Anda di halaman 1dari 4

2.

Jenis Hukum Pidana


Hukum pidana ternyata punya turunan atau jenis hukum di dalamnya. Jenisnya ada
dua, yaitu hukum pidana umum dan hukum pidana khusus. Hukum pidana umum
mengacu pada hukum pidana yang berlaku untuk setiap masyarakat (berlaku terhadap
siapapun tanpa mempedulikan golongan, status, dan lain sebagainya).

Sumber hukum pidana jenis ini adalah bersumber dari Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) baik KUHP tentang ketentuan umum, KUHP kejahatan, serta KUHP
tentang pelanggaran. Sementara hukum pidana khusus merujuk pada aturan-aturan
hukum pidana yang menyimpang dari hukum pidana umum serta berlaku khusus bagi
orang-orang tertentu.

3. Fungsi Hukum Pidana


Sederhananya fungsi dan tugas hukum pidana sama dengan fungsi hukum secara
umum yakni untuk mengatur tingkah laku masyarakat demi mewujudkan ketertiban,
keadilan, perlindungan, kenyamanan, dan kesejahteraan masyarakat.
Sudarto membagi dua fungsi hukum pidana yaitu fungsi umum dan khusus. Fungsi
umum hukum pidana adalah untuk mengatur hidup bermasyarakat dan
menyelenggarakan tata aturan dalam masyarakat.
Sementara itu fungsi khusus dari hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan
hukum terhadap perbuatan yang hendak mengganggunya, dengan sanksi berupa
pidana yang sifatnya memaksa dan mengikat. Kepentingan hukum dalam hal ini
meliputi individu, kelompok (masyarakat, negara, dan sebagainya).
Kedua fungsi dari hukum pidana diselenggarakan melalui aturan-aturan yang bersifat
mengatur dan memaksa anggota.

Hal ini dilakukan agar masyarakat patuh dan menaati aturan yang ada sehingga
diharapkan mampu menciptakan masyarakat yang ideal—tertib, damai, adil dan
sejahtera.1

3. Pembagian Hukum Pidana

Hukum pidana dapat dibagi atas dasar hukum pidana materiil dan hukum pidana formil;
hukum pidana objektif dan hukum pidana subjektif; hukum pidana umum dan hukum
pidana khusus; hukum pidana nasional, hukum pidana lokal dan hukum pidana

1
https://deepublishstore.com/blog/materi/hukum-pidana/
internasional; serta hukum pidana tertulis dan hukum pidana yang tidak tertulis. Berikut
ini adalah penjelasan mengenai pembagian hukum pidana tersebut :

a. Hukum Pidana Materiil dan Hukum Pidana Formil

Hukum pidana materiil berisi perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan


atau perbuatan-perbuatan yang harus dilakukan dengan disertai ancaman
pidana. Singkatnya, hukum pidana materiil berisi mengenai perbuatan-perbuatan
pidana. Hukum pidana formil pada dasarnya sama dengan hukum formil lainnya
yaitu untuk menegakkan hukum materiil. Dengan demikian hukum pidana formil
adalah untuk menegakkan hukum pidana materiil. Hukum pidana formil pada
dasarnya berisi mengenai cara bagaimana menegakkan hukum pidana materiil
melalui suatu proses peradilan pidana.

b. Hukum objektif dan subjektif

Dikatakan oleh Simons bahwa Hukum pidana dapat dibedakan menjadi hukum
pidana objektif dan hukum pidana subjektif. Hukum pidana objektif adalah
seluruh larangan atau dilarang sebagai pelanggaran oleh negara atau
kekuasaan umum yang dapat dikenai pidana terhadap pelanggar dan
bagaimana pidana itu diterapkan. Hukum pidana objektif adalah hukum pidana
positif atau jus poenale. Hukum pidana subjektif adalah hak negara memberikan
hukuman terhadap pelanggaran yang dilakukan, disebut juga jus puniendi
(Simons, 1937: 1).

c. Hukum Pidana Umum Dan Hukum Pidana Khusus

Pembagian hukum pidana yang lain adalah hukum pidana umum dan hukum
pidana khusus. Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang ditujukan dan
berlaku untuk semua warga Negara sebagai subjek hukum tanpa membeda-
bedakan kualitas pribadi subjek hukum tertentu. Dilihat dari subjek hukumnya,
hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang dibentuk oleh negara hanya
dikhususkan berlaku bagi subjek hukum tertentu saja, misalnya. hukum pidana
militer. Hukum pidana militer merupakan hukum pidana khusus yang tertua di
dunia yang hanya diperuntukkan bagi mereka yang menjadi anggota militer aktif.
Hukum pidana militer ini dituangkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Militer (KUHPM). Pelanggaran terhadap KUHPM juga tidak diadili di lingkungan
peradilan umum melainkan diadili di lingkungan peradilan militer.

