Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TENTANG
PENGATURAN HUKUM PENGANGKUTAN UDARA

NAMA
NIM

Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin
Makassar
DAFTAR ISI

Daftar Isi ………………………………………….. i


Kata Pengantar ………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………….. 1
A. Latar Belakang ………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………….. 3
C. Tujuan ………………………………………….. 3
BAB II PEMBAHASAN ……………………..…………………… 4
A. Hukum Pengangkutan Udara .……...…………………………………. 4
B. Pengaturan Hukum Pengangkutan……..…………………………….……..6
C. Bentuk Perjanjian .……………………………………......... 6
D. Pihak dalam Pengangkutan Udara.…………………………………………. 7
BAB III PENUTUP .……….………………………………… 10
A. KESIMPULAN ………………………………………….. 10
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….. 11

Kata Pengantar
Puji syukur kepada tuhan yang maka kuasa atas kehadirat-Nya,
denganlimpahan rahmat-Nya, hidayah serta inayah-Nya Penulis diberi
kesempatan serta kemudahan dalam menyelesaikan makalah tentang
pengaturan hukum pengangkutan udara menambah wawasan kita semua bahwa
pentingnya mengetahui tentang pengaturan akan pengangkutan udara.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebelum penulis menjelaskan lebih lanjut tentang hukum pengangkutan


udara, akan lebih baik jika dijelaskan terlebih dahulu apa itu yang dimaksud
dengan hukum pengangkutan ?

Kata transportation diartikan oleh Black Law Dictionary sebagai the


removal of goods or persons from one place to another, by a carrier, dimana dalam
bahasa Indonesia diartikan sebagai perpindahan barang atau orang dari satu
tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Pengangkutan adalah
memindahkan barang atau commodity of goods dan penumpang dari suatu
tempat ke tempat lain, sehingga pengangkut menghasilkan jasa angkutan atau
produksi jasa bagi masyarakat yang membutuhkan untuk pemindahan atau
pengiriman barang- barangnya. Sedangkan pengangkutan menurut UU No. 22
Tahun 2009 pada Pasal 1 angka 3 yang menegaskan bahwa : “Angkutan adalah
perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan
menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan.” Dalam Pasal 521 Kitab
Undang- Undang Hukum Dagang yang merumuskan bahwa :“Pengangkut
adalahorang yang mengikatkan diri, baik dengan perjanjian pencarteran
menurut waktu atau menurut perjalanan, maupun dengan suatu perjanjian lain
untuk menyelenggarakan pengangkutan orang (penumpang) seluruhnya atau
sebagian lewat laut.”
Dari pengertian di atas akan dapat dipahami bahwa fungsi pengangkutan
adalah memindahkan objek yang diangkut sedangkan tujuan dari pada
pengangkutan adalah meningkatkan nilai dan daya guna sesuatu yang
dipindahkan, dengan demikian dapat dikatakan tujuan yang dimaksudkan adalah
tujuan yang bersifat ekonomis. Kemajuan pengangkutan adalah sebagai akibat
kebutuhan manusia untuk bepergian ke lokasi atau tempat yang lain guna
mencari barang yang dibutuhkan atau melakukan aktivitas, dan mengirim
barang ke tempat lain yang membutuhkan suatu barang. Pengangkutan
merupakan salah satu kunci perkembangan pembangunan dan masyarakat.
Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti mengangkat dan membawa,
memuat atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dapat disimpulkan sebagai
suatu proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat ke tempat lain. 1
1.
Kemajuan pengangkutan adalah sebagai akibat kebutuhan manusia untuk
bepergian ke lokasi atau tempat yang lain guna mencari barang yang dibutuhkan
atau melakukan aktivitas, dan mengirim barang ke tempat lain yang
1 21Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan Ketujuh,
Edisi Kedua (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hlm 45.
membutuhkan suatu barang. Pengangkutan merupakan salah satu kunci
perkembangan pembangunan dan masyarakat. Pengangkutan didefinisikan
sebagai perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena
perpindahan itu mutlak dibutuhkan dalam rangka mencapai dan meninggikan
manfaat serta efisien. 2 R.Soekardono berpendapat: “Pengangkutan berisikan
perpindahan tempat baik mengenai benda- benda maupun mengenai orang-
orang, karena perpindahan itu mutlak perlu untuk mencapai dan meninggikan
manfaat serta efisien. Adapun proses dari pengangkutan itu merupakan gerakan
dari tempat asal dari mana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan dimana
angkutan itu diakhiri.”3 Definisi lain tentang pengangkutan “Pengangkutan
meliputi tiga dimensi pokok yaitu: Pengangkutan sebagai usaha (business);
Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement); dan pengangkutan sebagai proses
(process).4 Definisi pengangkutan sebagai “Kegiatan pemindahan orang dan atau
orang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui angkutan darat, angkutan
perairan maupun angkutan udara dengan menggunakan alat angkutan.
Pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun
orangorang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan
meninggikan maanfaat serta efisien. Pengangkutan didefinisikan sebagai
pemindahan barang dan manusia dari tempat asal menuju tempat tujuannya.
Selanjutnya dijelaskan bahwa proses pengangkutan tersebut merupakan
gerakan dari tempat asal, dimana kegiatan angkutan itu dimulai, ke tempat
tujuan, dan ke mana kegiatan pengangkutan diakhiri.
Menurut hukum atau secara yuridis dapat didefinisikan sebagai suatu
perjanjian timbal balik antara pihak pengangkut dengan pihak yang diangkut
atau pemilik barang atau pengirim, dengan memungut biaya pengangkutan.
Adapun proses dari pengangkutan itu merupakan gerakan dari tempat asal dari
mana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan dimana angkutan itu diakhir.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan pengangkutan merupakan perjanjian
timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut
mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau
orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan
pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. Bertujuan untuk
meninggikan manfaat atas barang-barang tersebut dan juga efisien bagi orang-
orang yang dapat diselenggarakan melalui angkutan darat, angkutan perairan,
maupun angkutan udara. 2.

