Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Mengenal lebih dalam Hukum Pidana (Strafrecht) dan Pidana Umum (Algemen Strafrecht)
Dalam KUHP

Oleh ;

Muhammad Azizur Rifhan Pratama

(22103040211)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
MATA KULIAH : HUKUM PIDANA
DOSEN PENGAMPU : Ach. Tahir, S.H.I., S.H., LL.M., M.A.
KELAS : E / SEMESTER 2
 Pendahuluan

Pengetahuan mendasar perihal Hukum Pidana Umum ialah hukum yang berlaku untuk
semua orang secara umum dan mempelajari tentang materi yang tercantum dalam KUHP.
Hukum Pidana Umum disini merupakan hukum yang sengaja dibentuk untuk diberlakukan
bagi setiap orang menurut Van Hattum dalam P.A.F Lamintang. Sebelum mengenal lebih
lanjut lagi tentang Pidana Umum, hendaklah kita mengetahui terlebih dahulu dasar-dasarnya.

Hukum Pidana atau juga dikenal sebagai Hukum Kriminal adalah hukum yang mengatur
tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum,
perbuatan mana yang diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau
siksaan, dan memiliki tujuan untuk memberi sistem dalam bahan-bahan yang banyak dari
hukum tersebut1.

Dari sini kita mengetahui bahwasanya Hukum Pidana tidaklah mengatur suatu norma-
norma baru, melainkan mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan
terhadap norma-norma hukum perihal kepentingan umum.

Hukum Pidana disini dapat dibegi dari beberapa segi antara lain sebagai berikut ; 1.
Hukum Pidana dalam arti objektif (jus poenale) dan Hukum Pidana dalam arti subjektif (jus
puniendi). 2. Hukum Pidana materiil dan Hukum Pidana formil. 3. Hukum Pidana yang
dikodifikasikan (gecodificeerd) dan Hukum Pidana yang tidak dikodifikasikan (niet
gecodificeerd) 4. Hukum Pidana bagian umum (algemene deel) dan Hukum Pidana bagian
khusus (bijzonder deel). 5. Hukum Pidana tertulis dan Hukum Pidana tidak tertulis. 6. Hukum
Pidana umum (algemeen strafrecht) dan Hukum Pidana lokal (plaatselijk strafrecht) 2.

Dalam pembahasan kali ini kita akan membahas tentang “Pidana Umum”.

 Pembahasan
A. Pengertian

Keamanan dan ketertiban dalam suatu masyarakan akan terjadi apabila setiap masyarakat
menaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang sudah ada pada masyarakat tersebut.
Peraturan-peraturan tersebut merupakan hasil yang dikeluarkan oleh suatu badan yang
berkuasa dalam masyarakat tersebut yang biasa dikenal sebagai pemerintah.

1
Drs. C.S.T. Kansil, S.H. (Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia) ; 257-265
2
Dr. Fitri Wahyuni., S.H., M.H. (Dasar-dasar Hukum Pidana di-Indonesia) ; 4
Namun walau demikian, masih amat banyak masyarakat yang melanggar peraturan-
peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Misalnya dalam hal pemerkosaan dan
pencurian yang kerap terjadi dalam lingkungan masyarakat kita sehingga banyak
menimbulkan kerugian bagi pihak korban yang bertentangan dengan hukum (KUHP pasal
285 dan 362). Terhadap orang tersebut yang telah melakukan tindak Pidana yang jelas-jelas
bertentangan dengan hukum, pastinya akan dikenakan hukuman yang sesuai dengan apa yang
telah mereka perbuat. Segala peraturan-peraturan tentang tindak Pidana dan sebagainya telah
diatur dalam Hukum Pidana (Strafrecht) dan dimuat dalam suatu kitab undang-undang yang
disebut “Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecth) yang disingkat
“KUHP”(WvS).

Hukum Pidana atau Hukum Kriminal adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-
pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana yang
diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. Dari sini kita
mengetahui bahwasanya Hukum Pidana tidaklah mengatur suatu norma-norma baru,
melainkan mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap
norma-norma hukum perihal kepentingan umum.

