Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH HUKUM PENITENSIER

DOSEN MATA KULIAH HUKUM PENITENSIER :

DR. Rehnalemken Ginting, S. H., M. H.,

DISUSUN OLEH :

Hana Gracia Berliana (E0020213)

Muhammad Rahjay Pelengkahu (E0020298)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Negara mempunyai hak untuk menjatuhkan pidana melalui
aparat penegak hukum apabila telah terjadi pelanggaran terhadap
hukum yang berlaku, misalnya melakukan perbuatan yang dilarang
oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Di dalam KUHP
tersebut tercakup 3 (tiga) Buku, yakni Buku I yakni mengenai
Ketentuan Umum, Buku II mengenai Kejahatan dan Buku III
mengenai Pelanggaran, di dalam KUHP tersebut tidak hanya bersifat
melarang melakukan perbuatan tertentu seperti mencuri, membunuh,
menganiaya yang pada umumnya diatur di dalam Buku II tentang
Kejahatan namun juga memerintahkan untuk melakukan perbuatan
tertentu, misalnya memberikan pertolongan terhadap orang lain yang
membutuhkan pertolongan yang apabila tidak dilakukan maka justru
melanggar ketentuan KUHP misalnya dalam Buku III tentang
pelanggaran pasal 531, 525 dan lain-lain.
Selain mengatur mengenai kejahatan dan Pelanggaran, KUHP
juga mengatur mengenai ketentuan umum di dalam Buku I yang di
dalamnya terdapat salah satu pasal yang penting untuk diperhatikan
yakni pasal 10 yang menjelaskan mengenai jenis pidana yakni terdiri
atas pidana pokok dan pidana tambahan yang urutannya disesuaikan
dengan berat ringannya jenis pidana tersebut, dan tentunya masih
banyak lagi pasal-pasal lain yang tercakup dalam KUHP yang tidak
kalah pentingnya.
Namun seiring dengan perkembangan sistem pemidanaan
beberapa kententuan dalam KUHP yang ada sekarang ini dianggap
sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan hukum meskipun telah
diadakan “tambal sulam” sehingga terdapat keinginan yang kuat untuk
melakukan pembaruan hukum pidana dengan membentuk KUHP baru
dalam suatu sistem hukum pidana nasional (KUHP Nasional).
II. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hukum penitensier?
2. Bagaimana tujuan dan kegunaan hukum penitensier?
3. Bagaimana ruang lingkup dalam hukum penitensier?
BAB II
PEMBAHASAN
I. Pengertian Hukum Penitensier
Istilah penitensier berasal dari penitentiere recht dan juga
berasal dari penitentiary yang terdiri dari dua kata yaitu penitience dan
refentience yang bermakna kantor pendetaan atau yang mengurus
masalah dosa. Beberapa pendapat yang dikemukakan oleh pakar
mengenai pengertian dari Hukum Penitensier, menurut Utrecht yang
dimaksud dengan hukum penitensier adalah segala peraturan-
peraturan positif mengenai sistem hukuman (strafstelsel) dan sistem
tindakan (maatregelstelsel) (Utrecht, 2000). Hukum penitensier ini
merupakan sebagian dari hukum positif, yaitu bagian yang
menentukan jenis sanksi atas pelanggaran, beratnya sanksi, lamanya
sanksi itu dirasakan oleh pelanggar dan cara serta tempat sanksi
dilaksanakan. Selain Utrecht, Van Bemmelen juga memberikan
pengertin terhadap hukum penitensier, menurutnya, hukum
penitensier adalah hukum yang berkenaan dengan tujuan, daya kerja,
dan organisasi dari lembaga-lembaga pemidanaan (Lamintang, 1984).
