Anda di halaman 1dari 37

Paper

DEFINISI DAN SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Administrasi Negara


kelas F

Dosen Pengampu :
Christo Sumurung Tua Sagala, S.H, M.H

Kelompok 1
Anggota :
1. Innafil Jannati (220710101004)
2. Dwinda Sukma Wardani (220710101038)
3. Roro Hera Kurnikova (220710101167)
4. Dewi Setya Rini (220710101193)
5. Mohamad Surya Afriansyah (220710101209)
6. Hairul Jannah (220710101284)
7. Aldo Yudha Romadhani (220710101376)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JEMBER
2023
Lampiran Anggota Kelompok 1

Innafil Jannati
(220710101004)

Dwinda Sukma Wardani


(220710101038)

Roro Hera Kurnikova


(220710101167)

Dewi Setya Rini


(220710101193)

Mohamad Surya Afriansyah


(220710101209)

Hairul Jannah
(220710101284)

Aldo Yudha Romadhani


(220710101376)
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................... i


BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 5
C. Tujuan ............................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 6
A. Definisi Hukum Administrasi Negara .................................................. 6
1. Istilah Hukum Administrasi Negara ................................................. 6
2. Pengertian Hukum Administrasi Negara .......................................... 7
3. Hukum Administrasi Negara sebagai Hukum Publik ........................ 8
B. Sumber Hukum Administrasi Negara ............................................... 10
1. Konstitusi ...................................................................................... 10
2. Peraturan Perundang-Undangan ................................................... 13
3. Yurisprudensi/Putusan Pengadilan ............................................... 19
4. Kebiasaan ..................................................................................... 25
BAB III PENUTUP ............................................................................... 30
A. Kesimpulan ...................................................................................... 30
B. Saran ............................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 32

i
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia diakui sebagai negara hukum berdasarkan ketentuan


Pasal 1 Ayat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, yang menyatakan bahwa negara ini merupakan negara
yang berdasarkan pada hukum.1 Setiap penyelenggaraan dan
aktivitas negara harus berdasarkan pada hukum. Hukum
administrasi bermula dari perkembangan sistem pemerintahan yang
semakin kompleks. Dengan perkembangan masyarakat dan tuntutan
masyarakat akan pelayanan publik yang lebih baik, pengaturan tata
cara kerja pemerintahan juga perlu lebih detail dan jelas. Asal usul
hukum administrasi diperkenalkan pada zaman kolonial Indonesia,
dan sistem administrasi pemerintahan yang diterapkan oleh
pemerintah kolonial Belanda membutuhkan aturan yang jelas dan
terperinci. Setelah kemerdekaan Indonesia, sumber-sumber hukum
administrasi mengalami perkembangan dengan adanya peningkatan
jumlah undang-undang, peraturan pemerintah, dan prosedur lainnya
yang mengatur pelaksanaan tugas administrasi. Sumber-sumber
hukum administrasi juga terkait erat dengan prinsip-prinsip tata
pemerintahan yang baik, seperti transparansi, akuntabilitas,
partisipasi, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Oleh
karena itu, dalam merancang sumber-sumber hukum administrasi,
perlu memperhatikan kepentingan seluruh masyarakat.2

Dengan sumber hukum administrasi yang lengkap dan jelas,


diharapkan pelaksanaan pekerjaan administrasi dapat lebih efektif,
efisien, dan sesuai dengan kepentingan masyarakat. Sumber hukum
administrasi juga menjadi dasar bagi warga negara untuk memahami

1 I Nyoman Gede Remaja, Hukum Administrasi Negara (Singaraja: Fakultas Hukum


Universitas Panji Sakti, 2017).hlm.1.
2 Yusri Munaf, Hukum Administrasi Negara, Elydar Chaidir, ed (Riau: Marpoyan Tujuh,

2013).hlm.4-6.

1
hak dan kewajibannya dalam berhubungan dengan pemerintah.
Sumber hukum terdiri dari dua kata, “sumber” dan “hukum”. Asal
hukum mengacu pada asal-usul atau tempat di mana hukum berasal
atau dimulai. Alexander Peczenik membagi sumber menjadi sumber
hukum dalam arti luas dan sempit. Alexander Peczenik menjelaskan
tiga poin mengenai sumber hukum itu sendiri, yaitu Pertama, Istilah
sumber hukum mengacu pada fakta bahwa norma hukum memiliki
kandungan atau muatan tertentu. Kedua, Istilah sumber hukum
merujuk pada sumber pengetahuan mengenai isi dari norma-norma
hukum. Ketiga, Istilah sumber hukum dapat juga merujuk pada
sumber keabsahan norma hukum. 3 Menurut para ahli tentang
sumber hukum itu sendiri.

1. Menurut De La Bascecour Caan, hukum administrasi Negara


merujuk pada seperangkat peraturan yang mengatur fungsi
dan respons Negara. Peraturan mengatur hubungan antara
warga negara dan pemerintah mereka.
2. E Utrecht mendefinisikan hukum tata usaha negara atau
pemerintahan sebagai hukum yang mempelajari hubungan-
hubungan hukum khusus yang, jika dibentuk, akan
memungkinkan para pejabat penyelenggara negara untuk
menjalankan tugas-tugas khusus mereka.
3. Prajudi Atmosudirdjo menetapkan Hukum Administrasi Negara
sebagai undang-undang tentang penyelenggaraan dan
pengendalian kekuasaan eksekutif atau pengawasan
kekuasaan eksekutif.4
4. Akexandre Kiss menjelaskan bahwa sumber hukum memiliki
dua arti yaitu sumber hukum pencipta peraturan hukum dan

3 Aleksander Peczenik, On Law and Reason, Alan Mabe, Michael D Bayles & Aulis Aarnio,
eds (Sweden: Spinger-Science+Bussines Media,B.V., 1989).hlm.260.
4 Tim Hukum Online, “Hukum Administrasi Negara: Pengertian, Sumber, dan Subjeknya”,

(2023), online: Huk online.com <https://www.hukumonline.com/berita/a/hukum-


administrasi-negara-lt62de00a9c74d4/>.

2
sumber hukum pemahaman kan prinsip, doktrin dan putusan
dalam ruang lingkup Internasional.5

Dalam hal sumber hukum administrasi negara, secara umum


terdapat dua kategori, yaitu sumber hukum materiil dan sumber
hukum formil. Sumber hukum materil berasal dari peristiwa-
peristiwa yang terjadi dalam masyarakat atau dari banyak peristiwa
yang mempengaruhi keadaan masyarakat. Menurut Lathif, N. dkk.,
sumber hukum formil mengacu pada sumber hukum materiil yang
telah melalui serangkaian proses tertentu dan telah menjadi sumber
hukum yang berlaku dan diikuti oleh masyarakat.
Sumber hukum materil merujuk pada fenomena yang dapat
menciptakan suatu peraturan hukum dan tempat di mana hukum
tersebut dapat ditemukan. Sumber hukum materil meliputi beberapa
faktor yaitu dari segi sejarah dan segi sosiologi. Dalam konteks
sejarah, sumber hukum materil mencakup undang-undang atau
peraturan sistem tertulis yang pernah berlaku di masa lampau di
suatu wilayah, seperti dokumen dan surat penting, yang memiliki
relevansi hukum pada masa tersebut. Sumber hukum dalam
perspektif sosiologi didasarkan pada pengetahuan yang berasal dari
institusi sosial yang menjadi dasar hukum berdasarkan fakta yang
ada dalam masyarakat. Dengan kata lain, dalam sosiologi, sumber
hukum adalah faktor partisipasi sosial yang mengidentifikasi bahan
berdasarkan bukti yang ada.6
Abdul Ghofur Hamid juga membedakan antara sumber hukum
formil dan sumber hukum materil. Sumber hukum formil
menunjukkan bagaimana mekanisme/mekanisme hukum bekerja,
sedangkan sumber hukum materil menunjukkan dari mana asal
ketentuan hukum dan di mana ketentuan hukum itu berada. Dengan

5 Alexandre Charles Kiss, Environmental Law Programme UNITAR & Commission on


Environmental Law UNEP IUCN-The World Conservation Union, “Introduction to
International Environmental Law” (2005) UNITAR Distance Learn Course Int Environ Law
112, online: <https://digitallibrary.un.org/record/551666>.
6 Nazaruddin Lathif, Mustika Mega Wijata & R Muhammad Mihradi, Hukum Administrasi

Negara, 1st ed, H Insan Isep, ed (Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat,
Universitas Pakuan, 2021).hlm.21-24.