Ada dua macam Kepentingan umum yang dimaksud pada kalimat diatas ; 1. Badan dan
Perlindungan negara, seperti Negara, Lembaga-lembaga Negara, Pejabat Negara, Pegawai
Negeri, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya. 2. Kepentingan hukum
setiap manusia, yaitu jiwa, raga/tubuh, kemerdekaan, kehormatan, dan hak milik/harta benda.

B. Pembagian

Hukum Pidana dapat dari beberapa segi antara lain sebagai berikut ;

1. Hukum Pidana dalam arti Objektif (jus poenale) dan Hukum Pidana dalam arti
Subjektif (jus puniendi).
Hukum Pidana objektif (jus poenale) ialah semua peraturan yang mengandung
keharusan atau larangan, terhadap pelanggaran mana diancam dengan hukuman yang
bersifat siksaan. Hukum Pidana Objektif disini bisa dibagi lagi atas Hukum Pidana
material dan formal. Sedangkan Hukum Pidana Subjektif (jus puniendi) adalah hak
negara atau alat-alat untuk menghukum berdasarkan Hukum Pidana obyektif. Dan
Hukum Pidana subjektif ini baru ada, setelah ada peraturan-peraturan dari Hukum
Pidana objektif terlebih dahulu.
2. Hukum Pidana Materiil Dan Hukum Pidana Formil.
Hukum Pidana Materiil adalah perundang-undangan Pidana yang tertulis
dalam KUHP. Sedangkan Hukum Pidana Formil adalah hukum yang mengatur cara-
cara menghukum seseorang yang pekukan tindak Pidana (pelaksana/penegak Hukum
Pidana materiil).
3. Hukum Pidana yang dikodifikasikan (gecodificeerd) dan Hukum Pidana yang tidak
dikodifikasikan (niet gecodificeerd).
Hukum Pidana yang dikodifikasikan misalnya adalah: Kitab Undang-undang
Hukum Pidana, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer, dan Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sedangkan Hukum Pidana yang tidak
dikodifikasikan misalnya berbagai ketentuan Pidana yang tersebar di luar KUHP,
seperti UU Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun
2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi), UU (drt) No. 7 Tahun 1955 tentang Tindak
Pidana Ekonomi, UU (drt) No. 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan
Peledak, UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di
Muka Umum, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 21
Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan peraturan
lainnya yang di dalamnya mengandung sanksi berupa Pidana.
4. Hukum Pidana umum (algemene deel) dan Hukum Pidana khusus (bijzonder deel).
Hukum Pidana umum (algemene deel) ialah Hukum Pidana yang berlaku bagi
seluruh penduduk suatu negara (Indonesia) kecuali tentara. Sedangkan Hukum Pidana
khusus (bijzonder deel) adalah hukum yang berlaku bagi orang-orang tertentu seperti:
Hukum Pidana Militer dan Pajak.
5. Hukum Pidana tertulis (KUHP) dan Hukum Pidana tidak tertulis (Hukum Adat
menurut pasal 1 KUHP).
6. Hukum Pidana umum (algemeen strafrecht) dan Hukum Pidana lokal (plaatselijk
strafrecht).
Hukum Pidana umum atau Hukum Pidana biasa ini juga disebut sebagai
Hukum Pidana nasional.14 Hukum Pidana umum adalah Hukum Pidana yang
dibentuk oleh Pemerintah Negara Pusat yang berlaku bagi subjek hukum yang berada
dan berbuat melanggar larangan Hukum Pidana di seluruh wilayah hukum negara.
Sedangkan Hukum Pidana lokal adalah Hukum Pidana yang dibuat oleh Pemerintah
Daerah yang berlaku bagi subjek hukum yang melakukan perbuatan yang dilarang
oleh Hukum Pidana di dalam wilayah hukum pemerintahan daerah tersebut. Hukum
Pidana lokal dapat dijumpai di dalam Peraturan Daerah baik tingkat Propinsi,
Kabupaten maupun Pemerintahan Kota. Selain itu atas dasar wilayah berlakunya
hukum, Hukum Pidana masih juga dapat dibedakan antara Hukum Pidana nasional
dan Hukum Pidana internasional (Hukum Pidana supra nasional). Hukum Pidana
internasional adalah Hukum Pidana yang dibuat, diakui dan diberlakukan oleh banyak
atau semua negara di dunia yang didasarkan pada suatu konvensi internasional,
berlaku dan menjadi hukum bangsa-bangsa yang harus diakui dan diberlakukan oleh
bangsa-bangsa di dunia, seperti:
a. Hukum Pidana internasional yang bersumber pada Persetujuan London (8-8-
1945) yang menjadi dasar bagi Mahkamah Militer Internasional di Neurenberg
untuk mengadili penjahat-penjahat perang Jerman dalam perang dunia kedua;
b. Konvensi Palang Merah 1949 yang berisi antara lain mengenai korban perang
yang luka dan sakit di darat dan di laut, tawanan perang, penduduk sipil dalam
peperangan.
C. Asas-asas, Sumber dan Tujuan Hukum Pidana

