Anda di halaman 1dari 18

KAPITA SELEKTA HUKUM PIDANA DAN

KRIMINOLOGI

DOSEN PENGAMPU:
 Dr. drs. Tatok Sudjiarto, S.H., M.H., M.T.L
 Dr. Antonius P.S. Wibowo, S.H., M.H.

Disusun Oleh :

Goleong Sihotang (2202190120)


Magister Hukum
Universitas Kristen Indonesia
Jakarta
2023

KAPITA SELEKTA HUKUM PIDANA DAN


KRIMINOLOGI

1
A. LATAR BELAKANG

Hukum Pidana merupakan bagian dari ranah hukum publik. Hukum


Pidana di Indonesia diatur secara umum dalam Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan peninggalan zaman
penjajahan Belanda. KUHP merupakan lex generalis bagi
pengaturan hukum pidana di Indonesia, dimana asas-asas umum
termuat dan menjadi dasar bagi semua ketentuan pidana yang
diatur di luar KUHP. Undang-undang Dasar 1945 sebagai landasan
konstitusional mengamanatkan asas setiap warga negara sama
kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan. Hal ini tidak
terbukti dengan adanya ketidakseimbangan antara perlindungan
hukum antara perlindungan korban kejahatan dengan pelaku
kejahatan karena masih sedikitnya hak-hak korban kejahatan
diatur pada perundang-undangan nasional.

Segala aktivitas manusia dalam segala aspek kehidupan


sosial, politik, dan ekonomi dapat menjadi sebab terjadinya
kejahatan. Kejahatan akan selalu hadir dalam kehidupan ataupun
lingkungan sekitar, sehingga diperlukan upaya untuk
menanganinya. Dengan upaya penanggulangan kejahatan,
diharapkan dapat menekan baik dari kualitas maupun
kuantitasnya hingga pada titik yang paling rendah sesuai
dengan keadaannya. 2 Upaya untuk menekan kejahatan secara
garis besar dapat dilalui dengan 2 (dua) cara yaitu, upaya
penal (hukum pidana) dan non penal (di luar hukum pidana).
Penanggulangan kejahatan melalui jalur penal, lebih menitik
beratkan pada sifat represif (merupakan tindakan yang diambil
setelah kejahatan terjadi). Pada upaya non penal menitik
beratkan pada sifat preventif (menciptakan kebijaksanaan
sebelum terjadinya tindak pidana).1

Setiap tindak pidana menitikberatkan pada pelaku kejahatan


atau pelaku tindak pidana, sedangkan korban kejahatan seolah
terlupakan dalam sistem peradilan pidana. Jika dilihat dari
aspek kerugian, korban tindak pidana biasanya mengalami
penderitaan fisik (mental), ekonomi, sosial dan yang lainnya.
Kerugian yang diderita oleh korban tindak pidana ini dapat
berlangsung sangat lama di antaranya mengalami sebuah trauma,
hal tersebut juga dirasakan oleh pihak keluarga korban.

1 Barda Nawawi, 1991, Upaya Non Penal dalam Penanggulangan Kejahatan, Semarang: Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro, hal. 1-2.

2
Kedudukan korban dalam Sistem Peradilan Pidana (SPP) saat
ini belum diberikan kedudukan yang adil sehingga keadaan ini
menimbulkan 2 (dua) hal yang fundamental, yaitu tiadanya
perlindungan hukum bagi korban dan putusan hakim yang tidak
memenuhi rasa keadilan bagi korban, pelaku maupun masyarakat
luas. Kedudukan korban yang demikian oleh para viktimolog
memiliki beberapa istilah di antaranya forgotten man (manusia
yang dilupakan), forgotten person, invisible (orang yang
dilupakan, tidak kelihatan), a second class citizen, a second
victimization (sebagai Warga Negara Kedua, jadi korban kedua
setelah yang pertama) dan double victimization.2

2 Anna Shapland, Jon Willmore, Peter Duff, 1985, Victim In The Criminal Justive System, Series Editor: A.E.
Bottons, Published by Gower Publishing Company Limited, Gower House, croft Road, Aldershot, Hant Gu 3 HR,
England, hal. 1 dan 496 .