B. Rumusan Masalah

2 Sinta Uli, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat dan
Angkutan Udara, (Medan: USU Press, 2006), hlm 20.
3 R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia (Jakarta: CV Rajawali, 1981), hlm 5.
4 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008),
hlm 12.
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Apa yang dimaksud dengan Hukum Pengangkutan Udara ?
b. Bagaimana Pengaturan Hukum Pengangkutan Udara di Indonesia?
c. Apa bentuk Perjanjian Pengangkutan Udara di Indonesia?
d. Siapa- saja pihak dalam pengangkutan udara?
C. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini sesuai Latar Belakang yang telah di
sampaikan di atas ialah untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat luas
terutama yang berada di dalam ruang lingkup bisnis bahwa pentingnya
mengetahui dan memahami pengaturan tentang hukum serta hakekat dari
pengangkutan udara.

3.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Apa yang dimaksud dengan Hukum Pengangkutan Udara ?

Hukum udara (air law) merupakan hukum yang berlaku di ruang udara,
yaitu wilayah yang berada di bawah kedaulatan suatu negara. “Hukum udara
adalah sekumpulan (seperangkat) peraturan yang mengatur kegiatan manusia
dan/atau subyek hukum lain di ruang udara”. 5 Apabila kegiatan manusia dan
subjek hukum lain tersebut berada di atas wilayah nasional atau dengan kata
lain berada di ruang udara nasional berarti hukum yang mengatur tentang
kegiatan tersebut termasuk dalam ruang lingkup hukum udara nasional
(national air law).6 Hukum udara termasuk hukum transportasi udara,
merupakan hukum yang bersifat sui generalis yang memiliki karakteristik
khusus yang mengatur kegiatan manusia dam subjek hukum lain di ruang udara.
Di Indonesia, hukum udara berhubungan dengan wilayah nasional
Indonesia yang diakui hak kedaulatan dan yurisdiksinya. Bentuk penegakan
kedaulatan atas wilayah ruang udara nasional antara lain penegakan hukum
terhadap pelanggaran wilayah udara kedaulatan Indonesia dan pelanggaran
terhadap kawasan udara terlarang, baik kawasan udara nasional maupun asing,
sebagaimana ditetapkan dalam pasal 2 ayat 2 UU No. 15 Tahun 1992, dan
Peraturan Pemerintah RI No. 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan
Penerbangan

B. Bagaimana Pengaturan Hukum Pengangkutan Udara di Indonesia?


Peraturan perundang-undangan Nasional di Indonesia merupakan
implementasi Undang-Undang Dasar 1945. Sumber hukum penerbangan di
Indonesia antara lain :

4.
a. Undang-undang Undang-undnag yang mengatur pengangkutan udara
di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 83 Tahun 1958 tentang
Penerbangan yang diperbarui menjadi Undang-Undang Nomor 15

