PENDAHULUAN
Hukum merupakan sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi, dan
masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial
antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan
cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi
penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara
perwakilan mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali dari
pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam
kegiatan mulai dari perdagangan, lingkungan, peraturan atau tindakan militer. Dengan adanya
hukum diharapkan menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih teratur dengan perlindungan
setiap individu agar tidak menisdas individu lainnya.
Dalam Hukum itu sendiri dikelompokan dalam berbagai jelis hukum yang pertama lahir adalah
hukum pidana dan hukum perdata. Seiring dengan perkembangan zaman mulai muncul bagian-
bagian hukum yang lain seperti Hukum Tata Negara, Hukum Perdagangan dan lain sebagainya yang
merupakan pecahan dari hukum perdata. Sementara itu dalam Hukum Pidana sendiri kemudian
lahir hukum pidana yang bersifat umum dan hukum yang bersifat khusus, hukum humaniter. Ada
pula Hukum yang memuat terkait pemidaan dan juga perdata dalam suatu aturan perundang-
undangan. Meskipun mengalami berbagai perubahan, pada hakekatnya hukum pidana memiliki ciri
khas khusus melalui karakteristik yang akan banyak dibahas dalam BAB ini.
Pada dasarnya, kehadiran hukum pidana di tengah masyarakat dimaksudkan untuk
memberikan rasa aman kepada individu maupun kelompok dalam masyarakat dalam melaksanakan
aktiitas kesehariannya. Rasa aman yang dimaksudkan dalam hal ini adalah perasaan tenang, tanpa
ada kekhawatiran akan ancaman ataupun perbuatan yang dapat merugikan antar individu dalam
masyarakat. Kerugian sebagaimana dimaksud tidak hanya terkait kerugian. Sebagaimana yang kita
pahami dalam istilah keperdataan, namun juga mencakup kerugian terhadap jiwa dan raga. Raga
dalam hal ini mencakup tubuh yang juga terkait dengan nyawa seseorang, jiwa dalam hal ini
mencakup perasaan atau keadaan psikis. Istilah hukum pidana merupakan terjemahan dari istilah
bahasa Belanda strafrecht Straf berarti pidana, dan recht berarti hukum. Apabila dilihat secara
historis, menurut Wirjono Prodjodikoro bahwa istilah hukum pidana itu dipergunakan sejak
pendudukan Jepang di Indonesia untuk pengertian strafrecht dari bahasa Belanda, dan untuk
membedakannya dari istilah hukum perdata untuk penger tian burgerlijkrecht atau privaatrecht
dari bahasa Belanda (Wirjono Prodjodikoro, 1989)
Pada prinsipnya ada dua pengertian yang berbeda tentang Hukum Pidana, yang
disebut dengan ius poenale dan ius puniendi. Ius poenale merupakan pengertian Hukum
Pidana yang obyektif. Hukum Pidana dalam pengertian ini menurut Mezger adalah ,
“Aturan-aturan hukum yang mengikatkan pada suatu perbuatan tertentu yang memenuhi
syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana”.(Sudarto,1974)
Sementara itu Hazewinkel–Suringa memberikan pengertian yang lebih luas,
dikatakannya Hukum pidana tersebut meliputi :
a. perintah dan larangan, yang atas pelanggarannya telah ditentukan ancaman sanksi
terlebih dahulu telah ditetapkan oleh lembaga negara yang berwenang,
b. Aturan-aturan yang menentukan bagaimana atau dengan alat apa negara dapat
memberikan reaksi pada mereka yang melanggar aturan-aturan tersebut,
c. Kaidah-kaidah yang menentukan ruang lingkup berlakunya peraturan-peraturan
tersebut pada waktu tertentu dan di wilayah negara tertentu.3
Demikian pula dengan Muljatno mengatakan, hukum pidana memberikan dasar-
dasar dan aturan-aturan untuk :
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan , yang
dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi
barang siapa melanggar larangan tersebut
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar
larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaiman telah
diancamkan
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan
apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
(Mulyatno,1980)
Pengertian hukum pidana obyektif di atas menunjukkan adanya dua sisi dalam hukum
pidana, yaitu sisi yang mengatur tentang aturan perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang
serta orang yang melanggar larangan tersebut, dan ancaman pidananya, disebut dengan
hukum pidana substantif atau hukum pidana materiil. Sementara disisi yang lain mengatur
tentang bagaimana negara yang memiliki hak dalam melaksanakan proses peradilan untuk
menjalankan penuntutan, mengadili dan melaksanakan pidana terhadap orang yang
bersalah, disebut dengan hukum pidana formil.
