Anda di halaman 1dari 8

Tugas Terstruktur Dosen Pembimbing

Sosiologi Hukum Alfikri Lubis S.H., M.H

ANALISIS SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP HUKUM MODERN


PADA KASUS AMAQ SINTA KORBAN BEGAL YANG DIJADIKAN
SEBAGAI TERSANGKA

Disusun Oleh:

ABDULLAH SYANI ALAMSYAH (12120710288)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah sumber hukum pidana materil
yang memuat tentang aturan hukum pidana dan rumusan-rumusan tindak pidana tertentu,
mengenai aturan umum dimuat dalam buku I, buku II mengatur tentang kejahatan dan buku
III tentang pelanggaran. Dalam buku II KUHP ini mengatur tentang perbuatan-perbuatan
tertentu yang dilarang untuk dilakukan seseorang yang disertai ancaman pidana tertentu bagi
siapa yang melakukan perbuatan yang dilarang tersebut. Yang menjadi dasar pokok dalam
menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana adalah asas tiada
pidana tanpa kesalahan. Dari asas tersebut dapat dipahami bahwa kesalahan menjadi salah
satu unsur pertanggungjawaban pidana dari suatu subjek hukum pidana. Artinya, seseorang
yang diakui sebagai subjek hukum harus mempunyai kesalahan untuk dipidana.

Kesalahan merupakan dasar untuk pertanggungjawaban dan juga merupakan keadaan


jiwa dari sipembuat dan hubungan batin antara si pembuat dan perbuatannya. Mengenai
keadaan jiwa dari seseorang yang melakukan perbuatan, lazim disebut sebagai kemapuan
bertanggung jawab, sedangkan hubungan batin antara si pembuat dan perbuatannya
merupakan kesengajaan, kealpaan, serta alasan pemaaf. Ketiga unsur ini merupakan satu
kesatuan yang tidak dapa dipisahkan antara satu dengan yang lain, karena unsur yang satu
bergantung pada unsur yang lain. Pembelaan terpaksa (noodweer) memiliki persamaan
dengan pembelaan terpaksa melampaui batas (nooweer exces), yaitu keduanya mensyaratkan
adanya serangan yang melawan hukum, hal yang dibela sama yaitu tubuh, kehormatan
kesusilaan, dan harta benda, baik dari diri sendiri maupun orang lain. Yang menjadi pembeda
adalah :

1. Pembelaan terpaksa melampaui batas ini perbuatannya dikatakan melampaui batas


karena adanya goncangan jiwa yang hebat sehingga dikatakan melawan hukum,
hanya saja orangnya tidak dipidana yang membuat pembelaaan terpaksa melampaui
batas tersebut menjadi dasar pemaaf.
2. Pembelaan terpaksa merupakan dasar pembenar karena tidak melawan hukum

Ketentuan pidana seperti ini telah diatur dalam Pasal 49 ayat (1) dan (2) KUHP, apabila
kepentingan-kepentingan hukum tertentu dari seseorang itu mendapat serangan secara
melawan hukum dari orang lain, maka pada dasarnya dapat dibenarkan untuk melakukan
suatu pembelaan.
Salah satu bentuk tindak kejahatan yang saat ini sedang marak terjadu adalah kejahatan
begal. Secara umum, kejahatan ini termasuk tindak pidana pencurian atau perampasan
kendaraan bermotor dengen kekerasan yang saat ini lebih populer disebut dengan istilah
pembegalan atau kejahatan begal.

Berkaitan dengan hal diatas, terdapat kasus yang terkait dengan pembunuhan yang
dilakukan untuk membela diri, salah satunya adalah kasus pembunuhan begal di Lombok
Tengah yang juga merupakan korban dari pembegalan yang menimpa dirinya. Yang dimana
korban sekaligus dianggap tersangka membunuh pelaku begal karena pelaku begal tersebut
memegang senjata tajam dan langsung mengayunkan sabit tersebut ke korban. Karena
terdesak korban mengeluarkan pisau kecil dari balik pinggangnya untuk melakukan
perlawanan. Pisau itu dihujamkan ke dada pelaku begal.