3
kata lain, peranan sumber hukum formil adalah menciptakan
hukum, sedangkan peranan sumber hukum materil adalah mengenal
atau mengakui hukum.7 Sumber hukum formil merujuk pada sumber
hukum yang telah dibentuk dan dijalankan melalui serangkaian
proses sehingga menjadi berlaku dan dihormati oleh masyarakat.
Terdapat beberapa elemen yang termasuk dalam sumber hukum
formil, antara lain undang-undang, kebiasaan administrasi negara,
yurisprudensi, doktrin, dan traktat.
Undang-undang adalah aturan hukum yang mengikat dan
harus menjadi dasar bagi semua keputusan pemerintahan, serta
mengikat seluruh masyarakat. Kebiasaan administrasi negara
merujuk pada praktik yang dilakukan oleh lembaga negara sesuai
dengan praktik nasional dalam ketatanegaraan atau yang dikenal
sebagai hukum kebiasaan. Praktik-praktik ini biasanya dilakukan
dalam realitas ketatanegaraan tanpa didasarkan pada peraturan
hukum yang ada, karena ketentuan tersebut mungkin dapat
dilanggar dan tidak lagi sesuai dengan situasi dan kondisi saat
pengambilan keputusan.
Sumber hukum formil juga dapat mencakup yurisprudensi,
yaitu keputusan-keputusan pengadilan yang menjadi preseden
hukum bagi kasus serupa di masa depan. Doktrin mengacu pada
pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh ahli hukum dan para
pakar di bidang hukum yang dapat mempengaruhi interpretasi dan
penerapan hukum. Traktat adalah perjanjian antara negara-negara
yang mengatur hubungan mereka dalam bidang tertentu, seperti
perjanjian internasional. Dengan demikian, sumber hukum formil
terdiri dari berbagai elemen yang telah melalui proses formal dan
menjadi dasar hukum yang berlaku serta dihormati oleh masyarakat.8

7 Abdul Ghafur Hamid, ‘Sources of International Law: A Re-Evaluation’, IIUM Law Journal,
11(2003)<https://heinonline.org/HOL/Page?handle=hein.journals/iiumlj11&id=206&div=&
collection=> [accessed 7 May 2023].hlm.2.
8 Ibid, hlm. 26-29

4
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Hukum Administrasi Negara?


2. Apa saja sumber Hukum Administrasi Negara?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi Hukum Administrasi Negara


2. Untuk mengetahui sumber Hukum Administrasi Negara

5
BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Hukum Administrasi Negara

1. Istilah Hukum Administrasi Negara


Hukum Administrasi Negara Indonesia merupakan terjemahan
dari bahasa Belanda Administratiefrecht. Di Jerman dikenal
dengan istilah Verwaltungsrecht, Droit Administratif di Perancis,
serta Administratif Law di negara Inggris dan Amerika. Belum
ada kata sepakat dari para ahli hukum di Indonesia untuk
menerjemahkan Administratiefrecht dari Hukum Belanda ini.9
1) Dilihat dari aspek hukumnya banyak istilah yang
digunakan dalam kajian administrasi negara. Misalnya
istilah Tata Usaha Pemerintahan digunakan pada zaman
UUDS 1950 sebelum adanya keseragaman istilah pada
saat ini,
2) Universitas Padjajaran dan Universitas Sriwijaya
menggunakan Istilah Hukum Tata Usaha Negara, dan
3) Universitas Padjajaran dan Universitas Sriwijaya
menggunakan Istilah Hukum Tata Pemerintahan.

Di Indonesia sendiri terdapat banyak pendapat mengenai


penggunaan klausa diantaranya;

1) Dalam bukunya “Pengantar Hukum Tata Usaha Negara”,


E. Utrecht menggunakan istilah “hukum tata negara
Indonesia”, “hukum tata usaha negara Indonesia”, dan
“Hukum Tata Usaha Negara Indonesia” pada cetakan
pertama dan ketiga,
2) Wirjono Prajokodikoro, dalam majalah tahun 1952,
memakai istilah “Tata Usaha Pemerintahan”,
3) Djuial Haesen Koesoemaatmadja menggunakan istilah
“Hukum Tata Usaha Negara” dalam “Pokok-pokok Hukum

9 Lathif, Wijata & Mihradi, supra note 6.

6
Tata Usaha Negara” alasannya sesuai dengan Undang-
undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 tahun 1970,
4) Prajudi Armosudidjo mengunakan istilah “Peradilan
Administrasi Negara”dalam prasarannya tahun 1972 di
Musyawarah Nasional Persahi,
5) W.F. Prins menggunakan istilah “Hukum Tata Usaha
Negara Indonesia” dalam “Inhiding in het Administratif
recht van Indonesia”,
6) Rapat Staf Dosen Fakultas Hukum Negeri seluruh
Indonesia di Cirebon 1973 bulan Maret, dengan alasan
Hukum Administrasi Negara pengertiannya lebih luas dan
sesuai dengan perkembangan pembangunan dan
kemajuan Negara Republik Indonesia kedepan maka
diputuskanlah penggunaan istilah “Hukum Administrasi
Negara”,
7) Surat Keputusan Mendikbud tahun 1972 menggunakan
istilah “Hukum Tata Pemerintahan ( HTP )”, tentang
Pedoman Kurikulum minimal Perguruan Tinggi Negeri
dan Swasta,
8) Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14
tahun 1970 dan TAP MPR No. II/1983 tentang GBHN
memakai istilah “Hukum Tata Usaha Negara”, dan
9) Menggunakan istilah “Hukum Administrasi Negara dalam
Surat Keputusan Mendikbud No. 31 tahu 1983 tentang
kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Hukum.10

2. Pengertian Hukum Administrasi Negara


Tak hanya istilah hukum administrasi negara yang memiliki
perbedaan, melainkan penegrtian mengenai hukum administrasi
negara pun tidak tunggal. Ahli hukum administrasi memiliki istilah
dan pengertiannya sendiri terkait hukum administrasi. Beberapa
pendapat para ahli tersebut diantaranya, pendapat dari John Austin

10Bewa Ragawino, Hukum Administrasi Negara (Bandung: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik Universitas Padjadjaran, 2006).

7
yang berpandangan bahwa hukum administrasi adalah hukum yang
menetapkan cara dan tujuan suatu kekuasaan yang berdaulat
dilaksanakan. Kekuasaan yang berdaulat itu berarti dilaksanakan
oleh raja secara langsung atau dilaksanakan secara tidak langsung
oleh mereka yang berkedudukan politik lebih rendah kepada tiap
bagian dari kekuasaan yang berdaulat itu didelegasikan atau
dilakuan atas dasar kepercayaan. Pendapat para ahli lainnya yaitu
Logeman yang berpandangan bahwa hukum administrasi dilakukan
dengan cara membedakannya dengan pengertian hukum tata negara.
Ia mengartikan bahwa hukum tata negara adalah hukum mengenai
organisasi jabatan-jabatan, sedangkan hukum administrasi negara
dimaknai sebagai hubungan antar jabatan-jabatan negara itu dengan
warga negara masyarakat. Pada hakikatnya hukum administrasi
negara dapat dimaknai dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas,
hukum adminitrsi negara merupakan kegiatan negara dalam
melakukan pelaksanaan kekuasaan politik sedangkan dalam arti
sempit, hukum administrasi negara dimaknai sebagai kegiatan
eksekutif dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun pada
dasarnya pemaknaan dari para ahli tersebut tidak jauh berbeda yang
mana pengertian mengenai hukum adminitrasi negara secara garis
besar dapat dimaknai sebagai seperangkat aturan yang mengatur
hubungan pemerintah dengan warganya yang mana berbagai aturan
tersebut menimbulkan administrasi negara dalam melaksanakan
tugasnya serta melakukan perlindungan untuk warga negara.

