Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HUKUM ACARA DI INDONESIA

DISUSUN OLEH:

DEPTIAN OKA PRAYONGGA


29.0347

PRAKTEK PERPOLISIAN TATA PAMONG


FAKULTAS HUKUM TATA PEMERINTAHAN
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hukum Acara Di
Indonesia” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
yang diberikan oleh Dosen Mata Kuliah

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh dari
buku referensi serta artikel-artikel di internet yang berkaitan dengan definisi, tujuan dan
prinsip/asas asas hukum acara perdata dan pidana, tak lupa saya mengucapkan terima kasih
kepada dosen mata kuliah Dr. Selamat Jallaludin, S.Pi, SH, MM atas bimbingan dan arahannya.
Juga kepada rekan-rekan praja yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah
ini.

Saya harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini
dapat menambah wawasan kita mengenai hukum acara di indonesia yang ditinjau dari aspek
hukum acara perdata dan pidana di Indonesia. Saya sadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, maka saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
perbaikan menuju arah yang lebih baik.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum perdata adalah aturan-aturan hukum yang mengaturtingkah laku setiap orang
terhadap orang lain yang berkaitan dengan hakdan kewajiban yang timbul dalam pergaulan
masyarakat maupunpergaulan keluarga atau Hukum perdata adalah hukum yang mengatur
hubungan antar perorangan di dalam masyarakat luas. Hukum perdata merupakan hukum
yang sangat berkaitan dengan hubungan antar orang-perorangan, seperti misalnya hukum
perkawinan yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan yang
didalamnya berupa perkawinan yang sah dan tidak sah, hubungan hukum antara suami dan
istri, hubungan hukum antara wali dan anak, harta benda dalam perkawinan, perceraian, serta
akibat-akibat hukumnya ; hukum kewarisan.Dan juga mengatur masalah kebendaan dan hak-
hak atas benda, aturan mengenai jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, persyarikatan
(kerja sama bagi hasil ), pengalihan hak, dan segala yang berkaitan dengan transaksi.

Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum yang demokratis,
berdasarkan pancasila dan UUD 1945, bukan berdasarkan atas kekuasaan semata-mata. Maka
dari itu, Indonesia membutuhkan yang namanya sebuah hukum yang hidup atau yang
berjalan, dengan hukum itu diharapkan akan terbentuk suasana yang tentram dan teratur bagi
kehidupan masyarakan Indonesia. Tak lepas dari itu, hukum tersebut juga butuh ditegakkan,
demi membela dan melindungi hak-hak setiap warga Negara.

Hukum Acara Pidana adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur bagaimana
Negara dengan menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya untuk
memidana atau membebaskan pidana. Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur
tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan
umum,perbuatan mana yang di ancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan
atau siksaan.

Pentingnya hukum pidana bagi masyarakat agar masyarakat tidak berlaku semena-
mena terhadap individu satu dengan individu lainya adapun fungsi hukum pidana, Fungsi
utama hukum adalah memerangi kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat. Ilmu hukum
pidana dan perundang-ndangan hukum pidana harus memperhatikan hasil-hasil penelitian
antropologis dan sosiologis. Pidana merupakan suatu alat yang paling ampuh yang dimilki
negara untuk memerangi kejahatan namun pidana bukan satu-satunya alat,sehingga pidana
jangan diterapkan terpisah,melainkan selalu dalam kombinasi tindakan-tindakan preventif.
Didalam KUHAP disamping mengatur ketentuan tentang cara proses pidana juga
mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang yang terlibat proses pidana. Proses pidana
yang dimaksud adalah tahap pemeriksaan tersangka (interogasi) pada tingkat penyelidikan,
penyidikan sampai kepada putusan hakim.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian hukum acara perdata dan pidana?


2. Apa tujuan hukum acara perdata dan pidana di Indonesia?
3. bagaimana bentuk asas-asas hukum acara perdata dan pidana di Indonesia?

1.3 Tujuan

1. Memahami tentang hukum acara perdata dan pidana di Indonesia


2. Memahami prinsip-prinsip hukum acara perdata dan pidana di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
HUKUM ACARA PERDATA

A. Pengertian Hukum Acara Perdata

Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Djojodiguno sebagai
terjemahan dari bahasa Belanda yaitu pada masa pendudukan Jepang. Di samping istilah
itu, sinonim hukum perdata adalah civielrecht dan privatrecht. Para ahli memberikan
batasan hukum perdata, seperti berikut.