Dua macam hukum pidana tersebut tidak dapat dipisahkan dalam upaya penegakkan
hukum pidana. Hukum pidana materiil mengatur tentang prinsip kesalahan (guilt in
principle), sedangkan hukum pidana formil mengatur prosedur untuk menentukan
seseorang secara fakta bersalah (guilty in fact). (George P. Fletcher,1980) Hukum pidana
materiil/substantif mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang, sikap batin
seseorang untuk dapat dikatakan bersalah bila melakukan perbuatan yang dilarang, dan
ancaman pidana bila perbuatan tersebut dilakukan.Sedangkan untuk menentukan seseorang
secara fakta bersalah diperlukan pembuktian. Pembuktian ini dilakukan oleh penegak hukum
menurut aturan yang telah ditentukan, sehingga tidak terjadi kesewenang-wenangan.
Peraturan tentang bagaimana menegakkan hukum pidana materiil inilah yang disebut
sebagai hukum pidana formil. Hukum pidana formil pada prinsipnya mengatur tentang siapa
yang berwenang melakukan pembuktian, bagaimana caranya membuktikan, apa yang dapat
dipakai sebagai alat bukti, bagaimana perlakuan terhadap orang yang disangka/didakwa
melakukan tindak pidana, serta menentukan siapa yang berwenang dan bagaimana
melaksanakan putusan pengadilan. Jadi hukum pidana formil mengatur tentang tatacara
penegakan hukum pidana materiil.
Sementara itu pengertian Hukum Pidana ius puniendi, atau pengertian hukum
pidana subyektif memiliki dua pengertian yaitu : (Mangkepriyanto, 2019).
1. Pengertian luas; adalah berhubungan dengan hak negara/alat- alat
perlengkapannya untuk mengenakan atau menentukan ancaman pidana
terhadap suatu perbuatan.
2. Pengertian sempit, yaitu hak negara untuk menuntut perkara-perkara pidana,
menjatuhkan dan melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan tindak
pidana
Hak yang sifatnya khusus ini memastikan bahwa hukum pidana termasuk dalam ranah
hukum publik. Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara individu dengan
masyarakat hukum umum. Hak yang diberikan pada negara sejalan dengan kewajiban yang
harus dilakukan, yaitu menjaga ketertiban dan keamanan, serta menciptakan kesejahteraan bagi
warga masyarakat.
Van Bemmelen berpendapat bahwa yang membedakan antara Hukum Pidana dengan bidang
hukum lain ialah sanksi Hukum Pidana merupakan pemberian ancaman penderitaan dengan sengaja dan
sering juga pengenaan penderitaan, hal mana dilakukan juga sekalipun tidak ada korban kejahatan.
Perbedaan demikian menjadi alasan untuk menganggap Hukum Pidana itu sebagai ultimum remedium,
yaitu usaha terakhir guna memperbaiki tingkah laku manusia, terutama penjahat, serta memberikan
tekanan psikologis agar orang lain tidak melakukan kejahatan. Oleh karena sanksinya bersifat
penderitaan istimewa, maka penerapan hukum pidana sedapat mungkin dibatasi dengan kata lain
penggunaannya dilakukan jika sanksi-sanksi hukum lain tidak memadai lagi. (Andi Zainal Abidin:
1987:16)
Kaidah Hukum pidana dapat dinyatakan merupakan hukum yang bersifat publik, yaltu hubungan
hukum yang teratur dan titik beratnya tidak berada pada kepentingan seseorang individu yang
¡nconcreto secara langsung dirugikan, melainkan terserah kepada pemerintah (aparatur penegak
hukum) sebagai waku dan kepentingan umum”. Seperti dikemukakan oleh beberapa pakar, antara lain
(Sakoeno,2016)
1) Van Apeldooren (Inleiding tot de studie van bet Nederlandserecht, beranggapan bahwa :
“Hukum pidana adalah hukum public, karera ia memandang dalam suatu tindak pidana,
yaitu suatu pelanggaran tata tertib hukum dan tidak melihat dalam penistiwa tindak
pidana itu suatu pelanggaran kepentingan khusus danipada individual. Penuntutannnya
tidak dapat diserahkan kepada individual yang dirugikan, akan tetapi harus dijalankan
oleh pemerintah (Jaksa Penuntut Umum).