3. Hukum Administrasi Negara sebagai Hukum Publik


Hukum administrasi negara adalah hukum publik. Hal ini bertumpu
dari pandangan N.E. Algra yang menyatakan bahwa pembedaan
antara hukum publik dan privat. Ia berpandangan bahwa Hukum
publik huku yang memuat pengaturan antara organisasi negara atau
penguasa dengan warga negara. Hukum publik dimaknai sebagai
peraturan hukum mengenai kebijkan pemerintah yang mana

8
berperan aktif dalam kehidupan masyarakat. Dalam hukum publik
ini mengikatkan warga negara secara hukum terhadap keputusan
pemerintah seperti penetapan pajak yang ditentukan oleh inspektur
pajak ataupun pemberian izin membangun serta syarat-syaratnya
ditentukan oleh Walikota dan Wethouders (pembantu walikota), dan
sebagainya.
Sedangkan hukum privat dimaknai sebagai hukum yang mengatur
hubungan antar individu.11
Hukum administrasi sebagai hukum publik didasarkan pada suatu
prinsip ngara hukum (rechtstaat), prinsip-prinsip demokrasi dan
sejalan dengan konsep dasar hukum administrasi sebagai instrumen
yuridis (juridische instrumenten), hukum administrasi juga
mengandung karakter instrumental (instrumental karakter).12 Asas
negara hukum bertalian dengan jaminan perlindungan hukum dari
otoritas negara. Asas demokrasi terutama berkaitan dengan prosedur
dan substansi dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik dalam
bentuk pengambilan keputusan maupun tindakan nyata. Prinsip
instrumental mengacu pada pencapaian tujuan pemerintah.
Beberapa pandangan lainnya yaitu dari Martin Loughin, yang
menyatakan hukum publik sebagai hukum yang mengatur hubungan
antar berbagai lemabaga pemerintah atau hubungan mereka dengan
individu yang mana dalam hal ini termasuk hukum tata negara,
hukum administrasi, hukum pidana, hukum pajak, dan lain
sebagainya. Sedangkan hukum privat ialah hukum yang mengatur
hubungan individu yang satu dengan individu yang lain13 dalam hal
ini contohnya yakni hukum waris, hukum perkawinan, hukum
dagang, dan lain sebagainya.

11 A’an Efendi & Freddy Poernomo, Hukum Administrasi Negara, cetakan pe ed, Dessy
Marliani Listiyaningsih, ed (Jakarta: Sinar Grafika, 2017).
12 “Undang-Undang Administrasi Pemerintahan Terhadap Peradilan Tata Usaha Negara”,

online: Kementeri Huk dan Hak Asasi Mns Republik Indones Direktorat Jenderal Peratur
Perundang-undangan
<https://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2
942:undang-undang-administrasi-pemerintahan-terhadap-peradilan-tata-usaha-
negara&catid=103&Itemid=184&lang=en>.
13 Efendi & Poernomo, supra note 11 at 23.

9
B. Sumber Hukum Administrasi Negara

1. Konstitusi
Pengertian konstitusi menurut Bryan Garner dibedakan
menjadi 2 yaitu :
1) Konstitusi adalah hukum dasar dan hukum organik
negara yang mengatur pembentukan lembaga dan
aparatur pemerintahan, menetapkan ruang lingkup
wewenang/ kekuasaan pemerintahan, dan menjamin
hak-hak sipil serta kebebasan pribadi/individu
2) Konstitusi merupakan hukum tertulis yang wewujudkan
hukum dasar, bersama dengan perubahannya secara
formal. Jika konstitusi mengacu pada negara, maka
konstitusi mengacu pada kerangka peraturan yang
mengatur pembagian kekuasaan antara berbagai lembaga
negara dan mengatur hubungan antar negara.
(constitution is the framework of rules wich dictate the
way in wich power is divided between the various parts of
the state and the relationship between the state and the
individu)
Menurut Mark Ryan, konstitusi berarti seperangkat aturan
yang mengatur organisasi dan struktur negara yakni mengatur
bagaimana lembaga negara itu dbentuk, apa yang harus
dilakukannya, dan batas-batas yang harus diikuti.14 Menurut
Mark Ryan konstitusi dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis
yaitu sebagai berikut;
1) Konstitusi Tertulis dan Konstitusi Tidak Tertulis.
Konstitusi tertulis merupakan konstitusi yang di
tempatkan pada dokumen tertulis yang diberi judul
konstitusi. Sedangkan tidak tertulis ditemukan dalam

14Mark (Law teacher) Ryan & Steve Foster, “Unlocking constitutional & administrative law”
(2014) 656, online:
<https://www.google.co.id/books/edition/Unlocking_Constitutional_and_Administrat/vNa
WAwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&pg=PT2&printsec=frontcover>.

10
aturan konstitusional negara yang tidak dimuat dalam
dokumen tetulis.
2) Konstitusi Kaku dan Konstitusi Fleksibel. Perbedaan
antara kedua konstitusi adalah apakah prosedur khusus
harus diikuti ketika mengubah konstitusi.
3) Konstitusi Federal dan Konstitusi Kesatuan. Konstitusi
federal yaitu kekuasaan dan tanggungjawab lembaga
negara secara konstitusional dibagi antara negara feeral
da negara bagian, sedangan konstitusi kesatuan yaitu
konstitusinya terpusat pada pembentuk undang-undang
pusat.
UUD 1945 , konstitusi negara Indonesia, merupakan dokumen
hukum dan politik yang memuat tujuan, dasar, dan prinsip
pembangunan masyarakat negara. Pasal 4 Pembukaan UUD
1945 memuat pokok-pokok pikiran didasarkan pada tujuan
negara yang kita kenal, seperti “(a) melindungi segenap tanah
air Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (b)
memajukan kesehatan masyarakat, (c) menginformasikan
kepada kehidupan negara, dan (d) dunia." menggunakan
ketertiban sebagai sarana kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial”. Gagasan tersebut akan dikukuhkan dalam
pendirian negara Republik Indonesia berdasarkan lima sila
negara Pancasila, yang juga tercantum dalam alinea keempat
pembukaan UUD 1945. Pola kehidupan suku bangsa, negara
dan kebangsaan Struktur UUD 1945 tidak hanya mengatur
kehidupan politik, tetapi juga kehidupan ekonomi dan sosial.
Ini karena para pemimpin menginginkan negara Indonesia
benar-benar merdeka. Oleh karena itu, UUD 1945 merupakan
hukum politik, hukum ekonomi dan hukum sosial.
UUD 1945 memuat konstitusi Indonesia sebagai sistem politik
yang menjamin hak-hak warga negara, membatasi kekuasaan
negara, dan mengatur hubungan antara negara dan rakyat.
UUD 1945 harus dipahami sebagai hukum dagang, hukum

11
dagang tertinggi, dan harus dijadikan acuan dan digunakan
dalam perumusan kebijakan ekonomi nasional. UUD 1945
mengatur kehidupan sebagai hukum tata negara.
Dalam hal pembentukan suatu negara, konstitusi memuat
aturan-aturan dan asas-asas yang berkaitan dengan politik dan
hukum, istilah ini merujuk pada pembentukan konstitusi
negara menurut asas-asas politik.15 Kata konstitusi biasanya
mengacu pada hak-hak yang diberikan kepada warga
negaranya. Istilah konstitusi dapat diterapkan pada undang-
undang apa pun yang mendefinisikan fungsi-fungsi
pemerintahan negara bagian.
UUD 1945 Menurut hukum nasional Indonesia , UUD 1945
memiliki muatan sebagai berikut 16 : Mengikat, Undang-Undang
Dasar 1945 berisi aturan, peraturan, aturan atau peraturan
yang harus dipatuhi dan dipatuhi oleh seluruh bagian negara.
UUD 1945 bertindak sebagai hukum tertinggi dan karena itu
digunakan sebagai pedoman hukum bagi semua undang-
undang di bawahnya. Segala tindakan dan kebijakan
pemerintah harus tunduk dan berpedoman pada UUD 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
adalah undang-undang yang dilaksanakan sebagai hukum
tertinggi negara Republik Indonesia (hukum terbesar negara),
yaitu 17 : Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011
 UUD 1945;
 Ketetapan MPR;
 Perubahan Peraturan Perundang-undangan atau
Kebijakan Pemerintah (Perpu);
 Kebijakan Publik (PP);

15 Aron Santoso, “Bagaimana Penerapan Uud 1945 Sebagai Konstitusi Negara” (2022)
November 4, online:
<file:///C:/Users/user/Downloads/BagaimanaPenerapanUUD1945SebagaiKonstitusiNegar
aRepublikIndonesia.pdf>.
16 Dwi Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, ed. 2 ed (Jakarta: Bumi

Aksara, 2006).
17 Lathif, Wijata & Mihradi, supra note 6.

