I.
bukan sekadar simbol dan formalitas kosong. Sumpah itu merupakan kaul kesetiaan yang
mengikat profesional penegak hukum, dengan masyarakat yang mempercayakan
kebebasannya serta tujuan hidupnya untuk mencapai kesejahteraan. Kaul itu merupakan
janji suci (covenant) untuk tunduk kepada Tuhan dan melayani masyarakat dengan penuh
tanggung jawab. Makna moral dari kaul profesi adalah kesetiaan profesi pada
kepercayaan masyarakat, untuk secara bertanggung jawab melaksanakan tugas untuk
memelihara masyarakat dan tatanannya. Otoritas yang didapatkan oleh para penegak
hukum merupakan titipan kepercayaan masyarakat yang tidak pernah boleh
disalahgunakan demi alasan apa pun.
Sejak diundangkanya UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat, maka kedudukan
advokat itu setara dengan polisi, jaksa dan hakim, yakni sama-sama sebagai aparat
penegak hukum. Sejak saat itu, terbentuknya Organisasi Advokat untuk mewadahi para
advokat sebagai penegak hukum yaitu Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) pada
tanggal 21 Desember 2014. Sejak dibentuknya Perhimpunan Advokat Indonesia
(PERADI) tidak terlepas dari segala tugas dan wewenangnya yang diberikan oleh
Undang-Undang Advokat. Tugas dan wewenang Perhimpunan Advokat Indonesia
(PERADI) adalah menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat, mengadakan
ujian profesi advokat, meregulasi pelaksanaan magang untuk calon advokat, melakukan
pengangkatan advokat di seluruh Indonesia,melakukan penegakan kode etik advokat,
mengawasi perilaku advokat.
Melihat kenyataan tersebut maka diperlukan pemberian kewenangan kepada
advokat. Sementara UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat tidak mengatur tentang
kewenangan Advokat di dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai aparat penegak
hukum. Untuk menunjang eksistensi advokat dalam menjalankan fungsi dan tugasnya
dalam sistem penegakan hukum, maka diperlukan kewenangan yang harus diberikan
kepada advokat.
Sebagai konsekuensi yang logis, advokat sebagai salah satu penegak hukum
haruslah dijamin dengan suatu kaidah hukum yang kuat untuk menjamin prosesionalisme
seorang advokat dalam menjalankan profesinya dalam mewujudkan keadilan di
masayarakat. Kunci utama dalam memahami penegakan hukum yang baik (good law
enforcement governance) untuk mewujudkan kedailan adalah pemahaman atas prinsipprinsip di dalam peraturan perundang undangan.
B. METODE PENELITIAN
1. Paradigma Penelitian
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
konstruktivisme, karena penelitian ini dimaksudkan untuk menghasilkan suatu
rekonstruksi pemikiran atau gagasan serta teori baru mengenai tugas, fungsi dan
kewenangan advokat sebagai salah satu penegak hukum di Indonesia.Gagasan atau
teori baru ini dibangun dari perspektif Hukum Progresif. Progresif berarti hukum
yang bersifat maju.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini salah satu permsalahannya adalah tentang mengapa advokat
sebagai penegak hukum dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai denga UU No. 18
Tahun 2003 tentang Advokat menggunakan pendekatan penelitian socio legal (socio
legal research). Disamping itu, karena penelitian ini dimaksudkan juga untuk
menghasilkan suatu rekonstruksi pemikiran atau gagasan serta teori baru tentang
peraturan advokat mengenai tugas advokat sebagai penegak hukum dalam
mewujudkan keadilan Indonesia dan tentang lahirnya beberapa organisasi advokat di
Indonesia. Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu proses untuk
III.