3
B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Kapita Selekta Hukum Pidana

Kapita Selekta Hukum Pidana merupakan salah satu mata kuliah


konsentrasi hukum pidana yang mengkaji tentang berbagai
permasalahan aktual dalam hukum pidana yang sering terjadi
dalam kehidupan masyarakat, serta mengkaji berbagai
perkembangan peraturan perundang-undangan baru di bidang hukum
pidana terutama permasalahan aktual dan perundang-undangan
yang belum masuk ke dalam ranah mata kuliah – mata kuliah
lain. Kapita selekta hukum pidana merupakan kumpulan hukum
pidana yang terseleksi, didasari oleh beberapa pertimbangan :

a) Perkembangan Hukum Pidana Formil, Materiil.


b) Perkembangan Globalisasi Khusus Kepidanaan
c) Aktualisasi pada masa sekarang.

2. Pengertian Hukum Pidana

Hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana. Kata


“Pidana” berarti hal yang “dipidanakan”, yaitu oleh instansi
yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal
yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-
hari dilimpahkan.3 “Hukum pidana terdiri dari norma-norma
yang berisi keharusankeharusan dan larangan-larangan yang
(oleh pembentuk undangundang) telah dikaitkan dengan suatu
sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat
khusus.Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa hukum
pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang
menentukan terhadap tindakantindakan yang mana (hal
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana
terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam
keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan,
serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi
tindakan-tindakan tersebut”.4

Algra Janssen, merumuskan hukum pidana sebagai berikut :


Hukum pidana sebagai alat yang dipergunakan oleh seorang
penguasa (hakim) untuk memperingati mereka yang telah
melakukan suatu perbuatan yang tidak dibenarkan, reaksi dari
penguasa tersebut mencabut kembali sebagian dari

3 Wirjono Prodjodikoro. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung:PT Refika Aditama, hal. 1.
4 P.A.F. Lamintang. 2014. Dasar-dasar Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 2.

4
perlindungan yang seharusnya dinikmati oleh terpidana atas
nyawa, kebebasan dan harta kekayaannya, yaitu seandainya ia
telah tidak melakukan suatu tindak pidana.5 Van Hamel,
merumuskan hukum pidana sebagai berikut : Hukum pidana
merupakan keseluruhan dasar dan aturan yang dianut oleh
negara dalam kewajibannya untuk menegakkan hukum, yakni
dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan
mengenakan suatu nestapa (penderitaan) kepada yang melanggar
larangan tersebut.6

3. Pembagian Hukum Pidana

Hukum pidana dapat dibagi/dibedakan dari berbagai segi,


antara lain sebagai berikut:

a) Hukum Pidana Obyektif (Ius Punale); yaitu semua


peraturan hukum yang mengandung perintah atau keharusan
dan larangan, terhadap pelanggaran atas perintah dan
larangan tersebut diancam sanksi atau hukuman yang
bersifat siksaan. Hukum Pidana Obyektif membatasi hak
negara untuk menjatuhkan hukuman/ menghukum. Hukum
Pidana Obyektif terbagi atas ;
 Hukum Pidana Material yaitu peraturan-peraturan
yang menegaskan: perbuatan-perbuatan mana yang
dapat dihukum, siapa yang dapat dihukum, dengan
hukuman apa seseorang dapat dipidana/dihukum.
Mengatur tentang apa, siapa dan bagaimana
seseorang dapat dihukum. Mengatur perumusan dari
kejahatan dan pelanggaran serta syaratsyarat bila
seseorang dapat dipidana. Hukum pidana Material
dibedakan atas:
i. Hukum Pidana Umum yaitu hukum pidana yang
berlaku terhadap setiap orang/ penduduk
Indonesia , kecuali anggota
ketentaraan/militer.
ii. Hukum Pidana Khusus yaitu hukum pidana yang
berlaku terhadap orang-orang tertentu,
yaitu: Hukum pidana Militer dan hukum Pidana
Pajak (Fiskal).
 Hukum Pidana Formal yaitu peraturan-peraturan
hukum yang mengatur cara-cara menghukum seseorang
yang melanggar peraturan pidana (merupakan
pelaksanaan dari hukum Pidana Material), disebut

5 Teguh Prasetyo. 2013. Hukum Pidana, Jakarta: PT. Rajagrafindo, hal. 6.


6 Ibid, hal 7

5
juga Hukum Acara Pidana yaitu hukum yang memuat
peraturan-peraturan tentang bagaimana memelihara
atau mempertahankan serta cara-cara untuk
menghukum seseorang yang melanggar peraturan
pidana.

