KATA PENGANTAR
Assalamu`alaikum Wr.Wb.
Dalam kesempatan ini penyusun menyampaikan rasa terima kasih kepada RAHMAT
ALLAH , serta terima kasih pula rekan-rekan mahasiswa fakultas ilmu hukum Universitas
Muhammadiyah Magelang yang turut memberikan informasinya.
Penyusun sangat menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, sehingga kritik dan sarannya yang membangun sangat penyusun harapkan agar
dapat berbuat lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan dapat
memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya.
BAB. 1.
ETIKA PROFESI HAKIM DALAM HUKUM ISLAM
Penguasaan dan penerapan disiplin ilmu hukum dapat diemban untuk menyelenggarakan
dan menegakkan keadilan di masyarakat.
B. Pandangan islam
Islampun menjelaskan bahwa hakim adalah seorang yang diberi amanah untuk
menegakkan keadilan dengan nama Tuhan atas sumpah yang telah diucapkan, dalam
pandangan Islam adalah kalimat tauhid adalah amalan yang harus diwujudkan dalam bentuk
satu kata dan satu perbuatan dengan niat lilla>hi ta'alla. Sehingga pada setiap putusannya
benar - benar mengandung keadilan dan kebenaran.
Dalam al-Qur'an diperintahkan :
Melalui profesi inilah hakim mempunyai posisi istimewa. Hakim merupakan
kongkritisasi hukum dan keadilan yang bersifat abstrak, dan digambarkan bahwa hakim
sebagai wakil Tuhan di bumi untuk menegakkan hukum dan keadilan. Karena hakim satu-
satunya penegak hukum yang berani mengatasnamakan Tuhan pada setiap
putusannya. Sehingga setiap keputusan hakim benar-benar berorientasi kepada penegakan
nilai-nilai kebenaran dan keadilan dari pada sekedar mengejar kepastian hukum
Dan untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan
sebagai benteng terakhir keadilan yang merupakan cita-cita dan tujuan (Khususnya Profesi
hakim). Melihat permasalahan di atas penyusun merasa tertarik untuk membahas kode etik
profesi hakim dan dikaitkan dengan nilai-nilai etika Islam. Masalah ini sangat menarik
untuk dikaji karena etika Islam yang bersumber dari al-Qur'an yang pada hakekatnya
merupakan dokumen Agama dan bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang bermoral.
.
1. Etika Sebagai Landasan Profesional
Sebagai cabang ilmu filsafat, etika dimengerti sebagai filsafat moral atau filsafat
mengenai tingkah laku. Etika berbeda dengan moral, moral berisi ajaran-ajaran sedangkan
etika berisi alasan-alasan mengenai moralitas itu sendiri. Menurut Hans Wenr dalam
bahasa arab etika disebut ahklak. Norma (norm) adalah standar, pola (pattern), model (type).
Hal tersebut merupakan aturan atau kaedah yang di pakai sebagai tolak ukur untuk menilai
sesuatu.
Etika atau akhlak dalam khazanah Islam dipahami sebagai ilmu yang menjelaskan
baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya di lakukan kepada orang lain, menyatukan
tujuan apa yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan
untuk melakukan apa yang harus diperbuat. Dengan demikian Persoalan-persoalan etika
adalah persoalan kehidupan manusia. Tidak bertingkah laku semata-mata menurut naluri atau
dorongan hati.
Sedangkan K. Bertens mengungkapkan bahwa moral itu adalah nilai-nilai dan norma-
norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok tingkah lakunya. Sedangkan
profesi menurut K. Bertens menyatakan bahwa profesi adalah suatu moral community
(masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai. Dari paparan diatas dapat
dipahami bahwa dalam kata moral terdapat dua makna. Pertama, sebagian cara seseorang
atau kelompok untuk bertingkah laku dengan orang lain. Kedua, adanya norma-norma atau
nilai-nilai yang menjadi dasar bagi cara bertingkah laku.