12
 Peraturan Presiden (Perpres);
 Peraturan Daerah;
 Peraturan Daerah Kab/ kota
Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 UU RI No. 12 Tahun 2011 mengatakan :
“UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah undang-
undang pokok”. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menyebutkan tiga hal penting18 :
 Pengakuan Hak Asasi Manusia dan Tanggung Jawab
 Tata Cara Konstitusional
 Pembatasan dan Penggolongan Karya Hukum

Hukum mempunyai arti umum yaitu segala sesuatu yang


tertulis atau tidak tertulis. Istilah konstitusi umumnya
menggambarkan semua hukum suatu negara. Sistem datang
dalam bentuk seperangkat aturan yang membuat, mengatur
atau mengendalikan negara.

Beberapa dari undang-undang dan peraturan ini ditulis


berdasarkan kebijaksanaan otoritas yang berwenang dan
beberapa tidak ditulis dalam standar administrasi nasional.
Oleh karena itu, sampai saat ini konsep konstitusi dapat
mengungkapkan hukum tertulis dan tidak tertulis.

2. Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan perundang-undangan merupakan salah satu sumber
hukum administrasi negara. Peraturan Perundang-undangan
merupakan suatu aturan yang tertulis yang dimana didalamnya
terdapat sejumlah norma hukum yang secara universal bersifat
memaksa dan dibuat oleh pejabat negara dengan mengikuti
seluruh prosedur yang sudah tertera dalam peraturan
perundang-undangan. Maria Farida Indrati juga

18 Remaja, supra note 1.

13
mendefinisikan tentang apa itu perundang-undangan. 19

Menurutnya Perundangan-undangan merupakan peraturan


negara yang dimana aturan negara tersebut merupakan hasil
dari pembentukan seluruh peraturan yang ada ditingkat pusat
dan daerah.20 Konsistensi dalam perpu suatu hal yang wajib
ada dan dibutuhkan dalam mekanisme pembentukan suatu
sistem hukum. Hal itu tidak hanya sekadar konsistensi antara
perundang-undangan yang satu dengan perundang-undangan
yang lain. Namun juga tentang cakupan konsistensi yang diatur
dalam perundang-undangan tersebut yang dimana harus diatur
secara luas cakupan substansi dalam perundang-undangan
supaya tidak mengakibatkan tumpang tindih atau campur
aduk dalam substansi pengaturan. Peraturan perundang-
undangan tersebut harus diatur substansinya untuk
mengantisipasi jika suatu saat terjadi tumpang tindih.
Membahas mengenai peraturan perundang-undangan,
pemerintah rupanya telah mengeluarkan sebuah undang–
undang yang mengatur mengenai ketatanegaraan atau susunan
perundang-undangan. Undang-undang yang dimaksud tidak
lain yakni undang-undang No. 10/2004 yang kemudian telah
diganti dengan undang-undang No. 12/2011.21 Pada Pasal 7
ayat (1) undang-undang No. 12/2011 tentang sistem
ketatanegaraan negara telah diatur mengenai sistematika
perundang-undangan22 yang dimana pada UU tersebut telah
disusun mengenai statifikasi perundang-undangan seperti
dibawah ini:
1) UUD NRI/1945

19 Muhamad Sadi & Kun Budianto, Hukum Administrasi Negara, cetakan pe ed (Jakarta:
Kencana, 2021).hlm.30
20 Suprapto & Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan; Dasar-Dasar dan

Pembentukannya (Yogyakarta: Kanisius, 1998).hlm.3


21 Lathif, Wijata & Mihradi, supra note 6.
22 Yos Johan Utama, “Pengertian Administrasi Negara dan Hukum Administrasi Negara”

(2012) Modul 1–59, online: <http://repository.ut.ac.id/3974/1/ADPU4332-


M1.pdf>.hlm.40.

14
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Republik
Indonesia No. 12 Tahun 2011 23 dijelaskan bahwasannya
Undang-undang RI 1945 termasuk hukum dasar yang
terdapat dalam suatu peraturan perundang-undangan.
Saat ditetapkannya UUD RI 1945 mulai dari 18 Agustus
hingga saat ini telah mengalami amandemen/perubahan
hingga empat kali amandemen. Dalam UUD RI 1945 ini
mengatur mengenai beberapa hal yang terdiri dari:
jaminan hak serta kewajiban asasi manusia, pemisahan
dan penggolongan tugas mengenai ketatanegaraan yang
bersifat umum, serta susunan ketatanegaraan yang
bersifat umum atau mendasar pula.
2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Ketetapan MPR merupakan wujud keputusan putusan
MPR yang berisikan mengenai perihal yang sifatnya suatu
penetapan. Penempatan Ketetapan Mpr dalam sebuah
hierarki peraturan perundang-undangan telah berkali-
kali mengalami amandemen. Secara hierarki sebelum
UUD RI mengalami amandemen atau perubahan, posisi
Ketetapan MPR berada ditengah-tengah diantara UUD RI
dan Undang-undang dengan urutan posisi UUD RI,
Ketetapan MPR, dan undang-undang.24 Namun pada era
reformasi tidak lagi berada dalam sistematika hierarki
peraturan perundang- undangan. Akan tetapi, saat mulai
diberlakukannya Undang-undang RI No. 12/2011, posisi
Ketetapan Mpr ini kembali keposisi awal yaitu posisi
sebelum UUD RI mengalami amandemen.

Berdasarkan Undang-undang No. 12/2012, ketentuan


lain seperti peraturan/keputusan presiden maupun
menteri, serta peraturan perundang-undangan lainnya

23 Remaja, supra note 1.


24 Ibid.,hlm.13.

15
yang telah diterbitkan oleh lembaga negara, misal
peraturan mengenai Badan Pemeriksaan Keuangan tetap
diakui sepanjang diperintahkan diinstruksikan oleh
peraturan yang dimana peraturan tersebut posisinya
lebih tinggi.
3) Perundang-undangan/peraturan pemerintah pengganti
undang-undang
Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UUD RI 1945 dijelaskan
bahwasannya DPR merupakan lembaga yang mempunyai
otoritas untuk membuat undang-undang. Namun RUU
tersebut bisa berasal dari anggota DPR sendiri ataupun
berasal dari presiden. Sedangkan yang mempunyai
otoritas dalam mengesahkan RUU tadi menjadi UU yakni
presiden seperti yang disebutkan dalam Pasal 20 ayat (4)
dan Pasal 21 ayat (2) UUD RI/1945. Didalam pasal 10
ayat (1) UU RI No. 12/2011, dalam perundang-undangan
terdapat lima muatan yang boleh diatur, diantaranya
yaitu: pengaturan lebih lanjut yang membahas tentang
ketetapan Undang-undang Dasar NRI Tahun 1945,
instruksi suatu perundang-undangan yang disusun
dengan undang-undang, tindak lanjut mengenai putusan
MK, dan pengesahan perjanjian internasional, serta
pemenuhan kebutuhan adanya hukum yang terdapat
dalam masyarakat. Pada prinsipnya materi peraturan
pemerintah sama saja dengan materi yang telah diatur
didalam undang-undang. Selain itu, materi yang ada
pada peraturan presiden juga diambil dari materi yang
terdapat dari yang diinstruksikan UU untuk diatur
dengan peraturan presiden. Misalnya, Peraturan Presiden
tentang Penataan Ruang Kawasan jakarta pada dasarnya
berasal dari peraturan pelaksanaan dari Peraturan
Pemerintah tentng Perencanaa Tata Letak Ruangan di
Wilayah Nasional Sektor Jakarta.

