Anda di halaman 1dari 44

CBR PENGANTAR POLITIK

HUKUM PIDANA

KELOMPOK : 2
Lina yanti waruwu 3193311022
Nova uli siburian 3193311018
I. Iqbal Al Ahmid 3193111016
 A. Identitas buku yang
direview
• BUKU PEMBANDING

• BUKU UTAMA
 1) Judul : Pelajaran hukum pidana

1. 1) Judul : Klinik hukum bagian 1


pidana  2) Edisi : Ketujuh januari 2017
2. 2) Edisi : Kesatu September
 3) Pengarang : Drs. Adami Chazawi,
2016
3. 3) Pengarang : Ida bagus S.H.
surya dharma jaya dkk  4) Penerbit : PT. RajaGrafindo
4. 4) Penerbit : Udayana
Persada
university press
5. 5) Kota Terbit : Denpasar  5) Kota Terbit : Jakarta

6. 6) Tahun Terbit : 2016  6) Tahun Terbit : 2017


7. 7) ISBN : 978-602-294-164-4
 7) ISBN : 978-979-526-2
8. 8) Jumlah Halaman : 150
 8) Jumlah Halaman : 225
• BUKU PEMBANDING 2

 1) Judul : Hukum acara pidana

 2) Edisi : Kesatu 2018

 3) Pengarang : C. Djisman

Samosir, S.H., M.H


 4) Penerbit : Nuansa Aulia

 5) Kota Terbit : Bandung

 6) Tahun Terbit : 2018

 7) ISBN : 978-979-071-320-8

 8) Jumlah Halaman : 262


BAB I PENGANTAR HUKUM PIDANA b. Aturan-aturan yang menentukan
I. Pengertian Hukum Pidana bagaimana atau dengan alat apa negara dapat
memberikan reaksi pada mereka yang
Dalam upaya memahami hukum pidana, melanggar aturan-aturan tersebut,
perlu diperhatikan pengertian hukum pidana
tersebut. Ada dua pengertian hukum pidana, c. Kaidah-kaidah yang menentukan ruang
yaitu pengertian obyeltif (ius poenale) dan lingkup berlakunya peraturan-peraturan
pengertian subyektif (ius puniendi). tersebut pada waktu tertentu dan di wilayah
Pengertianhukumpidanadalamarti negara tertentu.
obyektif,dapatdiketahui dari defi nisi yang II. Istilah “Hukum Pidana”Dan Pembagian
dikemukakan oleh Mezger,. Dikatakannya,” Hukum Pidana
Hukum pidana adalah aturan-aturan hukum Dalam Arti Luas Uraian tentang hukum
yang mengikatkan pada suatu perbuatan pidana obyektif di atas melahirkan beberapa
tertentu yang memenuhi syarat-syarat istilah yang dikatagorikan sebagai hukum
tertentu suatu akibat yang berupa pidana”. pidana, sekaligus juga menunjukkan adanya
Dari defi nisi ini dapat diketahui bahwa, pembagian hukum pidana dalam arti luas,
hukum Pidana berpokok pada 2 hal, yaitu : yaitu :
1. Perbuatan yang memenuhi syarat tertentu; 1. Hukum Pidana materiil atau sering disebut
yang meliputi perbuatan jahat (perbt. yang Hukum Pidana Substantif, sering hanya
dilarang) dan orang yang melakukan perbt. disebut dengan istilah hukum pidana saja
Tersebut adalah perbuatan-perbuatan yang tidak boleh
2. Pidana dilakukan, yang dilarang dan diancam
Sementara itu Hazewinkel–Suringa dengan pidana bagi barang siapa yang
memberikan pengertian yang lebih luas, melanggar larangan tersebut.
dikatakannya hukum pidana tersebut
meliputi :
a. Perintah dan larangan, yang atas
pelanggarannya telah ditentukan ancaman
sanksi terlebih dahulu telah ditetapkan oleh
lembaga negara yang berwenang,
2. Hukum Pidana formil/Hukum Acara Pidana, pidana khusus yang diatur dalam undang-undang
adalah aturanaturan yang mengatur tentang tersendiri seperti UU Tindak pidana Ekonomi, UU
bagaimana negara dengan perantara alat-alatnya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Tindak
(polisi, jaksa, hakim) melaksanakan haknya untuk Pidana Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian
mengenakan Pidana sebagaimana telah Uang, UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan
diancamkan. sebaginya).
3. Hukum Pelaksanaan Pidana - Hukum Pidana tidak tertulis (Hukum Pidana
(Strafvollstreckungrecht) adalah aturan-aturan Adat) adalah hukum yang berlaku hanya untuk
tentang pelaksanaan pidana penjara, pidana masayarakat-masyarakat tertentu.
kurungan, tindakan terhadap anak yang melakukan
tindak pidana, dan sebagainya.
III. Pembagaian Hukum Pidana (Dalam Arti Sempit
Atau Dalam Arti Hukum Pidana Materiil)
Berdasarkan Wilayah Berlaku Dan Bentuknya
1. Berdasarkan wilayah keberlakuannya :
-Hukum Pidana umum (berlaku untuk seluruh
wilayah Indonesia, KUHP dan Undang-undang
tersebar di luar KUHP)
