Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TENTANG
SKEPTIS TERHADAP PEMBERIAN REMISI
NARAPIDANA KORUPSI

GABRIEL WAHID BATISTUTA


B011181447

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
PERIODE 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korupsi telah menjadi kejahatan yang dianggap merusak sendi-sendi


kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kerugian negara yang diakibatkan oleh
tindak pidana korupsi sudah masuk dalam kategori “membahayakan”. Korupsi di
Indonesia merupakan persoalan bangsa yang bersifat darurat yang telah dihadapi
bangsa Indonesia dari masa ke masa dalam rentang waktu relatif lama sehingga
pengadilan khusus korupsi diharapkan dapat membantu menyelesaikan sejumlah
kejahatan korupsi masa lalu agar mengembalikan harta kekayaan negara yang
hilang. Korupsi telah menjadi masalah serius bagi bangsa Indonesia, karena telah
merambah keseluruh lini kehidupan masyarakat yang dilakukan secara sistematis,
sehingga memunculkan stigma negatif bagi negara dan bangsa Indonesia di dalam
pergaulan masyarakat internasional.
Kegiatan korupsi atau mengambil keuntungan bagi diri sendiri maupun
orang lain melalui keuangan ataupun hak dan kewajiban orang lain yang bukan
menjadi hak oleh seseorang dan secara melawan hukum maka dapat dikatan
kegiatan korupsi. Seseorang yang tertangkap dan terkena sanksi pidana disebut
sebagai narapidana korupsi. Pada dasarnya penjatuhan pidana (hukuman) bukan
sematamata pemberian derita agar jera, tetapi unsur bimbingan dan pembinaan.
Hukuman terhadap pelanggar hukum dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan
(Lapas), dikenal sebagai pembinaan dalam lembaga, dengan tujuan agar para
pelanggar hukum dapat menyadari kesalahannya dan tidak mengulangi
perbuatannya kembali, serta dapat kembali kemasyarakat dan menjalani fungsi
sosialnya dengan baik. Seseorang (si pelanggar) yang diputus pidana penjara
berkedudukan sebagai narapidana. Dalam hal ini pidana penjara seseorang
ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan guna mendapatkan pembinaan.
Pada umumnya narapidana yang ditempatkan dalam Lapas memiliki gejala
atau karakteristik yang sama dengan penghuni yang lain, yakni mereka mengalami
penderitaanpenderitaan sebagai dampak dari hilangnya kemerdekaan yang
dirampas. Di dalam lembaga pemasyarakatan, seorang narapidana mempunyai
hak sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan bahwa salah satu hak narapidana adalah
mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi).
Remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada
narapidana dan anak pidana yang telah berkelakuan baik selama menjalani pidana
yang dihitung pada saat menjalani masa pidana dan tidak dihitung dengan
mengakumulasi masa penahanan pemotongan atas masa pidana. Dengan
pemberian remisi narapidana tidak sepenuhnya menjalani masa hukuman
pidananya. Remisi merupakan salah satu sarana hukum yang penting dalam
rangka mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan Pengurangan menjalani
pidana (remisi) di Indonesia ini adalah masalah yang perlu diperhatikan, karena
pengurangan menjalani masa hukuman tersebut pada satu sisi menyangkut hak
manusia yang semestinya dijunjung tinggi agar tercipta keadilan bagi masyarakat.
Karena walaupun status dari mereka itu adalah sebagai narapidana yang sedang
menjalani hukuman penjara di lembaga pemasyarakatan tetap saja mereka masih
merupakan warga negara Indonesia yang mempunyai hak asasi manusia yang
harus dilindungi dan dihormati oleh negara.
Berdasarkan penjelasan penulis diatas dalam makalah ini penulis akan
membahas terkait perasaan penulis sendiri yaitu keraguan terhadap pemberian
remisi atau pengurangan masa pidana terhadap narapidana korupsi. Terutama
yang kita ketahui bersama bahwa delik atau tindak pidana korupsi sendiri
merupakan kejahatan yang mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi
negara dan masyarkat itu sendiri. Oleh karena itu pemberian remisi terhadap
narapidana korupsi sendiri merupakan tindakan yang dapat menguntungkan atau
berpihak terhadap rezim korupsi itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana peraturan yang mengatur pemberian remisi terhadap
narapidana ?
b. Bagaimana Pemberian Hak Remisi Terhadap Narapidana Koruptor Dalam
Kaitannya Sebagai Justice Collaborator ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Bagaimana peraturan yang mengatur pemberian remisi terhadap narapidana ?