16
4) Peraturan Pemerintah (PP)
Mengacu pada paham perundang-undangan, suatu
otoritas untuk mengurus suatu hal itu ternyata bisa
diwakilkan pada suatu peraturan perundang-undangan
dimana dengan syarat peraturan tersebut memiliki
jenjang yang lebih rendah. Perwakilan ini merupakan
perwakilan yang mempunyai sifat mengatur. Peraturan
Pemerintah yang disusun dengan didasarkan pada
perwakilan otoritas dari UU bisa mengandung berbagai
ketetapan atau peraturan hukum yang sifatnya
universal.25 Misal, pemberian atau pelimpahan suatu
beban kepada individu. Dalam waktu tertentu, presiden
tetap memiliki otoritas untuk membuat Peraturan
Pemerintah untuk melaksanakan undang-undang
meskipun tanpa adanya suatu perwakilan. Hal tersebut
juga telah dinyatakan dalam undang-undang RI No.
12/2011 tepatnya dalam Pasal 12.
5) Peraturan Presiden
Pada Pasal 1 Ayat (7) Undang-undang No. 12/2011
dijelaskan bahwasannya peraturan presiden merupakan
suatu perundang-undangan yang telah ditetapkan
presiden dengan tujuan supaya menjalankan perintah
yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan
yang jenjangnya lebih tinggi. Materi muatan yang
terdapat pada peraturan presiden mengandung apa yang
diperintahkan oleh undang-undang,26 yakni materi agar
melakukan peraturan pemerintah atau yang bisa disebut
dengan materi untuk melakukan suatu penyelenggaraan
kekuasaan pemerintahan sebagaimana yang telah
terangkan atau disebutkan dalam Undang-undang
Republik Indonesia Nomor. 12/2011 yang terdapat pada

25 Ibid.,hlm.14.
26 Ibid.

17
Pasal 13. Sementara untuk Peraturan Presiden yang
mengatur mengenai Lembaga Penjaminan yang terdapat
pada Peraturan Presiden tersebut No. 2/2008 merupakan
peraturan yang secara langsung melaksanakan atau
melakukan UU yang terdapat diatasnya seperti dibawah
ini:
 Perusahaan daerah (Undang-undang No. 5/1962)
 Perbankan (undang-undang No. 7/1992)
 Perkoperasian (Undang-undang No. 25/1992)
 BUMN (Undang-undang No. 19/2003)
 Perseroan Terbatas (Undang-undang No. 40/2007)
6) Peraturan daerah provinsi dan juga kabupaten atau kota,
serta peraturan desa. 27

Masing-masing dari peraturan daerah provinsi maupun


kabupaten atau kota tersebut dibuat atau disusun oleh
DPRD, yang membedakannya hanyalah partner DPRD
tersebut. Untuk peraturan daerah provinsi dibuat oleh
DPRD provinsi bersama gubernur, peraturan daerah
kabupaten dibuat oleh DPRD kabupaten bersama bupati
atau wali kota, sedangkan peraturan desa/peraturan
yang setingkat dibuat oleh badan perwakilan desa
bersama dengan kepala desa daerah tersebut. Untuk
peraturan daerah atau yang lebih dikenal perda, menurut
undang-undang Nomor. 12/2011 yang terdapat pada
pasal 14 cakupan substansi materi yang diperbolehkan
diatur yakni semua materi muatan dalam upaya
penyelenggaraan otonomi daerah, tugas pembantuan, dan
juga menampung kondisi khusus daerah. Sedangkan
untuk praturan desa, hal yang diperbolehkan diatur
yakni semua materi dalam upaya penyelenggaraan desa.

27 Jum Anggriani, Hukum Administrasi Negara, ed. 1; cet ed (Jakarta: Graha Ilmu, 2012).

18
3. Yurisprudensi/Putusan Pengadilan
Putusan hakim atau yang lazim disebut dengan putusan
pengadilan merupakan salah satu dari sumber administrasi
selain peraturan perundang-undangan. Putusan pengadilan
diartikan sebagai suatu perkataan seorang hakim sebagai
pejabat negara yang dinyatakan dalam bentuk tertulis yang
mana diucapkan di depan suatu persidangan yang bertujuan
menyelesaikan suatu perkara sehingga tercipta suatu kepastian
hukum serta keadilan bagi para pihak yang bersengketa.
Putusan pengadilan ini dimaksudkan agar suatu keputusan
hakim ataupun suatu keputusan badan peradilan telah
memiliki kekuatan hukum yang tetap. Sumber hukum
administrasi berupa putusan pengadilan bertalian pada prinsip
bahwa hakim tidak diperkenankan membatalkan ataupun
menolak untuk mengadili suatu perkara yang ditujukan
kepadanya dengan dalih belum terdapat peraturan perundang-
undangan yang mengatur, sehingga dalam hal ini hakim juga
perlu melihat nilai-nilai yang ada pada masyarakat serta
keputusan hakim terdahulu ketika hendak menangani suatu
pekara yang mana suatu perkara tersebut belum diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
Kedudukan putusan pengadilan dalam hukum administrasi
negara tentu sangat krusial mengingat adanya asas hakim aktif
dalam peradilan tata usaha negara yang mana berfungsi
melengkapi dan menambah sumber dari hukum administrasi
negara. Berbeda dengan peraturan perundang-undangan yang
mana merupakan produk hukum kekuasaan legislatif sekaligus
eksekutif, putusan pengadilan merupakan sumber hukum
administrasi yang berasal dari hakim. Kontribusi putusan
pengadilan terkait pembentukan hukum administrasi, pada
dasarnya melalui interpretasi ketentuan peraturan perundang-
undangan yang yang mencapkup mengenai proses
pemerintahan dan oleh pernyataan serta pengembangan aspek

19
hukum kebiasaan yang relevan.28 Sumber hukum berupa
putusan pengadilan di berbagai negara memiliki penyebutan
yang berbeda, salah satunya di Prancis yang menyebut sumber
hukum berupa putusan pengadilan dengan yurisprudensi.
Yang apabila ditinjau sebagai sumber hukum dari hukum
administrasi merupakan suatu putusan dari hakim-hakim tata
usaha negara yang terdahulu serta telah memiliki kekuatan
hukum tetap (in kracht van gewijsde) 29 yang selanjutnya oleh
hakim yang lain dijadikan sebagai dasar pertimbangan hukum
dalam menangani perkara yang sama. Makna dari putusan
yang memiliki kekuatan hukum tetap ialah para pihak yang
bersengketa tidak lagi dapat menggunakan haknya untuk
mencari upaya hukum atas putusan tersebut. Hakim
berkeyakinan bahwa pertimbangan hakim sebelumnya dalam
membuat putusan sebelumnya harus menjadi pedoman dalam
memutus perkara serupa.
Putusan pengadilan sebagai sumber hukum memiliki beberapa
kelebihan, diantaranya: (1) Konsistensi. Hal ini bertumpu pada
fakta bahwa berbagai kasus yang diputuskan tidak semata-
mata dari penundukan terhadap kehendak individu hakim
dalam memutus perkara melainkan hakim menggunakan dasar
yang sama dalam memutus perkara. Aspek keadilan formal
penting untuk menjadi pembenar terhadap keputusan yang di
ambil dari kasus-kasus tertentu. (2) Kepastian. Hal ini
berkaitan dan memang diisyaratkan pada poin angka
sebelumnya. Pengacara dan klien, mereka bisa memprediksi
putusan apa yang akan didapatkan dari suatu perkara hukum
tertentu sebab sudah jelas keduduknannya sesuai dengan
putusan pengadilan sebelumnya, selain itu aturan hukum yang
ditetapkan dalam suatu kasus, individu dapat mengarahkan

28 A’an Efendi, Hukum Administrasi Negara, cetakan pe ed, Dessy Marliani Listianingsih, ed
(Jakarta: Sinar Grafika, 2017).
29 Jos Yohan Utama, Hukum Administrasi Negara, ed.2 ed (Tangerang Selatan: Universitas

Terbuka, 2014).