b. Hukum Pidana Subyektif (Ius Puniendi); yaitu hak negara


atau alat-alat negara untuk menghukum berdasarkan Hukum
Pidana Obyektif. Hukum Pidana Subyektif baru ada
setelah ada peraturanperaturan Hukum Pidana Obyektif
terlebih dahulu. Pembagian hukum pidana juga dapat
dilihat dari berbagai segi, yakni:
i. Hukum Pidana Tertulis yaitu peraturan-peraturan/
hukum pidana yang tercantum/ dicantumkan dalam
berbagai peraturan perundang-undangan (pidana)
ii. Hukum Pidana Tidak Tertulis yaitu peraturan-
peraturan pidana yang meskipun tidak tertulis tetapi
masih terus hidup dalam keyakinan masyarakat sebagai
suatu aturan yang harus dilaksanakan atau
dipertahankan.
iii. Hukum Pidana Terkodifikasi yaitu peraturan-peraturan
pidana tertulis yang dikodifikasikan/ disatukan
dalam buku/kitab, yakni Kitab Undang-undang Hukum
Pidana Indonesia. d. Hukum Pidana Tersebar yaitu
peraturan-peraturan pidana tertulis yang tersebar
pada berbagai peraturan perundangan atau tidak
terkodifikasi.
iv. Hukum Pidana sebagai Hukum Positif yaitu
aturanaturan pidana yang diberlakukan/dipakai pada
saat sekarang ini.
v. Hukum Pidana sebagai bagian dari Hukum publik yaitu
aturanaturan pidana yangmengatur kepentingan hukum
perorangan dan sebagian besanya/terbanyak mengatur
kepentingan hukum publik/ negara.

4. Tujuan dan Fungsi Hukum Pidana

Tujuan Hukum Pidana (strafrechtscholen) pada umumnya


adalah untuk melindungi kepentingan orang perseorangan
(individu) atau hakhak asasi manusia dan melindungi
kepentingan-kepentingan masyarakat dan negara dengan
perimbangan yang serasi, dari kejahatan/tindakan tercela di
satu pihak dan dari tindakan penguasa yang sewenangwenang di
lain pihak. Dalam proses terwujudnya Tujuan Hukum Pidana
ini, dikenal 2 aliran yakni:

6
a. Aliran Klasik (Classieke School) Menurut aliran
Klasik, tujuan susunan hukum pidana adalah
melindungi individu dari kekuasaan penguasa atau
negara yang sewenang-wenang.Pengikut aliran ini
menganggap bahwa tujuan hukum pidana adalah untuk
menjamin kepentingan hukum individu (perseorangan).
b. Aliran Modern (Modern School) Menurut aliran Modern,
tujuan hukum pidana adalah untuk memberantas
kejahatan agar kepentingan hukum masyarakat
terlindungi.

Fungsi Hukum Pidana, terbagi menjadi dua yaitu :

a. Secara umum, yaitu Fungsi hukum pidana secara umum


yaitu fungsi hukum pidana sama saja dengan fungsi
hukum-hukum lain pada umumnya karena untuk mengatur
hidup dalam kemasyarakatan atau menyelenggarakan
suatu tata dalam masyarakat.
b. Secara khusus, yaitu Fungsi hukum secara khusus nya
yaitu untuk melindungi suatu kepentingan hukum
terhadap perbuatanperbuatan yang melanggar dengan
suatu sanksi atau hukuman yang berupa pidana yang
telah ditetapkan Undang-Undang yang telah ditetapkan
dan yang sifatnya lebih tajam dari pada hukumhukum
lain nya atau untuk memberikan aturanaturan untuk
melindungi yang pihak yang telah dirugikan.

Sebagai hukum publik, hukum pidana memiliki fungsi


sebagai berikut :

1. Fungsi melindungi kepentingan hukum dari perbuatan


yang menyerang atau memperkosanya.