Menurut Majid Fakhri, sistem etika Islam dalam dikelompokkan dengan empat tipe:
pertama, moral skriptualis. Kedua, etika teologis. Ketiga, teori-teori filsafat. Keempat, etika
religius. Dari keempat tipologi di atas etika religius akan menjadi pilihan sebagai landasan
teori dalam penelitian ini
Dengan kerangka demikian dapat dikatakan bahwa etika profesi merupakan tuntutan
dasar hakim dalam Islam. Dan juga atas teori tersebut dapat diasumsikan bahwa etika profesi
hakim merupakan pengejawantahan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, keadilan dan
pertanggung jawaban dalam realitas penegakan hukum oleh hakim. Ada tiga komponen yang
menopang tegaknya hukum dan keadilan di tengah masyarakat, yaitu adanya aparat penegak
hukum yang professional dan memiliki integritas moral yang terpuji, adanya peraturan
hukum yang sesuai dengan aspirasi masyarakat dan adanya kesadaran masyarakat yang
memungkinkan dilaksanakannya penegakan hukum.
Dalam penegakan hukum, menurut O. Notohamidjojo, ada empat norma yang penting
dalam penegakan hukum yaitu kemanusiaan artinya sebagai manusia jadikanlah manusia.
Kedua, keadilan yaitu memberikan sesuatu sesuai haknya. Ketiga kepatutan yaitu
pemberlakuan hukum harus melihat unsur kepatutan (equity) dalam masyarakat. Keempat,
kejujuran yaitu seorang hakim dalam menegakkan hukum harus benar-benar bersikap jujur
untuk mencari hukum dan kebenaran.
2. Eksistensi Hakim Sebagai Penegak Hukum Dalam Islam
Hakim mempunyai tugas sangat penting. Disamping itu hakim harus mempunyai
moral yang tinggi, berbudi luhur, dan menegakan hukum secara benar dan adil.
Sehingga peranan hakim sebagai penegak hukum dan keadilan dapat dilihat dari tugasnya :
1. Penggali Hukum
2. Pemutus Perkara
3. Pemberi Nasehat
....
Sementara dalam kaidah ushul Fiqh sendiri hakim sebagai pemegang amanah harus
dapat membawa kemaslahatan
Sebagai salah satu bentuknya adalah dengan adanya kode etik profesi hakim yang
tujuannya untuk kemaslahatan bagi manusia, kemaslahatan tersebut tercantum dalam azas-
azas yang dituangkan dalam syariat hukum Darury yaitu hal yang pokok dalam kehidupan
manusia, hukum Hajjiy yaitu hukum yang menselaraskan dengan hajat dan kebutuhan
manusia, dan hukum Tahsiny yaitu merupakan keindahan hidup yang merupakam pelengkap
dalam kehidupan manusia. Dengan demikian tujuan penegakkan keadilan dan kebenaran
dapat tercapai, dan kode etik profesi hakim benar-benar membawa maslahat bagi manusia.
BAB II
KODE ETIK PROFESI HAKIM INDONESIA
Janji :
" Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban hakim
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan
dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa."
Maka jika seorang hakim melanggar maka dapat diberhentikan secara tidak hormat
oleh Presiden dengan terlebih dahulu diberi kesempatan untuk membela diri.
3. Tugas, Fungsi Dan Tanggung Jawab Hakim
Dalam menjalankan tugasnya, hakim memiliki kebebasan untuk membuat keputusan
terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh lainnya. ia menjadi tumpuan dan harapan
bagi pencari keadilan. Disamping itu mempunyai kewajiban ganda, disatu pihak merupakan
pejabat yang ditugasi menerapkan hukum (izhar al-hukum) terhadap perkara yang kongkrit
baik terhadap hukum tertulis maupun tidak tertulis, dilain pihak sebagai penegak hukum dan
keadilan dituntut untuk dapat menggali, memahami, nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
Secara makro dituntut untuk memahami rasa hukum yang hidup di dalam masyarakat.