Asas-asas Hukum Pidana sebagaimana berikut ;

1. Asas Legalitas : Sesuai KUHP


2. Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan : Harusnya ada unsur kesalahan
3. Asas Teritorial (Daerah/Wilayah) : kapal dengan bendera indonesia, Pesawat
Indonesia, Gedung kedaulatan dan konsul indonesia di-negara asing.
4. Asas Nasionalitas Aktif : Sesuai pasal 5 KUHP (berlaku bagi WNI dimanapun
mereka berada)
5. Asas Nasionalitas Pasif : Sesuai pasal 4KUHP (setiap WNI yang merugikan
kepentingan negara)

Sumber-sumber Hukum Pidana sebagaimana berikut :

1. Tertulis : KUHP
2. Tidak tertulis : tertulis (Hukum Adat menurut pasal 1 KUHP).

Tujuan Hukum Pidana

Hukum Pidana merupakan ilmu pengetahuan hukum;oleh karena itu


peninjauan bahan-bahan mengenai Hukum Pidana terutama dilakukan dari sudut
pertanggung jawaban manusia tentang “perbuatan yang dapat dihukum” kalua
seorang melanggar peraturan Pidana, maka akan dikenakan hukuman (kecuali orang
gila, dibawah umur dan sebaginya).

Hukum Pidana sebagai ilmu pengetahun tentunya juga memiliki ilmu-ilmu


pembantu seperti ilmu lainnya, antara lain; Anthropologi, filsafat, Ethica, Statistik,
Medicina Forensic (ilmu kedokteran bagian kehakiman), Psychiatrie-kehakiman, dan
Kriminologi.

Karena keterbatasan dengan beberapa referensi disini akan disajikan sebagian


dari penggalan pembagian diatas tentang Kriminologi bagian di Aliran Bio-Sosiologi,
aliran ini merupakan synthese dari dua alira, yakni aliran biologi atau madzhab italia-
kriminil(anthropologi-kriminal) dan aliran sosiologi-kriminal atau madzhab prancis.
Prof. Ferri mencari sebab-sebab dari pada kejahatan, baik peda pembawaan yang
terdapat pada manusia, maupun dalam masyarakat.

Persoalan ini, sebenarnya telah lama dipikirkan oleh filsuf-filsuf dan


menimbulkan bermacam-macam teori Hukum Pidana. Misalnya Plato, yang
menyatakan bahwa hakikatnya hukuman itu untuk memperbaiki si penjahat. Akan
tetapi ada juga ahli lainnya yang berpendapat bahwa hukuman adalat alat untuk
menakut-nakuti khalayak umum agar tidak melakukan tindak Pidana. Sehingga pada
akhirnya teori Hukum Pidana itu dapat dibagi atas 3 bagian, yaitu ;