Van Dunne mengartikan hukum perdata, khususnya pada abad ke -19 adalah,
“Suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat esensial bagi kebebasan
individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum
publik memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi”.

Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum perdata adalah, “Aturan-
aturan atau norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan
perlindungan pada kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang tepat antara
kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu
masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu
lintas”

Hukum perdata merupakan salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan
kewajiban yang dimiliki subjek hukum. Subjek adalah pelaku. Subjek hukum ada dua,
yaitu manusia dan badan hukum (PT, firma, yayasan, dan sebagainya). Hukum perata ada
karena kehidupan seseorang didasarkan pada adanya suatu “hubungan” bagi hubungan
berdasarkan kebendaan atau hubungan yang lain.

Manusia. Hukum perdata bertujuan untuk mengatur hubungan di antara penduduk


atau warga Negara sehari-hari, seperti kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian,
kematian, waris,harta benda, kegiatan usaha, dan tindakan bersifat perdata lainnya.
Karena hukum perdata “rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan
hukumantara orang yang satu dan orang lain dengan menitikberatkan pada kepentingan
perseorangan “
Hukum perdata merupakan ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku
manusia dalam memenuhi kepentingannya serta membatasi kehidupan manusia atau
seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingannya. Hukum perdata
juga disebut hukum privat atau hukum sipil (Civil Law)

.Hukum privat adalah hukum yang baik materi maupun prosesnya didasarkan
kepada kepentingan pribadi-pribadi. Misalnya ketika terjadi transaksi jual beli rumah,
kedua belah pihak berhak untuk menentukan metode pembayaran, apakah kontan atau
kredit. Jual beli ini merupakan urusan pribadi sehingga institusi public seperti polisi atau
jaksa tidak berhak untuk ikut campur dalam prosesnya. Jadi, ketika ditemukan masalah
perdata dan polisi atau jaksa turut campur dalam kasus tersebut (dengan membawa baju
institusinya), maka tindakan aparat tersebut patut dicurigai. Namun ketika terjadi
penipuan, misalnya rumah dijual bukan hak milik si Penjual, maka kasus ini bisa
dilaporkan ke polisi.

Hukum perdata menentukan, bahwa didalam perhubungan antar mereka,orang


harus meundukan diri kepada apa saja dan norma-norma apa saja yang harus mereka
indahkan. Dalam hal ini hukum perdata memberikan wewenang-wewenang disatu pihak
dan di lain pihak iamembebankan kewajiban-kewajiban, yang pemenuhannya dan justru
ini adalah inti aturan hukum, jika perlu dapat dipaksakandengan bantuan penguasa

Definisi Menurut para Ahli

1. Sri Sudewi Masjchoen Sofwan


Hukum yang mengatur kepentingan warga negara perseorangan yang satu dengan
perseorangan yang lainnya.

2. Prof. Soediman Kartohadiprodjo, S.H.


Hukum yang mengatur kepentingan perseorangan yang satu dengan perseorangan
yang lainnya.

3. Sudikno Mertokusumo
Hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan kewajibanperseorangan yang
satu terhadap yag lain didalam lapangan berkeluarga dan dalam pergaulan
masyarakat.

4. Prof. R. Soebekti, S.H.Semua hak yang meliputi hukum privat materiil yang
mengaturkepentingan perseorangan.

Pengertian Hukum Perdata Material dan Formal-

Hukum Perdata Material


Pengertian hukum perdata material adalah menerangkan perbuatan- perbuatan
apa yang dapat dihukum serta hukuman-hukuman apa yang dapat dijatuhkan. Hukum
materil menentukan isi sesuatu perjanjian, sesuatu perhubungan atau sesuatu
perbuatan. Dalam pengertian hukum materil perhatian ditujukan kepada isi peraturan.

Hukum Perdata Formal


Pengertian hukum perdata formil adalah menunjukkan cara mempertahankan
atau menjalankan peraturan-peraturan itu dan dalam perselisihan maka hukum formil
itu menunjukkan cara menyelesaikan di muka hakim. Hukum formil disebut pula
hukum Acara. Dalam pengertian hukum formil perhatian ditujukan kepada cara
mempertahankan/ melaksanakan isi peraturan.

B. Tujuan Hukum Perdata

Tujuan Hukum perdata adalah memberikan perlindungan hukum untuk mencegah


tindakan main hakim sendiri dan untuk menciptakan suasana yang tertib.Atau dengan
kata lain tujuan hukum perdata adalah untuk mencapai suasan yang tertib hukum dimana
seseorang mempertahankan haknya melalui lembaga peradilan sehingga tidak terjadi
tindakan sewenang-wenang.

