(Materiil)
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), jenis pidana yang diancamkan
pun beraneka ragam yang secara garis besar dibagi ke dalam pidana pokok dan pidana
tambahan. Pidana pokok terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan dan
pidana denda. Pidana tambahan terdiri dari perampasan barang-barang tertentu, pencabutan
hak-hak tertentu dan pengumuman putusan hakim.
Selain itu hukum pidana yang merupakan hukum publik mempunyai fungsi sebagai berikut ;
a. Fungsi umum hukum pidana adalah mengatur hidup kemasyarakatan atau
menyelenggarakan ketertiban dalam masyarakat.
b. Fungsi khusus hukum pidana adalah melindungi kepentingan hukum yang terdiri dari
nyawa, kehormatan, kemerdekaan, dan harta benda.
Hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang dibentuk oleh negara hanya dikhususkan
berlaku bagi subjek hukum tertentu saja, misalnya hukum pidana militer.
c. Hukum Pidana Tertulis dan Tidak Tertulis
Hukum pidana tertulis disebut juga dengan hukum pidana undang-undang yang terdiri dari
hukum pidana kodifikasi seperti KUHP dan KUHAP dan hukum pidana di luar kodifikasi, yang
tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan. Hukum pidana yang dijalankan oleh negara
adalah hukum pidana tertulis sebagai konsekuensi asas legalitas.
Hukum pidana tidak tertulis disebut juga hukum pidana adat yang keberlakuan dipertahankan
dan dapat dipaksakan oleh masyarakat adat setempat.
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang meliputi asas-asas hukum pidana, kejahatan-
kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
3. Undang-Undang Pidana di luar kodifikasi atau KUHP
4. Ketentuan Pidana yang terdapat dalam Undang-Undang lainnya
5. Ketentuan pidana yang terdapat dalam Peraturan Daerah
BAB 2 : RUANG LINGKUP BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
Menurut waktu, batas berlakunya hukum pidana sudah ditentukan dalam KUHP,
antaranya:
a. Asas Teritorialitas
Adalah asas yang memberlakukan KUHP bagi semua orang yang melakukan pidana di
dalam lingkungan wilayah Indonesia. Asas ini dapat dilihat dari ketentuan (Pasal 2 dan 3
KUHP).
b. Asas Nasionalitas Pasif/Perlindungan
Adalah suatu asas yang memberlakukan KUHP terhadap siapapun juga baik WNI maupun
WNA yang melakukan perbuatan pidana di luar wilayah Indonesia diatur dalam (Pasal 4
KUHP)
c. Asas Nasionalitas Aktif/Personalitas
Adalah asas yang memberlakukan KUHP terhadap orang-orang Indonesia yang melakukan
perbuatan pidana di luar wilayah Republik Indonesia. Asas ini dinamakan juga asas
personalitet. Asas ini bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Asas ini terdapat
dalam (Pasal 5, 6, 7 dan 8 KUHP)
d. Asas Universalitas
Asas ini berlaku untuk kepentingan penduduk dunia atau bangsa dunia. Jadi bukan
sekedar kepentingan bangsa Indonesia Diatur dalam (pasal 4 ayat 2,3,4 KUHP)
BAB 3 : STELSEL PIDANA DAN TEORI PEMIDANAN
1. Pengertian Pidana
Sudarto menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja
dibebankan kepada orang yang melakukan perbuaan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
3. Jenis-Jenis Pidana
Stelsel pidana maksudnya adalah susunan pidana yang ada dalam Pasal 10 KUHP, yang
terdiri dari :
1. Pidana Pokok:
a. pidana mati
b. pidana penjara
c. pidana kurungan
d. pidana denda
e. pidana tutupan
2. Pidana Tambahan:
a. pencabutan hak-hak tertentu
b. perampasan barang-barang tertentu
c. pengumuman putusan hakim
a. Syarat materiil yang dikemukakan Moeljatno yang terdiri dari 3 masalah pokok, yaitu :
- Sifat melawan hukumnya perbuatan
- Adanya kesalahan
- Pidana
Ketiga masalah tersebut diatas oleh Sauer disebut sebagai “Trias dalam hukum pidana”.
