Disusun Oleh:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah sumber hukum pidana materil
yang memuat tentang aturan hukum pidana dan rumusan-rumusan tindak pidana tertentu,
mengenai aturan umum dimuat dalam buku I, buku II mengatur tentang kejahatan dan buku
III tentang pelanggaran. Dalam buku II KUHP ini mengatur tentang perbuatan-perbuatan
tertentu yang dilarang untuk dilakukan seseorang yang disertai ancaman pidana tertentu bagi
siapa yang melakukan perbuatan yang dilarang tersebut. Yang menjadi dasar pokok dalam
menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana adalah asas tiada
pidana tanpa kesalahan. Dari asas tersebut dapat dipahami bahwa kesalahan menjadi salah
satu unsur pertanggungjawaban pidana dari suatu subjek hukum pidana. Artinya, seseorang
yang diakui sebagai subjek hukum harus mempunyai kesalahan untuk dipidana.
Ketentuan pidana seperti ini telah diatur dalam Pasal 49 ayat (1) dan (2) KUHP, apabila
kepentingan-kepentingan hukum tertentu dari seseorang itu mendapat serangan secara
melawan hukum dari orang lain, maka pada dasarnya dapat dibenarkan untuk melakukan
suatu pembelaan.
Salah satu bentuk tindak kejahatan yang saat ini sedang marak terjadu adalah kejahatan
begal. Secara umum, kejahatan ini termasuk tindak pidana pencurian atau perampasan
kendaraan bermotor dengen kekerasan yang saat ini lebih populer disebut dengan istilah
pembegalan atau kejahatan begal.
Berkaitan dengan hal diatas, terdapat kasus yang terkait dengan pembunuhan yang
dilakukan untuk membela diri, salah satunya adalah kasus pembunuhan begal di Lombok
Tengah yang juga merupakan korban dari pembegalan yang menimpa dirinya. Yang dimana
korban sekaligus dianggap tersangka membunuh pelaku begal karena pelaku begal tersebut
memegang senjata tajam dan langsung mengayunkan sabit tersebut ke korban. Karena
terdesak korban mengeluarkan pisau kecil dari balik pinggangnya untuk melakukan
perlawanan. Pisau itu dihujamkan ke dada pelaku begal.
Sosiologi hukum hadir dalam masyarakat itu sebagai korektor (mengoreksi) hukum yang
ada dimasyarakat tetapi tidak bersifat memaksa atau mengikat. Karena sosiologi hukum
merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana hubungan timbal balik antara hukum dengan
gejala-gejala sosial secara empiris analitis. Sosiologi hukum juga dapat memberikan
kemampuan pemahaman atas hukum dalam konteks sosial, dan dapat memberikan
kemampuan untuk menganalisis efektifitas hukum dalam masyarakat serta memberikan
kemampuan mengadakan evaluasi (penilaian) terhadap hukum dalam masyarakat. Dan
sebagai kacamata untuk mengakomodir jalannya hukum guna kepentingan umum, menganalisis
keterlaluan hukum, memberikan pemahaman hukum yang fleksibel dalam konteks sosial, Untuk
mengatur interaksi sosial.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka perlu dilakukan analisis
lebih mendalam terhadap sejauh mana hukum bisa berlaku adil dalam masyarakat yang
diterapkan pada kasus pembunuhan begal karena membela diri.
BAB II
PEMBAHASAN
Berkaitan dengan yang mempengaruhi terjadinya kejahatan begal, dapat dilihat dalam
perspektif kriminologi. Mengutip pendapat Sutherland, Kriminologi adalah seperangkat
pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial, termasuk dalamna proses
pembuatan Undang-Undang, pelanggaran Undang-Undang, dan reaksi terhadap pelanggaran
Undang-Undang. Beberapa aliran dalam kriminologi salah satunya aliran Positif atau aliran
modern. Aliran positif ini muncul pada abad ke-19 yang bertitik tolak pada faham
determinisme tentang manusia. Faham ini menggantikan doktrin kebebasan berkehendak (the
doctrine of free will). Bagi aliran positif, manusia dipandang tidak mempunyai kebebasan
berkehendak, tetapi dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal manusia itu sendiri.
