Anda di halaman 1dari 11

HUKUM SEBAGAI MEKANISME PENGINTEGRASI

Oleh: Syamsulbahri Salihima

A. Pendahuluan

Manusia selain makhluk biologis juga ia sebagai makhluk sosial, olehnya itu

manusia selalu didorong untuk melakukan hubungan-hubungan sosial di antara

sesamanya. Cara-cara untuk melakukan hubungan tersebut tampak dalam berbagai

bentuk, sebagaimana dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari seperti lalulintas

kendaraan, perdagangan, pergaulan sehari-hari dan sebagainya. Dari sini nampak bahwa

terdapat keteraturan atau ketertiban dalam hubungan tersebut. Seperti halnya lalu lintas

kendaraan di jalan-jalan. Sekalipun berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus kendaraan

yang lalu lalang di jalan-jalan, namun hampir-hampir tidak terlihat kendaraan yang

bertabrakan satu sma lain. Sekalipun hal tersebut mungkin saja terjadi, nampak hanya

sebagian kecil saja. Demikian pula dengan hubungan perdagangan bahwa barang-barang

dan jasa-jasa tersebut tersalur secara tertib dan teratur kepada mereka yang

membutuhkannya. Hal-hal ini merupakan bukti adanya suatu hubungan yang tertib

antara produsen dan konsumen.

1
Dari beberapa contoh di atas, dapat dilihat adanya suatu hal yang menjadi sebab

adanya keteraturan dan ketertiban. Keteraturan dan ketertiban itu ditimbulkan oleh

adanya kaedah-kaedah yang mengaturnya, sehingga hubungan-hubungan sosial dapat

berlangsung secara tertib dan teratur. Jadi ketertiban dan keteraturan merupakan syarat

bagi berlangsungnya hubungan antara sesama anggota masyarakat.

Dengan demikian itu, di ketahui bhawa Indonesia adalah negara hukum (vide

pasal 1 (3) UUD 1945), namun demikian tata hukum yang ada sedang berada di tengah-

tengah proses perubahan. Adanya perubahan itu, karena dituntut untuk mengatur

kembali hubungan dalam masyarakat yang sedang berkembang. Lebih dari itu, keadaan

masyarakat bangsa Indonesia sangat mempengaruhi seberapa jauh kemampuan hukum

modern bisa digunakan sebagai sarana efektif untuk mengatur masyarakat. Dalam hal

ini hukum sebagai mekanisme pengintegrasi.

Fungsi hukum sebagai mekanisme pengintegrasian mempunyai hubungan dengan

sistem sosial, interaksi sosial dan ketertiban.

B. Sistem Sosial

Dalam rangka pembicaraan mengenai sistem sosial ini, pertama-tama dibatasi

pengamatan terhadap suatu wilayah atau lingkungan tertentu. Hal ini dimaksudkan agar

dapat meperoleh gambaran yang saksama mengenai sistem sosial tersebut. Wilayah atau

lingkungan kehidupan tertentu tersebut dapat berupa suatu desa, kelurahan, kota, bahkan

di dalam suatu keluarga. Di dalam wilayah atau lingkungan kehidupan tertentu yang

terbatas itulah dapat dilihat adanya sistem sosial tersebut.

Di dalam wilayah atau lingkungan tersebut terlihat adanya lalu lalang hubungan

serta kontrol-kontrol antara sesama anggota masyarakat. Pada kenyataannya hubungan-

2
hubungan dan kontak-kontak tersebut tidak berlangsung secara acak-acakan, melainkan

mengikuti suatu keteraturan tertentu. Hal ini berupa adanya suatu ketertiban yang

mengatur hubungan-hubungan serta kontrol-kontrol tersebut.

Dengan demikian, ketertiban tampil sebagai unsur pertama yang membentuk

suatu sistem sosial. Munculnya ketertiban tersebut, karena anggota-anggota masyarakat

itu masing-masing untuk dirinya sendiri dan dalam berhadapan dengan orang lain,

mengetahui apa yang seharusnya dilakukan. Sebagai contoh, seseorang mengetahui

perbuatan apa yang diharapkan oleh masyarakat dan orang lain dari padanya. Orang

tersebut juga mengetahui apa dan perbuatan apa yang dapat diharapkan dari orang lain.