Kepentingan hukum (rechtersebutelang) adalah segala


kepentingan yang diperlukan dalam berbagai segi kehidupan
manusia baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, maupun
anggota suatu negara, yang wajib dijaga dan dipertahankan agar
tidak dilanggar/diperkosa oleh perbuatan-perbuatan
manusia.Semua ini ditujukan untuk terlaksana dan terjaminnya
ketertiban di dalam segala bidang kehidupan. Di dalam doktrin
hukum pidana Jerman, kepentingan hukum itu meliputi :

a. Hak-hak (rechten)
b. Hubungan hukum (rechtersebutetrekking)
b) Keadaan hukum (rechtstoestand)
c) Bangunan masyarakat (sociale instellingen)

7
Kepentingan hukum yang wajib dilindungi itu ada tiga macam
yaitu :

a. Kepentingan hukum perorangan (individuale belangen)


misalnya kepentingan hukum terhadap hak hidup (nyawa),
kepentingan hukum atas tubuh, kepentingan hukum akan
hak milik benda, kepentingan hukum terhadap harga diri
dan nama baik, kepentingan hukum terhadap rasa susila,
b. Kepentingan hukum masyarakat (sociale of
maatschapppelijke belangen), misalnya kepentingan
hukum terhadap keamanan dan ketertiban umum,
ketertiban berlalu lintas di jalan raya,
c. Kepentingan hukum negara (staatersebutelangen),
misalnya kepentingan hukum terhadap keamanan dan
keselamatan negara, kepentingan hukum terhadap negara-
negara sahabat, kepentingan hukum terhadap martabat
kepala negara dan wakilnya.

Ketiga kepentingan hukum diatas saling berkait dan tidak


bisa dipisahkan.Contoh : kepetingan hukum yang diatur dalam
hukum pidana materil (KUHP) larangan mencuri (Pasal 362 KUHP),
larangan menghilangkan nyawa (Pasal 338 KUHP). Pasal 363 KUHP
melindungi dan mempertahankan kepentingan hukum orang atas hak
milik kebendaan pribadi dan Pasal 338 KUHP adalah melindungi
dan mempertahankan kepentingan hukum terhadap hak
individu/nyawa orang.Untuk melindung kepentingan hukum diatas
adalah melalui sanksi pidana/straf (hukuman penjara). Misalnya
Pasal 362 KUHP dapat diancam hukuman penjara maksimum 5 tahun
dan Pasal 338 KUHP dapat diancam hukuman penjara maksimum 15
tahun.

2. Fungsi Memberi dasar legitimasi bagi Negara

Fungsi hukum pidana yang dimaksud disini adalah tiada lain


memberi dasar legitimasi bagi negara agar negara dapat
menjalankan fungsi menegakkan dan melindungi kepentingan hukum
yang dilindungi oleh hukum pidana tadi dengan sebaikbaiknya.
Fungsi ini terutama terdapat dalam hukum acara pidana, yang
telah dikodifikasikan dengan apa yang disebut Kitab
Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yakni UU No. 8 tahun
1981. Dalam hukum acara pidana telah diatur sedemikian rupa
tentang apa yang dapat dilakukan negara dan bagaimana cara
negara mempertahankan kepentingan hukum yang dilindungi oleh
hukum pidana. Misalnya bagaimana cara negara melakukan
tindakan-tindakan hukum terhadap terjadinya tindak pidana
seperti melakukan penangkapan, penahanan, penuntutan,

8
pemeriksaan, vonis, dll. Semua tindakan negara diatas tentu
berakibat tidak menyenangkan bagi siapa saja.Namun atas dasar
kepentingan hukum dan negara tindakan negara tersebut
dibenarkan, melalui prosedur KUHAP diatas.