Dalam undang-undang disebutkan tugas pengadilan adalah : tidak boleh menolak
untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa
hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya. Artinya hakim sebagai unsur pengadilan wajib menggali, mengikuti dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Nilai-nilai
hukum yang hidup dalam masyarakat tersebut seperti persepsi masyarakat tentang tentang
keadilan, kepastian, hukum dan kemamfaatan. Hal ini menjadi tuntutan bagi hakim untuk
selalu meningkatkan kualitasnya sehingga dalam memutuskan perkara benar-benar
berdasarkan hukum yang ada dan keputusannya dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam hadis dijelaskan :
: ( )
Dalam menyelesaikan suatu perkara ada beberapa tahapan yang harus di lakukan oleh
hakim diantaranya :
Mengkonstatir yaitu yang dituangkan dalam Berita Acara Persidangan dan dalam duduknya
perkara pada putusan hakim. Mengkonstatir ini dilakukan dengan terlebih dahulu melihat
pokok perkara dan kemudian mengakui atau membenarkan atas peristiwa yang diajukan,
tetapi sebelumnya telah diadakan pembuktian terlebih dahulu.
Mengkualifisir yaitu yang dituangkan dalam pertimbangan hukum dalam surat putusan. Ini
merupakan suatu penilaian terhadap peristiwa atas bukti-bukti, fakta-fakta peristiwa atau
fakta hukum dan menemukan hukumnya.
Mengkonstituir yaitu yang dituangkan dalam surat putusan. Tahap tiga ini merupakan
penetapan hukum atau merupakan pemberian konstitusi terhadap perkara.
Tahapan-tahapan tersebut menjadikan hakim dituntut untuk jeli dan hati-hati untuk
memberikan keputusan sekaligus menemukan hukumnya, karena pada dasarnya hakim
dianggap mengetahui hukum dan dapat mengambil keputusan berdasarkan ilmu pengetahuan
dan keyakinannya sesuai dengan doktrin Curia Ius Novit .Karena dalam undang-undang
dijelaskan bahwa hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya untuk
diperiksa dan diputus, dengan alasan bahwa hukum yang ada tidak ada atau kurang jelas.
Sedangkan fungsi hakim adalah menegakkan kebenaran sesungguhnya dari apa yang
dikemukakan dan dituntut oleh para pihak tanpa melebihi atau menguranginya terutama yang
berkaitan dengan perkara perdata, sedangkan dalam perkara pidana mencari kebenaran
sesungguhnya secara mutlak tidak terbatas pada apa yang telah dilakukan oleh terdakwa,
melainkan dari itu harus diselidiki dari latar belakang perbuatan terdakwa. Artinya hakim
mengejar kebenaran materil secara mutlak dan tuntas.
Di sini terlihat intelektualitas hakim yang akan teruji dengan dikerahkannya segenap
kemampuan dan bekal ilmu pengetahuan yang mereka miliki, yang semua itu akan terlihat
pada proses pemeriksaan perkara apakah masih terdapat pelanggaran-pelanggaran dalam
teknis yustisial atau tidak.
Dengan demikian tugas hakim adalah melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung
jawabnya untuk memberikan kepastian hukum semua perkara yang masuk baik perkara
tersebut telah di atur dalam Undang-undang maupun yang tidak terdapat ketentuannya. Disini
terlihat dalam menjalankan tanggung jawabnya hakim harus bersifat obyektif, karena
merupakan fungsionaris yang ditunjuk undang-undang untuk memeriksa dan mengadili
perkara, dengan penilaian yang obyektif pula karena harus berdiri di atas kedua belah pihak
yang berperkara dan tidak boleh memihak salah satu pihak.
Sifat hakim tercermin dalam lambang Hakim yang dikenal dengan "Panca Dharma Hakim" :
1. Kartika, yaitu memiliki sifat percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai
dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
2. Cakra, yaitu sifat mampu memusnahkan segala kebathilan, kezaliman dan ketidakadilan.
3. Candra, yaitu memiliki sifat bijaksana dan berwibawa.
4. Sari, yaitu berbudi luhur dan berkelakuan tidak tercela.
5. Tirta yaitu sifat jujur.
Adapun Setiap Hakim Indonesia memepunyai pegangan tingkah laku yang harus
dipedomaninya :
A. Dalam persidangan :
1. Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam hukum acara yang
berlaku, dengan memperhatikan azas-azas peradilan yang baik, yaitu :
a) Menjunjung tinggi hak seseorang untuk mendapat putusan (right to a decision) dimana setiap
orang berhak untuk mengajukan perkara dan dilarang menolak untuk mengadilinya kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang serta putusan harus dijatuhkan dalam waktu yang pantas
dan tidak terlalu lama.