1. Teori Mutlak (Teori Pembalasan)


Teori ini merupakan teori tertua (klasik) yang menitik beratkan pada pembalasan
dan sering digunakan oleh filsuf abad 18 diantaranya ;
1) Immmanuel Kant : bahwa dasar hukum dari hukuman harus dicari pada
kejahatan sendiri, sebab kejahatan itu menimbulkan penderitaan pada
orang lain. Sedangkan hukuman itu merupakan tuntutan yang mutlak dari
hukum dan kesusilaan.
2) Hegel :bahwa hukum itu suatu kenyataan keadilan. Berhubungan dengan
itu makakejahatan sebagai suatutidak keadilan merupakan tantangan
terhadap hukum. Oleh karena itu suatu tidak keadilan harus dilenyapkan
dengan suatu tidak keadilan juga yaitu dengan meberikan suatu
penderitaan kepada orang yang menimbulkan suatu tidak keadilan tadi.
2. Teori Relatif (Teori Tujuan)
Menurut teori ini, yang dianggap sebagi dasar hukum bukenlah pembalasan
melainkan tujuan hukuman
3. Teori Gabungan (1 dan 2)
Teori ini, berarti bahwa dasar hukuman adalah sesuatu yang terletak pada
kejahatan sendiri yaitu pembalasan atau siksaan (teori mutlak). Akan tetapi
disamping itu diakui juga dasar-dasar tujuan dari pada hukuman.
D. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki induk peraturan Hukum Pidana positif,
yakni KUHP. KUHP digunakan untuk mengadili perkara Pidana yang bertujuan
melindungi kepentingan umum. KUHP mengandung peraturan mengenai tindak Pidana
yang berdampak buruk terhadap keamanan, ketentraman, kesejahteraan, dan ketertiban
umum.

Hukum Pidana sendiri merupakan bentuk upaya hukum terakhir (ultimum remedium)
dalam penyelesaian sebuah perkara. Untuk itu, Hukum Pidana mengandung sanksi yang
bersifat memaksa. Masyarakat yang melanggar Hukum Pidana yang tertuang dalam
KUHP maka akan dijatuhi sanksi Pidana.

Sebelum mengenal lebih jauh perihal KUHP, hendaknya kita mengenal bagaimana
KUHP lahir di tanah kita. KUHP merupakan salah satu produk hukum peninggalan
kolonial Hindia Belanda. Awalnya, KUHP bernama Wetboek van Strafrechtvoor
Nederlandsch Indie (WvSNI). Peraturan WvSNI dibentuk tanggal 15 Oktober 1915,
namun baru diberlakukan pertama kali pada 1 Januari 1918.

Selama WvSNI diberlakukan, masih terdapat unsur-unsur kolonial di dalamnya.


Misalnya, terdapat aturan tentang kerja rodi dan denda yang digunakan masih dalam mata
uang gulden yang digunakan di Hindia Belanda (Indonesia) saat itu.

Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, para pendiri bangsa mencoba
untuk merumuskan Hukum Pidana yang akan diberlakukan di Indonesia sebagai negara
yang berdaulat.

Tanggal 26 Februari 1946, WvSNI diubah menjadi Kitab Undang-undang Hukum


Pidana (KUHP) lewat UU No. 1 tahun 1946. Perubahan ini turut menghapus aturan
tentang kerja rodi serta penggantian denda dari mata uang gulden ke rupiah. KUHP ini
menjadi acuan Hukum Pidana positif hingga sekarang.
Pininjauan terhadap KUHP dapat dari luar dan dapat pula dari dalam. Peninjauan dari
luar iyalah mengenai riwayat yang telah kita bahas diatas, yakni sekitar undang-undang
Pidana dan beberapa ilmu penopang/pembantu Hukum Pidana. Sedangkan dari dalam
iyalah perihal bentuk dan isi Kitab Undang-undang Pidana (KUHP).