Melihat fenomena kejahatan begal yang terjadi di daerah Lombok NTB, menurut penulis
teori yang paling tepat untuk menganalisis masalah kejahatan begal ini adalah teori
Differential Association dan teori Anomi.
Teori ini berlandaskan pada proses belajar, yaitu bahwa perilaku kejahatan adalah
perilaku yang dipelajari. Menurut Sutherland, apabila perilaku kejahatan dipelajari, maka
yang dipelajari adalah teknik melakukan kejahatan, motif-motif tertentu, alasan
pembenar dan sikap. Dari teori ini dapat diambil kesimpulan bahwa kejahatan begal
terjadi tidak terlepas dari sikap pelaku dan kesadaran korban, serta ada dorongan dari luar
diri pelaku. Kemudian keberhasilan pelaku dalam menjalankan aksinya juga tidak
terlepas dari apa yang dia telah pelajari baik dari lingkungannya.
2. Teori Anomi
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Emile Durkheim yang mempergunakan
istilah anomie untuk mendeskripsikan 31 keadaan “deregulation” didalam masyarakat
yang diartikan sebagai tidak ditaatinya peraturan yang terdapat dimasyarakat sehingga
orang tidak tau apa yang diharapkan dari orang lain dan keadaan ini menyebabkan
deviasi. Teori ini tidak lepas dari konspesi Durkheim tentang manusia, yang ditandai oleh
3 hal, yaitu :
Salah satu bentuk kejahatan konvensional yang kini marak terjadi terutama dikota-kota
besar, sehingga menimbulkan keresahan bahkan rasa takut ditengah masyarakat adalah
kejahatan jalanan yang menggunakan kendaraan bermotor roda dua, berupa perampasan atau
pencurian dengan kekerasan. Kejahatan tersebut kini lebih populer disebut dengan kejahatan
begal motor.
Dalam kajian hukum positif aksi begal akan dikenakan Pasal 365 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) mengenai pencurian dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,
dengan ancaman pidana yang sangat berat yaitu berupa pidana penjara hingga pidana mati
bagi para pelaku pembegalan.
Didalam kasus yang penulis bahas dikatakan bahwa Amaq Sinta dijemput dari rumahnya
kemudian Amaq Sinta ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan. Amaq Sinta
dikenakan Pasal 338 KUHP yang isi Pasal tersebut adalah “Barangsiapa sengaja merampas
nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima
belas tahun”. Dan juga dikenakan Pasal 351 KUHP ayat (3) yang berbunyi “Jika
mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun”. Amaq Sina
ditetapkan sebagai tersangka karena ketika diperjalanan Amaq Sinta di ikuti oleh 2 motor
dan langsung mendapatkan serangan sabit dari pelaku begal. Refleks, Amaq Sinta
menghindar dan ketika itu Amaq Sinta mengeluarkan pisau dari balik pinggangnya untuk
melakukan perlawanan. Pisau itu di hunuskan ke dada pelaku begal tersebut. Pelaku yang
1
Basriadi Idul Adnan, KEBIJAKAN YANG BISA DITERAPKAN DALAM MEMINIMALISASI KEJAHATAN BEGAL
MELALUI KRIMNOLOGI TERAPAN DI LOMBOK TENGAH NTB, (Lombok Barat : 2021) hal 25-26
bernama Oki tersebut rubuh. Melihat motornya yang hendak dibawa, Amaq Sinta yang telah
melumpuhkan Oki berlari memburu Pendi dan pertarungan itu berakhir saat Amaq Sinta
melumpuhkan Pendi dengan sebuah tusukan dipunggung. Melihat dua rekannya tumbang,
dua pelaku lainnya bernama Wahid dan Holidi lari dari tempat kejadian. Karena peristiwa
itulah Amaq Sinta ditetapkan sebagai tersangka. Tidak cuma Amaq Sinta, dua pelaku begal
lainnya Wahid dan Holidi juga menjadi tersangka.