b) Semua pihak yang berperkara berhak atas kesempatan dan perlakuan yang sama untuk
didengar, diberikan kesempatan untuk membela diri, mengajukan bukti-bukti serta
memperoleh imformasi dalam proses pemeriksaan.(a fair hearing).
c) Putusan dijatuhkan secara obyektif tanpa dicemari oleh kepentingan pribadi atau pihak lain
(no bias) dengan menjunjung tinggi prinsip (nemo judex in resua).
d) Putusan harus memuat alasan-alasan hukum yang jelas dan dapat dimengerti serta bersifat
konsisten dengan penalaran hukum yang sistematis (reasones and argumentation of decision),
dimana argumentasi tersebut harus diawasi (controlerbaarheid) dan diikuti serta dapat
dipertanggungjawabkan (accountability) guna menjamin sifat keterbukaan (transparency) dan
kepastian hukum (legal certainity) dalam proses peradilan.
e) Menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia.
2. Tidak dibenarkan menunjukkan sikap memihak atau bersimpati ataupun antipati kepada
pihak-pihak yang berperkara, baik dalam ucapan maupun tingkah laku.
3. Harus bersifat sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik dalam ucapan
maupun dalam perbuatan.
4. Harus menjaga kewibawaan dan kehidmatan persidangan antara lain serius dalam
memeriksa, tidak melecehkan pihak-pihak baik dengan kata-kata maupun perbuatan.
5. Bersungguh-sunguh mencari kebenaran dan keadilan.
D. Terhadap Masyarakat.
1. Menghormati dan menghargai orang lain.
2. Tidak sombong dan tidak mau menang sendiri
3. Hidup sederhana.
E. Terhadap keluarga atau rumah tangga
1. Menjaga keluarga dari perbuatan-perbuatan tercela, menurut norma-norma hukum
kesusilaan.
2. Menjaga ketentraman dan keutuhan keluarga.
3. Menyelesaikan kehidupan rumah tangga dengan keadaan dan pandangan masyarakat.
Selain dijelaskan tentang sifat dan sikap hakim juga terdapat ketentuan kewajiban dan
larangan profesi hakim
1. Kewajiban :
a. Mendengar dan memperlakukan kedua belah pihak berperkara secara berimbang dengan
tidak memihak(impartial).
b. Sopan dalam bertutur dan bertindak.
c. Memeriksa perkara dengan arif, cermat dan sabar.
d. Memutus perkara berdasarkan atas hukum dan rasa keadilan.
e. Menjaga martabat, kedudukan dan kehormatan Hakim.
2. Larangan :
a. Melakukan kolusi dengan sipapun yang berkaitan dengan perkara yang akan dan sedang
ditangani.
b. Menerima suatu pemberian atau janji dari pihak-pihak yang berperkara.
c. Membicarakan suatu perkara yang ditanganinya diluar cara persidangan.
d. Mengeluarkan pendapat atas suatu kasus yang ditanganinya baik dalam persidangan maupun
diluar persidangan mendahului putusan.
e. Melecehkan sesama hakim, jaksa, penasehat Hukum para pihak berperkara, ataupun pihak
lain.
f. Memberikan komentar terbuka atas putusan hakim lain, kecuali dikeluarkan dalam rangka
pengkajian ilmiah.
g. Menjadi anggota atau salah satu partai Politik dan pekerjaan atau jabatan yang dilarang
undang-undang.
h. Mempergunakan nama jabatan korps untuk kepentingan pribadi ataupun kelompoknya.
Uraian tersebut di atas merupakan standar minimal dalam pelayanan hukum bagi seorang
hakim. Apabila pelayanannya terdapat kesalahan baik yang diperbuat dengan sengaja
maupun tidak sengaja atau melebihi batas wewenangnya maka dia dapat dikenakan sanksi
baik berupa teguran, skorsing, maupun pemberhentian sebagai anggota Ikatan hakim
Indonesia.