Kesadaran akan hak keperdataan orang lain


Masyarakat harus memiliki kesadaran atas hak keperdataan orang lain. Karena dalam
KUHPerdata mengatur tentang “kepentingan seorang orang tertentu seperti hak pakai
hasil,hak mana menjadi hapus dengan kematian orang yang berhak memakai hasil
tersebut”. Hak kebendaan atas benda orang lain juga dapat diberikan kepada orang
tertentu dengan kemungkinan penyerahan dan peralihan hak. Maka dari itu,semuanya
telah diatur dalam KUHPerdata dalam perihal hak kebendaan seseorang agar tidak terjadi
penyelewengan hak.

C. Asas-asas Hukum Acara Perdata

1. Asas Kebebasan Berkontrak


Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian
apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur
dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).
2. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt Pada
pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya
kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang
menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal
melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah
persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.

3. Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan
mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara
mereka dibelakang hari.

4. Asas Kekuatan Mengikat


Asas kekuatan mengikat ini adalah asas yang menyatakan bahwa perjanjian hanya
mengikat bagi para pihak yang mengikatkan diri pada perjanjian tersebut dan sifatnya
hanya mengikat.

5. Asas Persamaan hukum


Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum yang
mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam
hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya, walaupun
subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.

6. Asas keseimbangan
adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan
perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika
diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun
debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad
baik

7. Asas Kepastian Hukum,


Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan
asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda
merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak
yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka
tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para
pihak.

8. Asas Moral
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari
seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak
debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan
dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk
meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan
motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan
pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.
9. Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus
dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak
debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.Asas-asas inilah yang menjadi
dasar pijakan dari para pihak dalam menentukan dan membuat suatu
kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa keseluruhan asas diatas merupakan hal penting dan mutlak harus
diperhatikan bagi pembuat kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu
kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.

10. Asas Kepatutan.


Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPdt. Asas ini berkaitan dengan
ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat
perjanjiannya

11. Asas Kepribadian (Personality)


Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan
melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja.
Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt.

12. Asas Itikad Baik (Good Faith)


Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi:
“Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa
para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak
berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para
pihak.
BAB III
PEMBAHASAN
HUKUM ACARA PIDANA

A. Pengertian Hukum Acara Pidana


Hukum Acara Pidana adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang
mengatur tata cara aparatur negara yang berwenang melaksanakan dan mempertahankan
hukum pidana material yang dilanggar. Asas dalam hukum acara pidana memiliki
perbedaan dengan hukum acara perdata, salah satunya yaitu pada hukum acara pidana
hakim bersifat aktif, tidak pasif.

Hukum acara pidana merupakan bagian dari hukum pidana dalam arti luas yang
terdiri dari hukum pidana material dan hukum pidana formal. Hukum pidana material
mengatur tentang perbuatan yang dilarang dan diharuskan, siapa yang melanggar
larangan atau keharusan diancam dengan hukuman atau pemidanaan. Hukum acara
pidana juga disebut sebagai hukum pidana formal adalah keseluruhan peraturan atau
norma hukum yang mengatur tata cara aparatur negara yang berwenang (kepolisian,
kejaksaan, pengadilan) Melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana material yang
dilanggar.

Menurut R. Soeroso “Hukum acara adalah kumpulan ketentuan-ketentuan dengan


tujuan memberikan pedoman dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi
perkosaan atas suatu ketentuan hukum dalam hukum materiil yang berarti memberikan
kepada hukum acara suatu hubungan yang mengabdi kepada hukum materiil”.
Demikian pula menurut Moelyatno dengan memberikan batasan tentang
pengertian hukum formil (hukum acara) adalah “hukum yang mengatur tata cara
melaksanakan hukum materiel (hukum pidana), dan hukum acara pidana (hukum pidana
formil) adalah hukum yang mengatur tata cara melaksanakan/ mempertahankan hukum
pidana materiel.”
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Undang-undang No. 8 Tahun
1981) tidak disebutkan secara tegas dan jelas tentang pengertian atau definisi hukum
acara pidana itu, namun hanya dijelaskan dalam beberapa bagian dari hukum acara
pidana yaitu antara lain pengertian penyelidikan/penyidikan, penuntutan, mengadili,
praperadilan, putusan pengadilan, upaya hukum, penyitaan, penggeledahan,
penangkapan, penahanan dan lain sebagainya.
Secara singkat dikatakan, bahwa hukum acara pidana adalah hukum yang
mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan atau menyelenggarakan hukum
pidana materiel, sehingga memperoleh keputusan hakim dan cara bagaimana isi
keputusan itu harus dilaksanakan.