20
perilaku mereka sehubungan dengan aturan tersebut sehingga
relatif aman dalam pengetahuan bahwa aturan tersebut tidak
akan berubah oleh putusan pengadilan selanjutnya. (3)
Efisiensi. Dalam konteks ini mengandung arti bahwa pengacara
dan kliennya tidak harus mengutarakan atau mengajukan
ulang argumentasi atas perkaranya, dan itu menghemat waktu
proses peradilan. Sehubungan dengan penggugat potensial, hal
ini dapat menghemat biaya litigasi karena mereka dapat
mempergunakan pengacara mereka sebagai konsultan atau
penasihat untuk menentukan kemungkinan kasus mereka
diselesaikan berdasarkan kasus seupa yang telah diputuskan
sebelumnya. (4) Fleksibel. Yang mana hal ini didasarkan pada
fakta bahwa hakim dengan berbagai mekanisme yang ada
memiliki kemungkinan untuk mengubah aturan umumdengan
mengembangkannya pada wilayahwilayah tertentu, tanpa
harus menunggu undang-undang.
Disamping itu, putusan pengadilan sebagai sumber hukum
juga memiliki keterbatasanketerbatasan, yakni: (1)
Ketidakpastian. Hal ini berdasar pada fakta bahwa tingkat
ketidakpastian yang diberikan oleh doktrin stare decicis
menjadi berkurang dengan sejumlah kasus yang telah
dilaporkan dan dapat dikutip sebagai sumber yang memiliki
otoritas. (2) Kualitas yang tidak berubah. Hal ini
memungkinkan dalam kaitannya dengan wilayah-wilayah
tertentu bahwa hukum dapat menjadi kaku berdasarkn
presedent yan tidak adil, dengan konsekuensi bahwa
ketidakadilan yang sebelumnya itu akan diabadikan. (3)
Inskonstitusionalitas. Hal ini merupakan masalah mendasar
berdasarkan fakta bahwa pengadilan yang melewati peran
teoritis konstitusional dengan menciptakan hukum yang
konkret daripada membatasi dirinya untuk peran hanya
menerapkan peraturan hukum. Kemungkinan yang seperti ini

21
membutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai peran
pengadilan dalam menciptakan hukum.30
Sementara di negara Inggris, hukum yang dibentuk
berdasarkan putusan peradilan disebut dengan case-law. Di
Inggris berlaku the doctrin of binding presedent atau stare
aecisis yang mana merupakan jantung dari sistem hukum
Inggris.31 Doktrin presedent memiliki arti bahwa pada struktur
hierarkis dari pengadilan Inggris, putusan pengadilan yang
lebih tinggi akan mengikat pengadilan yang lebih rendah.
Secara umum, pada saat hakim melakukan pengadilan dalam
suatu perkara, hakim akan memeriksa untuk mengetahui
apakah situasi yang sama telah diadili oleh pengadilan
sebelumnya. Apabila presedent ditetapkan oleh pengadilan yang
sama atau yang berkedudukan lebih tinggi yang akan
memutuskan perkara baru, maka hakim yang akan memutus
perkara tersebut harus engikuti atau berdasar pada aturan
yang telah dibentuk pada kasus yang sama sebelumnya, begitu
pula sebaliknya apabila presedent berasal dari pengadilan yang
kedudukannya lebih rendah dalam struktur hierarkis yang
mana akan memutus perkara baru, maka hakim dalam
memutus perkara baru tersebut akan mempertimbangkan lagi
putusan yang terdahulu atau bahkan mungkin tidak mengikuti
putusan terdahulu dari pengadilan yang lebih rendah tersebut.
Sebastian Pompe memaknai bahwa pada dasarnya presedent
dan yurisprudensi bukan merupakan suatu hal yang sama.
Menurut pandangannya, yurisprudensi diartikan sebagai
putusan badan peradilan sedangkan presedent diartikan
sebagai putusan hakim yang mana mengikat putusan hakim
yang berikutnya.32 Namun, tidak semua bagian putusan

30 Efendi, supra note 28.


31 Ibid., hlm. 53.
32 Enrico Simanjuntak, “Peran Yurisprudensi dalam Sistem Hukum di Indonesia” (2019)

16:1 J Konstitusi 83, online:


<https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/view/1615/426>.

22
pengadilan bersifat presedent, melainkan hanya bagian alasan
atau pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan saja
yang bersifat stare decicis. Stare decicis berarti bahwa dalam
hal ini hakim terikat untuk mengikuti putusan hakim
terdahulu yang memiliki kesamaan fakta pada suatu perkara.33
Sifat presedent tidak berlaku untuk bagian yang disebut obitur
dictum atau bagian dari putusan yang merupakan jawaban
terhadap petitum penggugat (amar putusan). Namun, obitur
dictum ini bersifat persuasif yang mana dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam kasus selanjutnya apabila dirasa perlu
untuk melakukannya.34
H.R. Purwoto Gandasubrata berpandangan bahwa sistem
precedent memiliki beberapa kelemahan yaitu perkara yang
sama yang akan diputus terikat pada putusan-putusan
sebelumnya yang menyebabkan putusan tidak progresif atau
cenderung konservatif melihat pada kejadian dan putusan
masa lampau (backward looking) dan ia memandang bahwa
sistem precedent ini tidak selaras terhadap perkembangan
hukum di masyarakat. Berbeda dengan Sebastian Pompe yang
berpandangan bahwa tidak akan ada suatu kontadiksi antara
penemuan hukum dengan yurisprudensi maupun ajaran
presedent.35 Pada konteks ini, bahwa ketentuanketentuan yang
ditetapkan oleh doktrin precedent tidak mengurangi kebebasan
hakim untuk melakukan penemuan hukum, atau dengan kata
lain tidak membatasi independensi hakim. Di Indonesia sendiri,
putusan pengadilan tidak berdasar pada doktrin presedent,
sehingga putusan pengadilan di Indonesia yang dijadikan
sebagai sumber hukum pun tidak sekuat seperti di negara
Inggris. Hakim bebas untuk mengikuti ataupun tidak mengikuti
putusan terdahulu. Bahkan jika hakim menindaklanjuti
perkara dengan keputusan sebelumnya semata-mata karena

33 Ibid.
34 Efendi, supra note 28.
35 Simanjuntak, supra note 32.

23
keyakinan yang didorong atau alasan praktis dan psikologis,
seperti ketakutan bahwa keputusan hakim akan dibatalkan
atau karena keputusan sebelumnya merupakan putusan dari
pengadilan yang lebih tinggi dalam struktur hierarkis.
Ultrecht mengemukakan jika seorang hakim mengikuti atau
berdasar pada istilah putusan hakim lain, hal ini tidak berarti
bahwa dalam konteks tersebut dapat diartikan sebagai
tunduknya hakim lain terhadap putusan hakim sebelumnya.
Bagi seorang hakim, walaupun asas kebabasan hakim
menjamin kemandirian atau independensi seorang hakim,
namun
menurut Ultrecht pada dasarnya terdapat tiga alasan bagi
hakim untuk mengikuti putusan hakim sebelumnya, yakni: (1)
Putusan hakim memiliki kekuasaan (gezag), khusunya putusan
Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung; (2) Peninjauan
praktis. Seorang hakim yang memutuskan perkara yang sama
namun menyimpang dari putusan yang dibuat sebelumnya oleh
pengadilan yang lebih tinggi, maka tidak dibenarkan
pengadilannya jika pihak terdapat pihak yang tidak menyetujui
atau tidak menerima keputusan tersebut meminta banding. (3)
sebab memiliki pendapat yang sama dengan apa yang telah
diputuskan oleh hakim yang terdahulu.36
Namun, dalam konteks ini, mantan Dirjen Peraturan
Perundang-undangan yakni Benny Riyanto mengkritik terkait
penyimpangan kebebasan hakim, yakni perbuatan hakim yang
destruktif terhadap yurisprudensi dengan dasar bahwa setiap
hakim sejatinya bebas dan tidak terikat terhadap putusan
hakim yang lebih tinggi kedudukannya maupun terhadap
putusan hakim yang terdahulu.
Berbeda dengan pandangan dari Benny Riyanto, menurut
Soenaryati hartono bahwa kebebasan hakim yang absolut
tersebut pada faktanya dapat menyebabkan ketidakpastian