KERANGKA TEORI
1. Grand theory (teori utama)
1.1.Teori Negara Hukum
1.2.Teori Keadilan
1.2.1. Teori Keadilan dalam Filsafat Hukum Islam
1.2.2. Teori Keadilan Pancasila
1.2.3. Teori Keadilan John Rawls
1.2.4. Teori Keadilan menurut Filosof Barat
2. Middle Teori
2.1 Teori Chambliss & Seidman
2.2 Teori Penegakan Hukum
2.3 Teori Lawrence Friedman
2.4 Teori Sibernetika
3. Applied theory (teori aplikasi)
3.1.Teori Hukum Responsif
3.2.Teori Hukum Progresif
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Perlindungan Hukum Advokat Sebagai Penegak Hukum Sebagaimana Disebutkan
di dalam UU No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat, Tidak Berjalan Sesuai Dengan
Ketentuan Peraturan Perundangan Dalam Mewujudkan Keadilan
Berikut akan Penulis paparkan hasil penelitian lapangan tentang pelaksanaan
tugas advokat yang tidak sesuai dengan peraturan. Latar belakang yang mempengaruhi
tidak berjalannya tugas advokat sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat
sebagai berikut:
1. Menurut hasil penelitian Penulis dari hakim Sumedi, bahwa faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan tugas tidak sesuai dengan perundang-undangan
adalah:
a. Belum adanya kesadaran organisasi advokat
b. Dalam proses persidangan seringkali ditemui advokat berkelahi dengan
advokat lain. Hal ini akan menyebabkan klien yang mereka tangani
terlantar. Apabila seorang advokat terbukti menelantarkan klien dapat
dituntut secara perdata di Pengadilan Negeri.
2. Menurut M. Agus, bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi advokat tidak berjalan
sebagaimana mestinya karena dipengaruhi ketidakefektifan pengurus organisasi
profesi advokat dalam menjalankan organisasinya, padahal UU telah
memberikan kewenangan yang penuh kepada organisasi advokat. Selain itu,
image yang ada di masyarakat berperkara dengan menggunakan advokat
memerlukan biaya yang tinggi. Hal ini berakibat, fungsi advokat sebagai
penegak hukum menjadi tidak optimal.
3. Berdasarkan hasil penelitian Penulis dengan beberapa advokat mengenai
pelaksanaan tugas advokat adalah sebagai berikut:
Menurut advokat M. Ali Purnomo, sesuai tidaknya pelaksanaan tugas advokat
dengan peraturan tergantung pada masing-masing orang. Tugas yang berkaitan
dengan kewajiban dengan klien tergantung personality dari masing-masing
pengemban profesi tersebut. Karena person yang menjalankan profesi berbedabeda, secara otomatis motif dan kepentingan terhadap profesinya juga
bervariasi. Secara garis besar tugas dan fungsi advokat tidak bisa berjalan
karena yang menjalankan tidak memiliki integritas sebagai advokat. Fenomena
munculnya beberapa organisasi advokat juga perlu untuk dikaji. Menurut M. Ali
Purnomo, tidak ada masalah dengan fenomena ini tapi dengan catatan bahwa
organisasi baru tersebut merupakan bagian dari organisasi yang tunduk pada
ketentuan UU Advokat yang merujuk pada satu wadah tunggal (single bar
association) yakni PERADI.
Menurut Advokat Sidharta Widiarto Nugroho, faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan tugas advokat sesuai atau tidaknya dengan peraturan yang ada
adalah suri tauladan dari para advokat senior. Bahwa membela itu bukan karena
faktor uang tapi karena hukum dan keadilan yang harus ditegakkan.
Menurut Advokat Soegiarto,tugas dan fungsi advokat sebagaimana yang diatur
dalam UU Advokat tidak berjalan sesuai aturan karena isi UU No. 18 Tahun
2003 tersebut menimbulkan kekisruhan dalam organisasi-organisasi advokat.
Hal ini mengakibatkan para advokat tidak mempunyai patokan kode etik yang
pasti dalam menjalankan tugas profesi.
Menurut Advokat Sulistyowati, latar belakang yang mempengaruhi pelaksanaan
tugas advokat tidak sesuai dengan peraturan yang ada adalah sebagai berikut:
a. kurangnya komitmen terhadap profesi advokat;
b. kurangnya menjunjung tinggi integritas moral;
c. kurangnya memahami tugas dan fungsi profesi advokat.
Hal tersebut akan berpengaruh pada ketidakpercayaan masyarakat. Padahal
faktor kepercayaan dari masyarakat itu sangat penting. Tugas dan fungsi
advokat tidak berjalan sesuai dengan peraturan yang ada sebenarnya karena
kendala yang ada pada diri advokat itu sendiri dan juga ditambah dari aparat
penegak hukum yang lain.