2) Prof. Van Hamel, memandang hukum pidana sebagai hukum public, karena yang
menjalankan hukum pidana ¡tu sepenuhnya terietak di tangan pemerintah.
3) Prof. Simons, memandang hukum pidana sebagai hukum public, karena hukum pidana itu
mengatur hubungan antara individu dengan masyarakat. Hukum Pidana dijalankan untuk
kepentingan masyarakat dan juga dijalankannya, karena kepentingan masyarakat itu
benar-benar memerlukannya.
Berdasarkan beberapa pandangan para pakar di atas, maka jelaslah bahwa hukum pidana adalah
hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara individu dengan Negara dan masyarakat,
dan hukum pidana itu dilaksanakan untuk kepentingan umum (publik). Ditinjau dan sifatnya, maka ilmu
hukum pidana itu bersifat dogmatis, yang dituangkan dalam kata-kata hukum. Untuk mendapat
kejelasan tentang apa-apa yang dimaksud oleh kata-kata itu, maka diperlukan adanya penafsiran
hukum. Selanjutnya objek ilmu hukum pidana adalah hukum pidana positif.
Ultimum remedium dalam hukum pidana memiliki pengertian bahwa apabila suatu perkara
dapat ditempuh melalui jalur lain seperti hukum perdata ataupun hukum administrasi hendaklah jalur
tersebut ditempuh sebelum mengoperasionalkan hukum pidana. Asas ultimum remedium menjelaskan
bahwa yang boleh dipidana yaitu mereka yang menciptakan “onregt” (perbuatan melawan hukum). Hal
ini merupakan condito sine qua non. Kedua, ialah bahwa syarat yang harus ditambahkan ialah bahwa
perbuatan melawan hukum itu menurut pengalaman tidaklah dapat ditekan dengan cara lain. Pidana itu
haruslah tetap merupakan upaya yang terakhir. Pada dasarnya terhadap setiap ancaman pidana
terdapat keberatan-keberatan. Setiap manusia yang berakal dapat juga memahaminya sekalipun tanpa
penjelasan. Hal itu tidak berarti bahwa pemidanaan harus ditinggalkan, tetapi orang harus membuat
penilaian tentang keuntungan dan kerugiannya pidana itu, dan harus menjaga jangan sampai terjadi
obat yang diberikan lebih jahat dari pada penyakit”.
Sanksi pidana merupakan solusi terakhir (ultimum remedium) dari rangkaian tahapan
penegakan suatu aturan hukum. solusi terakhir ini merupakan jurus pamungkas jika mekanisme
penegakan pada bidang hukum lain tidak bekerja efektif. Namun, dalam perkembangan hukum pidana
di Indonesia, sanksi pidana dalam beberapa kasus tertentu bergeser kedudukannya. Tidak lagi
sebagai ultimum remedium melainkan sebagai primum remedium (solusi yang utama). Ketentuan
pengaturan mengenai sanksi pidana sebagai primum remedium ini dapat dilihat dalam UU mengenai
terorisme dan tindak pidana korupsi.
Ruang lingkup hukum pidana dibagi atas hukum pidana materiil dan juga hukum pidana formil.
hukum pidana formil adalah hukum yang digunakan sebagai dasar para penegak hukum. Sederhananya,
hukum pidana formil mengatur bagaimana Negara menyikapi alat perlengkapan untuk melakukan
kewajiban untuk menyidik, menjatuhkan, menuntut dan melaksanakan pidana.
Hukum Pidana materiil atau sering disebut Hukum Pidana Substantif, sering hanya disebut
dengan istilah hukum pidana saja adalah perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang
dan diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Di Indonesia sumber
Hukum pidana ini ada pada KUHP dan Undang-undang di luar KUHP yang mengatur tentang tindak
pidana khusus, seperti UU No. 31 tahun 1999 Jo. UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, UU No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, UU No.8
tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang, UU No. 35 tahun
2009 tentang Narkotika.
