DISUSUN OLEH :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Negara mempunyai hak untuk menjatuhkan pidana melalui
aparat penegak hukum apabila telah terjadi pelanggaran terhadap
hukum yang berlaku, misalnya melakukan perbuatan yang dilarang
oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Di dalam KUHP
tersebut tercakup 3 (tiga) Buku, yakni Buku I yakni mengenai
Ketentuan Umum, Buku II mengenai Kejahatan dan Buku III
mengenai Pelanggaran, di dalam KUHP tersebut tidak hanya bersifat
melarang melakukan perbuatan tertentu seperti mencuri, membunuh,
menganiaya yang pada umumnya diatur di dalam Buku II tentang
Kejahatan namun juga memerintahkan untuk melakukan perbuatan
tertentu, misalnya memberikan pertolongan terhadap orang lain yang
membutuhkan pertolongan yang apabila tidak dilakukan maka justru
melanggar ketentuan KUHP misalnya dalam Buku III tentang
pelanggaran pasal 531, 525 dan lain-lain.
Selain mengatur mengenai kejahatan dan Pelanggaran, KUHP
juga mengatur mengenai ketentuan umum di dalam Buku I yang di
dalamnya terdapat salah satu pasal yang penting untuk diperhatikan
yakni pasal 10 yang menjelaskan mengenai jenis pidana yakni terdiri
atas pidana pokok dan pidana tambahan yang urutannya disesuaikan
dengan berat ringannya jenis pidana tersebut, dan tentunya masih
banyak lagi pasal-pasal lain yang tercakup dalam KUHP yang tidak
kalah pentingnya.
Namun seiring dengan perkembangan sistem pemidanaan
beberapa kententuan dalam KUHP yang ada sekarang ini dianggap
sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan hukum meskipun telah
diadakan “tambal sulam” sehingga terdapat keinginan yang kuat untuk
melakukan pembaruan hukum pidana dengan membentuk KUHP baru
dalam suatu sistem hukum pidana nasional (KUHP Nasional).
II. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hukum penitensier?
2. Bagaimana tujuan dan kegunaan hukum penitensier?
3. Bagaimana ruang lingkup dalam hukum penitensier?
BAB II
PEMBAHASAN
I. Pengertian Hukum Penitensier
Istilah penitensier berasal dari penitentiere recht dan juga
berasal dari penitentiary yang terdiri dari dua kata yaitu penitience dan
refentience yang bermakna kantor pendetaan atau yang mengurus
masalah dosa. Beberapa pendapat yang dikemukakan oleh pakar
mengenai pengertian dari Hukum Penitensier, menurut Utrecht yang
dimaksud dengan hukum penitensier adalah segala peraturan-
peraturan positif mengenai sistem hukuman (strafstelsel) dan sistem
tindakan (maatregelstelsel) (Utrecht, 2000). Hukum penitensier ini
merupakan sebagian dari hukum positif, yaitu bagian yang
menentukan jenis sanksi atas pelanggaran, beratnya sanksi, lamanya
sanksi itu dirasakan oleh pelanggar dan cara serta tempat sanksi
dilaksanakan. Selain Utrecht, Van Bemmelen juga memberikan
pengertin terhadap hukum penitensier, menurutnya, hukum
penitensier adalah hukum yang berkenaan dengan tujuan, daya kerja,
dan organisasi dari lembaga-lembaga pemidanaan (Lamintang, 1984).
Timbul pertanyaan apakah hukum penitensier itu dan apa hubungan
nya dengan hukum pidana. Hubungan hukum pidana dengan hukum
penitensier adalah bahwa segala pidana ataupun tindakan yang
diberikan KUHP bagi si pelanggarnya itu diatur bagaimana
pelaksanaannya oleh hukum penitensier. Jadi dapat disimpulkan bahwa
hukum penitensier mulai bekerja disaat hukum pidana berhenti bekerja
dan hakim telah menjatuhkan putusan pidana terhadap seseorang yang
melakukan perbuatan melawan hukum.
II. Tujuan Dan Kegunaan Hukum Penitensier
Tujuan hukum penitensier sendiri adalah agar yang berhubungan
dengan hukuman seseorang dapat dilaksanakan dengan baik. Hukuman
penitensier baru dapat dilaksanakan apabila sudah ada putusan dari
hakim. Hukum pidana memiliki tiga konsep yang tidak hanya
dianggap sebagai konsep-konsep dasar dalam penyusunan konsep
Rancangan KUHP, tetapi juga dianggap sebagai masalah pokok dalam
hukum pidana, antara lain:
1. Tindak pidana/pererbuatan pidana (criminal offense);
2. Pertanggungjawaban pidana atau kesalahan (criminal
responsibility);
3. Pemidanaan (punishment).
Selain memiliki tujuan yang telah disebutkan di atas, hukum
penitensier juga memiliki kegunaan, baik bagi para akademisi maupun
bagi masyarakat pada umumnya, antara lain (Barda Nawawi, 2016):
1. Untuk mengetahui bahwa dari tahun ke tahun pemidanaan
terhadap pelaku kejahatan semakin diperhalus (lebih
manusiawi);
2. Bahwa pada hakikatnya pidana merupakan suatu kesengajaan
untuk memberikan suatu penderitaan kepada pelaku tindak
pidana, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan dan
memberikan ketertiban kepada masyarakat;
3. Pada hakikatnya tindakan merupakan suatu kesengajaan yang
diberikan kepada pelaku tindak pidana yang tidak mengandung
unsur penderitaan. Adapun tujuan dari tindakan adalah untuk
memperbaiki sikap pelaku tindak pidana tersebut agar tidak
melakukan tindak pidana lagi;
4. Untuk memberikan pengetahuan yang lebih konkret dan
komprehensif kepada para mahasiswa hukum sehingga mereka
dapat memahami masalah pidana dan pemidanaan tidak saja
dalam konteks ius constitutum, melainkan juga dalam konteks
ius constituendum.
III. Ruang Lingkup dan Objek Hukum Penitensier
Berdasarkan pengertian hukum pidana penitensier menurut Van
Bemmelen dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup hukum penitensier
meliputi pidana atau pemidanaan yang dikaitkan dengan lembaga-
lembaga pemidanaan dengan tujuan yang ingin dicapai orang dengan
pemidanaan itu sendiri karena menurutnya hukum pidana penitensier
merupakan hukum yang berkaitan dengan tujuan, daya kerja, dan
organisasi lembaga-lembaga pemidanaan (P.A.F. Lamintang dan Theo
Lamintang, Hukum Penitensier, hlm. 2.). Sementara itu, menurut
Utrecht, hukum penitensier merupakan bagian dari hukuman pidana
positif yang menentukan (Adami Chazawi, 2006);
1. Jenis sanksi terhadap suatu pelanggaran dalam hal ini terhadap
KUHP dan sumber-sumber hukum pidana lainnya (undang-
undang pidana yang memuat sanksi pidana dan undang-undang
nonpidana yang memuat sanksi pidana);
2. Beratnya sanksi itu;
3. Lamanya sanksi itu dijalani;
4. Cara sanksi itu dijalankan; dan
5. Tempat sanksi itu dijalankan.
Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah, Hukum Pidana II, Pustaka Tinta Mas,
Surabaya, 2000.
Lamintang, Hukum Penitensier, Armico, Bandung, 1984.
Barda Nawawi Anef, Reformasi Sistem Peradilan (Sistem Penegakan
Hukum) di Indonesia, Bunga Rampai Potret Penegakan Hukum di
Indonesia, 2009.
Adam Chazawi, Hukum Pembuktian Tindak