Pemahaman terhadap eksistensi kode etik profesi hakim dalam wacana pemikiran
hukum Islam adalah sistem etika Islam yang akan menjadi landasan berfikir untuk melihat
nilai-nilai yang ada dalam kode etik profesi hakim.
Etika dalam Islam disebut dengan akhlak. Akhlak berasal dari bahasa arab yang
artinya perangai, tabiat, rasa malu dan adat kebiasaan atau dalam pengertian sehari-hari
disebut budi pekerti, kesusilaan atau sopan santun. Dengan demikian ahklak merupakan
gambaran bentuk lahir manusia
Persoalan etika dalam Islam sudah banyak dibicarakan dan termuat dalam al-Qur'an
dan al-Hadis. Etika Islam adalah merupakan sistem akhlak yang berdasarkan kepercayaan
kepada tuhan, dan sudah tentu berdasarkan kepada agama, dengan demikian al-Qur'an dan al-
Hadis adalah merupakan sumber utama yang dijadikan landasan dalam menentukan batasan-
batasan dalam tindakan sehari-hari bagi manusia, ada yang menerangkan tentang baik dan
buruk, boleh dan dilarang, maka etika profesi hakim di sini merupakan bagian dari perbuatan
yang menjadi fokus bahasan.
Namun al-Qur'an yang menerangkan tentang kehidupan moral, keagamaan dan sosial
muslim tidak menjelaskan teori-teori etika dalam arti yang khusus sekalipun menjelaskan
konsep etika Islam, tetapi hanya membentuk dasar etika Islam, bukan teori-teori etika dalam
bentuk baku. Tetapi masalah yang paling utama adalah bagaimana mengeluarkan ethik Islam
yang bersumber dari al-Qur'an yang melibatkan seluruh moral, keagamaan, dan sosial
masyarakat muslim guna menjawab semua permasalahan yang timbul baik dari dalam
maupun dari luar.
Dengan demikian perlu dari kedua sumber tersebut yang pada umumnya memiliki
sifat yang umum, karena itu perlu dilakukan upaya-upaya dan kualifikasi agar dipahami
sehingga perlu melalui penjelasan dan penafsiran. Permasalahan kehidupan manusia yang
semakin kompleks dengan dinamika masyarakat yang semakin berkembang.
Etika Islam sebagai landasan yang harus dijunjung oleh seorang profesi dalam hal ini
seorang hakim (Qadi) dalam menjalankan profesinya adalah memberi keputusan
(Judgement) bukan menghadiahkan keadilan dan keputusan yang diberikan harus
berdasarkan hukum. Hal ini dalam konsep Islam, profesi hakim harus benar-benar
menegakkan etika, dan bagaimana etika yang harus ditegakkan dalam menjalani profesi
dalam Islam, atau yang disebut etika profesi dalam Islam.
1. Meletakkan kerja sebagai sebuah amal shaleh yang dilakukan dalam kontek dan tahapan
yang runtut atas iman, ilmu, dan amal. Disini kerja terorientasi kepada dua pandangan :
aktifitas yang bernilai ibadah dan sebuah aktifitas untuk memperoleh keuntungan financial.
2. Menunuaikan kerja sebagai suatu penunaian amanah yang harus dilakukan secara
professional.
3. Melakukan kerja dengan wawasan masa depan dan wawasan ukhrawi artinya dalam
melakukan kerja, seseorang harus mengingat kepentingan akan hari depannya.
Dari uraian di atas etika profesi dalam Islam adalah merupakan aktivitas yang bukan
hanya bersifat duniawi, melainkan juga sangat ukhrawi. Artinya Islam melibatkan aspek
transendental dalam beribadah, sehingga bekerja tidak hanya bisa dilihat sebagai prilaku
ekonomi tetapi juga ibadah, sehingga profesi hakim yang dijalani adalah suatu profesi yang
profesi yang harus dipertanggung jawabkan di akhirat.