Berdasarkan penuturan Advokat Abdul Fickar Hadjar, Penyebab pelaksanaan
tugas advokat tidak berjalan sesuai dengan UU Advokat adalah karena
beralihnya fungsi profesi advokat dari dunia penegakan hukum bergeser nilainilainya dari ranah untuk mencari kebenaran menjadi ranah industri yang
dipenuhi dengan hiruk pikuk para investor, produsen, konsumen yang
memperdagangkan kebenaran.
4. Berdasarkan hasil wawancara Penulis dengan salah satu masyarakat, munculnya
beberapa organisasi advokat mempengaruhi standart pelayanan hukum karena
adanya organisasi lain pasti akan timbul pula tataran maupun standart pelayanan
yang berbeda, masalah inilah yang menurutnya akan mempengaruhi
pelaksanaan tugas advokat tidak sesuai dengan aturan yang ada.
5. Berdasarkan penelitian Penulis, seorang advokat yang sedang menjalankan
tugas profesinya dalam membela klien di suatu persidangan pengadilan idealnya
dapat dituntut secara pidana maupun perdata. Namun hal ini, tergantung jenis
pelanggaran yang dilakukan oleh advokat tersebut apa, apakah pelanggaran
1.
2.
3.
4.
tidak hanya dari kalangan masyarakat menengah ke atas, justru masyarakat kalangan
menegah ke bawah-lah yang sering dilakukan tidak adil. Oleh karena itu RUU Advokat
versi 28 Februari 2013 harus dirivisi.
Pelaksanakan tugas profesi hukum selain bersifat kepercayaan yang berupa habl
min-annas (hubungan horizontal) juga harus disandarkan pada habl min-Allah (hubungan
vertikal), yang mana habl min Allah akan terwujud dengan cinta kasih kepada-Nya
tentunya akan terwujud apabila kita melaksanakan sepenuhnya atau mengabdi kepada
perintah-Nya, dengan demikian otomatis akan melahirkan motivasi untuk mewujudkan
etika profesi hukum sebagai realisasi sikap hidup dalam mengemban tugas (yang pada
hakikatnya merupakan amanah) profesi hukum. Dengan demikian pastinya perwujudan
keadilan akan tercapai sesuai dengan harapan seluruh masyarakat Indonesia. Bersikap
adil merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim dan sudah seharusnya seorang
muslim harus berpegang teguh pada ketentuan Allah dan Rasulullah.
3. Rekonstruksi Perlindungan Hukum Advokat Sebagai Penegak Hukum Dalam
Mewujudkan Keadilan Berbasis Hukum Progresif
Berdasarkan hasil penelitian Penulis, ada beberapa aturan dalam UU No. 18
Tahun 2003 tentang Advokat yang perlu dirubah dan ditambah: Menurut Advokat M. Ali
Purnomo selaku Advokat di Kota Semarang, advokat adalah seorang penegak hukum
guna mencapai keadilan. Menurutnya, advokat memang sudah seharusnya lebih
mengutamakan kepentingan hukum daripada kepentingan klien. Ia juga berpendapat
bahwa UU Advokat yang mengatur tentang beberapa tugas dan fungsi advokat sudah
proposional, hanya saja salam ketentuan tentang Hak Imunitas perlu diatur batasan tegas
untuk itu. Berikut beberapa hal yang perlu ditambah dan dirubah dalam UU advokat,
antara lain:
1) Tentang hak imunitas
2) Tentang batasan umur untuk diangkat sebagai advokat
Selain berpendapat tentang perlunya perubahan UU Advokat, M. Ali Purnomo
juga memberikan respon adanya pro kontra atas Rancangan Undang-Undanga Advokat
akhir-akhir ini. Menurutnya, RUU Advokat memiliki politic will dan spirit untuk
mengubah sistem single bar association menjadi multi bar association. Multi Bar
Association memang memenuhi hasrat untuk menjadi advokat dengan mudah dan
sebagian berpendapat multi bar merupakan perwujudan dari UUD 1945 (hak untuk
bekerja). Di Indonesia, untuk sistem multi bar belum dapat diterapkan karena berbagai
faktor yang menghambat, sedangkan single bar dipandang lebih ideal untuk Indonesia.
