Anda di halaman 1dari 3

Rangkuman Materi Basis Sosial Hukum

Shalisha Danica Pangaribuan / 8111420400

Hukum memiliki basis sosial karena hukum tidak tercipta atau kebentuk dengan
sendirinya, tetapi hukum ada melalui proses sosial. Hukum bukan satu-satunya sarana yang
mengefektifkan dalam mengatur masyarakat, karena terdapat norma-norma yang mengatur,
seperti norma kesusilaan, agama, kesopanan, dan teknis. Tetapi hukum memang yang paling
efektif diantara norma yang lain karena sifatnya yang memaksa dan terdapat sanksi yang
mengikat. Mengenai basis sosial hukum maka yang dimaksud basis sosial hukum adakah
masyarakat itu sendiri (menurut Prof. Suteki)

Terdapat beberapa tokoh yang berpendapat mengenai basis-basis sosial hukum. Pertama
William.S. Menurut William awal mulanya manusia merupakan makhluk yang bebas dan
memiliki banyak masalah. Berangkat dari masalah itu terdapat berbagai cara-cara atau metode
untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dari cara-cara atau metode penyelesaian masalah pasti
ada yang bisa diterima maupun tidak bisa diterima oleh masyrarakat. Jika diterima oleh banyak
masyarakat maka hal tersebut menjadi fenomena kebiasaan yang disekapati yang kemudian akan
menjadi moralitas di mana hal ini sifatnya sudah mengatur dan masyarakat sudah mengetahui
mana yang baik dan buruk. Kemudian dari moral maka akan tumbuh menjadi hukum yang
berdasarkan hasil proses legislasi. Contoh missal pekawinan, harta gono-gini yang berasal dari
masyarakat kemudian dibentuk menjadi hukum melalui proses legislasi.

Tokoh kedua yakni Friedrich Carl von Savigny. Menurut Savigny hukum merupakan
ekspresi semangat masyarakat di mana dalam ekspresi semangat masyarakat terdapat 2 hal,
yakni fenomena sosial dan kesadaran bersama yang memiliki tiga karakteristik: a. rasional; b.
identifikasi; dan c. disparitas. Adanya eskpresi semangat masyarakat berasal dari kebiasaan
masyarakat yang melembaga dengan proses institusionalisasi hukum. Dari masyarakat yang
melembaga jadi sebuah bentuk yakni pembangunan hukum yang merupakan hasil dari proses
legislasi. Tanpa adanya proses ini maka tidak ada hukum yang ada hanya kesadaran bersama.
Menurut savigny legislator haaru memiliki tiga hal, yakni memahami progress, bertindak sesuai
progress, dan menjalankan progress tersebut. Hukum dalam bentuk tertulis telah melalui proses
penyederhanaan.

Tokoh ketiga Eugen Erlich. Eugen mengatakan bahwa terdapat law in book dan law in
action. Law in book merupakan undang-undang, sedangkan laq in action adalah hukum yang
hidup dalam masyarakat di mana hukum ini sudah menjadi institusional dan menjadi kebiasaan
yang menjadi melembaga dan diterima oleh masyarakat. menurut Eugen law in book tidak bisa
jalan tanpa masyarakat di mana hukum memiliki akal sosial yang kuat di masyarakat, artinya
hukum harus sejalan dengan kebiasaan yang melembaga dalam kehidupan masyarakat tidak
boleh bertentangan.

Tokoh keempat Paul Vinogradof. Beliau mengatakan bahwa hukum tumbuh dari praktik-
praktik yang dijalankan oleh masyarakat. berawal dari praktik-praktik tersebut kemudian
diformulasikan ke dalam bentuk hukum atau peraturan yang tertulis. Hal tersebut dinamakan
bottom up. Praktik-praktik yang dijalankan oleh masyarakat didasarkan pada pertimbangan take
and give atau pertimbangan memberi dan menerima dalam hubungan sosial. Oleh karena itu
lembaga hukum (peraturan atau kelembagaan) yang ada saat ini tumbuh dari praktik-praktik
masyarakat, bukan disebabkan dengan oleh pengaturan hukum atau konflik.

Tokoh keempat Paul Bohanan. Hukum dan kebiasaan memiliki hubungan yang erat.
Terdapat perbedaan antara norma dan kebiasaan. Norma berbicara mengenai idealitas, sedangkan
kebiasaan berbicara mengenai kenyataan. Melihat dua hal tersebut hukum itu meramu antara
idealitas dan kenyataan, jadi hukum berasal dari norma dan kebiasaan yang hidup di masyarakat.
menurut Paul B hukum dikatakan sebagai perkembangan Kembali atau pelembagaan Kembali
dari kebiasaan dengan kata lain hukum mengalami reinstitusionalization.

tokoh kelima Satjipto Rahardjo. Basis sosial hukum selain membahas mengenai
pengungkapan akar-akar kemasyarakatan hukum dan lembaga hukum yang ada, juga
menunjukkan adanya jarak yang besar antara hukum sebagai perangkat norma-norma dengan
subtansi yang diaturnya. Artinya semakin melembaga secara formal pranata hukumnya akan
semakin jauh jarak mengenai masalah sosial yang diatur. Terdapat ungkapan beliau mengenai
hal ini, yakni “Kerangka luar masyarakat berhadapan dengan tertib alamiah masyarakat.”
Contoh basis sosial hukum dalam peraturan perundang-undangan. Pertama di dalam
undang-undang keitimewaan Yogyakarta, di mana terdapat peraturan mengenai gubernur dan
wakilnya tidak bisa dipilih, karena sudah menjadi satu kesatuan antara sultan Hamengkubowono
sebagai gubernur dan Paku Alam sebagai wakil gubernur. Hal tersebut disebabkan oleh jiwa
bangsa masyarakat Yogya, di mana mereka percaya bahwa sultan merupakan pemimpim mereka
dan secara sejarah memang sudah ada. Kedua dalam hukum di Aceh terdapat perwujudan jiwa
bangsa masyarakat di mana Aceh memiliki sebutan sebagai serambi mekkah. Jadi hukum yang
berlaku bersumber dari hukum islam yang pastinya sudah dimodifikasi oleh rakyatnya dan
hukum tersebut dipakaidan diterima oleh masyarakat Aceh, bahkan menjadi satu bagian yang
diakui oleh unang-undang.

Menurut pendapat saya, saya setuju denga napa yang dikemukakan oleh para tokoh diatas
mengenai basis sosial huku. Di mana hukum memang dibuat untuk masyarakat dan sumbernya
ada pada kehidupan masyarakat itu sendiri, yakni kebiasaan-kebiasaan yang disepakati atau
fenomena dalam kehidupan masyarakat. akan tetapi menurut saya hukum yang berlaku di
Indonesia saat ini tidak mengikuti perkembangan masyarakat itu sendiri, masih banyak peraturan
perundang-undangan yang dipakai berasal dari warisan Belanda, seperti KUHP dan
KUHPerdata. Maka hal ini akan menjadi pertentangan dalam praktiknya ketika permasalahan-
permasalahan saat ini sudah semakin kompleks karena berkembangnya masyarakat sedangkan
hukum sendiri masih mengatur hal-hal yang sifatnya sudah lama.

Anda mungkin juga menyukai