A.Pemaparan
Profesi Hakim 1 adalah jabatan yang mulia sekaligus penuh resiko dan tantangan. Mulia
karena ia bertujuan menciptakan ketentraman dan perdamaian di dalam masyarakat. Penuh
resiko karena di dunia ia akan behadapan dengan mereka yang tidak puas dengan
keputusannya, sedangkan di akhirat diancam dengan neraka jika tidak menetapkan keputusan
sesuai dengan yang seharusnya. Jabatan tersebut membutuhkan persyaratan-persyaratan baik
fisik maupun non fisik.
(profesi hakim dalam ayat al-quran)
Di samping itu, ada kode etik yang harus mendapatkan perhatian yang mendalam oleh para
hakim yang meliputi dua aspek, yaitu aspek moral dan intelektual. Kedua aspek ini, lebih-
lebih aspek moral, masih menjadi persoalan di hampir setiap pengadilan pada masa sekarang.
Oleh karena itu Profesi Hakim ini mendapat perhatian khusus, tidak hanya dalam hukum
positif saja, dalam hukum Islam pun mendapat perhatian khusus melalui ayat-ayat Al-Quran
dan Al-Hadits yang membahas tentang Profesi Hakim seperti di bawah ini.
Hendaklah engkau menghukum antara mereka menurut pengaturan yang diturunkan Alloh
( QS. Al-Maidah ayat 49 ).
Dan jika kamu menghukum antara manusia hendaklah kamu hukum dengan seadil-adilnya
) QS. An-Nisaa ayat 58 ).
Bahwa Alloh adalah Hakim yang seadil-adilnya ) Q.S. At-Tin ayat 8 )
Dan jangan sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan bathil. Dan
janganlah membawa urusan harta itu kepada hakim sebagai umpan untuk - Menyuap Hakim -
dengan maksud supaya kamu memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal
kamu mengetahui ) Q.S. Al-Baqoroh ayat 188 ).
Mengingat betapa pentingnya Profesi Hakim dalam pelaksanaan peradilan, maka dalam
makalah ini penulis akan membahas dua masalah pokok yang sangat mendasar, yaitu :
Dari permasalahan tersebut di atas, penulis akan mencoba untuk memaparkan dan
menganalisa serta menjabarkannya dalam makalah ini.
1. Profesi Hakim
Diriwayatkan dari Buraidah, r.a, sabda Nabi Saw : Bahwa Hakim itu ada tiga golongan,
yaitu satu golongan masuk syurga, dan dua golongan lagi masuk neraka. 1. Hakim yang
masuk surga, adalah hakim yang mengetahui hak ( kebenaran ) menurut Hukum Alloh, dan ia
menghukum dengan kebenaran itu. 2. Hakim yang mengtehui hak, tetapi ia menghukum
dengan yang bukan hak, hakim ini akan masuk neraka. 3. Hakim yang menghukum dengan
tidak mengetahui Hukum Alloh ( Bodoh ) dalam perkara itu, dan ia memutus dengan
ketidaktahuannya itu, maka hakim ini pun akan masuk neraka ) HR. Abu Dawud dan HR.
Imam Empat Hadits Shohih menurut Hakim ).
Hadits ini, secara sederhana, memberikan pemahaman bahwa terdapat tiga golongan
hakim, dua diantaranya masuk neraka dan yang satu lagi masuk surga. Hakim yang diberi
imbalan surga adalah hakim yang mengetahui tentang kebenaran dan menetapkan keputusan
sesuai dengan kebenaran itu. Hakim yang masuk neraka, adalah hakim yang mengetahui
tentang mana yang benar dan mana yang salah akan tetapi memberi keputusan tidak sesuai
dengan kebenaran, kemudian hakim yang bodoh, ia tidak mengetahui mana di antara pihak
yang benar dan yang salah kemudian memberi keputusan atas ketidaktahuannya itu.
Hadits ini mengisyaratkan bahwa menjadi seorang hakim bukanlah profesi yang mudah, akan
tetapi penuh resiko dan berat. Seorang hakim yang tidak mampu menunjukkan performance-
nya secara baik dan proporsional akan mendapatkan konsekuensi logisnya, sehingga tidak
mengherankan jika Imam Abu Hanifah menolak jabatan hakim, meski kapasitas dan
kapabelitasnya sangat cakap untuk menduduki jabatan tersebut. 8 Di sisi lain, jabatan seorang
hakim merupakan jabatan yang mulia di sisi Alloh. Akan tetapi, untuk memperoleh
kemuliaan tersebut banyak tantangan dan godaannya.