Menurut Sidharta Widiarto Nugroho, selaku Advokat di Kota Semarang, advokat
adalah penegak hukum. Antara kepentingan klien dan penegakan hukum harus
disesuaikan dengan peraturan hukum yang ada, ojo neko-neko hanya demi uang.
Advokat sebagai penegak hukum tugasnya tidak serta merta berhubungan dengan suatu
pembelaan dalam persidangan. Namun, advokat juga perlu untuk melakukan kegiatan
misalnya konsultasi hukum gratis dan lain sebagainya. Mengenai keberadaan UU
Advokat, Sidharta Widiarto Nugroho memberikan rekomendasi kepada Penulis agar
diadakan sosialisasi Pasal 17 yang berbunyi; Dalam menjalankan profesinya, Advokat
berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi Pemerintah
maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk
pembelaan kepentingan Kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selama
ini dalam menjalankan tugasnya advokat kesulitan untuk memperoleh data informasi
untuk kepentingan pembelaan. Menurutnya hal ini disebabkan karena kurangnya
pengertian masyarakat maupun instansi pemerintah tentang hak advokat untuk
memperoleh data informasi.
seimbang. Untuk itu rekonstruksi pelaksanaan tugas advokat yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan kode etik harus dilakukan.
Rekonstruksi memiliki arti peyusun kembali; peragaan (contoh-ulang menurut
perilaku atau tindakan dulu); pengulangan kembali. Rekonstruksi pelaksanaan tugas
advokat memiliki arti penyusunan kembali pelaksanaan tugas yang sesuai dengan
Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Tentunya pelaksanaan tugas yang
dimaksud adalah pelaksanaan profesi advokat sebagai pelaku penegak hukum
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Pengakuan advokat sebagai penegak hukum perlu dipahami oleh setiap advokat
juga dari pihak-pihak terkait erat dengan pekerjaan advokat, seperti hakim, jaksa dan
polisi juga sangat diperlukan. Selain itu, Hak Kekebalan (Hak Imunitas) advokat dalam
melakukan tugas atau pekerjaannya juga patut dipahami tidak hanya oleh advokat, tetapi
juga oleh pihak- pihak terkait erat dengan pekerjaan advokat. Tujuannya ialah agar
semua pihak mengerti kedudukan advokat. Hal ini diperlukan karena beberapa advokat
pernah dipanggil polisi untuk menjadi saksi, dengan istilah terlapor. Bahkan, polisi
pernah memperlakukan advokat secara kasar di pengadilan.
Asas equality before the law berarti bahwa kesetaraan di hadapan hukum tetap
dijunjung dan dipertahankan sebagai patokan umum dalam penegakan hukum (law
enforcement). Namun perlu diperhatikan juga bahwa asas equality before the law tetap
harus mengindahkan hak imunitas. Hak imunitas dan asas tersebut perlu mendapat
perhatian, berkaitan dengan status advokat sebagai penegak hukum yang sejajar dengan
hakim, jaksa, dan polisi, dengan tugas masing-masing pihak yang berbeda-beda sesuai
dengan fungsi umum masing-masing. Tugas-tugas advokat dijabarkan dalam UndangUndang Advokat. Namun kenyataannya, dapat terjadi bahwa perlakuan terhadap advokat
terbukti tidak sesuai dengan undang-undang tersebut karena suatu masalah semata-mata
dilihat dari hukum acara pidana. Hal ini bisa saja terjadi karena ketidaktahuan polisi dan
arogansi status.
Pengaturan hak imunitas dapat disimak dan dipahami dengan lebih mendalam
dari Pasal 14 hingga Pasal 19 UU No. 18 Tahun 2003, tepatnya pada Bab IV tentang hak
dan kewajiban. Secara umum dapat dikatakan bahwa hak imunitas muncul dari hak
(right) dan kewajiban (duty) advokat dalam melakukan pekerjaan atau tugas-tugasnya.
Selengkapnya Pasal 16 UU Advokat berbunyi: Advokat tidak dapat dituntut baik secara
perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk
kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan.