3. Fungsi mengatur dan membatasi kekuasaan negara.

Sebagaimana diketahui bahwa fungsi hukum pidana yang kedua


di atas adalah hukum pidana telah memberikan hak dan kekuasaan
yang sangat besar pada negara agar dapat menjalankan fungsi
mempertahankan kepentingan hukum yang dilindungi dengan
sebaik-baiknya.Namun demikian atas kekuasaan negara diatas
harus dibatasi.Walaupun pada dasarnya adanya hukum pidana
untuk melindungi kepentingan hukum yang dlindungi.Namun
tentunya pembatasan kekuasaan itu penting agar negara tidak
melakukan sewenang-wenang kepada masyarakat dan pribadi
manusia. Pengaturan hak dan kewajiban negara dengan sebaik-
baiknya dalam rangka negara menjalankan fungsinya
mempertahankan kepentingan hukum yang dilindungi yang secara
umum dapat disebut mempertahankan dan menyelenggarakan
ketertiban hukum masyarakat itu, menjadi wajib. Adanya KUHP
dan KUHAP sebagai hukum pidana materi dan formil dalam rangka
mempertahankan kepentingan hukum masyarakat yang dilindungi
pada sisi sebagai alat untuk melakukan tindakan hukum oleh
negara apabila terjadi pelanggaran hukum pidana, pada sisi
lain sebagai alat pembatasan negara dalam setiap melakukan
tindakan hukum. Misalnya jika seseorang membunuh (Pasal 338
KUHP) negara tidak boleh menghukum melebihi ancaman maksimum
15 tahun.Begitu juga ketika negara menahan seseorang ada batas
masa penahanan misalnya penyidik hanya selama 20 hari. Jika
ketentuan diatas dilanggar oleh negara maka akan terjadi
kesewenangan. Dengan demikian masyarakat sendiri dirugikan.
Jika akibat suatu tindakan negara justru merugikan masyarakat,
maka tujuan dan fungsi hukum pidana tersebut tidak
tercapai.Tujuan hukum untuk kebenaran dan keadilan hanya
semboyan saja

9
5. Sumber Hukum Pidana

Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum


tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis.19 Di Indonesia
sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. 7
Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara
lain:

a. Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).


b. Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
c. Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).

Hukum pidana Indonesia tersusun dalam sistem yang


terkodifikasi dan sistem di luar kodifikasi. Sistem yang
terkodifikasi adalah apa yang termuat dalm KUHP. Di dalam KUHP
tersusun berbagai jenis perbuatan yang digolongkan sebagai
tindak pidana, perbuatan mana dapat dihukum. Namun di luar
KUHP, masih terdapat pula berbagai pengaturan tentang
perbuatan apa saja yang juga dapat dihukum dengan sanksi
pidana. Dalam hal ini,Loebby Loqman membedakan sumbersumber
hukum pidana tertulis di Indonesia adalah :8

1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);

2. Undang-undang yang merubah/ menambah KUHP;

3. Undang-undang Hukum Pidana Khusus;

4. Aturan-aturan pidana di luar Undang-undang Hukum Pidana.

Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak


pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain :

1. UU No. 8 Drt Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi.

2. UU No. 9 Tahun 1967 tentang Narkoba.

3. UU No. 16 Tahun 2003 tentang Anti Terorisme.

Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab


UndangUndang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat

7 Tutik, Titik Triwulan Tutik. 2006. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta:Prestasi Pustaka, Hlm. 61.
8 Erdianto Effendi.2011. Suatu Pengantar Hukum Pidana Indonesia. Bandung:Refika Aditama, hlm. 55.

10
dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti
UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU
No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya.9 Hal
tersebut dimungkinkan karena adanya Pasal jembatan yakni Pasal
103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Di negara-negara Anglo Saxon tidak dikenal satu kodifikasi


atas kaidahkaidah hukum pidana.Masing-masing tindak pidana
diatur dalam satu Undang-undang saja. Hukum pidana Inggris
misalnya, walupun bersumber dari Common Law dan Statute Law
(undang-undang), hukum pidana Inggris terutama bersumber pada
Common Law, yaitu bagian dari hukum inggris yang bersumberdari
kebiasaan atau adat istiadat masyarakat yang dikembangkan
berdasarkan keputusan pengadilan. Jadi bersumber dari hukum
tidak tertulis dan dalam memecahkan masalah atau kasus-kasus
tertentu dikembangkan dan diunifikasikan dalam keputusan-
keputusan pengadilan sehingga merupakan suatu precedent. Oleh
karena itu, Common law ini sering juga disebut case law atau
juga disebut hukum presedent.

Lain halnya dalam negara dengan sistem hukum Eropa


Kontinental.Hukum pidana dikodifikasikan dalam suatu kitab
Undangundang.Berbagai tindak pidana diatur dalam satu kitab
Undangundang.Tetapi ternyata sistem hukum Indonesia juga
mengenal adanya tindak pidana di luar KUHP.Inilah yang disebut
sebagai tindak pidana khusus dalam arti sebenarnya.Contoh
undang-undang ini adalah Undang-undang Anti Korupsi, Undang-
undang Money Laundrey, UU Traficking dan lain sebagainya.

