral Sosial
Moral Sosial adalah moral yang menyangkut tentang hubungan manusia dengan
manusia yang lain dalam kehidupan di masyarakat atau lingkungan di sekitarnya.
3) Moral Religi
Moral religi adalah moral yang menyangkut tentang hubungan manusia dengan Tuhan
yang diyakininya.
14
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, (Jakarta:Erlangga, 1993), jilid 2, hlm. 74
5
2.3 Moral, Moralis, dan Moralitas

Moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau dalam suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Kata moral sering
dikembangkan menjadi kata ‘moralitas’, dimana berasal dari kata sifat Latin Moralis yang
mempunyai arti pada dasarnya sama dengan moral, hanya ada nada yang lebih abstrak.
Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik
buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai
yang berkenaan dengan baik dan buruk. Jadi moralitas merupakan suatu kesepakatan tentang
nilai-nilai moral dari suatu kelompok sosial. Menurut Hurlock, moralitas yang sebenarnya
adalah perilaku yang sesuai dengan ketegasan standar sosial dan berasal dari masa peralihan
dari faktor eksternal ke kesadaran internal dan konsisten dilakukan.15

Faedah mempelajari moralitas adalah agar manusia mengetahui tentang mana yang
baik dan mana yang buruk. Keutamaan ini yang harus menjadi perhatian besar dari
perkembangan sikap dan perilaku manusia saat ini, agar terhindar dari adanya keadaan yang
tidak teratur dan meresahkan di tengah masyarakat sebab tidak mampu mengerti untuk
memilih jalan yang baik.16

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Moralitas

Sumaryono mengemukakan tiga faktor penentu moralitas perbuatan manusia, yaitu17

1) Sasaran (Tujuan Akhir)


Sasaran adalah perwujudan perbuatan manusia itu sendiri, yaitu perbuatan yang
dikehendaki secara bebas menurut aturan moral. Moralitas perbuatannya ada dalam
kehendak perbuatan itu menjadi objek perhatian kehendak, artinya memang
dikehendaki oleh pelakunya.
2) Motivasi (Intensi)
Motivasi atau intensi adalah hal yang secara personal diinginkan oleh pelaku
perbuatan dengan maksud untuk mencapai sasaran yang hendak dituju. Jadi motivasi
itu dikehendaki secara sadar sehingga menentukan kadar moralitas perbuatan.
3) Ruang Lingkup atau Lingkungan Perbuatan

15
Ahmad Susanto, Bimbingan & Konseling di Taman Kanak-Kanak, (Jakarta:Kencana,2015), hlm. 363
16
Khabib Luthfi, Masyarakat Indonesia dan Tanggung Jawab Moralitas, (Bogor:Guepedia,2018), hlm. 16
17
Sumaryono, Etika Profesi Hukum, Norma-Norma Penegak Hukum, (Yogyakarta:Kanisius,1995), hlm. 19
6
Ruang Lingkup atau Lingkungan Perbuatan adalah segala sesuatu yang secara
aksidental mengelilingi dan mewarnai perbuatan. Yang termasuk dalam pengertian
lingkungan perbuatan adalah manusia, kuantitas dan kualitas, cara, waktu, tempat,
motivasi, frekuensi perbuatan, dan sebagainya.

BAB III

PERBUATAN MANUSIA DAN TANGGUNG JAWAB

3.1 Perbuatan Manusia dan Tanggung Jawab

Perbuatan manusia seutuhnya adalah perbuatan yang dilandasi oleh akal yang
menyatakan benar atau salah, rasa yang menyatakan baik atau buruk, dan karsa menyatakan
pilihan berdasarkan kehendak bebas. Kehendak bebas adalah kesadaran, dan kesadaran
adalah suara hati nurani. Hati nurani selalu menyuarakan yang baik, benar, dan bermanfaat.
Oleh karena itu perbuatan yang memenuhi ketiga unsur ini disebut perbuatan moral yaitu
perbuatan yang bersumber pada hati nurani yang selalu baik, benar dan bermanfaat.18

Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang
disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai
wujudan kesadaran akan kewajibannya. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang
bertanggung jawab. Manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki tuntutan besar untuk
bertanggung jawab mengingat ia mementaskan sejumlah peranan dalam konteks sosial,
individual ataupun teologis.