Jadi apabila seseorang berhubungan dengan orang lainnya, maka tidak akan terjadi

suasana kesimpang siuran. Hal yang demikian itu tidak mungkin terjadi, apabila

anggota-anggota masyarakat itu tidak mendapatkan informasi mengenai apa dan tingkah

laku apa yang diharapkan dari mereka. Informasi ini diberikan oleh suatu sistem

petunjuk-petunjuk dalam masyarakat yang disebut sebagai kaedah-kaedah sosial.(Otje

Salman,1993:9)

Sesuai dengan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat disebut sistem sosial

adalah suatu cara untuk mengorganisasi kehidupan manusia secara individu (orang)

dalam masyarakat. Dengan kata lain sistem sosial mempertahankan agar proses itu

berjalan secara teratur, atau sistem sosial pada dasarnya adalah suatu sistem tindakan-

tindakan.

C. Interaksi Sosial

Pada suatu sistem sosial terdapat suatu interaksi sosial. Ini didasarkan kepada

kenyataan, yaitu manusia tidak dapat hidup sendiri. Karena adanya ketergantungan

3
antara seseorang dengan orang lainnya, atau sekelompok orang dengan orang, atau

sekelompok orang dengan sekelompok orang lainnya. Dalam hubungan ini yang sangat

penting adalah reaksi yang timbul sebagai akibat hubungan-hubungan tersebut.

Hubungan-hubungan itu, merupakan hubungan sosial yang dinamis sebagai

interaksi sosial. Interaksi sosial dapat terjadi apabila ada dua orang saling bertemu, pada

saat itu mereka saling menegur dan saling berkenalan, saling berbicara dan saling

menanggapi pembicaraan tersebut, dan banyak lagi contoh yang lain. Olehnya itu

interaksi sosial merupakan hal yang utama dalam pergaulan atau kehidupan sosial.

Pergaulan hidup yang sesungguhnya, akan terjadi apabila orang-orang

perorangan atau kelompok manusia itu saling mengadakan kerja sama, saling berbicara

dan seterusnya, untuk mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa

interaksi sosial adalah sebagai dasar proses-proses sosial, suatu pengertian yang

menunjukkan bahwa hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Proses sosial diartiakan

sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama. (Ibid:10)

Suatu kenyataan bahwa pada masyarakat selama hidupnya akan mengalami

perubahan-perubahan dalam berbagai aspek kehidupannya. Perubahan-perubahan

tersebut bagi masyarakat yang bersangkutan maupun orang luar yang melihatnya, dapat

berupa perubahan yang menarik atau kurang menarik. Tetapi ada pula perubahan yang

cepat maupun yang berjalan lambat. Hal ini merupakan gejala yang normal, dan

pengaruhnya menjalar dengan cepat, antara lain dengan adanya komunikasi yang

moderen juga untuk kondisi saat ini yang terjadi dunia mengalami era globalisasi.

Dengan demikian itu, interaksi sosial baru dapat berlangsung apabila dilakukan

minimal oleh dua orang atau lebih, adanya kontak sosial sebagai tahap awal dari

4
terjadinya interaksi, adanya komunikasi sebagai pengantar interaksi, adanya reaksi dari

pihak lain atas komunikasi tersebut, adanya hubungan timbal balik yang saling

mempengaruhi antara yang satu dengan yang lainnya.

Dengan adanya interaksi ini, muncullah kesadaran dari dalam diri manusia

bahwa kehidupan dan hubungan antara manusia di dalam masyarakat sebenarnya

berpedoman atau mengacu pada suatu aturan yang harus dipatuhi atau ditaati. Karena

aturan tersebut sebagai pedoman baik dalam berperilaku maupun dalam berhubungan

antara sesamanya. Demi mencapai kedamaian, dalam arti keteriban dan ketentraman di

dalam masyarakat.

Jadi interaksi sosial terbentuk pada segala bentuk kegiatan manusia, maka di

dalam interaksi sosial ini diperlukan ketertiban dan ketentraman, yang alatnya berupa

kaedah-kaedah sosial.

D. Ketertiban Dan Ketentraman

Pada dasarnya manusia dalam hidup bermasyarakat menyadari dirinya bahwa ia

diatur oleh berbagai aturan. Aturan-aturan itu berupa nilai-nilai dan kaedah-kaedah

sosial. Pengaturan tersebut meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Purnadi Purbacaraka (1993:7-8) menjelaskan bahwa kaedah-kaedah itu sebagai

pedoman untuk hidup, namun hidup mempunyai dua aspek secara umum, yaitu aspek

hidup pribadi dan aspek hidup antar pribadi. Setiap aspek hidup tersebut mempunyai

kaedah-kaedahnya masing-masing yaitu:

Pertama, aspek hidup peribadi mencakup;

a) Kaedah-kaedah kepercayaan/keagamaan untuk mencapai kesucian hidup pribadi atau

kehidupan beriman;

5
b) Kaedah-kaedah kesusilaan (moral/etika dalam arti sempit) yang tertuju pada kebaikan

hidup pribadi atau kebersihan hati nurani dan akhlak.