9 Ibid

11
6. Pengertian Kriminologi

Kriminologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang


mempelajari tentang penjahat dan kejahatan, serta mempelajari
cara-cara penjahat melakukan kejahatan, kemudian berusaha
semaksimal mungkin untuk mengetahui faktor yang menyebabkan
terjadinya kejahatan dan bagaimana upaya untuk mencari dan
menemukan cara untuk dapat mencegah dan menanggulangi
10
terjadinya kejahatan. Istilah kriminologi untuk pertama
kalinya digunakan oleh P. Topinard (1830- 1911) seorang ahli
antropologi Perancis pada tahun 1879, sebelumnya istilah yang
banyak dipakai adalah Antropologi Kriminal. Kriminologi
dikembangkan pada akhir abad ke-18, ketika berbagai gerakan
yang dijiwai kemanusiaan, mempertanyakan kekejaman,
kesewenangwenangan, dan inefisiensi dari peradilan pidana dan
sistem penjara. Selama periode ini reformis seperti Cesare
Beccaria di Italia, Sir Samuel Romilly , John Howard , dan
Jeremy Bentham di Inggris, semua mewakili apa yang disebut
sekolah klasik kriminologi, berusaha melakukan reformasi
penologikal dan hukum pidana yang berlaku saat itu. Tujuan
utama mereka adalah untuk mengurangi hukuman, memaksa hakim
untuk mengamati prinsip nulla poena sine lege (proses hukum),
mengurangi penerapan hukuman mati, dan untuk memanusiakan
lembaga pemasyarakatan.11 Studi tentang kejahatan sudah lama
dilakukan oleh filsuf Yunani Kuno seperti Plato dan
Aristoteles, khususnya usaha untuk menjelaskan sebab-sebab
kejahatan. Dalam bukunya “Republiek”, Plato menyatakan bahwa
emas dan manusia merupakan sumber dari banyak kejahatan. Makin
tinggi kekayaan dalam pandangan manusia, makin merosot
penghargaan terhadap kesusilaan.

Dalam setiap negara yang terdapat banyak orang miskin,


dengan diam-diam terdapat bajingan-bajingan, tukang copet,
pemerkosa agama, dan penjahat dari bermacammacam corak.
Kemudian, dalam bukunya “De Wetten”, Plato juga menyatakan
bahwa jika dalam suatu masyarakat tidak ada yang miskin dan
tidak ada yang kaya, tentunya akan terdapat kesusilaan yang
tinggi di sana karena di situ tidak akan terdapat ketakaburan,

10 Alam AS dan Ilyas, A. Pengantar Kriminologi. Makassar. Pustaka Refleksi. 2010. Hlm. 4.
11 Labeling theory 2018. Britannica Academic. Retrieved 4 May 2018, from
https://academic.eb.com/levels/collegiate/article/labeling-theory/607739. Santoso, Topo dan Zulfa, Eva
Achjani. 2001. “Kriminologi”. Rajagrafindo Perkasa, Jakarta. Hlm 1

12
tidak pula kelaliman, juga tidak ada rasa iri hati dan benci. 12
Aristoteles menyatakan bahwa kemiskinan menimbulkan kejahatan
dan pemberontakan. Kejahatan yang besar tidak diperbuat untuk
memperoleh apa yang perlu untuk hidup, tetapi untuk kemewahan.13
Secara etimologis, Kriminologi berasal dari rangkaian kata
Crime dan Logos. Crime artinya kejahatan, sedangkan Logos
artinya ilmu pengetahuan. Dari dua arti ini dapat diartikan
bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang kejahatan.

Ada banyak pendapat yang disampaikan para sarjana terkait


dengan pengertian kriminologi dan masing-masing pengertian
dipengaruhi oleh luas lingkupnya bahan kajian yang dicakup
dalam kriminologi. Kriminologi sebagai imu tidak hanya dilihat
dari kejahatan itu sendiri tetapi dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang, ada yang memandang kriminologi dari segi latar
belakang timbulnya kejahatan, dan ada juga yang memandang
kriminologi dari segi sikap dan prilaku menyimpang dari norma-
norma yang berlaku di dalam kehidupan masyarakat. Kesemuanya
itu secara teknis tidak bisa dipisahkan dari berbagai disiplin
ilmu, terutama yang berkaitan dengan obyek studinya. Oleh
karena itu, para sarjana dalam mendeskripsikan pengertian
kriminologi satu sama lain saling berbeda dan beragam
batasannya.14