b. Syarat formil, yaitu perbuatan tersebut harus dirumuskan dalam undang-undang sebagai
tindak pidana
B. Macam-Macam Delik
Dalam mempelajari delik, kita juga akan diperkenalkan mengenai macam-macam delik,
antaranya:
1. Delik hukuman
Adalah rumusan delik yang biasa disebut delik Hukuman, ancaman Hukumannya lebih berat;
3. Delik formil
yaitu delik yang telah selesai, jika dilakukan yang dirumuskan dalam peraturan yang telah
dilakukan tanpa melihat hasilnya. Contoh: Delik pencurian Pasal 362 KUHP
4. Delik materiil
yang diajukan itu perlu dipertanyakan yang menjadi tujuan si pembuat delik
Contoh: Delik pembunuhan Pasal 338 KUHP
5. Delik umum
adalah suatu delik yang dapat dilakukan oleh siapa saja dan diberlakukan secara umum
Contoh: Penerapan delik kejahatan dalam buku II KUHP
7. Delik biasa
adalah menentang suatu tindakan yang tidak perlu ada pengaduan, tetapi menentang laporan
atau karena mengharuskan aparat negara untuk melakukan tindakan
8. Delik dolus
adalah bagian dari delik yang dirumuskan dilakukan dengan sengaja. Contoh:, penganiayaan
9. Delik culpa
tindakan yg dilakukan karena kelalaiannya, kealpaannya atau kurang hati-hati menyebabkan
orang lain menjadi korban. Contoh: Seorang pengemudi yang menabrak pejalan kaki, karena
kurang hati-hati menggunakan kendaraannya.
10. Delik berkualifikasi
adalah aplikasi delik yang diperberat karena suatu keadaan tertentu yang menyertai tindakan
itu. Contoh: Pasal 363 KUHP, pencurian yang dilakukan pada waktu malam,
Simons juga menyebutkan adanya unsur obyektif dan unsur subyektif dari tindak pidana
(strafbaar feit)
Unsur Objektif :
- Perbuatan orang
- Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu.
- Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti dalam pasal 281 KUHP sifat
“openbaar” atau“dimuka umum”
Unsur Subjektif :
- Orang yang mampu bertanggung jawab
- Adanya kesalahan (dollus atau culpa). Perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan. Kesalahan
ini dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau dengan keadaan mana perbuatan itu
dilakukan
5. Unsur material
Jadi meskipun perbuatan itu memenuhi rumusan undang-undang, tetapi apabila tidak bersifat
melawan hukum, maka perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana.
6. Unsur lain yang menentukan sifat tindak pidana
Ada beberapa tindak pidana yang untuk mendapat sifat tindak pidanya itu memerlukan hal-
hal objektif yang menyertainya, seperti penghasutan (Pasal 160 KUHP), melanggar kesusilaan
(Pasal 281 KUHP), pengemisan (Pasal 504 KUHP), mabuk (Pasal 561 KUHP). Tindak pidana
tersebut harus dilakukan di muka umum
Tindak pidana juga mengenal adanya unsur subjektif, unsur ini meliputi:
- Kesengajaan (dolus), dimana hal ini terdapat di dalam pelanggaran kesusilaan (Pasal 281
KUHP), perampasan kemerdekaan (Pasal 333 KUHP), pembunuhan (Pasal 338).
- Kealpaan (culpa), dimana hal ini terdapat di dalam perampasan kemerdekaan (Pasal 334
KUHP), dan menyebabkan kematian (Pasal 359 KUHP), dan lain-lain.
- Niat (voornemen), dimana hal ini terdapat di dalam percobaan atau poging (Pasal 53 KUHP)
- Maksud (oogmerk), dimana hal ini terdapat dalam pencurian (Pasal 362 KUHP), pemerasan
(Pasal 368 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP), dan lain-lain
Menurut rumusan Delik yang terdapat dalam KUHP, maka dapat diketahui ada dua unsur
delik yaitu:
1) Unsur perbuatan (unsur obyektif), yaitu
a) Mencocokan rumusan delik
b) Melawan hukum (tidak ada alasan pembenar)
2) Unsur pembuat (unsur subyektif), yaitu:
a) Adanya kesalahan (terdiri dari dolus atau culpa);
b) Dapat dipertanggungjawabkan )tidak ada alasan pemaaf)
D. Subjek Delik
bahwa unsur pertama tindak pidana itu adalah perbuatan orang, pada dasarnya yang dapat
melakukan tindak pidana itu manusia (naturlijke personen). Ini dapat disimpulkan berdasarkan
hal-hal sebagai berikut:
1. Rumusan delik dalam undang-undang lazim dimulai dengan kata-kata : “barang siapa yang
…….”. Kata “barang siapa” ini tidak dapat diartikan lain dari pada “orang”.
