Disusun Oleh :
Osanna Chikara Dewi (11200453000015)
Muhammad Lazuardhien (11200453000026)
Muhammad Rosid (11200453000029)
Andy Kristiyono (11200453000039)
Muhammad Hidayat Gustria (11200453000043)
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat
rahmat petunjuk dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan
makalah dengan judul “Kedudukan dan Kewenangan Pemerintah” tepat pada
waktunya. Shalawat beserta saam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammmad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya
beserta keluarganya, sahabar, dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas formatif mata kuliah
Hukum Administrasi Negara yang mana merupakan salah satu mata kuliah utama
yang sangat penting untuk disampaikan kepada mahasiswa karena ini merupakan
tolak ukur di fakultas Syariah dan Hukum khususnya program studi Hukum Tata
Negara (Siyasah).
Kami menyadari bahwa makalah yang sederhana ini jauh dari kata sempurna.
Karena itu, dengan segala kerendahan hati kami memohon kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak, terutama Bapak Dosen selaku pembimbing mata
kuliah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan
khususnya menambah wawasan bagi para pembaca.
Penyusun
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………….………I
DAFTAR ISI………………………………………………………………….…...II
BAB I : PENDAHULUAN
Latar Belakang……………………………….……………….…….………1
Rumusan Masalah……………………….…………………..…..….………2
Tujuan…………………………………………………………...…..………2
Manfaat……………………………………………………………………...2
BAB II : PEMBAHASAN
Kesimpulan……………………………..….………………..…..…...……...10
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….……………...…11
II
BAB I
PENDAHULUAN
1
Abdul Rokhim, Kewenangan Pemerintahan Dalam Konteks Negara Kesejahteraan (Welfare State), (Malang:
Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum FH Unisma Malang Edisi Februari - Mei 2013), h. 1.
2
Ibid.
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan ulasan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
kami ambil antara lain :
a. Bagaimana kedudukan hukum pemerintah dalam hukum administrasi
Negara ?
b. Bagaimana wewenang dan tindakan hukum pemerintah dalam hukum
administrasi Negara ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Sebagai contoh, pemerintah daerah yang merupakan badan hukum publik
memiliki dua sisi yaitu overheid dan licham. Sebagai overheid, daerah memiliki
keweangan atau tugas-tugas oemerintahan yang diberikan dan diatur oleh
ketentuan hukum publik. Sedangkan sebagai licham, daerah adalah wakil dari
badan hukum yang dapat bertindak dalam lapangan keperdataan dan tunduk pada
ketentuan hukum perdata. Berikut contoh permasalahan daam lapangan terkait hal
tersebut. Ketika suatu Kabupaten membeli beberapa kendaraan untuk kepentingan
perusahaan, kabupaten menjalankan perjanjian jual beli berdasarkan hukum
perdata, disebutkan juga sebagaimana yang disampaikan oleh badan hukum privat,
Kabupaten memikul hak dan kewajiban keperdataan. Kabupaten dapat ikut
terlibat dalam lalu lontas pergaulan hukum “biasa”. Apabila Kabupaten
melakukan tindakan tersebut, secara prinsip kedudukannya setara dengan
seseorang atau badan hukum. Oleh karenanya, pemerintah daerah dapat
melakukan perbuatan atau tindakan hukum publik dan tindakan hukum
keperdataan.
3
Indiroharto, Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta: Sinar
Harapan, 1993), h. 83.
4
bisa diramalkan atau diperkirakanı terlebih dahulu. Dengan melihat kepada
peraturan yang berlaku, dapat dilihat atau diharapkan apa yang akan dilakukan
oleh aparat pemerintahan yang bersangkutan sehingga warga masyarakat bisa
menyesuaikan dengan keadaan tersebut.
Penyelenggaraan pemerintahan yang didasarkan pada azas legalitas, yang
berarti didasarkan kepada undang-undang (hukum tertulis), dalam praktiknya
tidak memadai apalagi di tengah masyarakat yang memiliki dinamika yang tinggi.
Hal ini dikarenakan hukum tertulis juga mengandung kelemahan. Menurut Bagir
Manan, hukum ini memiliki berbagai kelemahan bawaan dan kelemahan buatan;
"Sebagai ketentuan tertulis atau hukum tertulis, peraturan perundang-
undangan memiliki jangkauan yang terbatas sekedar "moment opname" dari
unsur-unsur politik, ekonomi, sosial, budaya dan hankam yang paling
berpengaruh pada saat pembentukan. Oleh karena itu, mudah sekali bila
dibandingkan dengan perubahan masyarakat yang semakin cepat atau dipercepat.