Timbul pertanyaan apakah hukum penitensier itu dan apa hubungan
nya dengan hukum pidana. Hubungan hukum pidana dengan hukum
penitensier adalah bahwa segala pidana ataupun tindakan yang
diberikan KUHP bagi si pelanggarnya itu diatur bagaimana
pelaksanaannya oleh hukum penitensier. Jadi dapat disimpulkan bahwa
hukum penitensier mulai bekerja disaat hukum pidana berhenti bekerja
dan hakim telah menjatuhkan putusan pidana terhadap seseorang yang
melakukan perbuatan melawan hukum.
II. Tujuan Dan Kegunaan Hukum Penitensier
Tujuan hukum penitensier sendiri adalah agar yang berhubungan
dengan hukuman seseorang dapat dilaksanakan dengan baik. Hukuman
penitensier baru dapat dilaksanakan apabila sudah ada putusan dari
hakim. Hukum pidana memiliki tiga konsep yang tidak hanya
dianggap sebagai konsep-konsep dasar dalam penyusunan konsep
Rancangan KUHP, tetapi juga dianggap sebagai masalah pokok dalam
hukum pidana, antara lain:
1. Tindak pidana/pererbuatan pidana (criminal offense);
2. Pertanggungjawaban pidana atau kesalahan (criminal
responsibility);
3. Pemidanaan (punishment).
Selain memiliki tujuan yang telah disebutkan di atas, hukum
penitensier juga memiliki kegunaan, baik bagi para akademisi maupun
bagi masyarakat pada umumnya, antara lain (Barda Nawawi, 2016):
1. Untuk mengetahui bahwa dari tahun ke tahun pemidanaan
terhadap pelaku kejahatan semakin diperhalus (lebih
manusiawi);
2. Bahwa pada hakikatnya pidana merupakan suatu kesengajaan
untuk memberikan suatu penderitaan kepada pelaku tindak
pidana, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan dan
memberikan ketertiban kepada masyarakat;
3. Pada hakikatnya tindakan merupakan suatu kesengajaan yang
diberikan kepada pelaku tindak pidana yang tidak mengandung
unsur penderitaan. Adapun tujuan dari tindakan adalah untuk
memperbaiki sikap pelaku tindak pidana tersebut agar tidak
melakukan tindak pidana lagi;
4. Untuk memberikan pengetahuan yang lebih konkret dan
komprehensif kepada para mahasiswa hukum sehingga mereka
dapat memahami masalah pidana dan pemidanaan tidak saja
dalam konteks ius constitutum, melainkan juga dalam konteks
ius constituendum.
III. Ruang Lingkup dan Objek Hukum Penitensier
Berdasarkan pengertian hukum pidana penitensier menurut Van
Bemmelen dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup hukum penitensier
meliputi pidana atau pemidanaan yang dikaitkan dengan lembaga-
lembaga pemidanaan dengan tujuan yang ingin dicapai orang dengan
pemidanaan itu sendiri karena menurutnya hukum pidana penitensier
merupakan hukum yang berkaitan dengan tujuan, daya kerja, dan
organisasi lembaga-lembaga pemidanaan (P.A.F. Lamintang dan Theo
Lamintang, Hukum Penitensier, hlm. 2.). Sementara itu, menurut
Utrecht, hukum penitensier merupakan bagian dari hukuman pidana
positif yang menentukan (Adami Chazawi, 2006);
1. Jenis sanksi terhadap suatu pelanggaran dalam hal ini terhadap
KUHP dan sumber-sumber hukum pidana lainnya (undang-
undang pidana yang memuat sanksi pidana dan undang-undang
nonpidana yang memuat sanksi pidana);
2. Beratnya sanksi itu;
3. Lamanya sanksi itu dijalani;
4. Cara sanksi itu dijalankan; dan
5. Tempat sanksi itu dijalankan.

