Anda di halaman 1dari 4

Nama :

Nim :

Analisis terhadap Permasalahan / Sengketa Konrak :

1. Sengketa Kontrak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Dengan banyaknya perjanjian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, maka diperlukan juga cara
penyelesaian sengketa yang menjanjikan khususnya dengan cara alternatif akibat banyaknya
sengketa yang timbul di dalam kegiatan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Menurut saya
apabila saya menjadi legal drafting maka saya, untuk pemilihan sengketa yang dituangkan di
dalam perjanjian, ketika timbul sengketa diantara kedua pihak tersebut maka
penyelesaiannya dapat langsung melalui forum yang telah disetujui dan tertulis di dalam
perjanjian tersebut. Ketika telah ditentukan salah satu forum penyelesaian sengketa tertentu,
maka salah satu pihak tidak dapat membawa sengketa tersebut ke forum penyelesaian
sengketa lain kecuali mendapatkan persetujuan dari pihak yang lain, karena kembali lagi kita
mengingat bahwa hukum perdata tidak bersfifat mengikat tetapi dapat dirubah sesuai dengan
kesepakatan para pihak yang terlibat. Dalam hal pemilihan forum penyelesaian sengketa
tidak dituangkan di dalam kontrak, maka secara otomatis penyelesaian sengketanya
mengikuti apa yang telah diatur oleh peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai
hal-hal yang ada dalam perjanjian tersebut. Dalam kontrak Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, jika tidak terdapat klausul perjanjian dalam kontrak maka penyelesaian
sengketanya mengikuti apa yang telah diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018
beserta aturan pelaksananya.
2. Pemutusan Kontrak Akibat Wanprestasi Dalam Perjanjian Antara Dinas Bina Marga Kab.
Grobogan Dengan CV. Abdi Manunggal Sakti.

Dalam hal kasus CV. Abdi Manunggal Sakti dengan Dinas Bina Marga Kab.
Grobogan, didalam pelaksanaannya terjadi pemutusan kontrak secara sepihak
sebelum selesainya masa kontrak oleh Dinas Bina Marga oleh PPK. Hal ini
dilakukan setelah Dinas Bina Margamelakukan Ujicore drill terhadap kedua jalan
tersebut ternyata hasilnya tidak sesuai dengan K-300. Bahwa sesuai ketentuan dalam
Syarat-Syarat Umum Kontrak “Dalam hal kontrak dihentikan, maka PPK wajib membayar
kepada penyedia jasa sesuai dengan prestasi pekerjaan yang telah dicapai” Dengan
demikian kewajiban para Tergugat untuk membayarkan kepada Penggugat senilai
34,34% untuk jalan Gajah Mada dan 14% untuk jalan Untung Suropati. Tetapi pihak
Penggugat menolak pembayaran tersebut dengan dalih bahwa pekerjaan yang ia
kerjakansebesar 83,43% untuk jalan GajahMada dan 53,74% untuk jalan Untung
Suropati. Adanya penolakan tersebut,Dinas Bina Marga tidak melakukan tindakan lain,
hingga gugatan ini diajukan ke pengadilan. Sehingga mengakibatkan adanya unsur
Wanprestasi yang dilakukan oleh Dinas Bina Marga terhadap CV.