5 Saefullah Wiradipraja. 2014. Pengantar Hukum Udara dan Ruang Angkasa. Bandung: Alumni. hlm 3
6 Ibid., hlm.2.
Tahun 1992 tentang Penerbangan dan kemudian Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
b. Ordonasi
1) Luchtverkeersverordening (Stb. 1936:425) Tentang Lalu Lintas
Udara.
2) Luchtvernoerordonnantie (Stb 1939:100) Tentang Pengangkutan
Udara yang mengatur pengangkutan penumpang bagasi, dan kargo.
3) Luchtvaarquarantaine ordonantie (1030:149 Jo Stb 1939:150)
c. Perjanjian-perjanjian internasional dan perjanjian khusus
Mengenai bidang pengangkutan udara ada beberapa perjanjian
internasional dan perjanjian khusus yang perlu mendapat perhatian,
seperti:
1) Perjanjian Warsawa tanggal 12 Oktober 1929, yang berlaku di
Indonesia mulai tanggal 29 September 1933.
2) Konvensi mengenai Penerbangan Sipil Internasional yang dikenal
dengan Konvensi Chicago Tahun 1944 (Convention Aviation
Chicago).
3) Konvensi The Haaque Tahun 1970 tentang perlindungan pesawat
udara dari tindakan melawan hukum.
d. Peraturan Pemerintah
Beberapa peraturan pemerintah yang menjadi sumber hukum
pengangkutan udara antara lain:
1) Peraturan Pemerinah Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan
Udara yang diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2000.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1996 tentang
Kebandarudaraan yang diubah menjadi Peraturan Pemerintah No. 70
Tahun 2001 Tentang Kebandarudaraan.
e. Peraturan Menteri Perhubungan, antara lain:
1) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang
Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara; 5.
2) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 49 Tahun 2012 Tentang
Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga
Berjadwal Dalam Negeri;
3) Peraturan Menteri Perhubungan No. 89 Tahun 2015 Tentang
Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) Pada
Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia.

C. Apa bentuk Perjanjian Pengangkutan Udara di Indonesia?

Perjanjian pengangkutan ini, adalah consensual (timbal-balik) di pihak


pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang
dari dan ke tempat tujuan tertentu, dan pengirim barang (pemberi order)
membayar biaya/ ongkos angkutan sebagaimana yang disetujui bersama. 7
Dengan demikian, kedua belah pihak harus menunaikan kewajibannya yaitu
pihak pengangkut mempunyai kewajiban untuk mengangkut barang ataupu
orang dari satu tempat ke tempat lain dengan selamat. Pihak pengirim
berkewajiban menyerahkan ongkos yang disepakati serta menyerahkan barang
yang dikirim pada alamat tujuan dengan jelas. Kedudukan pihak penerima
barang karena sesuatu perjanjian untuk berbuat sesuatu bagi penerima barang
apakah barang barang itu diterimanya sebagai suatu hadiah.
Menurut UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, perjanjian
Pengangkutan Udara adalah perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang
dan/atau pengirim kargo untuk mengangkut penumpang dan/atau kargo dengan
pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau dalam bentuk imbalan jasa yang
lain. Dokumen angkutan seperti tiket penumpang, tiket bagasi dan surat muatan
udara bukan merupakan suatu perjanjian angkutan udara, tetapi hanya
merupakan suatu bukti adanya perjanjian angkutan udara; karena tanpa
diberikannya dokumen angkutan tetap ada suatu perjanjian angkutan.

6.

Hal ini terdapat dalam Ordonansi Pengangkutan Udara (Stb. No. 100
Tahun 1939) Pasal 5 ayat 2, pasal 6 ayat 5 dan pasal 7 ayat 2, Cf. Konvensi
Warsawa Pasal 3 ayat 2, Pasal 4 ayat 4 dan Pasal 5 ayat 2.20 Pasal 140 UURI No.

7 Soegijatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang Dan Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hlm. 67.
1 Tahun 2009 diatur kewajiban badan usaha angkutan udara niaga untuk
mengatur penumpang. Menurut Pasal tersebut, badan usaha angkutan udara
niaga wajib mengangkut orang dan/atau kargo dan pos setelah disepakatinya
perjanjian angkutan, disamping itu badan usaha angkutan negara niaga juga
wajib memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa
angkutan udara sesuai dengan perjanjian angkutan yang disepakati. Perjanjian
angkutan tersebut dibuktikan dengan tiket penumpang dan dokumen muatan.

D. Siapa- saja pihak dalam pengangkutan udara?

Subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum


pengangkutan adalah pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum
pengangkutan, yaitu pihakpihak yang terlibat secara langsung dalam proses
8
perjanjian sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan. Pihak-pihak dalam
pengangkutan adalah para subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban
dalam hubungan hukum pengangkutan, yaitu pihak-pihak yang terlibat secara
langsung dalam proses perjanjian sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan.
Mereka itu terdiri atas:

a. Pihak pengangkut;
b. Pihak penumpang;
c. Pihak pengirim dan;
d. Pihak penerima.
Mengenai siapa saja yang menjadi pihak-pihak dalam pengangkutan ada
beberapa pendapat yang dikemukakan para ahli antara lain; Wiwoho Soedjono
menjelaskan bahwa di dalam pengangkutan terutama mengenai pengangkutan
barang, maka perlu diperhatikan tiga unsur yaitu: pihak pengirim barang; 7.