P.A.F. Lamintang menyatakan bahwa hukum pidana


penitensier merupakan keseluruhan norma tentang pemidanaan atau
pidana, penindakan, dan kebijaksanaan, termasuk peran setiap
lembaganya. Pendapat tersebut merupakan bentuk ketidaksetujuan
terhadap pendapat beberapa pakar hukum Belanda yang membatasi
hukum pidana penitensier sebagai straf atau pemidanaan dan
maatregel atau penindakan. Karena menurutnya tindakan hakim yang
memerintahkan agar seorang terdakwa dikembalikan kepada
orangtua atau kepada walinya tidak merupakan straf atau
pemidanaan dan sulit juga disebut maatregel atau penindakan, tetapi
lebih tepat disebut kebijaksanaan. Apabila mengacu pendapat P.A.F.
Lamintang ditambah dengan melihat dasar hukum penitensier yang
telah disebutkan di atas, dalam hukum penitensier ada beberapa hal
yang menjadi ruang lingkupnya, yaitu (P.A.F. Lamintang dan Theo
Lamintang, Op. Cit., hlm. 7-10):
1. Pidana atau pemidanaan;
2. Tindakan atau penindakan;
3. Kebijaksanaan;
4. Daya kerja atau peran dari lembaga pemidanaan, lembaga
penindakan, dan lembaga kebijaksanaan.
Adapun objek studi Hukum Penitensier ini tentang penjatuhan sanksi
pidana terhadap pelaku tindak pidana serta pelaksanaan pidana atas
sanksi pidana yang telah dijatuhkan pengadilan berupa putusan hakim.
Putusan hakim tersebut berupa pemidanaan, yakni putusan yang
dikeluarkan berdasarkan pemeriksaan di persidangan, majelis hakim
berpendapat bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah telah melakukan tindak pidana (berupa kejahatan atau
pelanggaran) yang didakwakan kepadanya maka pengadilan
menjatuhkan pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 193 ayat (1)
KUHAP. Kejahatan adalah perbuatan yang bertentangan dengan
keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu
undang-undang atau tidak, jadi yang benar-benar dirasakan oleh
masyarakat bertentangan dengan keadilan (mala per se). Kejahatan
diatur dalam Buku II KUHP Pasal 104 sampai dengan Pasal 488,
misalnya Pasal 362 KUHP: “Barang siapa mengambil barang sesuatu,
yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud
untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian,
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda
paling banyak sembilan ratus rupiah”. Sedangkan pelanggaran adalah
perbuatan yang oleh masyarakat umum baru disadari sebagai suatu
tindak pidana karena undang-undang menyebutnya sebagai tindak
pidana (mala quia prohibits). Pelanggaran diatur dalam Buku III
KUHP Pasal 489 sampai dengan Pasal 569, misalnya mabuk di tempat
umum (Pasal 492 KUHP) dan penadahan ringan (Pasal 482). Secara
umum tindak pidana dapat dibedakan menjadi dua, yakni tindak
pidana umum dan tindak pidana khusus. Tindak pidana umum adalah
tindak pidana yang dilakukan oleh siapa pun. Tindak pidana umum
yang sering terjadi, misalnya Pasal 362 KUHP tentang pencurian;
Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan; dan Pasal 378 KUHP tentang
penipuan. Tindak pidana khusus adalah tindak pidana yang dilakukan
oleh orang-orang tertentu yang mempunyai hubungan tertentu pula.
Contoh tindak pidana khusus di luar KUHP yang sering terjadi adalah
tindak pidana korupsi, tindak pidana narkotika, dan tindak pidana
pencucian uang. Contoh tindak pidana khusus di dalam KUHP, yakni
Pasal 341 KUHP sebagai berikut: “Seorang ibu yang karena takut
akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak
lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam
karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun”.
BAB III