2. Dalam pasal 10 KUHP disebutkan jenis-jenis pidana yang dapat dikenakan kepada tindak
pidana, yaitu :
a. pidana pokok :
1) pidana mati
2) pidana penjara
3) pidana kurungan
4) pidana denda, yang dapat diganti dengan pidana kurungan
b. pidana tambahan :
1) pencabutan hak-hak tertentu
2) perampasan barang-barang tertentu
3) diumumkannya keputusan hakim
c. Dalam pemeriksaan perkara dan juga sifat dari hukum pidana yang dilihat ada/tidaknya
kesalahan pada terdakwa, memberi petunjuk bahwa yang dapat dipertanggungjawabkan itu adalah
manusia.
d. Pengertian kesalahan yang dapat berupa kesengajaan dan kealpaan itu merupakan sikap dalam
batin manusia
3. Delik commisionis, delik ommisionis dan delik commisionis per ommisionen commissa
a. Delik commisionis: delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan, ialah berbuat sesuatu
yang dilarang, pencurian, penggelapan, penipuan.
b. Delik ommisionis: delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah, ialah tidak melakukan
sesuatu yang diperintahkan/ yang diharuskan, misal: tidak menghadap sebagai saksi di muka
pengadilan (pasal 522 KUHP), tidak menolong orang yang memerlukan pertolongan (pasal 531
KUHP).
c. Delik commisionis per ommisionen commissa : delik yang berupa pelanggaran larangan (dus
delik commissionis), akan tetapi dapa dilakukan dengan cara tidak berbuat. Misal : seorang ibu
yang membunuh anaknya dengan tidak memberi air susu (pasal 338, 340 KUHP), seorang penjaga
wissel yang menyebabkan kecelakaan kereta api dengan sengaja tidak memindahkan wissel (pasal
194 KUHP).
9. Delik ekonomi
Apa yang disebut tindak pidana ekonomi itu terdapat dalam pasal 1 UU Darurat No. 7 tahun 1955,
UU darurat tentang tindak pidana ekonomi
13. Delik Kejahatan ringan, (Misal Pasal 364, 373, 375, dll)
BAB 5 : KESALAHAN (DALAM ARTI LUAS DAN MELAWAN HUKUM)
1. Pengertian Kesalahan
Kesalahan dalam arti luas memiliki pengertian yang sama dengan pertanggungjawaban
dalam hukun pidana. Kesalahan dalam arti sempit: kesalahan berarti kealpaan. Kesalahan
dalam arti bentuk kesalahan, kesalahan disengaja (dolus/opzet).
2. Unsur Kesalahan
Dapat disimpulkan bahwa kesalahan memiliki beberapa unsur :
a. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pelaku
b. Adanya hubungan batin antara si pelaku dengan perbuataanya
c. Tidak adanya alasan pemaaf yang dapat menghapus kesalahan.
3. Bentuk Kesalahan
a. Sengaja/Dolus/Opzet
Kesalahan disengaja merupakan bentuk biasa yang terjadi dan merupakan bentuk kesalahan
yang paling tinggi pada kehendak manusia yang menyebabkannya mendapatkan sanksi hukum
atau pidana, karena pelaku kejahatan itu menginsyafi, menghendaki dan mengetahui melakukan
perbuatan yang melawan hukum.
Unsur-unsur kesengajan :
1. Kehendak
2. Mengetahui
Macam-macam dolus
1. Dolus premeditatus yaitu dolus yang direncanakan
2. Dolus determinatus dan dolus indeterminatus yang pertama adalah kesengajaan dengan tujuan
pasti dan yang kedua kesengajaan yang tanpa tujuan tertentu
3. Dolus alternativus yaitu kesengajaan menghendaki sesuatu yang lainnya
4. Dolus indirectus yaitu perbuatan yang menimbulkan akibat yang tidak diketahui oleh
pelakunya
5. Dolus directus yaitu kesengajaan yang ditujukan bukan hanya perbuatannya saja, melainkan
juga pada akibatnya
6. Dolus generalis yaitu kesengajaan di mana pelaku menghendaki akibat tertentu, dan untuk itu
ia telah melakukan beberapa tindakan
b. Kelalaian/Kealpaan/Culpa
yaitu suatu macam kesalahan sebagai akibat kurang berhati-hati sehingga secara tidak
sengaja sesuatu terjadi.