Sosiologi hukum hadir dalam masyarakat itu sebagai korektor (mengoreksi) hukum yang
ada dimasyarakat tetapi tidak bersifat memaksa atau mengikat. Karena sosiologi hukum
merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana hubungan timbal balik antara hukum dengan
gejala-gejala sosial secara empiris analitis. Sosiologi hukum juga dapat memberikan
kemampuan pemahaman atas hukum dalam konteks sosial, dan dapat memberikan
kemampuan untuk menganalisis efektifitas hukum dalam masyarakat serta memberikan
kemampuan mengadakan evaluasi (penilaian) terhadap hukum dalam masyarakat. Dan
sebagai kacamata untuk mengakomodir jalannya hukum guna kepentingan umum, menganalisis
keterlaluan hukum, memberikan pemahaman hukum yang fleksibel dalam konteks sosial, Untuk
mengatur interaksi sosial.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka perlu dilakukan analisis
lebih mendalam terhadap sejauh mana hukum bisa berlaku adil dalam masyarakat yang
diterapkan pada kasus pembunuhan begal karena membela diri.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori kriminologi yang bisa digunakan dalam menganalisis begal

Berkaitan dengan yang mempengaruhi terjadinya kejahatan begal, dapat dilihat dalam
perspektif kriminologi. Mengutip pendapat Sutherland, Kriminologi adalah seperangkat
pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial, termasuk dalamna proses
pembuatan Undang-Undang, pelanggaran Undang-Undang, dan reaksi terhadap pelanggaran
Undang-Undang. Beberapa aliran dalam kriminologi salah satunya aliran Positif atau aliran
modern. Aliran positif ini muncul pada abad ke-19 yang bertitik tolak pada faham
determinisme tentang manusia. Faham ini menggantikan doktrin kebebasan berkehendak (the
doctrine of free will). Bagi aliran positif, manusia dipandang tidak mempunyai kebebasan
berkehendak, tetapi dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal manusia itu sendiri.

Di dalam kriminologi terdapat sejumlah teori yang dapat dipergunakan untuk


menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan aau penyebab
kejahatan. Teori-teori tersebut antara lain teori Asosiasi Doferensial, teori Anomi, teori
Sukbul-tur, teori Label, teori Konflik, teori Control dan sebagainya.

Melihat fenomena kejahatan begal yang terjadi di daerah Lombok NTB, menurut penulis
teori yang paling tepat untuk menganalisis masalah kejahatan begal ini adalah teori
Differential Association dan teori Anomi.

1. Teori Differential Association

Teori ini berlandaskan pada proses belajar, yaitu bahwa perilaku kejahatan adalah
perilaku yang dipelajari. Menurut Sutherland, apabila perilaku kejahatan dipelajari, maka
yang dipelajari adalah teknik melakukan kejahatan, motif-motif tertentu, alasan
pembenar dan sikap. Dari teori ini dapat diambil kesimpulan bahwa kejahatan begal
terjadi tidak terlepas dari sikap pelaku dan kesadaran korban, serta ada dorongan dari luar
diri pelaku. Kemudian keberhasilan pelaku dalam menjalankan aksinya juga tidak
terlepas dari apa yang dia telah pelajari baik dari lingkungannya.

2. Teori Anomi

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Emile Durkheim yang mempergunakan
istilah anomie untuk mendeskripsikan 31 keadaan “deregulation” didalam masyarakat
yang diartikan sebagai tidak ditaatinya peraturan yang terdapat dimasyarakat sehingga
orang tidak tau apa yang diharapkan dari orang lain dan keadaan ini menyebabkan
deviasi. Teori ini tidak lepas dari konspesi Durkheim tentang manusia, yang ditandai oleh
3 hal, yaitu :

a. Manusia merupakan makhluk sosial (man is social animal)


b. Eksistensinya sebagai makhluk sosial (human is a sicial animal)
c. Manusia cenderung hidup dalam masyarakat dan keberadaannya sangat
tergantung pada masyarakat tersebut sebagai koloni (tending to live in colonies,
and his/her survival dependent upon moral conextions).

