Anda di halaman 1dari 5

UJIAN AKHIR SEMESTER TPK

Nama : Imanuel Arinatio Marpaung


Kelas :E
NIM : 180200171
Tanggal : Kamis, 30 Desember 2021

SOAL
1. Dalam penerapan Asas Retroaktif untuk beberapa kejahatan khusus ternyata ada yang
bersifat absolut dan relatif. Berikan pendapat saudara untuk kejahatan mana saja, jelaskan
mengapa?
Jawab:
Asas retroaktif diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi “Bilamana ada perubahan
dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa
diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya. Dalam penerapanya, asas
retroaktif di indonesia diberlakukan pada saat terjadi insiden bom bali pada tahun 2002,
dimanatahun 2002 indonesia belum memiliki ketentuan Hukum atau undang-undang
yang mengatur mengenai tindak pidana terorisme sehingga dikenakan asas retroaktif dari
pada asas legalitas dikarenakan hukum yang dikenakan dibuat setelah adanya peristiwa
tindak pidana saat ini asas retroaktif hanya berlaku pada kejahatan terorisme saja akan
tetapi penerapan asas ini bisa saja muncul atau digunakan untuk tidak pidana lainnya
apabila di kemudian hari muncul tindak pidana yang sebelumnya tidak pernah ada atau
terjadi di.
Saat ini asas retroaktif absolut hanya diterapkan pada tindak pidana terorisme saja
sedangkan asas retroaktif relatif diterapkan pada tindak pidana korupsi.
asas retroaktif hanya bisa digunakan apabila memenuhi empat syarat kumulatif, yaitu:
a. kejahatan berupa pelanggaran HAM berat atau kejahatan yang tingkat kekejaman dan
destruksinya setara dengannya;
b. Peradilannya bersifat internasional, bukan peradilan nasional;
c. Peradilannya bersifat ad hoc, bukan peradilan permanen; dan
d. Keadaan hukum nasional negara bersangkutan tidak dapat dijalankan karena sarana,
aparat, atau ketentuan hukumnya tidak sanggup menjangkau kejahatan pelanggaran
HAM berat atau kejahatan yang tingkat kekejaman dan destruksinya setara
dengannya.
2. Pasal 45 ayat 1 yang mengacu pasal 27 ayat empat undang undang nomor 11 tahun 2008
memuat tentang apa, bagaimana penerapan terhadap nyonya Prita Laura dan bagaimana
penerapan pasal tersebut akhir akhir ini
Jawab:
Dalam Kasasinya Prita Mulyasari dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana dengan
pengenaan Pasal27 ayat (3) jo Pasal45 ayat (I) UU ITE dengan pidana penjara 6 (enam)
bulan. Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (3) UU RI No. 11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik ” Menyatakan Terdakwa Prita Mulyasari terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "Dengan Sengaja Dan Tanpa Hak
Mendistribusikan Dan atau Mentransmlsikan Dnatau Membuat Dapat Diaksesnya
Informasi Elektronik Danjatau Dokumen Elektronik Yang
Adapun Prita didakwakan karena didalam emailnya yang dikirim kepada beberapa orang
mengenai pelayanan RS Ornni International dan pelayanan dr. Hengky Gosal, Sp.PD
serta dr. Grace Hilza Yarlen Nela yang merugikan kepentingannya.
Dalam penerapannya persoalan yang menyangkut pasal 27 UU ITE ini terletak pada
penafsiran hukum, dimana rumusana pada pasal-pasal dalam UU ITE tersebut tidak ketat
sehingga sehingga sering menjadi pasal karet, dan tidak tepat serta menimbulkan
ketidakpastian hukum akibat multitafsir. Kurangnya pemahaman aparat penegak hukum
dalam dunia penegakan hukum juga membuat banyaknya korban atas UU tersebut. Selain
dari itu muncul dampak sosial yang ditimbulkan, dimana pasal-pasal tersebut dapat
menimbulkan konsekuensi negatif seperti ajang balas dendam, barter kasus, serta menjadi
alat shock therapy dan memberi chilling effect.
Termasuk salah satunya menurut saya kasus prita merupakan merupakan korban dari
salahnya penerapan hukum atas UU ITE. secara kontekstual kasus prita tidak dapat
dikualifikasikan sebagai penghinaan atau pencemaran nama baik, melainkan kritik
Terdakwa terhadap pelayanan RS Omni International dr. Hengky Gosal, Sp.PD dan dr.
Grace Hilza Yarlen Nela. Jika dilihat dari tujuannya maka pernyataan Terdakwa yang
menyudutkan posisi RS Ornni International dr. Henky Gosal, Sp.PD dan dr. Grace Hilza
Yarlen Nela, tidak dapat dikualifikasi sebagai penghinaan atau pencemaran nama baik
karena tujuannya memberi peringatan kepada masyarakat agar tidak mengalami
pelayanan kesehatan seperti dirinya
Secara kontekstual tidak dapat dikualifikasikan sebagai penghinaan atau pencemaran
nama baik, melainkan kritik Terdakwa terhadap pelayanan RS Omni International dr.
Hengky Gosal, Sp.PD dan dr. Grace Hilza Yarlen Nela. Jika dilihat dari tujuannya maka
pernyataan Terdakwa yang menyudutkan posisi RS Ornni International dr. Henky Gosal,
Sp.PD dan dr. Grace Hilza Yarlen Nela, tidak dapat dikualifikasi sebagai penghinaan atau
pencemaran nama baik karena tujuannya memberi peringatan kepada masyarakat agar
tidak mengalami pelayanan kesehatan seperti dirinya Tanpa hak mendistribusikan Matau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokurnen
elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik

3. Sehubungan dengan penerapan pasal 45 ayat satu undang undang nomor 23 tahun 2003
dalam kasus nyonya Veronika Tan bagaimana seharusnya menurut saudara jelaskan
Jawab:
Valencya dijadikan sebagai tersangka atas kasus KDRT yang melanggar pasal 45 ayat 1
UU Nomor 23 tahun 2004, yang menyebutkan bahwa “Setiap orang yang melakukan
perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).” Disini Valencya dituntut satu
tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum karena dianggap telah melakukan KDRT
secara psikis terhadap suaminya yang kerap mabuk-mabukan. Pendapat saya pengaturan
hukum terhadap KDRT secara psikis dalam Pasal 45 ayat 1 UU Nomor 23 tahun 2004
tepat, namun dalam kasus ini Jaksa Penuntut Umum menurut saya salah dalam
menerapkan hukum. Tindakan Valencya terhadap suaminya bukan merupakan KDRT
secara psikis sehingga Jaksa penuntut umum dalam menerapkan hukum tidak menjamin
tujuan hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.

4. Sehubungan dengan koorporasi selaku pelaku kejahatan. bagaimana asas supaya pelaku
ini tidak terlepas dari jerat hukum jelaskan.
Jawab:
Dalam dunia korporasi, supaya pelaku tidak terlepas dari jerat hukum, maka
pertanggungjawaban pidana korporasi dibebankan kepada pengurus korporasi sebagai
pembuatn dan sekaligus pihak yang bertanggungjawab. Disini diterapkan asas societas /
universitas delinquere non potest agar badan hukum tidak dapat melakukan tindak
pidana. Asas mengatakan bahwa sistem pertanggungjawaban dibatasi pada usaha-usaha
agar sifat tindak pidana yang dilakukan korporasi dibatasi pada perorangan. Pengurus
yang tidak memenuhi kewajiban diancam dengan pidana. Maka dari itu bukan korporasi
yang bertanggungjawab atas pemidanaan, namun agar tidak terlepas dari itu maka
penguruslah yang bertanggungjawab sehingga tidak terlepas dari jerat hukum. Selain itu
diterapkan juga asas pertanggungjawaban mutlak atau strict liability terhadap korporasi
yang diduga melakukan tindak pidana lingkungan hidup akan memberi implikasi dalam
pembuktian tindak pidana lingkungan hidup dipersidangan. Asas tanggung jawab mutlak
menjadi lebih mempermudah pembuktian oleh penuntut umum di dalam persidangan
karena penuntut umum tidak perlu membuktikan adanya kesalahan yang berbentuk
kesengajaan ataupun kelalaian dari korporasi yang melakukan tindak pidana. Disini
Penuntut umum tidak perlu membuktikan adanya mens rea dari korporasi juga motif dari
korporasi melakukan tindak pidana lingkungan hidup.
5. Sehubungan beberapa hukum acara pidana khusus yang menyimpang baik terhadap
Tipikor, perikanan dan lain lain bagaimana substansi maupun aparat nya jelaskan.

Jawab:
Tindak pidana merupakan suatu hal yang sering terjadi ditengah masyarakat dan menjadi
tanggungjawab bersama bagi masyarakat dan pemerintah untuk mengurangi terjadinya
tindak pidana, serta penerapan hukum yang terbaik atas pelakunya supaya ada efek jera
atas pelaku dan masyarakat. Persoalan yang terjadi ialah bahwa tindak pidana yang
merusak negara dan membuat rakyat sengsara dan melibatkan lebih dari satu orang.
Setiap kasus tindak pidana khususnya korupsi tidak mungkin dilakukan sendiri, pasti
melibatkan lebih dari satu orang. Pada penerapannya sering kali ditemukan bahwa
korupsi dilakukan secara bersama-sama sehingga menyulitkan pengusutan dan serba
kerahasiaan. Walaupun dilakukan secara bersama-sama, korupsi dilakukan dalam
kordinator kerahasian yang sangat ketat, sehingga koruptor berusaha semaksimal
mungkin menutupi apa yang telah dilakukannya. Kejaksaan, kepolisian, kehakiman
sebagai pilar penegak hukum dalam menghadapi beberapa hukum acara khusus yang
menyimpang harus benar- benar menyelidiki dan mengekan hukum agar tercapainya
kepastian dan keadilan hukum, seperti:
a. Mengoptimalkan upaya-upaya penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana
untuk menghukum pelaku dan menyelamatkan negara
b. Mencegah dan memberikan sanksi tegas terhadap penyalah-gunaan wewenang yang
dilakukan oleh Jaksa/Penuntut Umum dalam rangka penegakan hukum
c. Meningkatkan kerja sama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan dan Institusi Negara yang terkait dengan upaya penegakan hukum dan
pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi
Dalam Tindak Pidana Perikanan, yang menjadi penyidik dalam kasus tersebut, dibagi
menjadi tiga, yaitu:
a. Penyidik POLRI
b. Penyidik PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) yaitu Bea & Cukai
c. Penyidik Militer dari Angkatan Laut, hal ini bersifat khusus, hanya ada di Tindak
Pidana Perikanan, tidak ada di tindak pidana lain.
Dalam Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yang menjadi penyidik dalam kasus tersebut,
dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Penyidik POLRI
b. Penyidik Jaksa (dalam tindak pidana korupsi, selain menjadi penuntut, jaksa juga
bisa berperan sebagai penyidik dengan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi)
c. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), yang dalam hal ini hanya terdapat dalam
tindak pidana korupsi.

Anda mungkin juga menyukai