Bentuk-bentuk kealpaan
1. kealpaan yang disadari (bewuste)
2. kealpaan yang tidak disadari
Jenis-jenis kealpaan
1. Kealpaan berat dan kealpaan ringan
2. Kealpaan materi dan kealpaan teknis
2) Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak di luar orang itu, yaitu:
a. Daya paksa atau overmacht
b. Pembelaan terpaksa atau noodweer
c. Dalam keadaan darurat
d. Melaksanakan perintah jabatan
a. Fungsi negatif yaitu mengakui kemungkinan adanya hal-hal diluar undang-undang dapat
menghapus sifat melawan hukum suatu perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang.
b. Fungsi positif yaitu mengakui bahwa suatu perbuatan itu tetap merupakan tindak pidana
meskipun tidak dinyatakan diancam pidana dalam undang-undang, apabila bertentangan dengan
hukum atau aturan-aturan yang ada di luar undangundang.
Sifat melawan hukum untuk yang tercantum dalam undang-undang secara tegas haruslah
dapat dibuktikan. Jika unsur melawan hukum dianggap memiliki fungsi positif untuk suatu delik
maka hal itu haruslah dibuktikan. Jika unsur melawan hukum dianggap memiliki fungsi negatif
maka hal itu tidak perlu dibuktikan.
BAB 6 : DASAR PENIADAAN PIDANA
1. Pengertian
Dasar peniadaan pidana lazim dibagi dua yaitu:
a. Dasar Pemaaf, unsur-unsur delik sudah terbukti, namun unsur kesalahan tak ada pada pembuat.
Maka terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum. Dalam hal ini misalnya :
• adanya ketidakmampuan bertanggungjawab si pembuat (Pasal 44 ayat 1)
• adanya daya paksa mutlak dan perlampuan keadaan darurat (noodtoestandexces, Pasal 48)
• adanya pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodwerexes, Pasal 49 ayat 2)
• karena menjalankan perintah jabatan yang tidak sah dengan itikad baik (Pasal 51 ayat 2)
b. Dasar Pembenar, sifat melawan hukum perbuatan hapus atau tidak terbukti, maka perbuatan
terdakwa dianggap patut dan benar sehingga terdakwa harus dibebaskan oleh hakim. Dalam hal
ini misalnya :
• adanya daya paksa relatif dan keadaan darurat (overmacht, Pasal 48)
• adanya pembelaan terpaksa (noodweer, Pasal 49 ayat 1)
• karena sebab menjalankan undang-undang (Pasal 50)
• karena melaksanakan perintah jabatan yang sah (Pasal 51 ayat 1)
C. Kemampuan Bertanggungjawab
Pasal 44 KUHP menyatakan orang tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam 2 hal, yaitu :
jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit jiwa. Ketidakmampuan
bertanggungjawab meniadakan kesalahan dalam arti luas dan oleh karena itu termasuk dasar
pemaaf.
D. Daya Paksa
Pasal 48 KUHP: “tidaklah dihukum seorang yang melakukan perbuatan, yang didorong hal
memaksa”.
Jadi apabila seseorang melakukan tindak kejahatan dalam keadaan terpaksa, maka dia tidak
dihukum.
E. Pembelaan Terpaksa
Menurut Pasal 49 ayat 1 KUHP : “Tidakalah seorang yang melakukan suatu perbuatan, yang
diharuskan (geboden) untuk keperluan mutlak membela badan (lijf), kesusilaan (eerbaarheid),
atau barang-barang (goed) dari dirinya sendiri atau orang lain, terhadap suatu serangan
(aanranding) yang bersifat melanggar hukum (wederrechtlijk) dan yang dihadapi seketika itu
(ogenblikklijk) atau dikhawatirkan akan segera menimpa (onmiddelijk dreigend)”. Dengan alasan
membela diri inilah seseorang tidak mendapat hukuman.