Jika dilihat dari kacamata sosiologi hukum, tindakan yang dilakukan oleh Amaq Sinta
tergolong dalam upaya pembelaan diri. Dan kasus Amaq Sinta ini termasuk kedalam tindak
pidana pembelaan terpaksa, karena dilakukan untuk membela diri dan bisa dimaafkan. Hal
ini diatur dalam pasal 49 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan
untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan
hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan
(eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana”. Sementara pada
Pasal 49 ayat (2) KUHP berbunyi “Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang
langsung disebebkan oeh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman
serangan itu, tidak dipidana. Pembelaan terpaksa bisa dilakukan jika tidak ada cara lain lagi
untuk melindungi diri.
Namun keputusan dari Polres Lombok Tengah yang menjadikan Amaq Sinta tersangka
pembunuhan mendapat reaksi penolakan dari warga setempat. Sehari setelah penetapan
tersangka Amaq Sinta, warga berbondong-bondong mendatangi mapolres dan mendesak
pembebasan. Kata Tajir Syahroni dalam orasinya mengatakan “Amaq Sinta harus
dibebaskan, jangan sampai alibi warga takut melawan kejahatan. Penjahat itu harus dilawan”.
Kasus ini menurut penulis harus di hentikan karena kasus ini berpotensi membuat masyarakat
takut untuk melawan kejahatan.
Untuk menciptakan ketertiban didalam masyarakat Lombok NTB maka harus ada upaya
atau kebijakan baik yang sifatnya preventif maupun refsesif. Usaha-usaha yang rasional
untuk mengendalikan atau menanggulangi kejahatan (politik kriminal) menggunakan dua
sarana yaitu Kebijakan Pidana dengan Sarana Penal dan Kebijakan Pidana dengan Sarana
Non Penal. Ada beberapa upaya meminimalisir tindak pidana pembegalan yang bisa
dilakukan antara lain :
1. Upaya Preventif
Penanggulangan kejahatan secara preventif dilakukan untuk mencegah
terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali. Mencegah kejahatan lebih
baik daripada mencoba untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali.
Sebagaimana semboyan dalam kriminologi yaitu usaha-usaha memperbaiki penjahat
perlu diperhatikan dan diarahkan agar tidak terjadi lagi kejahatan yang sama. Sangat
beralasan bila upaya preventif diutamakan karena upaya preventif dapat dilakukan
oleh siapa saja tanpa suatu keahlian khusus dan ekonomis.
2. Upaya Penegakan/Refresif
Upaya represif adalah upaya atau langkah-langkah yang diambiloleh pihak
pihak yang berwenang dan terkait setelah terjadinya suatu tindakan kejahatan seperti
perampasan sepeda motor dijalan dan sebagainya.
a. Perlakuan (treatment)
2
Ibid, hal 26-31
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Begal merupakan suatu perbuatan yang dikatagorikan suatu perbuatan yang
melanggar hukum, kejahatan begal atau merampok atau mencuri di jalan dan di sertai
dengan aksi kekerasan yang di lakukan oleh seseorang kepada korban yang di rampas
harta bendanya sperti speda motor dan harta benda lainnya.
Begal merupakan bahasa yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat, kalau kita
melihat di kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) sebagai lex ganarale, kita tidak
akan menemukan definisi tentang tindak pidana pembegalan. Jadi begal merupakan suatu
perbuatan yang dikatagorikan suatu perbuatan yang melanggar hukum, kejahatan begal
atau merampok atau mencuri di jalan dan di sertai dengan aksi kekerasan yang di lakukan
oleh seseorang kepada korban yang di rampas harta bendanya sperti speda motor dan
harta benda lainnya.
B. Saran
Penulis ingin menyampaikan bahwa jangan takut jika ingin melawan hukum jika
yang kita lakukan itu benar, contohnya seperti ketika melawan begal karena ingin
mempertahankan diri dan mempertahankan harta benda kita, bahkan jika harus
membunuh begal tersebut, karena didalam KUHP sudah diatur pasal tentang pembelaan
terpaksa.