Di Indonesia sendiri terdapat berbagai macam peraturan perundang


undangan yang mengatur terkait pemberian remisi kepada narapidana. Seperti
didalam Pasal 14 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan bahwa salah satu hak narapidana adalah mendapatkan
pengurangan masa pidana (remisi). Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012
Tentang perubahan kedua Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang
Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang
disahkan pada tanggal 12 November 2012, telah memberikan batasan-batasan
diberikannya remisi khusus untuk tindak pidana tertentu. Batasanbatasan
tersebut dapat dilihat di dalam Pasal 34A ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan:
Pemberian Remisi bagi narapidana yang dipidana karena melakukan
tindak pidana terorisme, narkotika dan precursor narkotika, psikotropika, korupsi,
kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan terhadap hak asasi manusia yang
berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 juga harus memenuhi
persyaratan :
a. Bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu
membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;
b. Telah membayar lunas denda uang pengganti sesuai dengan putusan
pengadilan untuk narapidana yang dipidana karena melakukan tindak
pidana korupsi; dan
c. Telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh
LAPAS dan/badan nasional penanggulangan terorisme.
Pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana korupsi berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan tidak sesuai jika dikaitkan
dengan hak asasi manusia terpidana yang sudah diatur di dalam perundang-
undangan. Indonesia. Karena masih adanya diskriminasi terhadap narapidana
korupsi. Pemberian hak bagi narapidana korupsi khususnya dalam hal pemberian
remisi tidak sejalan dengan prinsip pemasyarakatan yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan karena menurut Pasal 5
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan disebutkan
bahwa sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas-asas.
Berdasarkan hal tersebut Remisi itu merupakan salah satu hak dari
seseorang yang telah dijatuhi hukuman penjara oleh hakim dan sedang menjalani
masa tahanan di dalam lembaga pemasyarakatan. Dimana fungsi dari lembaga
pemasyarakatan itu adalah untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana
dan yang mempunyai kewenangan itu adalah petugas dari lembaga
pemasyarakatan setelah mendapatkan pertimbangan tertulis dari menteri
dan/atau pempinan lembaga terkait.
B. Bagaimana Pemberian Hak Remisi Terhadap Narapidana Koruptor Dalam
Kaitannya Sebagai Justice Collaborator ?

Justice collaborator memang berperan penting sebagai alat dalam melawan


kejahatan terorganisir yang mana metode kerja dalam sistem hukum pidana yang
ada menunjukkan kelemahan-kelemahan karena seringkali belum mampu
mengungkap, melawan, dan memberantas berbagai kejahatan terorganisir. Realita
yang terjadi di dalam sistem peradilan Indonesia justru sebaliknya, dimana
kemudian seorang justice collaborator tetap mendapatkan hukuman yang sama.
Kasus Agus Condro yang tetap mendapatkan hukuman yang sama walaupun telah
menjadi saksi pelapor dan mengungkap adanya kasus suap cek pelawat yang
melibatkan banyak aktor utama dalam tindak pidana tersebut.
Status justice collaborator diberikan penuntut umum maupun penyidik
kepada terdakwa maupun tersangka yang membantu proses penyidikan hingga
penuntutan supaya pelaku yang menjadi “korban” atau bukan merupakan pelaku
utama mau memberi keterangan yang bisa Dalam catatan Indonesia Corruption
Watch (ICW) atas pantauan kasus korupsi pada Januari 2016 hingga Juni 2016
para peneliti merekomendasikan, “Pengadilan harus pula mempertimbangkan
untuk mencabut hak mendapatkan remisi jika terdakwa bukanlah seorang justice
collaborator.” Dijelaskan dengan ketika seseorang dihukum selama 10 tahun,
harus menjalankan waktu selama 10 tahun itu dengan sebaik-baiknya. Jadi ketika
tahun ke-10, sudah bebas dan menjadi orang yang sudah jera melakukan
kejahatan dan tidak melakukan itu lagi.Dengan mengurangi hukuman tentu juga
akan menghilangkan efek jera yang sudah diberikan.
Pertanyaan yang timbul ialah apakah pemberian remisi terhadap
narapidana korupsi apakah pantas dan juga memberikan perubahan terhadap
narapidana korupsi itu sendiri.
Banyak peraturan remisi yang telah dicabut dan digantikan keberadaannya
dengan aturan baru yang dianggap lebih sesuai dengan kondisi sosial dan struktur
hukum yang terjadi. Sudah banyak peraturan-peraturan pelaksana dan teknis
yang dikeluarkan sejak diberlakukannya undang-undang pemasyarakatan
tersebut, yaitu; Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999, Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006, dan terakhir Peraturan Pemerintah Nomor 99
Tahun 2012.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, justice collaborator tetap
memperoleh perlindungan keamanan dan pemenuhan hak-haknya. Dalam draf
revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 ketentuan justice collaborator
sebagai salah satu syarat utama mendapatkan remisi bagi pelaku tindak pidana
korupsi, terorisme, dan narkotika juga akan dihilangkan. Namun, penghapusan itu
bukan berarti akan menghilangkan fungsi atau keberadaan mengenai justice
collaborator, melainkan diharapkan justice collaborator bisa diatur dalam
peraturan lain yang tersendiri. Oleh karena itu perlu adanya pertimbangan
hukum yang kuat dalam hal terjadinya perubahan terhadap suatu peraturan
mengenai pemberian remisi terhadap narapidana. Bagaimana pun juga
narapidana harus dimudahkan dalam mendapatkan remisi karena bukan lagi
untuk menjadikan hukuman sebagai pembalasan terhadap narapidana akan tetapi
dapat berubah menjadi manusia yang lebih baik lagi dari sebelumnya dan tidak
mengulangi kesalahan yang sama. Dalam membentuk sebuah regulasi yang baru
harus tetap sejalan dengan aturan pelaksananya sehingga tidak menimbulkan
pertentangan dalam pelaksanaannya.
Seseorang yang berkedudukan sebagai justice collaborator dalam kasus
Tindak Pidana Korupsi memang menuai banyak kontroversi ditambah lagi dalam
pemberian remisi memasukkan justice collaborator sebagai salah satu syarat.
Maka perlu adanya peninjauan dan pembahasan kembali terhadap peraturan
pemerintah tentang syarat dan tata cara pemberian remisi ini. Adanya rencana
revisi peraturan pemerintah hendaknya benar-benar melihat urgensi kedudukan
justice collaborator tersebut khususnya dalam kasus tindak pidana korupsi apakah
sudah pantas menerima remisi ketika sudah bersedia bekerjasama dengan
penegak hukum dalam membongkar suatu tindak pidana. Perlu adanya
keterbukaan ketika sudah memberikan remisi terhadap justice collaborator dalam
kasus tindak pidana korupsi. Agar semua orang dapat melihat narapidana yang
mendapatkan remisi dan yang tidak mendapatkannya, beserta keterangan jumlah
tahunnya. Dengan adanya remisi “online” dapat membuat proses pengurangan
masa hukuman lebih terbuka sehingga tidak ada prasangaka tentang remisi yang
bisa dibeli. Masyarakat pun tidak lagi menaruh rasa curiga karena keterbukaan
informasi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana korupsi berdasarkan


Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan tidak sesuai jika dikaitkan
dengan hak asasi manusia terpidana yang sudah diatur di dalam perundang-
undangan Indonesia. Karena masih adanya diskriminasi terhadap narapidana
korupsi. Pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana korupsi masih
belum sesuai dengan sistem pemasyarakatan di Indonesia. Dimana sistem
pemasyarakatan Indonesia menggunakan sistem pembinaan pemasyarakatan
yang dilakukan berdasarkan asas persamaan perlakuan dan pelayanan ternyata
tidak berlaku bagi narapidana tindak pidana korupsi. Masih terdapat perlakuan
diskriminatif terhadap mereka terbukti dengan perbedaan perlakuan dalam
menikmati hak-haknya sebagai narapidana sebagaimana diatur di dalam Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Selain itu ketentuan
adanya pertimbangan tertulis dari menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait
tidak mempunya ukuran yang jelas sehingga semakin jelas adanya tindakan
diskriminatif dalam pemberian remisi terhadap narapidana korupsi.

B. SARAN

Dalam pelaksanaan pemberian remisi terhadap semua narapidana


seharusnya tidak ada perbedaan atau diskriminatif antara sesama narapidana.
Karena hal itu bertentangan dengan hak asasi manusia terpidana Karena
seharusnya yang membedakan mereka hanya vonis putusan hakim dalam
menjalankan lamanya pidana penjara. Untuk mengurangi tindak pidana korupsi
bukan dengan memberikan perbedaan terhadap persyaratan remisi narapidana
tindak pidana korupsi dengan narapidana lainkan melainkan lebih melakukan
pengetatan terhadap pemberian sanksi yang berada di dalam Undang-Undang
Pemberantasan Korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
I. Arief, Barda Nawawi, 2010, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan
Kejahatan Dengan Pidana Penjara,Yogyakarta: Genta Publishing;
II. Manalu, River Yohanes, “Justice Collaborator dalam Tindak Pidana Korupsi”,
Lex Crimen Vol. IV/No.1/Jan-Mar/2015. Portal Garuda: Jakarta, 2015;
III. https://www.rappler.com/indonesia/144954-pro-kontra-wacana-remisi-
koruptor. ( Diakses pada 10 Oktober 2021, 21.40)
IV. Republik Indonesia, Undang-undang Tentang Sistem Pemasyarakatan,UU
No. 12 Tahun 1995, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 77, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3614, Pasal 14 Ayat (1) Huruf i.
V. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3614.

Anda mungkin juga menyukai