Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SUMBER HUKUM PIDANA RUANG LINGKUP BERLAKUNYA


HUKUM PIDANA

Disusun Oleh:
1. Eunike Dian Octavi (E0021149)
2. Hans Blix Baarixur Rahman (E0021188)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Sumber dan ruang lingkup berlakunya hukum
pidana" dengan tepat waktu.
Kami juga berterima kasih kepada dosen mata kuliah hukum pidana, Bapak Rehnalemken
Ginting karena memberi kesempatan kepada kami untuk memperdalam ilmu hukum pidana ini.
Pada kesempatan ini penulis diberi amanah oleh Bapak Ginting untuk membahas mengenai
sumber hukum pidana dan ruang lingkup berlakunya hukum pidana. Melalui tugas ini sekiranya
dapat menambah wawasan yang lebih dalam terkait pembahasan tersebut.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dari tata
penulisan atau ejaan yang kurang tepat. Selain itu mungkin kekurangan dari ketidaklengkapan
penulis dalam menyajikan materi yang dibahas. Oleh karena itu kami minta maaf dan kami
memohon untuk masukan dari teman-teman maupun dosen, agar makalah ini bisa lebih
sempurna.

Surakarta, 16 Maret 2022

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Pidana adalah salah satu bagian dari sistem hukum yang berlaku di sebuah
negara. Hal ini juga berlaku di Indonesia. Hukum akan selalu berkembang dalam mengikuti
perkembangan dunia. Hukum pidana memiliki subjek yaitu warga negara dan badan hukum.
Hukum pidana mengatur hukum publik, pelaku kejahatan yang menyebabkan kerugian publik,
akan dijatuhi hukuman yang sesuai dan melalui proses peradilan. Dalam pelaksanaan peradilan
juga melibatkan tokoh-tokoh yang ahli dalam bidangnya seperti jaksa, pengacara, dan hakim.
Dengan diberlakukannya sanksi yang berat, akan memberi efek jera bagi pelaku.

Di dalam berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi, politik, pertahanan sampai sosial
memerlukan sistem hukum untuk melindungi hak masing-masing. Kejahatan bisa terjadi dalam
segala bidang, maka dari itu, negara membutuhkan sistem hukum yang baik dalam menjalankan
dan melindungi hak dan kepentingan setiap individu. Berbagai upaya juga telah dilakukan
terhadap beberapa kasus yang belum pernah terjadi agar tercapainya ketertiban. Perlu adanya
sistem hukum yang kuat dan tidak mudah tergoyahkan. Dalam hukum pidana memiliki tujuan,
sumber, dan fungsi yang ingin dicapai. Tidak hanya tergantung pada visi misi, tetapi juga
tergantung dengan pelaksananya yaitu warga negara maupun penegak hukum. Jika banyak orang
menyadari dan mentaati hukum yang berlaku maka akan tercipta kehidupan yang tertib.

B. Permasalahan

Esensi dari hukum pidana itu sendiri ialah sebuah aturan atau norma-norma yang
memiliki kekuatan hukum yang mengikat tentang perbuatan seseorang (naturlijke persoon) atau
badan hukum (rechtpersoon) yang dilarang dilakukan dan dapat berakibat diberikannya ancaman
sanksi atas pelanggaran terhadap norma tersebut. Secara umum pengertian hukum pidana
memberikan gambaran bahwasanya siapa pun yang melakukan perbuatan dengan melawan
hukum akan diberikan ancaman sanksi pidana sesuai dengan aturan yang dibentuk. Perbuatan
seseorang yang dapat dikatakan melawan hukum itu harus sebagaimana diketahui asal atau
tempat untuk mencari dan menemukan sumber hukum yang berkekuatan tetap mengenai
perbuatan tersebut yang dapat diancam pidana. Selain itu juga hukum pidana harus dilandasi atas
keberlakuan suatu perbuatan yang mana berkaitan dengan kapan hukum pidana itu dapat berlaku,
dan di mana saja perbuatan tersebut dapat berlaku.
Berdasarkan hal tersebut, hukum pidana juga harus dilihat dari manakah sumber-sumber
hukum yang dapat berkekuatan tetap itu kemudian didukung dengan apa saja yang mencakupi
ke dalam ruang lingkup hukum pidana tersebut. Oleh karena itu, dapat dirumuskan permasalahan
mengenai materi yang akan dibahas sebagai berikut:
1. Darimanakah seseorang dapat menemukan sumber-sumber hukum di dalam hukum
pidana?
2. Apa saja yang termasuk ke dalam ruang lingkup berlakunya hukum pidana?
BAB II