Dalam peninjauan dari dalam tentang Undang-undang Pidana ini ada beberapa uraian,
antara lain;

1. Undang-undang Hukum Pidana


Undang-undang pidana (norma plus sanksi) adalah peraturan hidup (norma)
yang ditetapkan oleh instansi kenegaraan yang berhak membuatnya, norma mana
ditambah ancaman hukuman yang merupakan penderitaaan (sanksi) terhadap pelaku
tindak pidana. Dapat juga norma dan sanksi terpisah, contoh pada pasal I, II dan
seterusnya, yang kemudian baru akhirnya disebutkan hukumannya. Ada juga yang
hanya terdapat sanksi tanpa norma seperti pasal 122 KUHP. Yang asli dan istimewa
disini bukanlah perihal normanya, melainkan sanksinya. Sanksi disini bukanlah untuk
hadir sendiri melainkan untuk norma-norma yang ada.
2. Siapakah yang berhak membuat Undang-undang Hukum Pidana Itu?
Jika Undang-undang Hukum Pidana diartikan secara sempit, maka yang
berhak membuat Undang-undang tersebut adalah Badan Legislatif tertinggi (DPR)
dan pemerintah. Akan tetapi apabila diartikan secara luas maka melingkupi semua
badan legislatif dan orang yang memiliki kekuasaan eksekutif (Presiden, Menteri,
Kepala Polisi dan sebainya). Tentunya badan-badan yang lebih rendah kedudukannya
tidak diperbolehkan membuat peraturan lain yang telah di kerjakan oleh intansi yang
lebih tinggi, apalagi bertentangan.
3. Bila suatu Undang-undang Pidana mulai sah berlaku?
Saat diundangkan oleh pemerintah dalam lembaran negara kemudian
diumumkan pada berita negara (radio, televisi dan sebagainya). Untuk tanggal
mulainya peraturan tersebut iyalah menurut tanggal ditetapkannya Undang-undang
tersebut, dan apabila tanggal itu tidak disebutkan maka berlaku setelah 30 hari bagi
Daerah Jawa dan Madura dan 100 hari untuk daerah lainnya, setelah Undang-undang
sudah diundangkan.
4. Bila suatu Undang-undang Pidana tidak berlaku lagi?
1) Waktu yang telah ditentukan oleh peraturan telah lampau
2) Bila keadaan untuk mana bunyi peraturan telah tidak ada
3) Peraturan itu dicabut
4) Bila adanya Mansyukh (adanya peraturan baru yang bertentangan)
5. Samapai dimanakah kekuasaan berlakunya Undang-undang Hukum Pidana
Indonesia?
Kekuasaan berlakunya Undang-undang Hukum Pidana Indonesia dapan dipandang
dari dua sudut ;
1) Yang bersifat Negati : berhubungan dengan Waktu yang diatur dalam KUHP
Pasal 1 Ayat 1-2
2) Yang bersifat Positif : berhubungan dengan tempat yang diatur dalam KUHP
pasal 2-9. Akan tetapi disini ada pengecualian terhadap mereka yang memiliki
Hak ex-teritorial (seperti ; kepala negara asing, duta beserta keluarga dan
pegawai kedutaannya, anak buah kapal perang asing, sekretaris jendral PBB
dan anggota delegasi negara asing yng menuju sidang PBB, dan singgah di
Indonesia)dan Hak Immuniteit-pertementair (Hak Kekebalan) seperti ; para
anggota MPR, DPR pusat, DPR daerah serta para Menteri atas segala yang
dikatakannya (dan tulisan-tulisan mereka) didalam gedung parlemen3.
6. Penyerahan (Extradition=Uitievering)
Pernyataan ini mernunjukkan bahwa indonesia memiliki wewenang juga di luar
negeri, akan tetapi dengan beberapa prosedural Diplomatik (dan telah ada “perjanjian
penyerahan” terlebih dahulu antara kedua negara) yang telah dimuat dalam Peraturan-
peraturan Hindia Belanda dahulu yang ditetapkan dalam LN 1883 No. 188 . Akan
tetapi ada juga beberapa keadaan yaitu ;
1) Kalau orang yang diminta diserahkan itu warga negara sendiri
2) Kalau negara asing menganggap perbuatan orang tersebut merupakan
“kejahatan politik” yang terdiri atas ; kejahatan politik mutlak (kajahatan
ditujukan secara langsung untuk merobohkan negara) dan kejahatan politik
relatif (kejahatan itu secara tidak langsung hendak mengganggu keamanan
negara)
3) Kalau perkaranya telah diputuskan oleh pengadilan negara asing
4) Kalau permintaan penyerahan dari negara yang dilanggar undang-undang
dianggap kasip (kadaluarsa/lewat waktu) oleh negara asing itu
5) Kalau orang yang diminta diserahkan itu pejabat agama
7. Interpretasi (penafsiran) Undang-undang Pidana
3
Ketetapan/MPR No. 1/MPR/1983 dan Undang-undang No. 13 Tahun 1970