Kedua, pada aspek hidup antar pribadi meliputi: a) Kaedah-kaedah sopan santun

yang maksudnya untuk kesedapan hidup bersama; b) Kaedah-kaedah hukum yang

tertuju kepada kedamaian hidup bersama.

Menurut Satjipto Rahardjo (1991:33) bahwa kaedah hukum memuat suatu

penilaian mengenai perbuatan tertentu. Hal ini jelas tampak dalam bentuk suruhan dan

larangan. Kaedah hukum ini diwujudkan dalam bentuk petunjuk bertingkah laku.

Oleh karena itu kaedah hukum disebut petunjuk tingkah laku, tentang apa yang

boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan yang disertai dengan sanksi. Kaedah hukum

tersebut bersumber dari masyarakat sendiri maupun dari sumber lain yang diakui

keberlakuannya oleh otoritas tertinggi dalam masyarakat itu. Jika kaedah tersebut

dilanggar akan memberikan kewenangan pada otoritas tertinggi untuk menjatuhkan

sanksi. Agar dengan sanksi itu, masyarakat diharapkan supaya selalu berada dalam

koridor yang baik, serta menghindarkan diri dari perbuatan melanggar hukum, guna

menciptakan kedamaian dalam masyarakat.

Kedamaian di sini adalah suatu keadaan yang mencakup dua hal, yaitu

ketertiban/keamanan dan ketentraman/ketenangan. Ketertiban/keamanan menunjukkan

pada hubungan atau komunikasi lahiriyah, jadi melihat pada proses interaksi para

pribadi dalam kelompok masyarakat. Sedang ketentraman/ketenangan menunjuk pada

keadaan bathiniyah, jadi melihat pada kehidupan bathiniyah (internal life) masing-

masing pribadi dalam kelompok masyarakat.(Purnadi Purbacaraka dkk,1993:20)

6
Ketertiban dan ketentraman bisa tercapai apabila ada kaedah-kaedah sosial.

Salah satu kaedah sosial dalam mekanisme pengintegrasian adalah kaedah hukum.

Apabila seseorang sadar bahwa hampir semua hubungan kemasyarakatan diatur

oleh kaedah-kaedah hukum dan pola-pola tertentu dalam arti tunduk pada kaedah-

kaedah dan pola-pola tersebut. Umpamanya, sesorang memiliki kesempatan untuk

melaksanakan kewajiban-kewajibannya serta menuntut hak-haknya. Dengan demikian

dia akan lebih yakin bahwa ada kaedah-kaedah hukum dan pola-pola yang mengatur

interaksi sosial yang terjadi di dalam masyarakat.

E. Hukum Sarana Penyelesaian Konflik

Achmad Ali (2002:101) menjelaskan bahwa penerapan hukum itu dalam hal

tidak ada konflik dan dalam hal terjadi konflik.

Pertama, penerapan hukum pada saat tidak ada konflik. Contohnya jika seorang

pembeli barang membayar harga barang, dan penjual menerima uang pembayaran.

Kedua, penerapan hukum pada saat terjadi konflik. Contohnya si Pembeli sudah

membayar lunas harga barang, tetapi penjual tidak mau menyerahkan barangnya yang

telah dijual.

Sehubungan dengan itu, hukum berfungsi sebagai mekanisme untuk melakukan

integrasi terhadap berbagai kepentingan warga masyarakat, yang berlaku baik ada

konflik maupun tidak ada konflik. Akan tetapi harus diketahui bahwa dalam

penyelesaian konflik-konflik kemasyarakatan, bukan hanya hukum satu-satunya sarana

pengintegrasi, melainkan masih terdapat sarana pengintegrasi lain seperti kaedah agama,

kaedah moral, dan sebagainya.

7
Suatu pendekatan teoritis fungsional struktural oleh Talcott Parsons, bahwa

masyarakat pada dasarnya terintegrasi atas dasar kata sepakat para anggota-anggotanya

terhadap nilai-nilai kemasyarakatan tertentu, yaitu kesepakatan bersama yang memiliki

daya untuk mengatasi perbedaan pendapat dan kepentingan di antara anggotanya.(Otje

Salman,1993:13)

Pendekatan tersebut, dapat dikaji melalui anggapan dasar, antara lain:

1. Masyarakat harus dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri dari bagian-

bagian yang saling berhubungan satu dengan yang lain.

2. Hubungan tersebut, saling pengaruh mempengaruhi yang merupakan

hubungan timbal balik.

3. Walaupun interaksi sosial tidak tercapai dengan sempurna, namun

secara pundamental sistem sosial senantiasa cenderung untuk

menghadapi perubahan-perubahan itu.