Dalam praktiknya, advokat dipanggil oleh polisi sebagai saksi atas perkara yang
ditangani. Peristiwa seperti ini disebabkan beberapa faktor, antara lain:
a. Advokat sendiri tidak menyadari sepenuhnya bahwa dia mempunyai hak imunitas
karena pelaksanaan hak imunitas belum ditegakkan dengan maksimal.
b. Penegak hukum lain (polisi, hakim dan jaksa) tidak mengetahui atau tidak peduli
dengan hak imunitas dalam Undang-Undang Advokat maupun ketentuan
mengenai sanksi terhadap advokat dalam KEAI;
c. Persatuan advokat kurang memadai sehingga penegak hukum lain kurang
menaruh hormat terhadap advokat, yang dapat merugikan advokat;
d. Dalam Undang-Undang Advokat tidak diatur kemungkinan advokat dipanggil
untuk memberikan keterangan sehubungan dengan pekerjaanya.
Penegakan hukum progresif merupakan suatu pekerjaan yang meliputi dimensidimensi yang melibatkan manusia dan penegak hukum yang terdiri dari generasi baru
profesional hukum yang memiliki visi kepentingan dan kebutuhan bangsa. Berpikir
progresif, menurut Satjipto Rahardjo berarti harus berani keluar dari mainstream
pemikiran absolutisme hukum, kemudian menempatkan hukum dalam posisi relatif.
Dalam hal ini hukum harus diletakkan dalam keseluruhan persoalan kemanusiaan.
Paradigma hukum progresif melihat faktor utama dalam hukum adalah manusia itu
sendiri. Sebaliknya paradigma hukum positivis meyakini kebenaran hukum di atas
manusia. Manusia boleh dimarjinalkan asal hukum tetap tegak. Sebaliknya paradigma
hukum progresif berpikir bahwa justru hukum bolehlah dimarjinalkan untuk mendukung
eksistensialitas kemanusiaan, kebenaran dan keadilan.
Memahami hukum progresif membawa advokat melakukan pembelaan atas
kasus-kasus kaum marjinal, melakukan terobosan-terobosan hukum dalam pembelaan
itu. Orang yang tidak mampu seharusnya tidak menerima hambatan; dan sebaliknya
perlu difasilitasi advokat agar memperoleh sumberdaya hukum yang sama dengan orang
kaya atau berkuasa.
Dalam menegakkan hukum progresif, advokat butuh dukungan dan salah satu
ranahnya ketika advokat melihat ini ada sebuah pembelaan kepada masyarakat,
masyarakatnya kita dorong. Pengorganisasian masyarakat itu penting dalam
mengimplementasikan hukum progresif. Penting bagi aparat penegak hukum untuk
berani melawan dan tidak takut terhadap intervensi modal, kekuasaan atau pakem
positivistik. Lalu, bagaimana advokat menghadapi aparat penegak hukum lain yang
positivistik?
Argumentasi berdasarkan dokumen, referensi, dan teori yang kuat menjadi penting. Ada
coaching juga kepada masyarakat dan pembela yang akan bersidang di pengadilan agar
bisa menghadapi hakim.
Menanamkan gagasan itu harus dari awal. Ketika orang sudah lulus ujian dan
waktu harus magang, bagaimana dorongan magangnya itu dalam konteks probono. Para
calon advokat diedukasi dengan gagasan hukum progresif, dibawa praktek. Misalnya
tidur dengan masyarakat miskin yang akan diadvokasi. Dengan begitu sense
pembelaannya akan kuat. Organisasi advokat harus mendorong ke arah sana.
Mendiskusikan, memasukkan ke dalam kurikulum pendidikan. Kepada para calon
advokat diberikan contoh putusan, contoh kasus, lalu diajak untuk menyelesaikan kasus
itu lewat pendekatan hukum progresif.
Pasca kelahiran UU No. 18 Tahun 2003 sejatinya advokat dapat mengatur sendiri
segala urusan keprofesiannya. Undang-undang ini memberikan kekuasaan penuh kepada
organisasi advokat dalam segala hal mulai dari pendidikan khusus profesi, pemagangan
sampai dengan pengangkatan sebagai advokat. Sebagai konsekuensinya, maka UU ini
mengakhiri keberagaman organisasi profesi advokat. Meski akan mematikan pluralisme
organisasi (berlawanan dengan hakikat demokrasi) jika dimaksudkan untuk membangun
kualitas profesi termasuk di dalamnya upaya standarisasi profesi dalam pola
rekruitmen, serta pengawasan etika profesi advokat dalam kipeah operational profesi
advokat, maka keuntungan dirasakan oleh profesi itu sendiri, masyakarat pengguna jasa
profesi(konsumen/klien) tapi juga akan menguntungkan bagi upaya pembangunan serta
penegakan hukum pada umumnya. Dengan kata lain manfaat lebih dirasakan dari pada
mudharatnya.