3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tanggung Jawab

Rasa bertanggung jawab adalah konsekuensi dari perbuatan manusiawi. Taraf


pertanggungjawaban ada bermacam-macam tergantung pada tingkatan pengetahuan dan
kebebasan yang mempengaruhi perasaan bertanggung jawab antara lain:19

a. Ketidaktahuan

18
Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (Bandung:Citra Aditya Bakti,2006) hlm. 2
19
Sumaryono, Etika Profesi Hukum, Norma-Norma Penegak Hukum, (Yogyakarta:Kanisius,1995), hlm. 16-19
7
Ketidaktahuan ada dua, yaitu tidak tahu yang disebabkan oleh rasa malas atau
penolakan atas pengetahuan tertentu, dan tidak tahu karena memang benar-benar tidak
mempunyai pengetahuan tentang suatu hal.
b. Pertanggung Jawaban Umum vs Pertanggung Jawaban Moral
Pertanggung jawaban umum adalah urusan antara warga negara dengan pihak
penguasa. Pertanggung jawaban moral di lain pihak adalah urusan antara manusia
dengan Tuhannya. Jadi, pelanggaran atas moral ada kemungkinan untuk
dimaafkan/diampuni sedangkan pelanggaran atas umum tidak ada kemungkinan untuk
dimaafkan.
c. Aspek Psikologis
Yang dimaksud disini adalah adanya kecenderungan yang impulsif (mendesak) ke
arah perbuatan yang secara instingtif baik. Ada dua jenis aspek psikologis yaitu
kecenderungan antesedentif dan kecenderungan konsekuentif.
d. Rasa Takut
Rasa takut dapat berupa gejolak emosi karena suatu kondisi tertentu. Perbuatan yang
dilakukan karena takut biasanya terbebas dari pertanggungjawabannya, sebab dalam
kondisi ini manusia pada dasarnya tidak bebas.
e. Kekerasan
Kekerasan atau lebih tendas lagi, pemerkosaan kehendak adalah paksaan lahiriah
yang mengharuskan seseorang berbuat sesuatu di luar atau bertentangan dengan
kemauan bebasnya.
f. Kebebasan
Kebebasan adalah faktor yang paling penting dan berpengaruh pada
pertanggungjawaban. Kebebasan dalam arti konsep klasik adalah keberadaan untuk
memilih, yaitu memilih untuk berbuat atau tidak berbuat

3.3 Kebutuhan Manusia dan Kerja

Pada dasarnya kebutuhan manusia diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu:20

a. Kebutuhan ekonomi yang bersifat material, untuk kesehatan dan keselamatan jasmani,
seperti pakaian, makanan, perumahan.
b. Kebutuhan psikis yang bersifat immateriil, untuk kesehatan dan keselamatan rohani,
seperti pendidikan, hiburan, penghargaan, agama.

20
Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 2006), hlm. 3
8
c. Kebutuhan biologis yang bersifat untuk mewujudkan keluarga dan kelangsungan
hidup generasi secara turun-temurun seperti perkawinan, berumah tangga.
d. Kebutuhan pekerjaan yang bersifat praktis, untuk mewujudkan ketiga jenis kebutuhan
di atas, seperti perusahaan, profesi.