Maksud disini adalah bahwasanya Undang-undang Pidana hanya dapat ditafsirkan
menurut kata-kata dalam hukum pidana itu sendiri, oleh karena terhadap beberapa
perkataan yang terdapat dalam KUHP itu (Buku I titel IX dari KUHP) oleh
pembentuk KUHP telah ditegaskan bahwasanya apa yang dimaksud perkataan-
perkataan tersebut disebut penafsiran Authentiek. Dan penafsiran tersebut hanya
berlaku pada prakata dalam KUHP tidak di luar KUHP.
E. ISI Pokok KUHP
1. Aturan Umum
1) Bab I - Aturan Umum
2) Bab II – Pidana
3) Bab III - Hal-Hal yang Menghapuskan, Mengurangi atau Memberatkan Pidana
4) Bab IV – Percobaan
5) Bab V - Penyertaan dalam Tindak Pidana
6) Bab VI - Gabungan Tindak Pidana
7) Bab VII - Mengajukan dan Menarik Kembali Pengaduan dalam Hal
Kejahatan-Kejahatan yang Hanya Dituntut atas Pengaduan
8) Bab VIII - Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana dan Menjalankan Pidana
9) Bab IX - Arti Beberapa Istilah yang Dipakai dalam Kitab Undang- Undang
10) Aturan Penutup
2. Tindak Pidana (Delik)
Delik ialah perbuatan yang melanggar Undang-undang. Ada dua unsur dalam delik
yakni ; Objektif (mengenai perbuatan, akibat, dan keadaaan). Sedangkan unsur
Subjektif ada;ah mengenai keadaan dapat dipertanggungjawabkan dan Schuld
(kesalahan) dalam arti Dolus (sengaja) dan Cupla (kelalaian)
3. Sifat Hukum dari kejahatan
1) Kepentingan umum
2) Bahaya : yang dimaksut disini ialah perbuatanku menurut manusia yang layak
akan menimbulkan pelanggaran kepentingan Hukum. Bahaya disini dibagi
atas; Bahaya dalam arti abstrak (diamggap dapat menimbulkan bahaya, seperti
membakar rumah sendiri, hal itu tidak usah dibuktikan dengan perilaku nyata)
dan Bahaya dalam arti konkrit (bahaya itu harus nyata dan harus dibuktikan)
3) Norma dan Sanctie (sanksi)
4. Pembagian kejahatan dan pelanggaran (Delik)
a. 1) Delik formil (seles/perbuatannya), seperti Pencurian
2) Delik Materil (akibatnya), contohnya Pembunuhan
b. 1) Delikcta Commissionis (pelanggaran terhadap larangan), contohnya Penipuan
2) Delikcta Ommissionis (pelanggaran terhadap keharusan), seperti tidak
melaporkan kelompok yang hendak merobohkan negara padahal dia
mengetahuinya
3) Delikcta Commissionis per ommissionem commisa (ommissie tidak murni),
contoh penjaga wasel kereta yang lalai menarik wesel
c. 1) Delik yang dilakukan dengan sengaja (Dolus), contoh pada pasal 338 KUHP
d. 1) Kejahata yang berdiri sendiri contoh pencurian, pembunuhan dll.
2) Kejahatan yang dilakukan terus
e. 1) Kejahatan bersahaja, contoh menadah
2) Kejahatan yang tersusun-susun (terdiri dari beberapa perbuatan) contoh
menadah barang yang berasal dari kejahatan
f. 1) Kejahatan yang berjalan habis (kejahatan selesai pada suatu saat)
2) Kejahatan yang berlangsung terus, contoh menahan orang terus-menerus
g. 1) Delik pengaduan (harusnya adanya pengaduan terlebih dahulu orang
menderita), seperti perzinaan
2) Delik Commune (tidak perlu pengaduan untuk penuntutan)
h. 1) Delik Politik (kejahatan yang ditujukan pada keamanan negara secara
langsung ataupun tidak)
2) Delik commune (tidak ditujukan pada keamana negara)
i. 1) Delik Umum (kejahatan yang dapat dilakukan tiap orang)
2) Delik khusus (kejahatan yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu,;
seperti tentara dll)
5. Unsur-unsur tindak pidana (Delik)
1) Harus ada kelakuan (gedraging)
2) Kelakuan itu harus sesuai dengan uraian undang-undang (wettelijke
omschrijving)
3) Kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak
4) Kelakuan itu dapat diberatkan pada pelaku
5) Kelakuan itu diancam dengan hukuman
F. Penutup
Hukum Pidana atau Hukum Kriminal adalah hukum yang mengatur tentang
pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum,
perbuatan mana yang diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan
atau siksaan. Dari sini kita mengetahui bahwasanya Hukum Pidana tidaklah mengatur
suatu norma-norma baru, melainkan mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan
kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum perihal kepentingan umum.