4. Walaupun terjadi ketegangan-ketegangan dan penyelewengan-

penyelewengan, akan tetapi dalam jangka waktu yang panjang keadaan

tersebut dapat teratasi dengan mengadakan penyesuaian-penyesuaian.

Sebagai contoh antara masa Orde Baru ke masa Reformasi itu

mempunyai jangka waktu yang panjang dalam penyesuaian-

penyesuaian perubahan tersebut.

Penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan-perubahan itu dapat terjadi:

1. Penyesuaian yang dilakukan oleh sistem sosial terhadap perubahan-

perubahan yang datang dari luar.

2. Pertumbuhan melalui proses struktural dan fungsional.

8
3. Penemuan-penemuan baru yang dilakukan oleh anggota

masyarakat.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka tidak perlu ada konflik di dalam

masyarakat, karena kedudukan hukum dalam mekanisme pengintegrasian mempunyai

peranan yang sangat penting.

Namun demikian, Thomas Hobbes menyatakan bahwa masyarakat adalah

sebagai medan peperangan antara manusia satu dengan manusia lain, atau antara

masyarakat satu dengan masyarakat yang lain. Oleh sebab itu, diperlukan suatu fungsi

yang sifatnya lebih memaksa dan tidak sekedar mempertahankan asas-asas terakhir yang

mengatur kehidupan masyarakat. Kaedah-kaedah ini mengkoordinasikan unit-unit

dalam lalu lintas kehidupan sosial dengan cara memberikan pedoman orientasi tentang

bagaimana seharusnya manusia itu bertindak. (Ibid:16-17)

Dengan demikian itu, jika terjadi konflik di dalam masyarakat, maka hukum

harus berperan. Olehnya itu, menurut Hobbes hukum itu ditentukan untuk mengatur

konflik-konflik yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial. Inilah yang disebut

oleh Hobbes fungsi hukum sebagai mekanisme pengintegrasi.

Seirama dengan pendapat Harry C.Bredemeier yang cenderung melihat fungsi

hukum hanya sebagai penjaga yang bertugas untuk menyelesaikan konflik-konflik.

Hukum barulah beroperasi setelah adanya suatu konflik, misalnya ada sesorang yang

menggugat bahwa kepentingannya terganggu oleh orang lain. Dalam hal ini, menjadi

tugas pengadilanlah untuk menjatuhkan suatu putusan, untuk mnyelesaikan konflik

itu.(Achmad Ali,2002:102)

9
Sedang Talcott Parsons beserta rekannya melihat bahwa Pengadilan bergantung

pada tiga macam masukan yaitu:

Pertama, Pengadilan membutuhkan suatu analisis mengenai sebab dan akibat

dari peristiwa yang dipersengketakan itu.

Kedua, Pengadilan membutuhkan suatu konsepsi tentang pembagian tugas; apa

yang menjadi tujuan dari system itu, keadaan apa yang ditimbulkan oleh penggunaan

kekuasaan.

Ketiga, Pengadilan menghendaki agar para penggugat memilih Pengadilan

sebagai satu-satunya mekanisme penyelesaian konflik.(Ibid)

Jadi jika hukum harus memutuskan suatu sengketa, maka ia akan berpikir,

bagaimanakah membuat suatu putusan yang dampaknya akan meningkatkan efisisensi

yang produktif.

F. P e n u t u p

Apabila institusi hukum benar-benar hendak berfungsi sebagai sarana

pengintegrasi masyarakat, maka ia harus diterima oleh masyarakat untuk menjalankan

fungsinya itu. Hal ini berarti bahwa para warga masyarakat harus mengakui, kalau

institusi itulah tempat pengintegrasian dilakukan. Olehnya itu, orang pun harus bersedia

untuk menggunakannya atau memanfaatkannya. Dengan kata lain, rakyat harus dapat

dimotivasikan untuk menggunakan institusi hukum sebagai sarana penyelesaian konflik-

konfliknya. Dari sini, masalahnya bisa ditarik ke masalah pemuasan rasa keadilan.

Dengan demikian rakyat harus tergerak untuk membawa sengketanya ke Pengadilan,

karena melalui badan itulah keadilan dapat diberikan kepada mereka.

10
BAHAN PUSTAKA

Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis Dan

Sosiologis), PT. Toko Gunung Agung, Jakarta.

Otje Salman, 1993, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Alumni,

Bandung.

Purnadi Purbacaraka dkk, 1993, Perihal Kaedah Hukum, PT.Citra Aditya

Bakti, Bandung.

Satjipto Rahardjo, 1991, Ilmu Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung.

11

Anda mungkin juga menyukai