Di dalam Putusan MK dalam perkara No. 014/PUU-IV/2006 tanggal 30 Nov
2006 disebutkan bahwa Organisasi PERADI sebagai satu-satunya wadah profesi
advokat. Namun legitimasi PERADI dipertanyakan, persoalan mengemuka setelah
adanya surat terbuka dari Iur. Adnan Buyung Nasution tertanggal 28 Desember 2005,
yang pada dasarnya mempertanyakan keabsahan pembentukan PERADI.
Lebih dari 17 (tujuh belas) kali keabsahan PERADI digugat namun tiada 1 pun
gugatan itu mampu menggoyahkan kedudukan PERADI. Permasalahan organisasi
advokat ini memang seharusnya segera diselesaikan. Organisasi Advokat merupakan
organ yang sangat vital dan penting dalam meningkatkan kualitas profesi advokat.
. Sistem multi bar belum dapat diterapkan karena berbagai faktor yang
menghambat, sedangkan single bar ini dipandang lebih ideal dan sesuai dengan culture
Indonesia. Menurut Lawrence M. Friedman menyatakan bahwa unsur-unsur sistem
hukum meliputi legal structure, legal substance, dan legal cultutal. Tiap-tiap negara
memiliki karakteristik ideologis yang berbeda dan karakteristik inilah yang mewarnai
corak hukum yang akan dibangun. Budaya hukum meliputi pandangan, kebiasaan
maupun perilaku dari masyarakat mengenai pemikiran nilai-nilai dan pengharapan dari
sistem hukum yang berlaku dengan kata lain, budaya hukum itu adalah iklim dari
pemikiran sosial tentang bagaimana hukum itu diaplikasikan, dilanggar atau
dilaksanakan. Tanpa budaya hukum ini, hukum tidak berdaya. Budaya hukum Indonesia
dianggap lebih ideal untuk menerapkan sistem single bar association. Dengan sistem
single bar ini dapat menjaga kemandirian profesi advokat karena sejatinya pasca
kelahiran UU No. 18 Tahun 2003 advokat dapat mengatur sendiri segala urusan
keprofesiannya.
Untuk itu, konstruksi hukum sudah saatnya dikembalikan kepada bentuknya yang
ideal dengan menempatkan keadilan dan kebenaran sebagai basis penegakan hukum.
Keadilan dan kebenaran merupakan nilai-nilai universal yang otentik dan permanen
sepanjang sejarah manusia. Watak alamiah kehidupan ini dibangun di atas prinsip-prinsip
yang secara moral diikuti oleh manusia. Oleh karena itu, pengingkaran terhadap nilanilai tersebut merupakan bentuk penghancuran terhadap kehidupan manusia itu sendiri.
Adapun Pasal-Pasal yang direkonstruksi adalah sebagai berikut:
1. Rekonstruksi Pasal 3 ayat (1) huruf d dan f UU No. 18 Tahun 2003:
Sebelum Rekonstruksi Pasal 3 ayat Sesudah Rekonstruksi Pasal 3 ayat
(1) huruf d dan f
(1) huruf d dan f
Untuk dapat diangkat menjadi Untuk dapat diangkat menjadi
Advokat harus memenuhi persyaratan Advokat harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
sebagai berikut :
a. warga negara Republik Indonesia; a. idem;
b. bertempat tinggal di Indonesia;
b. idem;
c. tidak berstatus sebagai pegawai c. idem;
negeri atau pejabat negara;
d. berusia sekurang-kurangnya 25
d. berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun dan maksimal
(dua puluh lima) tahun;
35 (tiga puluh lima) tahun;
e. berijazah sarjana yang berlatar e. idem;
belakang pendidikan tinggi hukum f. lulus ujian yang diadakan oleh
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 PERADI;
ayat (1);
g. idem;
f. lulus ujian yang diadakan oleh h. idem;
Organisasi Advokat;
i. idem.
g. magang sekurang-kurangnya 2
(dua) tahun terus menerus pada
kantor Advokat;
h. tidak pernah dipidana karena
melakukan tindak pidana kejahatan
yang diancam dengan pidana penjara
5 (lima) tahun atau lebih;
i. berperilaku baik, jujur, bertanggung
jawab,
adil,
dan
mempunyai
integritas yang tinggi.
jawabnya dengan tetap berpegang pada membela perkara baik di luar maupun
kode etik profesi dan peraturan di dalam sidang pengadilan yang
perundang-undangan.
menjadi tanggung jawabnya dengan
berpegang teguh kepada kode etik
profesi advokat.