9
pihak penerima barang dan barangnya itu sendiri. Kemudian untuk melihat
yang menjadi pihak dalam perjanjian pengangkutan harus dilihat antara

8 Suwardjoko Warpani, Merencanakan Sistem Pengangkutan (Bandung: Penerbit ITB,1990), hlm 4.


9 Wiwoho Soedjiono, Hukum Dagang Suatu Tinjauan Tentang Ruang Lingkup dan Masalah yang Berkembang
dalam Hukum Pengangkutan di Laut bagi Indonesia (Jakarta: Bina Aksara, 1982) hlm 34.
perjanjian pengangkutan barang dan perjanjian pengangkutan penumpang.
Dalam perjanjian pengangkutan pengangkutan barang para pihak terkait terdiri
dari:

a. Pihak pengangkut (penyedia jasa angkutan), yakni pihak yang berkewajiban


memberikan pelayanan jasa angkutan, barang dan berhak atas penerimaan
pembayaran tarif angkutan sesuai yang telah diperjanjikan;
b. Pihak pengirim barang (pengguna jasa angkutan), yakni pihak yang
berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah
disepakati dan berhak untuk memperoleh pelayanan jasa angkutan atas
barang barang yang dikirimnya.
c. Pihak penerima (pengguna jasa angkutan), yakni sama dengan pihak pengirim
dalam hal pihak pengirim dan penerima adalah merupakan subjek yang
berbeda. Namun adakalanya pihak pengirim barang juga adalah sebagai pihak
yang menerima barang yang diangkut ditempat tujuan.
Sedangkan dalam hal perjanjian pengangkutan penumpang, maka pihak yang
terkait adalah:
a. Pihak pengangkut (penyedia jasa angkutan) yakni pihak yang berkewajiban
memberikan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berhak atas
penerimaan pembayaran tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah
ditetapkan.
b. Pihak penumpang (pengguna jasa angkutan), yakni pihak yang berhak
mendapatkan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berkewajiban untuk
membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan. Subjek
hukum pengangkutan dapat berstatus badan hukum, persekutuan bukan
badan hukum, atau perseorangan.

8.
Pihak penumpang selalu berstatus perseorangan, sedangkan pihak penerima
kiriman dapat berstatus persorangan atau perusahaan. Pihak-pihak lainnya
yang berkepentingan dengan pengangkutan selalu berstatus perusahaan
badan hukum atau persekutuan bukan badan hukum.
Jadi pihak-pihak yang telah diuraikan diatas merupakan pihak-pihak yang
secara langsung terkait pada perjanjian pengangkutan. Di samping pihak yang
terkait langsung, ada juga mereka yang secara tidak langsung terikat pada
perjanjian pegangkutan niaga karena bukan pihak, melainkan bertindak atas
nama atau untuk kepentingan pihak lain, seperti ekspeditur, agen perjalanan,
pengusaha bongkar muat, pengusaha perdagangan, atau karena dia memperoleh
hak dalam perjanjian pengangkutan niaga, seperti penerima.

9.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Jadi menurut penulis Hukum udara (air law) merupakan hukum yang
berlaku di ruang udara, yaitu wilayah yang berada di bawah kedaulatan suatu
negara. “Hukum udara adalah sekumpulan (seperangkat) peraturan yang
mengatur kegiatan manusia dan/atau subyek hukum lain di ruang udara”. Di
Indonesia sendiri, hukum udara berhubungan dengan wilayah nasional
Indonesia yang diakui hak kedaulatan dan yurisdiksinya. Bentuk penegakan
kedaulatan atas wilayah ruang udara nasional antara lain penegakan hukum
terhadap pelanggaran wilayah udara kedaulatan Indonesia dan pelanggaran
terhadap kawasan udara terlarang, baik kawasan udara nasional maupun
asing, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 2 ayat 2 UU No. 15 Tahun 1992,
dan Peraturan Pemerintah RI No. 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan
Keselamatan Penerbangan.

10.

DAFTAR PUSTAKA
I. Jurnal, AYNC Musa, “TEORI PENGANGKUTAN UDARA DAN
PERLINDUNGAN KONSUMEN”.
II. Jurnal,  A Sinilele, “TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENERBANGAN
DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN”.
III. Tesis, AHMAD ZAZILI, SH., “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
PENUMPANG PADA TRANSPORTASI UDARA NIAGA BERJADWAL
NASIONAL”. Tahun 2008.

11.

Anda mungkin juga menyukai