Pembentukan peraturan perundang-undangan khusus undang-undang dapat
dipersamakan sebagai pertumbuhan deret hitung, sedangkan perubahan
masyarakat bertambah seperti deret ukur. Kelambanan pertumbuhan peraturan
perundang-undangan yang merupakan cacat bawaan ini dapat pula makin
diperburuk oleh berbagai cacat buatan, yang timbul akibat masuk atau
dimasukkannya berbagai kebijakan atau tindakan yang menganggu peraturan
perundang undangan sebagai sebuah sistem."4
Pada tulisan lain, Bagır Manan menyebutkan tentang adanya kesulitan
yang dihadapi hukum tertulis yaitu: 1) hukum sebagai bagian dari kehidupan
masyarakat mencakup semua aspek kehidupan yang sangat luas dan kompleks
sehingga tidak mungkin seluruhnya dijelmakan dalam peraturan perundang-
undangan, 2) peraturan perundang-undangan sebagai hukum tertulis sifatnya statis
(pada umumnya), tidak dapat dengan cepat mengikuti gerakan pertumbuhan,
4
Bagir Manan, Peranan Hukum Administrasi Negara Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
makalah pada penataran Nasional hukum Administrasi Negara, (Fakultas Hukum UNHAS: Ujung Pandang,
1995), h.1.
5
perkembangan dan perubahan masyarakat yang harus diembannya.5 Oleh karena
itu, dalam penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan dalam suatu negara
hukum diperlukan persyaratan lain agar kehidupan kenegaraan, pemerintahan dan
kemasyarakatan berjalan dengan baik dan pertumpu pada keadilan.
Prajudi Atmosudirdjo menyebutkan beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu:
a. Efektivitas, artinya kegiatannya harus mengenai sasaran yang telah ditetapkan.
b. Legitimitas, artinya kegiatan administrasi negara jangan sampai menimbulkan
heboh oleh karena tidak dapat diterima oleh masyarakat setempat atau lingkungan
yang bersangkutan.
c. Yuriditas, yaitu syarat yang menyatakan bahwa perbuatan para pejabat
administrasi negara tidak boleh melanggar hukum dalam arti luas.
d. Legalitas, yaitu syarat yang menyatakan bahwa perbuatan atau keputusan
administrasi negara yang tidak boleh dilakukan tanpa dasar undang-undang
(tertulis) dalam arti luas, bila sesuatu dijalankan dengan dalil "keadaan darurat
kedaruratan tersebut wajib dibuktikan kemudian. Jika kemudian tidak terbukti,
maka perbuatan tersebut dapat digugat diperadilan.
e. Moralitas, yaitu salah satu syarat yang paling diperhatikan oleh masyarakat;
moral dan etnik umum maupun kedinasan wajib dijunjung tinggi, perbuatan tidak
senonoh, sikap kasar, tidak sopan, kata-kata yang tidak pantas dan sebagainya
wajib dihindarkan.
f. Efisiensi wajib dikejar seoptimal mungkan, kehematan biaya dan produktivitas
wajib diusahakan setinggi-tingginya.
g. Teknik dan Teknologi yang setinggi-tingginya wajib dipakai untuk
mengembangkan atau mempertahankan mutu prestasi yang sebaik- baiknya.6
5
Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Peranan Peraturan Perundang-undangan dalam Pembinaan Hukum
Nasional, (Bandung: Amrico, 1987), h. 16.
6
Prajudi Atmosudirjo, Op. Cit., h. 79-80.
6
Selanjutnya dalam Islam, dalam penyelenggaraan pemerintahan
hendaknya tetap berpegang pada apa yang diamanatkan dalam Al Quran dan
Sunnah di mana terdapat prinsip-prinsip dasar dalam penyelenggaraan
pemerintahan:7
1). Musyawarah
2). Persamaan dan keadilan hukum
3). Keadilan sosial
4). Kebebasan mengemukakan pendapat
5). Perlindungan jiwa dan pengawasan rakyat
Meskipun azas legalitas mengandung kelemahan, ia tetap menjadi prinsip
utama dalam setiap negara hukum. Telah disebutkan bahwa azas legalitas
merupakan dasar dalam penyelenggaraan kene garaan dan pemerintahan. Dengan
kata lain, setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki
azas legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Substansi
azas legalitas adalah wewenang. Mengenai wewenang itu, HD. Stout
mengatakan:8 Wewenang merupakan pengertian yang berasal dari hukum
organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai ke seluruhan aturan yang
berkenaan dengan perolehan dan peng gunaan wewenang pemerintahan oleh
subyek hukum publik di dalam hubungan hukum publik
Sementara menurut FPCL. Tonnaer:9 Kewenangan pemerintahan dalam
kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif dan
dengan begitu, dapat diciptakan hubungan hukum antara pemerintah dengan
warga negara.