G. Menjalankan Ketentuan UU
Dirumuskan dalam Pasal 50 KUHP barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan
ketentuan unang-undang, tidak dipidana.
Hanya saja tidak semua percobaan terhadap kejahatan dapat dipidana, ada percobaan
terhadap kejahatan-kejahatan tertentu tidak dapat dipidana misalnya :
1. Percobaan Duel/Perkelahian tanding (Pasal 184 ayat 5)
2. Percobaan penganiayaan ringan terhadap hewan (Pasal 302 ayat 4)
3. Percobaan penganiyaan biasa (Pasal 351 ayat 5)
4. Percobaan penganiyaan ringan (Pasal 352 ayat 2)
B. Unsur-Unsur Percobaan
Dari rumusan Pasal 53 (1) KUHP, jelas dilihat bahwa unsur-unsur percobaan ialah :
(1). Ada Niat
(2). Ada permulaan pelaksanaan,
(3). Pelaksanaan tidak selesai bukan semata-mata karena kehendaknya sendiri
C. Syarat-Syarat Percobaan
Berdasarkan pasal 53 ayat (1) KUHP, persyaratan-persyaratan yang harus disetujui oleh para
peserta agar dapat dipertanggungjawabkan telah melakukan suatu percobaan untuk melakukan
kejahatan adalah135:
1. Semuanya haruslah sesuai dengan maksud untuk melakukan suatu kejahatan tertentu.
2. Telah dibuat dalam permulaan untuk melakukan kejahatan yang dikehendaki.
3. Melaksanakan untuk melakukan kejahatan yang dikehendaki, kemudian tidak selesai karena
masalah-masalah yang tidak diperlukan pada kemauannya.
D. Dasar Patut Dipidananya Percobaan
Mengenai dasar pemidanaan terhadap percobaan ini, terdapat beberapa teori sebagai berikut :
1. Teori Subjektif ; dasar patut dipidananya percobaan terletak pada sikap batin atau watak yang
berbahaya dari si pembuat, (apabila sudah ada niat maka ada perbuatan pelaksanaan). Termasuk
penganut teori ini ialah van Hammel.
2. Teori Objektif; dasar patut dipidananya percobaan terletak pada sifat berbahayanya perbuatan
yang dilakukan oleh si pembuat (apabila kegiatan sudah membahayakan orang lain)
C. Bentuk-Bentuk Penyertaan
Penyertaan dapat dibagi menurut sifatnya:
a. Bentuk penyertaan berdiri sendiri: mereka yang melakukan dan yang turut serta melakukan
tindak pidana. Pertanggung jawaban masing-masing peserta dinilai senidiri-sendiri atas segala
perbuatan yang dilakukan
b. Bentuk penyertaan tidak berdiri sendiri: pembujuk, pembantu, dan yang menyuruh untuk
melakukan tindak pidana. Pertanggungjawaban dari peserta yang satu digantungkan pada
perbuatan peserta lain. Apabila peserta satu dihukum yang lain juga
2. Jenis-Jenis Concursus
a. Concursus Idealis
concursus idealis adalah suatu perbuatan yang masuk kedalam banyak (Lebih dari satu)
aturan pidana. Sistem pemberian pidana dalam concursus idealis adalah Absorbsi, yaitu hanya
dikenakan pidana pokok yang terberat.
b. Concursus Berlanjut
concursus berlanjut adalah suatu perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dimana
perbuatan itu sejenis berhubungan dan dilihat dalam satu perbuatan.
c. Concursus Realis
concursus realis adalah seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan masing-masing
perbuatan itu berdiri sendiri sebagai suatu tindak pidana (tidak perlu sejenis dan tidak perlu
berhubungan).
BAB 10 : NE BIS IN IDEM
1. Pengertian
Asas Ne Bis In Idem terdapat dalam Pasal 76 KUHP yang menyatakan bahwa orang tidak
boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili
dengan keputusan yang menjadi tetap (putusan inkrah).
Putusan ini berisi:
a. Penjatuhan hukuman (veroordeling).
b. Pembebasan dari penuntutan hukum (outslag van rechisvervolging).
c. Putusan bebas (vrijspraak).