36 Ibid.hlm.93

24
serta gejolak terhadap yurisprudensi Indonesia, sebab tidak ada
memprediksi seperti apa peraturan hukum itu nantinya.
Agar putusan sampai pada tahap yurisprudensi, tentu harus
ada mekanisme pelaksanaannya terlebih dahulu dalam
prosesnya, salah satunya ialah harus direkomendasikan
terlebih dahulu sebagai putusan yang memiliki kualifiskasi
sebagai yurisprudensi tetap. Yurisrudensi tetap yang dimaksud
ialah bahwa dalam putusan hakim terdapat kaedah
hukum yang dapat dianggap sebagai landmark decision37 atau
putusan yang meyimpang dari Undang-Undang sebab
diperlukan demi suatu keadilan dan putusan itu diterima
publik dalam penerapan hukum atau dengan kata lain putusan
yang dibuat sebagai precedent sebab tidak ditampung oleh
peraturan yang ada. Yang mana kaidah hukum atau ketentuan
dalam suatu keputusan tersebut diikuti dengan konsisten atau
pasti oleh para hakim dalam putusannya.
Yurisprudensi berasal dari suatu putusan hakim yang dinilai
baik dan menimbulkan adanya suatu keadilan yang bersumber
dari putusan hakim yang kemudian dijadikan dan berlaku
secara umum sebagai hukum positif dengan asas dan kaidah
yang bersifat umum serta dapat dijgunakan sebagai dasar
pertimbangan hukum dalam memutus suatu perkara. Secara
konkrit suatu putusan yang dapat dijadikan yurisprudensi
sehingga dapat dijadikan dasar pertimbangan oleh hakim-
hakim lain ialah putusan yang dapat menjadi suatu terobosan
hukum.

4. Kebiasaan
Selain ketiga sumber hukum yang telah dijelaskan diatas,
terdapat sumber hukum yang ke empat, yaitu sumber hukum
kebiasaan (customary law) dan atau bisa disebut sebagai

37 Ibid.,hlm.94.

25
praktek alat tata usaha Negara, praktik administrasi Negara,
serta hukum tidak tertulis.
Dapat diketahui apabila sumber hukum kebiasaan merupakan
sumber hukum tidak tertulis yang tetap dijaga oleh masyarakat
yang menganutnya atau tetap mempertahankannya. Kumpulan
individu yang hidup bersama dalam jangka waktu yang cukup
lama dapat menimbulkan suatu tingkah laku tertentu, dimana
tingkah laku itu umum dilakukan dan tidak lazim ditinggalkan
atau dilanggar oleh tiap anggota masyarakat, apabila dilanggar
dapat menyebabkan reaksi dari masyarakat berupa sanksi atau
denda. Hukum kebiasaan sendiri lahir karena tindakan yang
dilakukan oleh mayoritas masyarakat secara berulang-ulang.
Ketika masyarakat sudah merasa tindakan yang dilakukan
tersebut sebagai sebuah aturan atau sumber hukum dalam
bertindak, maka artinya sah-sah saja apabila hukum
administrasi negara bertindak atas dasar kebiasaan yang
tumbuh dalam masyarakat itu.
Dalam buku hukum administrasi Negara karya Ridwan HR
sendiri menyatakan bahwa, tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh administrasi Negara ini akan melahirkan hukum tidak
tertulis atau konvensi, jika dilakukan secara teratur dan tanpa
keberatan (bezwaar) atau banding (beroep) dari warga
masyarakat.38
Dewasa ini, konvensi sendiri memiliki artian yang luas, salah
satunya termuat dalam buku Dasar-dasar Ilmu Politik yang
ditulis oleh Miriam Budiarjo dengan mengatakan bahwa
konvensi merupakan aturan perilaku kenegaraan yang tidak
didasarkan pada undang-undang, tetapi didasarkan oleh
kebiasaan ketatanegaraan.39
Asas common law yang berasal dari Inggris dan dianut oleh
negara-negara bekas jajahan amerika serikat, pasti memiliki

38Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, ed. revisi ed (Jakarta: Rajawali Pers, 2018).
39Miriam Budiardjo, DASAR-DASAR ILMU POLITIK, edisi revi ed (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2007).

26
konvensi ketatanegaraan yang dimana konvensi ketatanegaraan
itu merupakan suatu perihal yang sudah lazim hidup dalam
nadi negara-negara common law atau anglo saxon. Semua
proses ketatanegaraan dalam anglo saxon pada dasarnya
hampir tidak diatur oleh undang-undang atau konstitusi yang
ada, akan tetapi kebiasaan ketatanegaraan atau konvensi yang
akan mengatur atau menjangkaunya.
Sementara itu dalam asas eropa continental atau civil law yang
dianut oleh Negara-negara di eropa dan juga salah satunya
adalah Negara Indonesia sendiri memiliki perbedaan dengan
asas common law. Dimana sumber hukum formil terdiri dari
undang-undang (statue), yurisprudensi, traktat (treaty),
pendapat ahli hukum (doktrin), serta yang terakhir baru berupa
kebiasaan atau adat. Keempat sumber hukum formil diatas
dapat dikategorikan sebagai sumber hukum tertulis, namun
sumber hukum kebiasaan tetap memiliki tempat dan diakui
oleh Negara Indonesia.
Sumber hukum kebiasaan atau adat yang tumbuh di Indonesia
selalu berkembang mengikuti pergerakan masyarakatnya
dengan tumpuan karakterisitik serta pola pikir para pastisipan
masyarakat yang menganutnya dan atau melestarikannya.
Sumber hukum kebiasaan juga dapat dikatakan sebagai
cerminan kehidupan pribadi bangsa.
Meskipun sumber hukum kebiasaan merupakan cerminan
kehidupan bangsa, bukan berarti hukum kebiasaan daerah
satu dengan daerah yang lain sama, meskipun masih dalam
lingkup satu Negara.
Contohnya seperti di Bali, dimana suatu desa adat di Bali
memiliki aturan adat tersendiri yang dituangkan dalam awig-
awig desa. Pemerintahan desa adat bersifat otonom, dalam arti

27
setiap desa adat mempunyai aturan tesendiri yang hanya
berlaku bagi warga desa/banjar yang bersangkutan.40
Contoh hukum kebiasaan lainnya yang ada di Indonesia adalah
penggunaan noken, noken merupakan salah satu hukum tidak
tertulis yang digunakan dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada
di beberapa wilayah di Papua. Noken sendiri diakui oleh
konsitusi dan dijamin keberlangsungannya dengan persyaratan
tertentu.41
Dari contoh-contoh mengenai hukum kebiasaan diatas, dapat
ditarik kesimpulan, apabila hukum kebiasaan memiliki ciri
khas nya masing-masing dan hanya akan berlaku pada
masyarakat yang mempertahankannya saja. Penggunaan noken
akan dianggap suatu hal yang menyalahi aturan norma di
pulau jawa, namun penggunaan noken di papua malah diakui
oleh konstitusi. Begitupun sama dengan penggunaan awig-awig
desa yang ada dibali, awig-awig desa hanya dipatuhi oleh
masyarakat bali dan tidak mencakup masyarakat diluar itu.
Pluralisme dalam setiap hukum kebiasaan yang ada membuat
norma-norma kehidupan melebur seolah menjadi cerminan
bangsa. Apabila suatu undang-undang yang berlaku di dalam
masyarakat, bertentangan dengan nilai serta norma yang ada
maka tentunya akan mendapat penolakan dari dalam
masyarakat itu sendiri. Oleh sebab itu, perumusan undang-
undang tetap harus memperhatikan hukum kebiasaan yang
ada dalam masyarakat.
Untuk tetap menjangkau masyarakat yang bergerak menuju
arah dinamis, hukum administrasi Negara dapat melakukan
perbuatan dalam ranah pelayanan kepada masyarakat,
meskipun perbuatan tersebut belum tertulis dalam undang-
undang. Artinya, masyarakat tidak sebebas itu dalam

40 I Ketut Sukadana, Diah Gayatri Sudibya & Ni Made Sukaryati Karma, “Sanksi
Kasepekang Dalam Hukum Adat Bali” (2021) 15:1 Kertha Wicaksana 72–79.
41 Oly Viana Agustine, “Implementasi Noken Sebagai Hukum Tidak Tertulis Dalam Sistem

Hukum Nasional” (2019) 8:1 J Rechts Vinding Media Pembin Huk Nas 69.