7. Kedudukan Kriminologi Dalam Hukum Pidana

Kejahatan dan hukum merupakan kontruksi manusia (human


contuction). Tidak ada kejahatan jika tidak dilakukan dan
diciptakan oleh manusia. Demikian dengan hukum. tidak ada
hukum tanpa perbuatan manusia untuk meniadakan kejahatan. Oleh
sebab itu kejahatan, individu pelaku kejahatan dan hukum
merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan, dalam rangka
mempelajari gejala kejahatan seluas-luasnya yang disebut
dengan ilmu kriminologi. Pemecahan masalah kejahatan perlu
diketahui faktor penyebab dari kejahatan tersebut, setelah
mempelajari faktor penyebab kejahatan akan dijumpai akibat
dari perbuatan kejahatan pada manusia baik secara individu
maupun masyarakat. Kerugian yang dialami korban selanjutnya
setelah diketahui maka perlu ditetapkan pola penangulangan
terhadap kejahatan tersebut. baik penanganan individu pelaku,
penetapan pasal tindak pidana. proses hukum acara pidana

12 W.A. Bonger, Prof.,Mr., Pengantar Tentang Kriminologi, A. Koesnoen (Penerjemah), Ghalia Indonesia, 1977.
13 Santoso, Topo dan Zulfa, Eva Achjani. 2001. “Kriminologi”. Rajagrafindo Perkasa, Jakarta. Hlm 1
14 Susanto IS.”Diklat Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang”, Semarang, 1991, hlm. 1.

13
(peradilan mulai dari proses penyidikan, penuntutan dan
peradilan) dan penetapan sanksi atau hukuman (pemidanaan).

Sejak kelahirannya, hubungan kriminologi dengan hukum


pidana mempunyai hubungan yang sangat erat, artinya hasil-
hasil penyelidikan kriminologi dapat membantu pemerintah dalam
menangani masalah kejahatan, terutama melalui studi dibidang
etiologi kriminal dan penologi. Penelitian kriminologi dapat
membantu pembuatan undang-undang pidana (kriminalisasi) atau
pencabutan undang-undang (dekriminalisasi) dan menentukan
sanksi pidana yang tepat terhadap suatu perbuatan (penology),
sehingga kriminologi sering disebut sebagai “signal-
wetenschap”.

8. Tujuan Dan Manfaat Mempelajari Kriminologi

Tujuan mempelajari kriminologi adalah untuk mengetahui


mengapa seseorang melakukan kejahatan atau tindakan yang
melanggar hukum pidana. seperti mengapa seseorang melakukan
pencurian, (kejahatan pencurian bertentangan dengan Pasal 362
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Kriminologi melihat apakah
seseorang melakukan pencurian karena lapar? atau karena ingin
memiiiki harta berlebih (koruptor), karena dipaksa oleh orang
lain untuk mencuri. dan lain sebagainya. dengan demikian
mempelajari kriminologi dapat mengetahui perilaku manusia
sedalam-dalamnya. Mempelajari kriminologi dapat mengetahui
perilaku manusia yang bertentangan dengan hukum pidana yang
merugikan masayarakat. dan yang tidak bertentangan dengan
hukum pidana tetapi merugikan masyarakat.

Manfaat Kriminologi Pertama, hasil penelitian kriminologi


dapat membantu Pemerintah dan Penegak Hukum untuk mengungkap
kejahatan. Kedua. membantu untuk melakukan kriminalisasi daiam
produk peraturan perundang- undangan pidana. Ketiga Pendapat
Von Litz sebaiknya kriminologi bergabung dengan hukum pidana
dalam hal politik kriminal. Keempat. kriminologi (khususnya
kriminologi kritis) hasil penelitiannya dapat memperbaiki
kinerja aparatur hukum serta melakukan perbaikan bagi undang-
undang pidana. Carrol dan Pinatel menyimpulkan kebutuhan
pelajaran kriminologi mengingat :

1. Transfomation of the judical and penal system.


2. Renovation of criminal law and criminal prcedure.
3. To give life to scientific research in this domain

Kriminologi memberikan sumbangannya dalam penyusunan


perundangundangan baru (proses kriminalisasi), menjelaskan

14
sebab-sebab terjadinya kejahatan (etiologi kriminal) yang pada
akhirnya menciptakan upaya-upaya pencegahan terjadinya
kejahatan (kriminal prevention). Tidak dapat disangkal
kriminologi telah membawa manfaat yang tak terhingga dalam
mengurangi penderitaan umat manusia, dan inilah yang merupakan
tujuan utama mempelajari kriminologi