- Hukum Pidana lokal (Perda untuk daerah-daerah
tertentu)
2. Berdasarkan bentuknya :
- Hukum Pidana tertulis, ada dua bentuk yaitu :
- Hukum Pidana dikodifikasikan; Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP) dan
- Hukum Pidana yang tidak dikodifikasikan (tindak
IV. Jenis Hukum Pidana khusus yang mengatur tentang tindak pidana-tindak
1. Hukum Pidana Umum adalah Hukum Pidana pidana untuk golongan tertentu atau
yang berlaku untuk setiap orang. Sumbernya ada perbuatanperbuatan tertentu. Misalnya : KUHP
dalam KUHP. KUHP terdiri dari tiga buku : Buku I Militer, UU Tindak pidana Ekonomi, UU Pajak, dan
tentang Ketentuan Umum, dari Pasal 1 – Pasal 103; sebagainya.
Buku II tentang Kejahatan, dari Pasal 104 - Pasal 448; V. Sifat Hukum Pidana
dan Buku III tentang Pelanggaran, Pasal 449 – Pasal Kebanyakan sarjana berpandangan bahwa
569.22 Hukum Pidana adalah Hukum Publik, diantaranya
2. Hukum Pidana Khusus (bijzonder strafrecht) adalah Simons, Pompe, Van Hamel, Van Scravendijk,
adalah aturan-aturan hukum pidana yang Tresna, Van Hattum dan Han Bing Siong. Hukum
menyimpang dari hukum pidana umum. Pidana merupakan bagian dari hukum yang bersifat
Penyimpangan ini terkait dengan ketentuan tersebut publik, karena mengatur hubungan antara warga
hanya untuksubyek hukumtertentu atau mengatur masyarakat dengan negara. Hal ini berbeda dengan
tentang perbuatan-perbuatan tertentu (Hukum Hukum perdata yang bersifat privat yang mengatur
Pidana Tentara, Hukum Pidana Fiskal, Hukum Pidana hubungan antara warga masyarakat satu dengan
Ekonomi dan Hukum Pidana Politik). warga masyarakat yang lainnya.Namun demikian ada
Selain itu Sudarto juga menyebut istilah Undang- pula sarjana yang berpandangan lain, berdasarkan
undang Pidana Khusus yang diklasifikasikan dalam sejarah kelahirannya dikatakan bahwa Hukum Pidana
tiga dikelompok, yaitu : bukanlah hukum yang mandiri, tetapi tergantung
a. Undang-undang yang tidak dikodifikasikan pada hukum yang lain. Hukum Pidana tidak memiliki
(ongecodificeerd strafrecht), misalnya : Undang- kaidah-kaidahnya sendiri melainkan mengambil
undang Lalulintas Jalan Raya, Undang-undang kaidah-kaidah dalam hukum lain, seperti Hukum
Narkotika, Undang-Undang Pemberantasan Tindak perdata, Hukum Tata Negara dan sebagainya. Binding
Pidana Korupsi, Undang-undang Pencegahan dan mengatakan, norma tidak terdapat dalam peraturan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang, dan pidana, melainkan dalam aturan-aturan di luar
lain-lain. hukum pidana, baik hukum tertulis (Hukum Perdata,
Hukum Dagang dan lainnya) maupun hukum tidak
b. Peraturan-peraturan hukum administratif yang
tertulis. Aturan pidana hanya untuk mengatur
mengandung sanksi pidana, misalnya : UU
hubungan negara dengan penjahat, hanya memuat
Lingkungan hidup, UU Perburuhan, UU Konservasi
ancaman pidana belaka, aturan ini hanya
Sumber Daya Hayati, dan lain-lain.
dipergunakan untuk mempidana seseorang yang
c. Undang-undang yang mengandung hukum pidana tidak taat akan norma-norma.
VI. Sumber Hukum Pidana Indonesia • Dasar berlakunya di Hindia Belanda Titah Ratu
a. KUHP (Wet Boek van Strafrecht) sebagai Belanda (Koninklijk Besluit disingkat KI No. 33)
sumber utama hukum pidana Indonesia terdiri tanggal 15 Oktober 1915 dan mulai berlaku tanggal
dari : 1 Januari 1918 dengan nama Wet Boek van
- Buku I bagian umum, Buku II tentang Strafrecht voorNederlandsch Indie
Kejahatan, Buku III tentang Pelanggaran, dan (WvS).Dilakukan beberapa perubahan
- Memorie van Toelichting(MvT) atau Penjelasan disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan
terhadap KUHP. Penjelasan ini tidak seperti tanah jajahan.
penjelasan dalam perundang-undangan • WvSNI kemudian diberlakukan di Indonesia
Indonesia. Penjelasan ini disampaikan bersama berdasarkan UU No.1 tahun 1946 RI
rancangan KUHP pada Tweede Kamer (Parlemen Yogyakarta.Diberi nama Kitab Undang-undang
Belanda) pada tahun 1881 dan diundang tahun hukum Pidana (KUHP), teks resminya adalah
1886. bahasa Belanda.
b. Undang-undang di luar KUHP yang berupa • Pemerintah Belanda yang datang kembali ke