2. Teori Residive
a. Residive Umum
seseorang belum lewat 5 tahun dari ia selesai menjalani hukuman tetapi ia melakukan tindak
pidana lagi (tindak pidana apa saja).
b. Residive Tengah
Teori residive tengah membagi 3 kelompok tindak pidana seperti yang diatur dalam pasal 486
(tipu daya muslihat), pasal 487 (kekerasan thd manusia), pasal 488 (penghinaan)
c. Residive Khusus
apabila ia keluar dari menjalani hukuman belum lewat dari 5 tahun ia melakukan tindak
pidana lagi yang pasalnya sama
3. Sistem Residive
a. Sistem Residive Umum
Merupakan alasan untuk memperberat pidana yang akan dijatuhkan. TidaBk ditentukan jenis
tindak pidana dan tidak ada daluwarsa dalam residivenya.
b. Sistem Residive Khusus
Pemberatan hanya dikenakan terhadap pengulangan yang dilakukan terhadap jenis tindak
pidana tertentu dan yang dilakukan dalam tenggang waktu yang tertentu pula.
BAB 12 : DELIK ADUAN (KLACHT DLICTUS)
1. Pengertian dan Jenis Delik Aduan
Delik aduan berarti tindak pidana yang hanya dapat dilakukan penuntutan setelah adanya
laporan dengan permintaan untuk dilakukan penuntutan terhadap orang atau terhadap orang
tertentu. Pengaturan delik aduan dijumpai secara tersebar di dalam Buku ke II KUHP. Delik
aduan adalah delik yang hanya dapat dituntut, jika diadukan oleh orang yang merasa
dirugikan. Delik aduan sifatnya pribadi/ privat, yang memiliki syarat yaitu harus ada aduan dari
pihak yang dirugikan. Ada atau tidaknya tuntutan terhadap delik ini tergantung persetujuan
dari yang dirugikan/korban/orang yang ditentukan oleh undang-undang. Delik ini membicarakan
mengenai kepentingan korban.
Dalam ilmu hukum pidana delik aduan ini ada dua macam, yaitu:
a. Delik Aduan absolut (absolute klacht delict)
Merupakan suatu delik yang baru ada penuntutan apabila ada pengaduan dari pihak yang
dirugikan. Dan yang diadukan sifatnya hanyalah perbuatannya saja atau kejahatannya saja.
Adapun macam-macam delik yang terdapat dalam KUHP yang termasuk dalam Delik Aduan
Absolut, sebagai berikut :
1. Pasal 284 KUHP, tentang perzinahan.
2. Pasal 287 KUHP, bersetubuh di luar perkawinan dengan seorang wanita berumur di bawah lima
belas tahun atau belum waktunya untuk kawin.
3. Pasal 293-294 KUHP, tentang perbuatan cabul.
4 Pasal 310-319 KUHP (kecuali pasal 316), tentang penghinaan.
5 Pasal 320-321 KUHP, penghinaan terhadap orang yang telah meninggal dunia.
6 Pasal 322-323 KUHP, perbuatan membuka rahasia.
7 Pasal 332 KUHP, melarikan wanita.
8 Pasal 335 ayat (1) butir 2, tentang pengancaman terhadap kebebasan individu.
9 Pasal 485 KUHP, tentang delik pers.
Adapun tenggang waktu untuk mengajukan aduan tersebut diatur dalam Pasal 74 ayat (1)
KUHP. Maksud Pasal 74 ayat (1) yaitu kalau seseorang mempunyai hak untuk mengajukan aduan,
ia hanya boleh memasukan aduan tersebut paling lama dalam jangka waktu enam bulan setelah
kejadian itu diketahuinya, tetapi kalau kebetulan ia berdiam di luar negeri, maka tenggang waktu
itu paling lama sembilan bulan.
BAB 13 : HUKUM TINDAK PIDANA KHUSUS
1.Pengertian Hukum Tindak Pidana Khusus
Hukum Tindak Pidana Khusus mengatur perbuatan tertentu atau berlaku terhadap orang
tertentu yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain selain orang tertentu. Oleh karena itu hukum
tindak pidana khusus harus dilihat dari substansi dan berlaku kepada siapa Hukum Tindak Pidana
Khusus itu. Hukum Tindak Pidana Khusus ini diatur dalam UU di luar Hukum Pidana Umum.