Menurut saya Pemutusan kontrak pemborongan dengan pemerintah secara sepihak diatur
dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 Tentang
Pengadaan Barang/JasaPemerintah. Hal ini diatur dalam Lampiran Peraturan Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Dan yang perlu dimasukan dalam kontrak
tersebut ialah klausul yang mengatur tentang terjadinya wanprestasi sehingga Penentuan
pihak Dinas Bina Marga Kabupaten Grobogan yang dikatakan wanprestasi yakni sejak
tidak dibayarnya jalan (prestasi) yang telah di buat oleh CV. Abdi Manunggal
Sakti. Bahwa sesuai ketentuan dalam Syarat-Syarat Khusus Kontrak “Dalam hal
kontrak dihentikan, maka PPK wajib membayar kepada penyedia jasa sesuai dengan
prestasi pekerjaan yang telah dicapai”. Pengadilan Negeri Purwodadi dalam
Putusan No.20/Pdt.G/2014/PN menyatakan bahwa Dinas Bina Marga terbukti
melakukan salah satu unsur Wanprestasi yakni debitur terlambat memenuhi perikatan.
Sedangkan pihak CV. Abdi Manunggal Sakti. dikatakan wanprestasi yakni ketika tidak
membuat jalan sesuai dengan perjanjian kerjasama untuk melaksanakan pekerjaan jalan
beton K-300. Pekerjaan jalan yang dikerjakan sesuai dengan spesifikasi K-300 hanyalah
34,34% untuk jalan Gajah Mada dan 14% untuk jalan Untung Suropati. Sehingga
memenuhi unsur wanprestasi debitur berprestasi tidak sebagaimana mestinya. Serta
debitur terlambat memenuhi perikatan, hal ini terjadi karena debitur tidak dapat
menyelesaikan jalan dengan tepat waktu setiap terminnya. Pemutusan perjanjian antara
Dinas Bina Marga Kabupaten Grobogan dengan CV. Abdi Manunggal Sakti dapat
dilakukan dengan dasar salah satu pihak wanprestasi. Sebelumnya pemutusan
kontrak pada kasus CV. Abdi Manunggal Sakti dengan Dinas Bina Marga
Kabupaten Grobogan karena tidak memenuhi kewajibannya dan tidak ada iktikad baik
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kontrak setelah mendapatkan surat peringatan.
Dalam hal dilakukan pemutusan kontrak secara sepihak oleh Pejabat Penandatangan
Kontrak karena kesalahan Penyedia sebelumnya perjanjian telah diperjanjikan menyimpang
dari Pasal 126 dan 1267 KUH Perdata, sehingga Pokok Pemilihan memiliki kewenangan
untuk memutus secarasepihak dan memasukannya padadaftar hitam. Maka yang perlu
dimasukan juga di dalam kontrak tersebut ialah pengaturan tentang pemutusan kontrak secara
sepihak apabila terdapat salah satu pihak yang tidak memenuhi prestasinya bisa diputus
kontraknya apabila telah mendapat peringatan tetap tidak memenuhi prestasinya.

3. Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Kontrak Bisnis Antara Biro Perjalanan Wisata “GOH”
Dengan Jayakarta Hotel Di Legian.

Adanya permasalahan yang timbul antara Biro Perjalanan Wisata “Goh” dengan pihak Hotel
yaitu Biro Perjalanan Wisata “Goh” tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya
dan tidak dipenuhinya kewajiban itu karena ada unsur salah padanya. Ketentuan Pasal 1236
dan Pasal 1243 KUHPer menyebutkan bahwa dalam hal debitur lalai untuk memenuhi
perikatanya, maka pihak kreditur berhak untuk menuntut penggantian kerugian, yang berupa
ongkos-ongkos, kerugian dan bunga atas dasar keterlambatan prestasi harus didahului dengan
somasi. Menurut ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata menentukan bahwa, debitur dinyatakan
lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari
perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan
lewatnya waktu yang ditentukan. Menurut saya yang perlu diatur di dalam kontrak tersebut
ialah klausul tentang lalainya para pihak dan cara mengatasinya apabila terdapat pihak yang
lain karena Unsur-Unsur dari kelalaian yaitu debitur sama sekali tidak berprestasi, debitur
keliru berprestasi, dan debitur terlambat berprestasi. Debitur dapat dinyatakan lalai pada saat
tidak memenuhi kewajiban yang diperjanjikan, lewatnya waktu yang ditetapkan, dan adanya
somasi berisi teguran kreditur agar debitur berprestasi. Ketentuan Pasal 1243 KUHPer
menyatakan:

“Penggatian biaya, kerugian, karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila
debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika
sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya
dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”.

Dan bentuk penyelesaian sengketa tersebut ialah Para pihak yang terlibat dalam kontrak
bisnis tersebut menyelesaikan setiap permasalahan hukum yang timbul dalam pelaksanaan
kontrak diselesaikan dengan Upaya-upaya kekeluargaan yang ditempuh itu adalah dengan
jalan bernegosiasi antara Biro Perjalanan Wisata “Goh” dengan pihak Jayakarta Hotel untuk
mendapatkan solusi yang terbaik (win-win solution).

Anda mungkin juga menyukai