B. Tujuan Hukum Acara Pidana


Hukum pidana merupakan ilmu pengetahuan hukum,oleh karena itu peninjauan
bahan-bahan mengenai hukum pidana terutama dilakukan dari sudut pertanggungan
jawab manusia tentang ‘perbuatan yang dapat dihukum” kalau seorang melanggar
peraturan pidana,maka akibatnya adalah bahwa orang itu dapat dipertanggungjawabkan
tentang perbuatannya itu sehingga ia dapat dikenakan hukuman (kecuali orang gila,di
bawah umur dsb).
Tujuan hukum pidana itu memberi sistem dalam bahan-bahan yang banyak dari
hukum itu:asas-asas dihubungkan satu sama lain sehingga dapat dimasukkan dalam satu
sistem.Penyelidikan secara demikian adalah dogmatis juridis. Sebagai ilmu pengetahuan
pembantu hukum pidana,kriminologi menyelidiki sebab-sebab kejahatan itu dari sudut
masyarakat dan sebagai alat penyelidikannya.

C. Asas-asas Hukum Acara Pidana


Adapun asas-asas yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat dan martabat
manusia yang ditegakkan, sebagaimana termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP), antara lain sebagai berikut:

(1) Asas persamaan di depan hukum (equality before the law)


artinya setiap orang diperlakukan sama dengan tidak memperbedakan tingkat sosial,
golongan, agama, warna kulit, kaya, miskin, dan lain-lainnya di muka Hukum atau
pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang (Pasal 4
ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009).

(2) Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan,
karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa
seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang
didakwakan atas dirinya (Pasal 6 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009)

(3) Asas perintah tertulis dari yang berwenang, artinya segala tindakan mengenai
penangkapan, penahanan, penggeladahan, penyitaan hanya dapat dilakukan berdasarkan
perintah tertulis oleh pejabat yang berwenang oleh undang-undang (Pasal 7 UU No. 48
Tahun 2009).

(4) Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence), artinya setiap orang yang
ditangkap, ditahan dan dituntut dan/ atau dihadapkan di depan pengadilan, wajib
dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 8 ayat (1) UU No. 48
Tahun 2009)

(5) Asas pemberian ganti rugi dan rehabilitasi atas salah tangkap, salah tahan dan salah
tuntut, mengadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai
orangnya (error in persona) atau hukum yang diterapkannya berhak menuntut ganti
kerugian dan rehabilitasi. (Pasal 9 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009)

(6) Asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan atau lazim disebut
contante justitie (Pasal 2 ayat (4) jo Pasal 4 ayat (4) UU No. 48 Tahun 2009).

(7) Asas memperoleh bantuan hukum seluas-luasnya, artinya bahwa setiap orang wajib
diberikan kesempatan untuk memperoleh bantuan hukum pada tiap tingkatan
pemeriksaanguna kepentingan pembelaan.28 (Pasal 56 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009).
(8) Asas wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum dakwaan, serta hak-haknya termasuk
hak menghubungi dan meminta bantun penasihat hukum.

(9) Asas hadirnya terdakwa, artinya pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara
pidana dengan hadirnya terdakwa. (Pasal 12 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009)

(10) Asas pemeriksaan terbuka untuk umum, artinya pengadilan dalam pemerik-saan perkara
terbuka untuk umum, jadi setiap orang diperbolehkan hadir dan mendegarkan
pemeriksaan dipersidangan (Pasal 13 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009). Tujuannya adalah
untuk memberikan perlindungan hak-hak asasi manusia dalam bidang peradilan, serta
untuk lebih menjamin objektivitas peradilan dengan mempertanggungjawabkan
pemeriksaan yang fair tidak memihak, serta putusan yang adil kepada masyarakat.