KESIMPULAN
I. Kesimpulan
Hukum penitensier, menurut Utrecht, adalah segala peraturan-
peraturan positif mengenai sistem hukuman (strafstelsel) dan sistem
tindakan (maatregelstelsel). Hukum penitensier ini merupakan
sebagian dari hukum positif, yaitu bagian yang menentukan jenis
sanksi atas pelanggaran, beratnya sanksi, lamanya sanksi itu dirasakan
oleh pelanggar dan cara serta tempat sanksi dilaksanakan. Selain
Utrecht, Van Bemmelen juga memberikan pengertin terhadap hukum
penitensier, menurutnya, hukum penitensier adalah hukum yang
berkenaan dengan tujuan, daya kerja, dan organisasi dari lembaga-
lembaga pemidanaan. Hubungan hukum pidana dengan hukum
penitensier adalah bahwa segala pidana ataupun tindakan yang
diberikan KUHP bagi si pelanggarnya itu diatur bagaimana
pelaksanaannya oleh hukum penitensier.
Tujuan hukum penitensier adalah agar yang berhubungan
dengan hukuman seseorang dapat dilaksanakan dengan baik. Hukuman
penitensier baru dapat dilaksanakan apabila sudah ada putusan dari
hakim. Hukum pidana memiliki tiga konsep yang tidak hanya
dianggap sebagai konsep-konsep dasar dalam penyusunan konsep
Rancangan KUHP, tetapi juga dianggap sebagai masalah pokok dalam
hukum pidana, antara lain adalah Tindak pidana/pererbuatan pidana
(criminal offense), Pertanggungjawaban pidana atau kesalahan
(criminal responsibility), Pemidanaan (punishment). Selain memiliki
tujuan yang telah disebutkan di atas, hukum penitensier juga memiliki
kegunaan, baik bagi para akademisi maupun bagi masyarakat pada
umumnya.
ruang lingkup hukum penitensier meliputi pidana atau
pemidanaan yang dikaitkan dengan lembaga-lembaga pemidanaan
dengan tujuan yang ingin dicapai orang dengan pemidanaan itu sendiri
karena menurutnya hukum pidana penitensier merupakan hukum yang
berkaitan dengan tujuan, daya kerja, dan organisasi lembaga-lembaga
pemidanaan. Sementara itu, menurut Utrecht, hukum penitensier
merupakan bagian dari hukuman pidana positif yang menentukan Jenis
sanksi terhadap suatu pelanggaran dalam hal ini terhadap KUHP dan
sumber-sumber hukum pidana lainnya, Beratnya sanksi itu, Lamanya
sanksi itu dijalani, Cara sanksi itu dijalankan, dan Tempat sanksi itu
dijalankan. P.A.F. Lamintang menyatakan bahwa hukum pidana
penitensier merupakan keseluruhan norma tentang pemidanaan atau
pidana, penindakan, dan kebijaksanaan, termasuk peran setiap
lembaganya. Pendapat tersebut merupakan bentuk ketidaksetujuan
terhadap pendapat beberapa pakar hukum Belanda yang membatasi
hukum pidana penitensier sebagai straf atau pemidanaan dan maatregel
atau penindakan. Apabila mengacu pendapat P.A.F. Lamintang
ditambah dengan melihat dasar hukum penitensier yang telah
disebutkan di atas, dalam hukum penitensier ada beberapa hal yang
menjadi ruang lingkupnya, yaitu Pidana atau pemidanaan, Tindakan
atau penindakan, Kebijaksanaan, Daya kerja atau peran dari lembaga
pemidanaan, lembaga penindakan, dan lembaga kebijaksanaan.
Adapun objek studi Hukum Penitensier ini tentang penjatuhan sanksi
pidana terhadap pelaku tindak pidana serta pelaksanaan pidana atas
sanksi pidana yang telah dijatuhkan pengadilan berupa putusan hakim.
DAFTAR PUSTAKA

Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah, Hukum Pidana II, Pustaka Tinta Mas,
Surabaya, 2000.
Lamintang, Hukum Penitensier, Armico, Bandung, 1984.
Barda Nawawi Anef, Reformasi Sistem Peradilan (Sistem Penegakan
Hukum) di Indonesia, Bunga Rampai Potret Penegakan Hukum di
Indonesia, 2009.
Adam Chazawi, Hukum Pembuktian Tindak

Anda mungkin juga menyukai