Hakim sebagai pelaksana hukum-hukum Alloh Swt mempunyai kedudukan yang sangat
penting dan strategis, tetapi juga mempunyai resiko yang berat. Dikatakan penting dan
strategis, karena melalui produk hukum yang ditetapkannya diharapkan dapat mencegah
segala bentuk kezaliman yang terjadi di tengah masyarakat, atau setidaknya dapat
meminimalisir, sehingga ketentraman dalam suatu komunitas dapat direalisasikan. Disamping
itu, resiko yang dihadapi pun cukup berat, baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia akan
berhadapan dengan mereka yang tidak puas dengan keputusannya, sedangkan di akhirat
diancam dengan hukuman sebagai ahli neraka jika tidak menetapkan keputusan sesuai
dengan yang seharusnya.
Kaidah etika profesi adalah sesuatu yang universal sifatnya, artinya berlaku di mana-mana
baik dulu maupun sekarang karena mengatur nilai-nilai moral, yaitu perilaku baik yang harus
selalu dipegang teguh oleh seorang yang berprofesi sebagai Hakim dalam menjalankan
tugasnya. Ada empat macam etika profesi bagi seorang Hakim seperti dikemukakan Socrates,
yaitu;
Pertama, mendengar dengan sopan (to hear courteously),
Kedua, menjawab dengan arif dan bijaksana (to answer wisly),
Ketiga, mempertimbangkan dan tidak terpengaruh (to consider soberly)
Keempat, memutus tak berat sebelah ( to diccide impartially).
Apabila mencermati hal-hal di atas menjadi seorang yang berpredikat sebagai hakim itu
ternyata bukanlah pekerjaan yang mudah. Profesi hakim menuntut adanya beberapa
persyaratan yang harus ada dan dipenuhi, 21 yaitu : bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
sehat jasmani dan rohani, berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela. Hampir
senada dengan itu.
BAB. 3 Penutup
Kata Kunci: Etika Hakim, Hukum Islam, Hukum Positif.
Salah satu jalan untuk menegakkan supremasi hukum adalah dengan cara
menegakkan etika, profesionalisme, sebagai upaya untuk menganalisis
terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam etika profesi hakim dalam etika
hukum Islam dan Hukum positif.
tujuan adalah untuk memberikan penjelasan, analisa dan penilaian terhadap
etika profesi
hakim dari sudut pandang etika Islam dan etika hukum Positif.
kesimpulan.
Pertama,. Etika profesi hakim dan hukum adalah merupakan satu kesatuan
yang secara inheren terdapat nilai-nilai etika Islam yang landasannya
merupakan pemahaman dari al-Qur'an, sehingga pada dasarnya Kode etik
profesi hakim sejalan dengan nilai-nilai dalam sistem etika Islam. Etika
hukum Islam dibangun di atas empat nilai dasar yaitu yaitu nilai-nilai
kebenaran, keadilan, kehendak bebas, dan pertanggung jawaban. Kalau Etika
hukum positif juga dibangun di atas empat nilai dasar juga yaitu nilai-nilai
kemandirian atau kemerdekaan, keadilan, kerjasama atau kewibawaan,
pertanggungjawaban.
Kedua,. Komparasi antara hukum islam dan hukum positif tentang etika
profesi hakim yaitu ada perbedaan dan kesamaan artinya etika yang dipakai
oleh hakim dalam melaksanakan keputusan. Perbedaanya kalau hukum islam
yaitu kebenaran dan kehendak bebas kalau hukum positif yaitu kemandirian
atau kemerdekaan dan kerjasama atau kewibawaan. Persamaanya antara
hukum islam dan hukum positif yaitu keadilan dan pertanggungjawaban.
Terjadinya penyalahgunaan dan pengabaian terhadap etika profesi hakim
diakibatkan rendahnya etika hakim. Sehingga tidak terlaksananya nilai-nilai
dasar hukum islam dan hukum positif sebagai nilai yang harus ditegakkan
oleh profesi hakim.