Dilihat dari pengaturannya, hukum pidana khusus adalah ketentuanketentuan


hukum pidana yang secara materiial menyimpang dari KUHP atau secara formil
menyimpang dari KUHAP. Atas dasar pengaturan tersebut, hukum pidana
khusus dibagi menjadi dua bagian yaitu hukum pidana khusus dalam undang-
undang pidana dan hukum pidana khusus bukan dalam undang-undang pidana.
Hukum pidana khusus dalam undang-undang pidana contohnya adalah Undang-
Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang
pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Undang-Undang Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan lain sebagainya. 2

4. Sifat Hukum Pidana


Kebanyakan sarjana berpandangan bahwa Hukum Pidana adalah Hukum
Publik, diantaranya adalah Simons, Pompe, Van Hamel, Van Scravendijk,
Tresna, Van Hattum dan Han Bing Siong. Hukum Pidana merupakan bagian
dari hukum yang bersifat publik, karena mengatur hubungan antara warga
masyarakat dengan negara. Hal ini berbeda dengan Hukum perdata yang
bersifat privat yang mengatur hubungan antara warga masyarakat satu
dengan warga masyarakat yang lainnya.Namun demikian ada pula sarjana
yang berpandangan lain, berdasarkan sejarah kelahirannya dikatakan bahwa
Hukum Pidana bukanlah hukum yang mandiri, tetapi tergantung pada hukum
yang lain. Hukum Pidana tidak memiliki kaidah-kaidahnya sendiri melainkan
mengambil kaidah-kaidah dalam hukum lain, seperti Hukum perdata, Hukum
Tata Negara dan sebagainya. Binding mengatakan, norma tidak terdapat
dalam peraturan pidana, melainkan dalam aturan-aturan di luar hukum
pidana, baik hukum tertulis (Hukum Perdata, Hukum Dagang dan lainnya)
maupun hukum tidak tertulis. Aturan pidana hanya untuk mengatur hubungan
negara dengan penjahat, hanya memuat ancaman pidana belaka, aturan ini
hanya dipergunakan untuk mempidana seseorang yang tidak taat akan
norma-norma.

Menurut Sudarto bilamana pendapat Binding ini diterima, maka orang yang
melakukan pencurian tidak boleh dikatakan melanggar Pasal 362 KUHP,
demikian pula orang yang melakukan pembunuhan tidak dapat dikatakan
melanggar Pasal 338 KUHP, karena justru mereka memenuhi unsur-unsur
yang tercantum dalam pasal tersebut yang menyebabkan mereka dapat
dipidana berdasarkan pasal tersebut.

Pendapat senada disampaikan pula oleh Utrecht, dikatakannya bahwa


Hukum pidana tersebut adalah hukum sanksi, bukan hukum publik, dan juga
bukan hukum privat. Hal ini sejalan dengan pendapat Van Kan, Scholten,
Logemann, dan Lemaire, mereka berpandangan bahwa Hukum pidana adalah
hukum yang memiliki kedudukan sendiri, serta tidak membuat kaidah baru.
Hukum Pidana mengambil kaidah yang ada dalam hukum lain dengan

2
E Simons. (1937). Leerboek Van Het Nederlandsche Strafrecht, Eerste Deel. N.V. – Groningen –
Batavia. Zesde Druk. P. Noordhoof.
memberikan sanski yang istimewa yang berbeda dengan sanksi dalam hukum
privat, maupun hukum publik 3 .

Sementara itu Andi Zaenal Abidin berpendapat sebagian besar kaidah-kaidah


Hukum Pidana bersifat hukum publik, sebagian bersifat campuran antara
hukum publik dan hukum privat. Hukum Pidana memiliki sanksi yang
istimewa karena sifatnya keras melebihi sanksi bidang hukum lainnya.
Hukum Pidana berdiri sendiri, karena juga menciptakan kaidah kaidah baru
yang tujuannya dan sifatnya lain dari tujuan dan sifat hukum lainnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak seluruh sarjana


sependapat hukum pidana adalah hukum publik. Dilihat dari sejarah
perkembangannya hukum pidana berasal dari hukum privat yang kemudian
berkembang menjadi hukum publik, meletakkan kekuasaan untuk
menjalankan hukum tersebut di tangan negara (penguasa) dalam upaya
menciptakan ketertiban. Namun demikian masih ada pula aturan-aturan
hukum pidana yang bersifat privat, dimana negara tidak serta merta bisa
menegakkannya, tidak memiliki kewajiban untuk menjalankannya tanpa
adanya permohonan dari pihak yang dirugikan. Kerugian pihak korban
dianggap lebih besar dari pada kepentingan masyarakat dan bersifat sangat
pribadi. Hal ini dapat diketahui dari keberadaan delik aduan dalam hukum
pidana 4 .

3
Romli Atmasasmita. (2003). Pengantar Hukum Pidana Internasional. Bandung. Refika Aditama

4
Sumber : Buku Ajar Hukum Pidana Universita Udayana 2016

Anda mungkin juga menyukai