(11) Asas pembacaan putusan, yaitu semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai
kekuataan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. (Pasal 13 ayat (2)
UU No.48 Tahun 2009)

(12) Asas pemeriksaan Hakim yang langsung dan lisan, artinya langsung kepada terdakwa dan
tidak secara tertulis antara hakim dengan terdakwa (Pasal 154 KUHAP dan seterusnya)

(13) Asas putusan harus disertai alasan-alasan, artinya segala putusan pengadil-an selain harus
memuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dan peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan
dasar untuk mengadili. (Pasal 50ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009)

(14) Asas tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat
pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang
dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas
dirinya. (Pasal 10 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009)[6]

(15) Asas pengadilan wajib memeriksa, mengadili dan memutus perkara, artinya pengadilan
tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang
diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas. (Pasal 10 ayat (1) UU No.
48 Tahun 2009)

(16) Asas pengawasan pelaksanaan putusan, artinya dalam menjalankan putusan pidana,
Ketua Pengadilan Negeri wajib mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap Pasal 55 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009).
Selain asas-asas yang tersurat dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana,
terdapat asas-asas yang secara tersirat dalam KUHAP, yaitu:

(1). Asas oportunitas dalam penuntutan, artinya meskipun terdapat bukti cukup untuk
mendakwa seorang melanggar suatu peraturan hukum pidana, namun Penuntut Umum
mempunyai kekuasaan untuk mengenyampingkan perkara yang sudah terang
pembuktiannya dengan tujuan kepentingan negara atau umum (mendeponeer).

(2) Asas kejaksaan sebagai penuntut umum dan polisi sebagai penyidik, artinya dalam
perkara pidana yang penuntutannya tidak tergantung pada/dari kehendak perseorangan,
bahwa yang memajukan perkara ke muka hakim pidana adalah pejabat lain dari pejabat
penyidik.

(3) Asas praperadilan, artinya pemeriksaan dan putusan tentang sahnya atau tidaknya
penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan, ganti rugi
atau rehabilitasi bagi seorang yang berperkara pidana-nya dihentikan pada tingkat
penyidikan atau penuntutan.

(4) Asas pemeriksaan secara langsung, artinya dalam pemeriksaan perkara pidana, Hakim
Pidana seberapa boleh harus boleh berhubungan langsung dengan terdakwa, yang berarti
Hakim harus mendengar sendiri terdakwa, tidak cukup dengan adanya surat-surat
pencatatan yang memuat keterangan-keterangan terdakwa di muka penyidik. Asas ini
berlaku bagi saksi-saksi dan saksi ahli dan dari siapa akandiperoleh keterangan-
keterangan yang perlu yang memberikan gambaran apa yang benar-benar terjadi.

(5) Asas personalitas aktif dan asas personalitas passif, artinya dimungkinkan tindak
pidana yang dilakukan di luar wilayah Republik Indonesia dapat diadili menurut hukum
pidana Republik Indonesia.
BAB IV
KESIMPULAN

Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar individu dalam
pergaulan masyarakat. Jadi, hukum perdata adalah hukum pokok yang mengatur
kepentingan-kepentingan perorangan. Dalam [eradilan hukum perdata diutamakan
perdamaian karena hukum perdata itu tidak hanya difungsikan untuk menghukum
seseorang, tetapi juga sebagai alat untuk mendapatkan keadilan dan perdamaian.

Hukum Acara Pidana adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur bagaimana
Negara dengan menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya untuk
memidana atau membebaskan pidana. Hukum Pidana, sebagai salah satu bagian
independen dari Hukum Publik merupakan salah satu instrumen hukum yang sangat
urgen eksistensinya sejak zaman dahulu. Hukum ini ditilik sangat penting eksistensinya
dalam menjamin keamanan masyarakat dari ancaman tindak pidana, menjaga stabilitas
negara dan (bahkan) merupakan “lembaga moral” yang berperan merehabilitasi para
pelaku pidana. Hukum ini terus berkembang sesuai dengan tuntutan tindak pidana yang
ada di setiap masanya.
DAFTAR PUSTAKA

http://nabilahfairest.multiply.com/journal/item/45?&show_interstitial1&u=%2Fjournal%2Fitem

http://joeniarianto.files.wordpress.com/2008/07/microsoft powerpointhk-perdata.pdf

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul

https://cszoel.wordpress.com/2012/04/20/tujuan-penegakan-hukum-perdata-materiil/

https://www.slideshare.net/nisa1791/hukum-perdata-162561899

https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1203005032-2-Bab%20I.pdf

https://nurrunjamaludin.wordpress.com/makalah-hukum/makalah-hukum-perdata/

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: CV Sapta Artha Jaya, 1996)

Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983)

https://repository.unsri.ac.id/19661/2/isi_12.pdf

http://eprints.ums.ac.id/55421/3/BAB%20I.pdf

Anda mungkin juga menyukai