Tindakan pembegalan sebagai penyimpangan yang terjadi di Lombok NTB


merupakan tindakan masyarakat yang tidak paham tentang aturan yang berlaku secara
umum, bahwa apa yang dilakukan tersebut melanggar norma yang ditetapkan oleh
pemerintah.1

B. Analisis Kasus Begal

Salah satu bentuk kejahatan konvensional yang kini marak terjadi terutama dikota-kota
besar, sehingga menimbulkan keresahan bahkan rasa takut ditengah masyarakat adalah
kejahatan jalanan yang menggunakan kendaraan bermotor roda dua, berupa perampasan atau
pencurian dengan kekerasan. Kejahatan tersebut kini lebih populer disebut dengan kejahatan
begal motor.

Dalam kajian hukum positif aksi begal akan dikenakan Pasal 365 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) mengenai pencurian dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,
dengan ancaman pidana yang sangat berat yaitu berupa pidana penjara hingga pidana mati
bagi para pelaku pembegalan.

Didalam kasus yang penulis bahas dikatakan bahwa Amaq Sinta dijemput dari rumahnya
kemudian Amaq Sinta ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan. Amaq Sinta
dikenakan Pasal 338 KUHP yang isi Pasal tersebut adalah “Barangsiapa sengaja merampas
nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima
belas tahun”. Dan juga dikenakan Pasal 351 KUHP ayat (3) yang berbunyi “Jika
mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun”. Amaq Sina
ditetapkan sebagai tersangka karena ketika diperjalanan Amaq Sinta di ikuti oleh 2 motor
dan langsung mendapatkan serangan sabit dari pelaku begal. Refleks, Amaq Sinta
menghindar dan ketika itu Amaq Sinta mengeluarkan pisau dari balik pinggangnya untuk
melakukan perlawanan. Pisau itu di hunuskan ke dada pelaku begal tersebut. Pelaku yang

1
Basriadi Idul Adnan, KEBIJAKAN YANG BISA DITERAPKAN DALAM MEMINIMALISASI KEJAHATAN BEGAL
MELALUI KRIMNOLOGI TERAPAN DI LOMBOK TENGAH NTB, (Lombok Barat : 2021) hal 25-26
bernama Oki tersebut rubuh. Melihat motornya yang hendak dibawa, Amaq Sinta yang telah
melumpuhkan Oki berlari memburu Pendi dan pertarungan itu berakhir saat Amaq Sinta
melumpuhkan Pendi dengan sebuah tusukan dipunggung. Melihat dua rekannya tumbang,
dua pelaku lainnya bernama Wahid dan Holidi lari dari tempat kejadian. Karena peristiwa
itulah Amaq Sinta ditetapkan sebagai tersangka. Tidak cuma Amaq Sinta, dua pelaku begal
lainnya Wahid dan Holidi juga menjadi tersangka.

Jika dilihat dari kacamata sosiologi hukum, tindakan yang dilakukan oleh Amaq Sinta
tergolong dalam upaya pembelaan diri. Dan kasus Amaq Sinta ini termasuk kedalam tindak
pidana pembelaan terpaksa, karena dilakukan untuk membela diri dan bisa dimaafkan. Hal
ini diatur dalam pasal 49 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan
untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan
hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan
(eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana”. Sementara pada
Pasal 49 ayat (2) KUHP berbunyi “Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang
langsung disebebkan oeh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman
serangan itu, tidak dipidana. Pembelaan terpaksa bisa dilakukan jika tidak ada cara lain lagi
untuk melindungi diri.

Namun keputusan dari Polres Lombok Tengah yang menjadikan Amaq Sinta tersangka
pembunuhan mendapat reaksi penolakan dari warga setempat. Sehari setelah penetapan
tersangka Amaq Sinta, warga berbondong-bondong mendatangi mapolres dan mendesak
pembebasan. Kata Tajir Syahroni dalam orasinya mengatakan “Amaq Sinta harus
dibebaskan, jangan sampai alibi warga takut melawan kejahatan. Penjahat itu harus dilawan”.
Kasus ini menurut penulis harus di hentikan karena kasus ini berpotensi membuat masyarakat
takut untuk melawan kejahatan.