Hukum Pidana dapat dari beberapa segi antara lain sebagai berikut ;

1. Hukum Pidana dalam arti Objektif (jus poenale) dan Hukum Pidana dalam arti
Subjektif (jus puniendi).
2. Hukum Pidana Materiil Dan Hukum Pidana Formil.
3. Hukum Pidana yang dikodifikasikan (gecodificeerd) dan Hukum Pidana yang
tidak dikodifikasikan (niet gecodificeerd).
4. Hukum Pidana umum (algemene deel) dan Hukum Pidana khusus (bijzonder
deel).
5. Hukum Pidana tertulis (KUHP) dan Hukum Pidana tidak tertulis (Hukum Adat
menurut pasal 1 KUHP).
6. Hukum Pidana umum (algemeen strafrecht) dan Hukum Pidana lokal (plaatselijk
strafrecht). Hukum Pidana masih juga dapat dibedakan antara Hukum Pidana
nasional dan Hukum Pidana internasional (Hukum Pidana supra nasional)
KUHP merupakan salah satu produk hukum peninggalan kolonial Hindia Belanda.
Awalnya, KUHP bernama Wetboek van Strafrechtvoor Nederlandsch Indie (WvSNI).
Peraturan WvSNI dibentuk tanggal 15 Oktober 1915, namun baru diberlakukan
pertama kali pada 1 Januari 1918.
Selama WvSNI diberlakukan, masih terdapat unsur-unsur kolonial di dalamnya.
Misalnya, terdapat aturan tentang kerja rodi dan denda yang digunakan masih dalam
mata uang gulden yang digunakan di Hindia Belanda (Indonesia) saat itu.
Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, para pendiri bangsa
mencoba untuk merumuskan Hukum Pidana yang akan diberlakukan di Indonesia
sebagai negara yang berdaulat.
KUHP dapat ditinjau dari luar (mengenai riwayat yang telah kita bahas diatas) dan
dapat pula dari dalam iyalah peninjauan bentuk dan isi Kitab Undang-undang Pidana
(KUHP), antara lain ;

1. Aturan Umum
2. Tindak Pidana (Delik)
3. Sifat Hukum dari kejahatan
4. Pembagian kejahatan dan pelanggaran (Delik)
5. Unsur-unsur tindak pidana (Delik)
Daftar Pustaka
1. Kansil, C.S.T., Drs. S.H. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai
Pustaka. Jakarta 1982.
2. Wahyuni, Fitri Dr., S.H., M.H. Dasar-dasar Hukum Pidana di-Indonesia. PT.
Nusantara Husada Utama. Jakarta 2017.
3. Chairul Rizal, Moch. Buku Ajar Hukum Pidana. LSHP. Kediri 2021.
4. Ketetapan/MPR No. 1/MPR/1983 dan Undang-undang No. 13 Tahun 1970

Anda mungkin juga menyukai