28
bertindak, mereka tetap harus dibatasi oleh hukum kebiasaan
yang telah melekat dalam jiwa masyarakat untuk tetap ditaati
agar menjaga kelangsungan hidup khalayak ramai.
Sumber hukum kebiasaan hadir untuk mengisi celah yang
dimiliki oleh sumber hukum tertulis, meskipun demikian,
sumber hukum tertulis atau undang-undang tetap menjadi
acuan sumber hukum administrasi Negara yang memiliki
hierarki tertinggi diantara sumber hukum lainnya. Artinya,
sumber hukum kebiasaan bukan untuk menggantikan atau
menggeser keberadaan sumber hukum tertulis itu.

29
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum Administrasi Negara Indonesia merupakan terjemahan
dari bahasa Belanda Administratiefrecht, Verwaltungsrecht dari
bahasa Jerman, Droit Administratif dari bahasa Perancis, serta
Administratif Law di negara Inggris dan Amerika. Hukum
Administrasi Negara adalah sekumpulan aturan-aturan yang
mengatur tentang hubungan pemerintah dan warga negara yang
memungkinkan administrasi negara menjalankan fungsinya
sekaligus melindungi warga negara terhadap sikap dari tindak
administrasi negara dan juga melindungi administrasi negara itu
sendiri. Kemudian setelah Indonesia merdeka, sumber hukum
administrasi berkembang dengan semakin banyaknya undang-
undang, peraturan pemerintah, dan tata cara lain yang mengatur
tentang pelaksanaan tugas administrasi. Sumber hukum administrasi
juga terkait dengan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik,
seperti transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan tanggap terhadap
kebutuhan masyarakat.
Sumber Hukum Administrasi Negara diantaranya;
1. Konstitusi,
2. Peraturan Perundang-undangan,
3. Yurisprudensi/Putusan Pengadilan, dan
4. Kebiasaan.

B. Saran
Hukum Administrasi Negara penting dipelajari karena segala
tindakan yang diambil oleh pemerintah harus berdasarkan pada
hukum untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.
Tindakan penyalahgunaan kekuasaan harusnya dapat dicegah
dengan pemahaman pengertian secara mendasar bahwa keberadaan
hukum administrasi negara berperan mengatur wewenang, tugas dan
fungsi administrasi negara, disamping itu juga berperan untuk

30
membatasi kekuasaan yang diselenggarakan oleh administrasi
negara. Penyalahgunaan kekuasaan terjadi karena para penguasa
acuh mengenai hak yang dimiliki manusia lainnya. Sehingga
cenderung bersikap semena-mena. Jika tidak diatasi, hal ini dapat
membatasi bahkan menghilangkan hak asasi orang lain sehingga
menimbulkan kesengsaraan. Dengan adanya kesadaran dan
pengetahuan akan Hukum Administrasi Negara maka tiap-tiap warga
negara akan berperan masif dalam pengawasan sehingga mengurangi
kemungkinan terjadinya pelanggaran yang dapat merugikan orang
banyak.

31
DAFTAR PUSTAKA

Anggriani, Jum, Hukum Administrasi Negara, ed. 1; cet ed (Jakarta: Graha


Ilmu, 2012).

Budiardjo, Miriam, DASAR-DASAR ILMU POLITIK, edisi revi ed (Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama, 2007).

Efendi, A’an, Hukum Administrasi Negara, cetakan pe ed, Dessy Marliani


Listianingsih, ed (Jakarta: Sinar Grafika, 2017).

Efendi, A’an & Freddy Poernomo, Hukum Administrasi Negara, cetakan pe


ed, Dessy Marliani Listiyaningsih, ed (Jakarta: Sinar Grafika, 2017).

HR, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, ed. revisi ed (Jakarta: Rajawali


Pers, 2018).

Lathif, Nazaruddin, Mustika Mega Wijata & R Muhammad Mihradi, Hukum


Administrasi Negara, 1st ed, H Insan Isep, ed (Bogor: Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Pakuan, 2021).

Munaf, Yusri, Hukum Administrasi Negara, Elydar Chaidir, ed (Riau:


Marpoyan Tujuh, 2013).

Peczenik, Aleksander, On Law and Reason, Alan Mabe, Michael D Bayles &
Aulis Aarnio, eds (Sweden: Spinger-Science+Bussines Media,B.V.,
1989).

Ragawino, Bewa, Hukum Administrasi Negara (Bandung: Fakultas Ilmu


Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, 2006).

Remaja, I Nyoman Gede, Hukum Administrasi Negara (Singaraja: Fakultas


Hukum Universitas Panji Sakti, 2017).

Sadi, Muhamad & Kun Budianto, Hukum Administrasi Negara, cetakan pe


ed (Jakarta: Kencana, 2021).

Suprapto & Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan; Dasar-Dasar


dan Pembentukannya (Yogyakarta: Kanisius, 1998).

32
Utama, Jos Yohan, Hukum Administrasi Negara, ed.2 ed (Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka, 2014).

Winarno, Dwi, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, ed. 2 ed


(Jakarta: Bumi Aksara, 2006).

Agustine, Oly Viana, “Implementasi Noken Sebagai Hukum Tidak Tertulis


Dalam Sistem Hukum Nasional” (2019) 8:1 J Rechts Vinding Media
Pembin Huk Nas 69.

Ghafur Hamid, Abdul, “Sources of International Law: A Re-Evaluation”


(2003) 11 IIUM Law J, online:
<https://heinonline.org/HOL/Page?handle=hein.journals/iiumlj11&i
d=206&div=&collection=>.

Kiss, Alexandre Charles, Environmental Law Programme UNITAR &


Commission on Environmental Law UNEP IUCN-The World
Conservation Union, “Introduction to International Environmental
Law” (2005) UNITAR Distance Learn Course Int Environ Law 112,
online: <https://digitallibrary.un.org/record/551666>.

Ryan, Mark (Law teacher) & Steve Foster, “Unlocking constitutional &
administrative law” (2014) 656, online:
<https://www.google.co.id/books/edition/Unlocking_Constitutional_a
nd_Administrat/vNaWAwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&pg=PT2&printsec=fr
ontcover>.

Santoso, Aron, “Bagaimana Penerapan Uud 1945 Sebagai Konstitusi


Negara” (2022) November 4, online:
<file:///C:/Users/user/Downloads/BagaimanaPenerapanUUD1945S
ebagaiKonstitusiNegaraRepublikIndonesia.pdf>.

Simanjuntak, Enrico, “Peran Yurisprudensi dalam Sistem Hukum di


Indonesia” (2019) 16:1 J Konstitusi 83, online:
<https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/view/1615/4
26>.

33
Sukadana, I Ketut, Diah Gayatri Sudibya & Ni Made Sukaryati Karma,
“Sanksi Kasepekang Dalam Hukum Adat Bali” (2021) 15:1 Kertha
Wicaksana 72–79.

Yos Johan Utama, “Pengertian Administrasi Negara dan Hukum


Administrasi Negara” (2012) Modul 1–59, online:
<http://repository.ut.ac.id/3974/1/ADPU4332-M1.pdf>.

Tim Hukum Online, “Hukum Administrasi Negara: Pengertian, Sumber, dan


Subjeknya”, (2023), online: Huk online.com
<https://www.hukumonline.com/berita/a/hukum-administrasi-
negara-lt62de00a9c74d4/>.

“Undang-Undang Administrasi Pemerintahan Terhadap Peradilan Tata


Usaha Negara”, online: Kementeri Huk dan Hak Asasi Mns Republik
Indones Direktorat Jenderal Peratur Perundang-undangan
<https://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?option=com_conte
nt&view=article&id=2942:undang-undang-administrasi-
pemerintahan-terhadap-peradilan-tata-usaha-
negara&catid=103&Itemid=184&lang=en>.

34

Anda mungkin juga menyukai