Pendahuluan
A. Latar belakang marxisme di indonesia
Diskursus mengenai Islam dan Marxisme telah dilakukan semenjak zaman pra-
kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada akhir 1800-an hingga sekarang. Tak banyak kalangan
yang mengetahui bahwa pergulatan wacana antara Islam dan Marxisme telah melahirkan banyak
tokoh yang pada akhirnya menjadi pioner perjuangan kemerdekaan Negara ini. Dialektika para
intelektual tentang marxisme dan Islam inilah yang menjadi salah satu alat picu meledaknya
revolusi atas pemerintahan kolonialisme Belanda di berbagai daerah di Indonesia. Sayangnya,
pasca runtuhnya orde lama sebagai dampak dari peristiwa G30S-PKI dan keluarnya Surat
Perintah 11 Maret mengangkat nama Jendral Soeharto sebagai penerus tonggak kepemimpinan
di negeri ini. Diangkatnya Soeharto sebagai Presiden ke-2 RI menimbulkan dampak tersendiri
dalam dunia akademis dan pergerakan, yakni dimunculkannya TAP MPRS/XXV/1966 tentang
Larangan Penyebaran Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dan mengindoktrinasi Pancasila
sebagai asas tunggal lewat lembaga-lembaga Negara dari yang terendah sampai yang paling
tinggi. Padahal apabila kita lihat dari sudut pandang lain, fakta sejarah berbicara sebaliknya,
Marxisme justru dapat menjadi pisau analisa yang tajam dalam membedah semangat perjuangan
para pahlawan di pra-kemerdekaan. Salah satu contohnya adalah, sejarah menjelaskan bahwa
Marxisme dapat berdialog dengan Islam baik dari aspek semangat perjuangannya maupun dari
aspek Implementasinya.
Pembahasan
A. ISLAM DAN MARXISME
Sukarno kembali menegaskan persatuanlah yang membawa kita kea rah ke-Besaran dank e-
Merdekaan. Bagaimana persatuan itu dibangun, Sukarno memberikan resepnya :”Kita harus bisa
menerima; tetapi juga harus bisa memberi. Inilah rahasianya persatuan itu. Persatuan tak bisa
terjadi kalau masing-masing pihak tak mau member sedikit-sedikit pula” (Sukarno 1963 : 23).
Apabila kita kembali kepada teori-teori Marx yang seakan-akan mendapuk pundak Marx
sambil mengatakan bahwa Islam adalah agama pembebas, diantaranya adalah:
Bagi Ali Syari‟ati, Masyarakat Islam sejati tidak mengenal kelas. Ia adalah wadah
bagi orang-orang yang tercerabut haknya, yang tersisa lapar, tertindas dan
terdiskriminasi. Islam menuntut terciptanya sebuah masyarakat berkeadilan, sebuah
gerakan kebangkitan yang menentang penindasan, pemerasan dan diskriminatif sehingga
mereka mendapatkan situasi social masyarakat yang “sama rata”, masyarakat yang
membebaskan dirinya dari tirani, ketidakadilan dan kebohongan. Oleh karena itu,
diskriminasi manusia atas dasar ras, kelas, darah, kekayaan, kekuatan dan lain sebagainya
tidak bisa dibiarkan. Dengan itulah Ali Syari‟ati mendasarkan Islamnya pada sebuah
kerangka ideologis yang revolusioner untuk melawan segala bentuk tirani, penindasan
dan ketidakadilan menuju persamaan tanpa kelas. Bahkan Syari‟ati membuat sbeuah
formula baru, “Saya memberontak maka saya ada”
Kesimpulan
Ashgar Ali Engineer menjelaskan bahwa islam memiliki beberapa tujuan dasar,
diantaranya, Persamaan (equality), Persaudaraan yang universal (universal brotherhood) dan
keadilan sosial (social justice). Selanjutnya ia beranggapan bahwa hal-hal tersebut lah yang
menjadi nilai-nilai dasar dalam islam. Nilai tersebut akan tetap selalu ada, tidak dapat berubah
karena seperti itulah kehendak yang diinginkan Tuhan melalui Al-Qur‟an. Lewat kritiknya atas
teologi yang diberlakukan pada umumnya, Ashgar Ali Enginer mengungkapkan bahwa, teologi
yang ada cenderung sangat ritualis, dogmatis dan bersifat metafisis yang membingungkan. Ia
menyebutkan bahwa dengan wajah yang seperti ini, agama sama saja dengan mistik dan
menghipnotis masyarakat. Teologi hanya berupa seikat ritual yang tidak memiliki ruh, tidak
menyentuh kepentingan kaum tertindas dan para pekerja kasar serta menjadi latihan intelektual
dan metafisis atau mistis yang abstrak bagi kalangan kelas menengah. 19 Dengan terbuainya
umat Islam dalam konsepsi teologi klasik, maka Islam sebagai agama pembebas akan kehilangan
ruh dan semangat perjuangannya. Oleh karenanya penting untuk membawa kembali pemikiran
Islam yang cenderung abstrak jadi membumi dengan memposisikannya sebagai salah satu
kekuatan revolusioner dalam menentang pemerintahan yang dzalim.
Daftar Pustaka
Mashur, mas. (2016). Tafsir Marxisme atas ajaran islam (analisis kritik M. imarah terhadap
pendekatan nasr hamid). E-Jurnal studi islam.
Supriyadi, Eko. 2013. Sosialisme islam: pemikiran ali syari’ati. Yogyakarta :Rausyan Fikr. Tersedia
dalam google buku.