C. Penyelesaian atau Upaya-upaya Untuk Meminimalisir Kejahatan Begal

Untuk menciptakan ketertiban didalam masyarakat Lombok NTB maka harus ada upaya
atau kebijakan baik yang sifatnya preventif maupun refsesif. Usaha-usaha yang rasional
untuk mengendalikan atau menanggulangi kejahatan (politik kriminal) menggunakan dua
sarana yaitu Kebijakan Pidana dengan Sarana Penal dan Kebijakan Pidana dengan Sarana
Non Penal. Ada beberapa upaya meminimalisir tindak pidana pembegalan yang bisa
dilakukan antara lain :

1. Upaya Preventif
Penanggulangan kejahatan secara preventif dilakukan untuk mencegah
terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali. Mencegah kejahatan lebih
baik daripada mencoba untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali.
Sebagaimana semboyan dalam kriminologi yaitu usaha-usaha memperbaiki penjahat
perlu diperhatikan dan diarahkan agar tidak terjadi lagi kejahatan yang sama. Sangat
beralasan bila upaya preventif diutamakan karena upaya preventif dapat dilakukan
oleh siapa saja tanpa suatu keahlian khusus dan ekonomis.

2. Upaya Penegakan/Refresif
Upaya represif adalah upaya atau langkah-langkah yang diambiloleh pihak
pihak yang berwenang dan terkait setelah terjadinya suatu tindakan kejahatan seperti
perampasan sepeda motor dijalan dan sebagainya.

a. Perlakuan (treatment)

Dalam penggolongan ini, lebih menitikberatkan pada berbagai


kemungkinan dan bermacam-macam bentuk perlakuan terhadap pelanggar
hukum sesuai dengan akibat yang ditimbulkannya. Perlakuan berdasarkan
penerapan hukum, menurut Abdul Syani yang membedakan dari segi jenjang
berat dan ringannya suatu perlakuan, yaitu perlakuan yang tidak menerapkan
sanksi-sanksi pidana dan perlakuan dengan sanksi-sanksi pidana secara tidak
langsung.

b. Memasukkan para pelaku kejahatan begal dalam Rumah Tahanan

Artinya mulai dari tahap penyelidikan, penuntutan sampai adanya putusan


akhir pengadilan para pelaku tindak pidana dimasukkan kedalam rumah
tahanan, upaya ini dilakukan agar pelaku tidak melakukan kejahatan lagi.

c. Melakukan kegiatan operasi disemua sektor dan memiliki jadwal waktu


d. Menghukum para pelaku dengan sebuah putusan tetap hakin sesuai pasal
KUHP.2

2
Ibid, hal 26-31
BAB II

PENUTUP

A. Kesimpulan
Begal merupakan suatu perbuatan yang dikatagorikan suatu perbuatan yang
melanggar hukum, kejahatan begal atau merampok atau mencuri di jalan dan di sertai
dengan aksi kekerasan yang di lakukan oleh seseorang kepada korban yang di rampas
harta bendanya sperti speda motor dan harta benda lainnya.
Begal merupakan bahasa yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat, kalau kita
melihat di kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) sebagai lex ganarale, kita tidak
akan menemukan definisi tentang tindak pidana pembegalan. Jadi begal merupakan suatu
perbuatan yang dikatagorikan suatu perbuatan yang melanggar hukum, kejahatan begal
atau merampok atau mencuri di jalan dan di sertai dengan aksi kekerasan yang di lakukan
oleh seseorang kepada korban yang di rampas harta bendanya sperti speda motor dan
harta benda lainnya.

B. Saran
Penulis ingin menyampaikan bahwa jangan takut jika ingin melawan hukum jika
yang kita lakukan itu benar, contohnya seperti ketika melawan begal karena ingin
mempertahankan diri dan mempertahankan harta benda kita, bahkan jika harus
membunuh begal tersebut, karena didalam KUHP sudah diatur pasal tentang pembelaan
terpaksa.

Anda mungkin juga menyukai