PEMBAHASAN

1. Mengenai Sumber dalam Hukum Pidana


Hukum pidana Indonesia tersusun dalam sistem yang terkodifikasi dan sistem di luar
kodifikasi. Sistem yang terkodifikasi adalah apa yang termuat dalm KUHP. Di dalam KUHP
tersusun berbagai jenis perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana, perbuatan mana dapat
dihukum. Namun di luar KUHP, masih terdapat pula berbagai pengaturan tentang perbuatan apa
saja yang juga dapat dihukum dengan sanksi pidana. Berikut sumber-sumber hukum pidana di
Indonesia:

● Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);


● Undang-undang yang merubah / menambah KUHP;
● Undang-undang Hukum Pidana Khusus;
● Aturan-aturan pidana di luar Undang-undang Hukum Pidana.
● Hukum Adat
● Yurispridensi

Pada kenyataannya, sistem hukum Indonesia juga mengenal adanya tindak pidana di luar
KUHP. Inilah yang disebut sebagai tindak pidana khusus dalam arti sebenarnya. Contoh
undang-undang ini adalah Undang-undang Anti Korupsi, Undang-undang Money Laundrey, UU
Traficking dan lain sebagainya. Diatas adalah sumber hukum pidana secara tertulis, sedangkan
terdapat hukum kebiasaan/adat dan yurisprudensi sebagai sumber hukum pidana secara tidak
tertulis.

2. Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana

Manusia sebagai individu memiliki sifat keterbukaan sosial terhadap individu lain untuk
mencapai segala aspek kebutuhannya. Adapun tiap individu di dalam memenuhi kebutuhan
sosialnya memiliki keanekaragaman sifat dan watak. Jika di dalam keanekaragaman tersebut
menciptakan satu tujuan yang sama dengan individu lain maka individu tersebut akan
menimbulkan hubungan hukum yang baik. Acapkali, kepentingan manusia itu tidak menciptakan
suatu tujuan yang sama sehingga timbullah suatu perbuatan yang melawan hukum. Dengan
begitu, hukum muncul sebagai suatu sarana yang mengatur aturan-aturan atau norma yang ada di
masyarakat. Sepatutnya aturan tersebut bisa saja mencakupi aturan hukum yang berupa sanksi
pidana berupa tindakan melawan hukum.
Untuk menentukan individu tersebut bahwasanya melakukan suatu tindak pidana, tidak
serta-merta berlaku untuk setiap orang ataupun di setiap tempat. Akan tetapi di dalam
pemberlakuan perbuatan individu yang sudah diatur dalam norma hukum pidana harus dibatasi
oleh waktu dan tempat. Berlakunya hukum pidana menurut waktu berkaitan dengan kapan
hukum pidana tersebut berlaku, dan berlakunya hukum pidana menurut tempat menentukan
untuk siapa saja hukum pidana Indonesia tersebut berlaku dan di mana saja hukum pidana
Indonesia tersebut berlaku. 1
Seperti yang sudah diuraikan di atas, bahwa berlakunya hukum pidana yang mengatur
sanksi dari sebuah norma yang dilanggar, dibatasi pada dua hal penting, diantaranya:
1. Berlakunya Hukum Pidana Berdasarkan Waktu
“Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam
perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan”.2 Kutipan tersebut
merupakan bunyi dari Pasal 1 ayat (1) KUHP yang mana memberi arti bahwa suatu
perbuatan itu tidak boleh diancam pidana jika perbuatan tersebut belum diatur terlebih
dahulu di dalam undang-undang. Ketentuan ini juga merupakan wujud dari keberadaan
asas legalitas dalam hukum pidana Indonesia.
Terkait keberadaan asas legalitas ini bahwasanya terdapat makna atau
konsekuensi yang dikemukakan oleh para ahli hukum pidana. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Sudarto bahwa asas legalitas memiliki dua makna.3 Makna pertama
yang beliau katakan yaitu perbuatan seseorang yang tidak tercantum dalam
undang-undang sebagai suatu tindak pidana tidak dapat dipidana dan adanya larangan
penggunaan analogi untuk membuat suatu perbuatan menjadi suatu tindak pidana
sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang. Beralih ke makna yang kedua beliau
mengatakan bahwa hukum pidana tidak boleh berlaku surut. Makna asas legalitas yang