Hukum Pidana formil/Hukum Acara Pidana, adalah aturan-aturan yang mengatur tentang
bagaimana negara dengan perantara alat- alatnya (polisi, jaksa, hakim) melaksanakan haknya untuk
mengenakan Pidana sebagaimana telah diancamkan. Sumber hukumnya adalah UU No. 8 tahun 1981
tentang Kitab Undang- undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat,
UU No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan korban, UU No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan
Hukum, UU No. 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara, UU No.11 tahun 2012 tetang Sistem Peradilan
Anak, dan dalam peraturan-peraturan tersebar diberbagai ketentuan Undang-undang tentang tindak
pidana khusus.
RANGKUMAN
Hukum merupakan sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi, dan masyarakat
dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial
antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara
negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan
hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan
mereka yang akan dipilih. Pada dasarnya, kehadiran hukum pidana di tengah masyarakat dimaksudkan
untuk memberikan rasa aman kepada individu maupun kelompok dalam masyarakat dalam
melaksanakan aktiitas kesehariannya. Rasa aman yang dimaksudkan dalam hal ini adalah perasaan
tenang, tanpa ada kekhawatiran akan ancaman ataupun perbuatan yang dapat merugikan antar individu
dalam masyarakat. Kerugian sebagaimana dimaksud tidak hanya terkait kerugian. Sebagaimana yang
kita pahami dalam istilah keperdataan, namun juga mencakup kerugian terhadap jiwa dan raga. Raga
dalam hal ini mencakup tubuh yang juga terkait dengan nyawa seseorang, jiwa dalam hal ini mencakup
perasaan atau keadaan psikis. Istilah hukum pidana merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda
strafrecht Straf berarti pidana, dan recht berarti hukum. Apabila dilihat secara historis, menurut Wirjono
Prodjodikoro bahwa istilah hukum pidana itu dipergunakan sejak pendudukan Jepang di Indonesia untuk
pengertian strafrecht dari bahasa Belanda, dan untuk membedakannya dari istilah hukum perdata untuk
penger tian burgerlijkrecht atau privaatrecht dari bahasa Belanda.
Pada prinsipnya ada dua pengertian yang berbeda tentang Hukum Pidana, yang disebut
dengan ius poenale dan ius puniendi. Ius poenale merupakan pengertian Hukum Pidana yang obyektif.
Hukum Pidana dalam pengertian ini menurut Mezger adalah , “Aturan-aturan hukum yang mengikatkan
pada suatu perbuatan tertentu yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana.
Pengertian hukum pidana obyektif di atas menunjukkan adanya dua sisi dalam hukum pidana, yaitu sisi
yang mengatur tentang aturan perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang serta orang yang melanggar
larangan tersebut, dan ancaman pidananya, disebut dengan hukum pidana substantif atau hukum
pidana materiil. Sementara disisi yang lain mengatur tentang bagaimana negara yang memiliki hak
dalam melaksanakan proses peradilan untuk menjalankan penuntutan, mengadili dan melaksanakan
pidana terhadap orang yang bersalah, disebut dengan hukum pidana formil.
Dua macam hukum pidana tersebut tidak dapat dipisahkan dalam upaya penegakkan hukum
pidana. Hukum pidana materiil mengatur tentang prinsip kesalahan (guilt in principle), sedangkan
hukum pidana formil mengatur prosedur untuk menentukan seseorang secara fakta bersalah (guilty in
fact).
Hukum perdata dikatakan merupakan serangkaian hukum yang mengatur kepentingan
perseorangan antara hubungan individu satu dengan lainnya sehingga disebut dengan Hukum Privat
(private law). Sedangkan hukum pidana merupakan serangkaian hukum tertulis dimana di dalamnya
mengatur berbagai perbuatan yang dilarang, dengan adanya sanksi tertentu bagi pelanggar sehingga
disebut dengan Hukum Publik (Public Law). Meskipun demikian perbedaan ini tentunya juga dapat
dibantah, karena dalam hukum pidana itu sendiri ada yang disebut dengan delik umum(biasa) ada juga
delik aduan yang bersifat dengan pribadi antara hubungan antar individu sehingga hanya dapat diproses
apabila ada pengaduan dari yang bersangkutan. Dengan demikian sesungguhnya bukan ini perbedaan
sesungguhnya dari hukum pidana dan hukum perdata. Perbedaan yang lebih jelas dan mendasar dari
hukum pidana dan perdana adalah dilihat dari sumber-sumber hukumnya. Apabila hukum pidana
sumber hukum utamanya adalah peraturan perundang-undangan sementara dalam hukum perdata
menggunakan perjanjian sebagai sumber hukum yang utama. Meskipun demikian dalam hukum perdata
tentunya tidak terlepas dari peraturan perundangundangan yang berlaku khususnya KUH Perdata.