15
C. KESIMPULAN

1. Kapita Selekta Hukum Pidana merupakan salah satu mata


kuliah konsentrasi hukum pidana yang mengkaji tentang
berbagai permasalahan aktual dalam hukum pidana yang sering
terjadi dalam kehidupan masyarakat, serta mengkaji berbagai
perkembangan peraturan perundang-undangan baru di bidang
hukum pidana terutama permasalahan aktual dan perundang-
undangan yang belum masuk ke dalam ranah mata kuliah – mata
kuliah lain.

2. Hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana. Kata


“Pidana” berarti hal yang “dipidanakan”, yaitu oleh
instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum
sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang
tidak sehari-hari dilimpahkan

3. Tujuan Hukum Pidana (strafrechtscholen) pada umumnya adalah


untuk melindungi kepentingan orang perseorangan (individu)
atau hakhak asasi manusia dan melindungi kepentingan-
kepentingan masyarakat dan negara dengan perimbangan yang
serasi, dari kejahatan/tindakan tercela di satu pihak dan
dari tindakan penguasa yang sewenangwenang di lain pihak

4. Kriminologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang


mempelajari tentang penjahat dan kejahatan, serta
mempelajari cara-cara penjahat melakukan kejahatan,
kemudian berusaha semaksimal mungkin untuk mengetahui
faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan dan bagaimana
upaya untuk mencari dan menemukan cara untuk dapat mencegah
dan menanggulangi terjadinya kejahatan

5. hubungan kriminologi dengan hukum pidana mempunyai hubungan


yang sangat erat, artinya hasil-hasil penyelidikan
kriminologi dapat membantu pemerintah dalam menangani
masalah kejahatan, terutama melalui studi dibidang etiologi
kriminal dan penologi.

6. Tujuan mempelajari kriminologi adalah untuk mengetahui


mengapa seseorang melakukan kejahatan atau tindakan yang
melanggar hukum pidana.

16
Daftar Pustaka

Alam AS dan Ilyas, A. Pengantar Kriminologi. Makassar. Pustaka


Refleksi. 2010. Hlm. 4.

Anna Shapland, Jon Willmore, Peter Duff, 1985, Victim In The


Criminal Justive System, Series Editor: A.E. Bottons,
Published by Gower Publishing Company Limited, Gower House,
croft Road, Aldershot, Hant Gu 3 HR, England, hal. 1 dan 496 .

Barda Nawawi, 1991, Upaya Non Penal dalam Penanggulangan


Kejahatan, Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro,
hal. 1-2.

Erdianto Effendi.2011. Suatu Pengantar Hukum Pidana Indonesia.


Bandung:Refika Aditama, hlm. 55.

Labeling theory 2018. Britannica Academic. Retrieved 4 May


2018, from
https://academic.eb.com/levels/collegiate/article/labeling-
theory/607739. Santoso, Topo dan Zulfa, Eva Achjani. 2001.
“Kriminologi”. Rajagrafindo Perkasa, Jakarta. Hlm 1

P.A.F. Lamintang. 2014. Dasar-dasar Hukum Pidana di Indonesia,


Jakarta: Sinar Grafika, hal. 2.

Santoso, Topo dan Zulfa, Eva Achjani. 2001. “Kriminologi”.


Rajagrafindo Perkasa, Jakarta. Hlm 1

Susanto IS.”Diklat Kriminologi Fakultas Hukum Universitas


Diponegoro Semarang”, Semarang, 1991, hlm. 1.

Teguh Prasetyo. 2013. Hukum Pidana, Jakarta: PT. Rajagrafindo,


hal. 6.

Tutik, Titik Triwulan Tutik. 2006. Pengantar Ilmu Hukum,


Jakarta:Prestasi Pustaka, Hlm. 61.

W.A. Bonger, Prof.,Mr., Pengantar Tentang Kriminologi, A.


Koesnoen (Penerjemah), Ghalia Indonesia, 1977.

Wirjono Prodjodikoro. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di


Indonesia, Bandung:PT Refika Aditama, hal. 1.

17
18

Anda mungkin juga menyukai