1
I Ketut Mertha, Buku Ajar Hukum Pidana (lihat hal 39)
2
KUHP
3
Hiariej, Eddy O.S. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. Revisi ed., Yogyakarta, Cahaya Atma Pustaka, 2014.
(lihat hal 74)
dikemukakan oleh Sudarto ini sejalan dengan pendapat Enschede dan Wirjono
Prodjodikoro yang memiliki konsep yang sama.
Perihal makna asas legalitas yang telah dijelaskan oleh Sudarto lebih jelasnya
bahwa tindak pidana itu harus dalam bentuk perundangan (lex carta) yang mana semua
ketentuan pidana harus tertulis. Dengan kata lain, baik perbuatan yang dilarang maupun
pidana yang diancam terhadap perbuatan yang dilarang harus tertulis secara expressiv
verbis dalam undang-undang dan tidak boleh menjatuhkan pidana hanya berdasarkan
hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan.4 Adapun juga rumusan perbuatan pidana
harus jelas sehingga tidak beranalogi yang mana dikhawatirkan akan terjadi
kesewenang-wenangan dan membahayakan bagi kepastian hukum.
Selain itu ketentuan-ketentuan yang ada di dalam hukum pidana tidak boleh
berlaku surut (non-retroaktif). Hal ini sudah tercantum di dalam pasal 28i
Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945:
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”.
Ketentuan tersebut demi menjamin:
1. Kebebasan individu dari ancaman penguasa.
2. Kepastian Hukum.
3. Adanya paksaan psikis bagi pelaku agar tidak melakukan perbuatan yang
dilarang.
2. Berlakunya Hukum Pidana Berdasarkan Tempat
Penetapan aturan hukum di mana tiap pelanggarnya diancam dengan hukuman
dapat dilihat dari wilayah berlakunya aturan tersebut. Hal ini digunakan untuk
menetapkan berlakunya suatu aturan hukum yang sah. Dengan begitu terdapat beberapa
asas yang mana mendukung dari berlakunya hukum pidana menurut wilayah berlakunya
tindak pidana di suatu tempat, diantaranya:
1. Asas Teritorialitas

4
Ibid no 3 (lihat hal 78)
Prinsip teritorialitas didasari atas suatu perbuatan pidana yang dilihat dari
wilayah terjadinya tindak pidana baik itu di darat, laut, maupun udara. Hukum
pidana dapat berlaku jika memang suatu wilayah tersebut memang mengatur hal
yang sedemikian rupa. Hal itu menjadi hak kepentingan suatu wilayah untuk
menindak para pelanggarnya dengan diancam sanksi atau hukuman pidana.
Sebagaimana halnya Indonesia yang termasuk ke dalam suatu wilayah mengatur
mengenai asas teritorialitas pada pasal 2-3 KUHP.
Pada pasal 2 KUHP sebagaimana dikatakan “Ketentuan pidana dalam
undang-undang Indonesia berlaku bagi tiap orang yang dalam wilayah Indonesia
melakukan tindak pidana”.5 Melalui pasal ini dapat diartikan bahwa semua tindak
pidana yang dilakukan dalam wilayah Indonesia maka berlakulah KUHP tanpa
memandang kedudukan seseorang itu WNA/WNI. Inti dari pada asas teritorialitas
juga diperluas dengan adanya pasal 3 KUHP sebagaimana dikatakan “Aturan
pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang
melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia”.6 Pasal tersebut memberi
interpretasi bagi prinsip teritorialitas yang mana wilayah berlakunya hukum
pidana di Indonesia mencakupi wilayah darat, udara, maupun laut. Apabila
perbuatan pidana dilakukan di dalam wilayah darat, laut, udara Indonesia maka
KUHP juga berlaku.
2. Asas Nasional Aktif
Secara umum asas nasional aktif sama dengan asas personalitas dalam
hukum internasional yang artinya ketentuan peraturan hukum pidana nasional
berlaku juga bagi semua tindak pidana yang dilakukan warga negara tersebut di
luar kewarganegarannya. Asas ini didasari pada kewarganegaraan pembuat delik.
Untuk penjelasan lebih rincinya bahwa asas nasional aktif ini mengatur ketentuan
peraturan hukum pidana yang berlaku bagi WNI yang melakukan tindak pidana di
luar wilayah Indonesia. Termaktub di dalam pasal 5 yang mana berbunyi:7
Ayat 1 “Aturan pidana dalam perundanga-undangan Indonesia berlaku
bagi warga negara yang di luar Indonesia melakukan:

5
Ibid no 2
6
Ibid no 2
7
Ibid no 2
Ke-1. Salah satu kejahatan tersebut dalam Bab I dan Bab II Buku kedua dengan
pasal 160, 161, 240, 279, 450, 451 (Perbuatan yang pasti bukan kriminal di negara
lain
Ke-2 Salah satu perbuatan yang oleh suatu aturan pidana dalam
perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan sedangkan menurut
perundang-undangan negara di mana perbuatan dilakukan, diancam dengan
pidana.”
Ayat 2 “Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 bagian
dua dapat dilakukan juga jika terdakwa menjadi warga negara sesudah melakukan
perbuatan. Pada ayat kedua ini sebagaimana merupakan perluasan asas nasional
aktif yang mana penuntutan dapat dilakukan apabila tersangka baru saja menjadi
warga negara Indonesia setelah melakukan perbuatan tersebut.
3. Asas Nasional Pasif
Asas ini memberlakukan KUHP terhadap siapapun baik WNI ataupun
warga negara asing yang melakukan perbuatan tindak pidana diluar negara
Indonesia pantas dihukum oleh pengadilan negara Indonesia sepanjang perbuatan
tersebut melanggar kepentingan negara Indonesia. Sesuai dengan asas ini
sekiranya perbuatan yang menyerang kepentingan negara di luar wilayah
Indonesia diperluas lagi kepada pelaku tindak pidana baik WNI atau WNA
sekalipun. Perbuatan tersebut yang kiranya diatur dalam pasal 4 KUHP:8
1. Salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, 108, dan 131.
2. Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan
oleh negara atau bank ataupun mengenai materai yang dikeluarkan dan
merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia.
3. Pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia,
atas tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula
pemalsuan talon, tanda deviden atau tanda bunga, yang mengikuti atau
sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut,
atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan,
seolah-olah asli dan tidak dipalsu.

8
Ibid no 2
4. Salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444-446 tentang
pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada
kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat
udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf l, m, n dan o tentang
kejahatan yang mengancam keselamtan penerbangan sipil.
Lebih jelasnya kejahatan-kejahatan yang terkait dengan asas nasional pasif
diantaranya:
1. Kejahatan terhadap keamanan negara.
2. Kejahatan terhadap materai.
3. Pemalsuan surat beharga ataupun mata uang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat dipahami bahwasanya hukum pidana
memiliki sumber-sumber hukum yang mutlak beserta dengan berlakunya suatu pidana tersebut.
Terdapat beberapa sumber dalam hukum pidana yang berkekuatan tetap antara lain KUHP,
Undang-Undang pidana khusus di luar KUHP, serta Yurisprudensi. Sumber hukum di dalam
KUHP memuat perbuatan pidana yang digolongkan sebagai tindak pidana dalam bentuk
kodifikasi (sudah dibukukan). Selain itu, KUHP tidak serta merta memenuhi semua perbuatan
pidana yang diatur di dalamnya. Oleh karena itu, muncul Undang-Undang pidana khusus di luar
KUHP serta Yurisprudensi yang merupakan sebuah putusan hukum yang dikeluarkan oleh
pengadilan berupa hakim dengan melakukan rechtsvinding (penemuan hukum).
Adapun pada pembahasan tersebut menyinggung tentang berlakunya hukum pidana yang
terbagi atas waktu dan tempat. Menurut waktu berlakunya hukum pidana dijelaskan dengan asas
legalitas yang mana disimpulkan asas tersebut memiliki fungsi melindungi dan instrumensi.
Terkait dalam melindungi artinya undang-undang pidana melindungi rakyat terhadap kekuasaan
yang tanpa batas dari pemerintah. Pada fungsi instrumentasinya bahwa di dalam batas yang
ditentukan undang-undang, pelaksanaan kekuasaan oleh pemerintah tegas-tegas diperbolehkan.
Sementara menurut tempat berlakunya hukum pidana dapat dipahami dengan asas teritorialitas
(dilihat di mana perbuatan pidana itu berlangsung), asas nasional aktif (perbuatan tindak pidana
yang dilakukan oleh WNI di luar wilayah kenegaraan), serta asas nasional pasif (perbuatan
tindak pidana yang dilakukan WNI/WNA yang meyerang kepentingan negara).

3.2 Saran
Dengan demikian agar dapat dipahami lebih lanjut oleh pembaca, diharapkan untuk
menganalisis mengenai permasalahan dalam sebuah kasus pidana. Sekiranya melihat sebuah
kasus dengan membaca lalu mengidentifikasi bagaimana terkait sumber hukumnya atau dalam
penerapan berlakunya hukum pidana dengan berdasarkan waktu atau tempatnya. Melalui hal
tersebut, maka pemahaman dasar pembaca mengenai topik pembahasan ini dapat lebih luas lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Hiariej, Eddy O.S. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. Revisi ed., Yogyakarta, Cahaya Atma

Pustaka, 2014.

Indonésie. KUHP: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bumi Aksara, 1996.

Mertha, I. Ketut. Buku Ajar Hukum Pidana. Denpasar, Fakultas Hukum Universitas Udayana,

2016,

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/424c6f6b9a703073876706bc97

93eeda.pdf. Accessed 15 Maret 2022.

Anda mungkin juga menyukai