Kewenangan memiliki kedudukan penting dalam kajian hukum tata negara
dan hukum administrasi. Begitu pentingnya kewenangan ini, maka konsep itu
dapat dikatakan sebagai hal yang paling penting dalam hukum tata negara dan
hukum administrasi negara. Selain hal tersebut dalam kewenangan terdapat hak
dan kewajiban yang harus dijalankan. Sedangkan menurut P. Nicolai dikatakan:10
7
Zaenuddin Naenggolan, Inilah Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2007), h. 289.
8
HD Stout, de Betekenissen van de Wet, (Zwolle: W.E.J. Tjeenk Willnk, 1994), h. 4.
9
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Grafindo, 2006), h. 101.
10
P. Nicolai, Bestuurrecht, (Amsterdam: 1994), h. 4.
7
Kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu (yaitu tindakan-tindakan
yang dimaksudkan untuk menumbulkan akibat hukum, dan mencakup mengenai
timbul dan lenyapnya akibat hukum). Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau
tidak melakukan tindakan tertentu atau menurut pihak lain untuk melakukan
tindakan tertentu, sedangkan kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau
tidak melakukan tindakan tertentu.
Menurut Bagir Manan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama
dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat
atau tidak berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban
(rechten en plichten). Dalam kaitan dengan otonomi daerah, hak mengandung
pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri (zelfregelen) dan mengelola sendiri
(zelfbesturen), sedangkan kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan untuk
menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Vertikal berarti
kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam satu tertib ikatan
pemerintahan secara keseluruhan.11
Dalam kerangka negara hukum wewenang pemerintah berasal dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain kewenangan
hanya diberikan oleh UU di mana pembuat UU dapat memberikan wewenang
pemerintah, baik kepada organ pemerintah maupun kepada aparatur pemerintahan.
Berbeda dengan pemikiran Barat yang mengandung makna bahwa
kewenangan adalah kemampuan dari seseorang atau kelompok yang memiliki
kekuasaan. Dalam konsep Islam, manusia adalah mandataris (khalifah) yang ada
dimuka bumi sehingga wewenang mutlak ada pada Allah. Manusia hanya
pengemban amanah dari Allah.12 Dalam hukum Islam digariskan kaidah bahwa
adanya penguasa yang berwenang sebagai penanggungjawab dan pengatur
(pemerintah) merupakan keharusan Di era reforması, kewenangan pemerintah
dalam ajaran Islam wajib pula digunakan demi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Penguasa berkewajiban meniadakan jurang pemisah antara kaya dan
11
Bagir Manan, Wewenang Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam Rangka Otonomi Daerah, (Bandung:
Unpad, 13 Mei 2000), h. 1-2.
12
Zaenuddin Naenggolan, Op. Cit., h. 285.
8
miskin. Dengan demikian, semua wewenang dari pemerintah harus bertumpu
pada prinsip dasar yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sebagai negara hukum, setiap penyelenggaraan pemerintahan haruslah
berdasarkan pada hukum yang berlaku. Dalam negara hukum, hukum ditempatkan
sebagai aturan main dalam penyelenggaraan kenegaraan, pemerintahan, dan
kemasyarakatan.
Dalam Hukum Administrasi Negara hukum selalu berkaitan dengan
aktivitas perilaku administrasi negara dan kebutuhan masyarakat serta interaksi
diantara keduanya. Dalam ilmu hukum terdapat dua pembagian hukum, yaitu
Hukum Privat (Sipil) dan Hukum Publik.
Dengan adanya hukum administrasi negara dalam tata hukum ini
diharapkan pemerintah berlaku atau menjalankan hak dan kewajibannya sesuai
dengan atruran hokum yang ada demi tercapainya pemerintahan yang baik
sehingga masayarakat dapat leluasa dalam menyampaikan aspirasinya untuk
membangun Negara Kesatuan republik Indonesia ini sekaligus terciptanya
solidaritas antara rakyat dan aparatur pemerintah.
10
DAFTAR PUSTAKA
Bagir Manan, Wewenang Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam Rangka Otonomi
Daerah, Bandung: Unpad, 2000.
11