6. Rekonstruksi Pasal 16 UU No. 18 Tahun 2003
Sebelum Rekonstruksi Pasal 16
Sesudah Rekonstruksi Pasal 16
Advokat tidak dapat dituntut baik Advokat tidak dapat dituntut baik
secara perdata maupun pidana dalam secara perdata maupun pidana dalam
menjalankan tugas profesinya dengan menjalankan tugas profesinya dengan
iktikad baik untuk kepentingan iktikad baik untuk kepentingan
pembelaan Klien dalam sidang pembelaan
klien
dalam
sidang
pengadilan.
pengadilan maupun di luar sidang
pengadilan.
7. Rekonstruksi Pasal 17 UU No. 18 Tahun 2003
Sebelum Rekonstruksi Pasal 17
Sesudah Rekonstruksi Pasal 17
Dalam
menjalankan
profesinya, Dalam
menjalankan
profesinya,
Advokat berhak memperoleh informasi, Advokat wajib memperoleh informasi,
data, dan dokumen lainnya, baik dari data, berita acara pemeriksaan dan
instansi Pemerintah maupun pihak lain dokumen lainnya, baik dari polisi,
yang berkaitan dengan kepentingan jaksa, hakim, instansi Pemerintah
tersebut yang diperlukan untuk maupun pihak lain yang berkaitan
pembelaan kepentingan Kliennya sesuai dengan kepentingan tersebut yang
dengan peraturan perundang-undangan. diperlukan
untuk
pembelaan
kepentingan Kliennya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
8. Rekonstruksi Pasal 18 ayat (2) UU No. 18 Tahun 2003
Sebelum Rekonstruksi Pasal 18 ayat (2) Sesudah Rekonstruksi Pasal 18 ayat (2)
Advokat tidak dapat diidentikkan Advokat tidak dapat diidentikkan
dengan Kliennya dalam membela dengan Kliennya dalam membela
perkara Klien oleh pihak yang perkara Klien oleh polisi, jaksa, hakim,
berwenang dan/atau masyarakat.
pihak yang berwenang dan/atau
masyarakat.
9. Rekonstruksi Pasal 19 ayat (2) UU No. 18 Tahun 2003
Sebelum Rekonstruksi Pasal 19 ayat (2) Sesudah Rekonstruksi Pasal 19 ayat (2)
Advokat berhak atas kerahasiaan Advokat berhak atas kerahasiaan
hubungannya dengan Klien, termasuk hubungannya dengan Klien, termasuk
perlindungan
atas
berkas
dan perlindungan
atas
berkas
dan
dokumennya terhadap penyitaan atau dokumennya terhadap penyitaan atau
pemeriksaan dan perlindungan terhadap pemeriksaan dan perlindungan terhadap
penyadapan atas komunikasi elektronik penyadapan atas komunikasi elektronik
Advokat.
baik penyadapan oleh KPK, polisi,
jaksa,
hakim
dan/atau
instansi
pemerintah/negara lainnya.
2.
3.
Pasal 6
Substansi Rekonstruksi
Untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. idem;
b. idem;
c. idem;
d. berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh
lima) tahun dan maksimal 35 (tiga puluh lima)
tahun;
e. idem;
f. lulus ujian yang diadakan oleh PERADI;
g. idem;
h. idem;
i. idem.
Advokat berstatus sebagai penegak hukum yang
sejajar dengan polisi, jaksa dan hakim dan
mendapatkan perlindungan hukum dalam
menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum di
pengadilan maupun di luar pengadilan.
Advokat dalam menjalankan profesinya dapat
dikenai tindakan oleh Dewan Kehormatan
4.
Pasal 14
5.
Pasal 15
6.
Pasal 16
7.
Pasal 17
8.
9.
10.