Kebutuhan-kebutuhan tersebut di atas dapat dipenuhi dengan baik dan sempurna apabila
manusia individual itu berhubungan dengan lingkungan alam dan masyarakat, serta didukung
oleh faktor:

a. Kemauan kerja keras (nilai moral)


b. Kemampuan intelektual (nilai kebenaran)
c. Sarana penunjang (nilai kegunaan)

3.4 Klasifikasi Kerja dan Hubungan Kerja dengan Profesi.

Menurut Liliana Tedjosaputro, agar suatu lapangan kerja dapat dikategorikan sebagai profesi,
diperlukan:21

a. Pengetahuan
b. Penerapan keahlian (competence of application)
c. Tanggung jawab sosial (social responsibility)
d. Self Control
e. Pengakuan oleh masyarakat (social sanction)

Kemudian menurut Brandels yang dikutip oleh A. Pattern Jr., untuk dapat disebut sebagai
profesi, pekerjaan itu sendiri harus mencerminkan adanya dukungan yang berupa:22

a. Ciri-ciri pengetahuan (intellectual character)


b. Diabdikan untuk kepentingan orang lain
c. Keberhasilan tersebut bukan didasarkan pada keuntungan finansial
d. Keberhasilan tersebut antara lain menentukan berbagai ketentuan yang merupakan
kode etik, serta pula bertanggung jawab dalam memajukan dan penyebaran profesi
yang bersangkutan
e. Ditentukan adanya standar kualifikasi profesi.

21
Supriadi, Etikat & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 2006), hlm. 16
22
Brandels, dalam Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris dalam Penegakan Hukum Pidana,
(Yogyakarta:Bigraf Publishing, 1995), hlm. 32
9
Dalam Piagam Baturaden yang dihasilkan oleh pertemuan advokat tanggal 27 Juni 1971,
telah dirumuskan tentang unsur-unsur untuk dapat disebut profession, yaitu

a. Harus ada ilmu (hukum) yang di olah didalamnya


b. Harus ada kebebasan, tidak boleh ada dicust verhouding (hubungan dinas) hierarkis
c. Mengabdi pada kepentingan umum, mencari nafkah tidak boleh menjadi tujuan
d. Ada clienten-verhouding, yaitu hubungan kepercayaan diantara advokat dan client
e. Ada kewajiban merahasiakan informasi dari client dan perlindungan denggan hak
merahasiakan itu oleh undang-undang.
f. Ada immuniteit terhadap penuntutan tentang hak yang dilakukan di dalam tugas
pembelaan
g. Ada kode etik dan peradilan kode etik (tuchtrechtspraak)
h. Ada honorarium yang tidak perlu seimbang dengan hasil pekerjaan atau banyaknya
usaha atau pekerjaan yang dicurahkan (orang tidak mampu harus ditolong tanpa biaya
dan dengan usaha yang sama).

10
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Abdulkadir. 2001. Etika Profesi Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti

Supriadi. 2006. Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta: Sinar
Grafika.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta

Nuh, Muhammad. 2011. Etika Profesi Hukum. Bandung: Pustaka Setia.

J. Spillane SJ, James. 1994. Etika Profesi Hukum. Jakarta:Sinar Grafika.

Darji Darmodiharjo dan Shidarta. 2010. Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta: Kencama
Prenada Group.

Vos, H. De. 1987. Pengantar Etika. Jakarta: PT Tiara Wacana Yogya.

A. Sonny, Keraf. 2002. Etika Lingkungan Hidup. Jakarta:Buku Kompas

B. Hurlock, Elizabeth. 1993. Perkembangan Anak. Jakarta:Erlangga.

Susanto, Ahmad. 2015. Bimbingan & Konseling di Taman Kanak-Kanak. Jakarta:Kencana.

Luthfi, Khabib. 2018. Masyarakat Indonesia dan Tanggung Jawab Moralitas.


Bogor:Guepedia.

Sumaryono. 1995. Etika Profesi Hukum, Norma-Norma Penegak Hukum. Yogyakarta:


Kanisius.

Brandels. 1995. Etika Profesi Notaris dalam Penegakan Hukum Pidana. Yogyakarta:Bigraf
Publishing.

11

Anda mungkin juga menyukai