Sanksi pidana merupakan solusi terakhir (ultimum remedium) dari rangkaian tahapan
penegakan suatu aturan hukum. solusi terakhir ini merupakan jurus pamungkas jika mekanisme
penegakan pada bidang hukum lain tidak bekerja efektif. Namun, dalam perkembangan hukum pidana
di Indonesia, sanksi pidana dalam beberapa kasus tertentu bergeser kedudukannya. Tidak lagi
sebagai ultimum remedium melainkan sebagai primum remedium (solusi yang utama). Ketentuan
pengaturan mengenai sanksi pidana sebagai primum remedium ini dapat dilihat dalam UU mengenai
terorisme dan tindak pidana korupsi
LATIHAN SOAL
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, A. Z. (1987). Asas-asas hukum pidana: bagian pertama. Penerbit Alumi.
Ahmad Bahiej, 2009, Hukum Pidana, Teras, Yogyakarta.
Ahmad Nindra Ferry, 2002, Efektiitas Sanksi Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan Psikotropika di
Kota Makassar. Perpustakaan Unhas, Makassar.
Andi Fuad Usfa. 2006. Pengantar Hukum Pidana Edisi Revisi. UMM Pers. Malang.
Andi Hamzah, 1986, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta Timur.
Pradnya Paramit,. Jakarta. Andi Zainal Abidin. 1995. Hukum Pidana I. Jakarta: Sinar Graika.
Watampone, Jakarta.
Barda Nawawi Arif, 1993, Sari Kuliah “Hukum Pidana II”, Badan Penyediaan Bahan Kulah Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro, Semarang.
Chairul Huda, 2006, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban
Pidana Tanpa Kesalahan” Prenada Media, Jakarta.
Chazawi Adami, 2002. Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1; Stelsel Pidana, Teori-Teori Pemidanaan &
Batas Berlakunya Hukum Pidana, PT Raja Graindo, Jakarta.
Mangkepriyanto, E. (2019). Hukum Pidana dan Kriminologi. Guepedia.
Mulyatno, Azas-azas Hukum Pidana (1983) Jakarta : Bina Aksara
Sudarto. (1974). Suatu dilema dalam pembaharuan sistim pidana Indonesia: pidato diucapkan pada
pengukuhan jabatan gurubesar tetap dalam hukum pidana pada Universitas Diponegoro di
Semarang pada hari Sabtu, tanggal 21 Desember 1974. Pusat Studi Hukum dan Masyarakat,
Fakultas Hukum, Universitas Diponegori.
Prodjodikoro, W. (1989). Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia Edisi Kedua.
PROFIL PENULIS
Ida Bagus Anggapurana Pidada S.H ,M.H, pria kelahiran Denpasar, 18 Pebruari
1992. Pria asal Karangasem ini menamatkan pendidikan terakhir Magister
Hukum, dengan predikat Cumlaude (Dengan Pujian) . Penulis kini tengah
menempuh pendidikan S3 Program Doktor Ilmu Hukum di Universitas
Udayana. Penulis adalah dosen tetap Fakultas Hukum Universitas
Mahendradatta
Penulis yang juga menjadi praktisi hukum(advokat) ini aktif dalam berbagai
kegiatan sosial dan berprestasi diberbagai bidang baik di bidang hukum,
politik, budaya maupun sosial kemasyarakatan. Prestasinya ini pula yang
mengantarkannya mendapatkan beasiswa pertukaran pelajar saat menempuh
pendidikan S1 di Temple University, Philadelphia,Pennsilvania, United State of America (U.S.A) . Penulis
juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial pengabdian masyarakat dan gemar menulis jurnal dan karya
tulis lainnya. Besar harapan penulis untuk menorehkan karya-karya untuk dapat diwariskan kepada
generasi penerus untuk kemajuan bangsa Indonesia sehingga meningkatkan daya saing global di dunia
Internasional.