tindak pidana khusus, seperti UU Pemberantasan Indonesia setelah penjajahan Jepang
Tindak Pidana Korupsi, UU Pemberantasan memberlakukan WvS NI dengan mengadakan
Tindak Pidana Pencucian Uang, UU Tindak perubahan-perubahan untuk daerah yang
Pidana Ekonomi, UU Narkotika, UU Kekerasan dikuasainya sesuai dengan kebutuhannya (stb.
dalam Rumah tangga (KDRT) 135).
c. Di daerah-daaerah tertentu untuk perbuatan- • Setelah kemerdekaan ada dualisme hukum
perbuatan tertentu yang tidak diatur oleh hukum pidana yang berlaku di wilayah Indonesia yang
pidana positif, hukum adat (hukum pidana adat) berbeda. Untuk mengatasi persoalan ini
masih tetap berlaku. Keberadaan hukum adat ini dikeluarkan UU No. 73 tahun 1958 yang
masih diakui berdasarkan UU drt. No. 1 tahun menyatakan bahwa UU No. 1 tahun 1946 berlaku
1951 Pasal 5 ayat 3sub b. untuk seluruh wilayah Indonesia.
VII. Sejarah Hukum Pidana Indonesia • Asas yang menjadi dasar berlakunya WVSNI
• KUHP berasal dari WvS Belanda yang dibuat dalam negara Indonesia yang merdeka adalah
1881 dan mulai berlaku 1886. asas Konkordansi.
VIII. Fungsi Hukum Pidana dapat terjadi dalam lapangan hukum perdata
Menurut Sudarto Hukum Pidana memiliki maupun hukum pidana, sehingga istilah
fungsi umum dan fungsi khusus : “penerapan hukum” dapat diartikan dengan
- Fungsi umum Hukum Pidana adalah untuk penerapan hukum perdata demikian pula
mengatur hidup kemasyarakatan dan penerapan hukum pidana. Jadi istilah
menyelenggarakan tata dalam masyarakat. “hukuman” lebih luas daripada istilah pidana.
Sedangkan menurut Oemar Senoadji Hukum Pidana menurut Muladi adalah :
adalah alat untuk menuju ke policy dalam 1. Pidana itu pada hakekatnya adalah
bidang ekonomi. Sosial dan kebudayaan. penjatuhan penderitaan atau nestapa atau
- Fungsi khusus Hukum Pidana adalah untuk akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan;
melindungi kepentingan hukum terhadap 2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh
perbuatan yang hendak memperkosanya, orang atau badan yang memiliki kekuasaan;
dengan sanksi yang berupa pidana yang 3. Pidana itu dikenakan pada orang yang telah
sifatnya lebih tajam dari sanksi hukum yang melakukan tindak pidana menurut undang-
lainnya. Kepentingan hukum meliputi orang, undang.
kelompok orang (masyarakat, negara, dan Dari pendapat tersebut dapat dikatakan
sebagainya). bahwa sanksi pidana adalah sanksi yang tajam,
IX. Sanksi dalam Hukum Pidana karena bisa mengenai harta benda,
Hukuman dalam Hukum Pidana disebut kehormatan, badan, bahkan nyawa seseorang.
dengan istilah “pidana”. Istilah ini Sanksi pidana dikatakan sebagai sanksi yang
dipergunakan untuk menterjemahkan kata mengandung “tragik”, sehingga hukum pidana
straf yang memiliki pengertian “hukuman” dikatakan mengiris dagingnya sendiri, atau
dalam bahasa Indonesia. Penggantian sebagai “pedang bermata dua”, Maknanya
terjemahan istilah straf dengan pidana hukum pidana selain melindungi benda hukum
menurut Muljatno adalah untuk menghindari juga mengadakan perlukaan terhadap
terjadinya terjemahan strfrecht menjadi pelanggar.
“Hukum Hukuman”. Demikian pula kata
“dihukum” berarti “diterapi hukum”. Hal ini
X. Hukum Pidana Dan Ilmu Bantu ilmu hukum pidana. Alasan-alasan yang
Kriminologi menurut Sutherland adalah dikemukakan adalah penyelesaian perkara
ilmu yang mempelajari tentang kejahatan, pidana tidak cukup mempelajari pengertian
penjahat, dan reaksi masyarakat terhadap dari hukum pidana yang
kejahatan.33 Sedangkan tugas Ilmu berlaku, mengkonstruksikan dan
Pengetahuan hukum pidana adalah untuk mensistimatisasi saja, tetapi perlu juga
menjelaskan (interpretasi), mengkaji norma diselidiki penyebab tindak pidana itu, terutama
hukum pidana (konstruksi) dan penerapan mengenai pribadi pelaku, dan selanjutnya perlu
ketentuan yang berlaku terhadap suatu tindak dicarikan jalan penanggulangannya. Demikian
pidana yang terjadi (sistematisasi). pula Mardjono Reksodipoetro melihat betapa
Ada perbedaan pengertian kejahatan dalam pentingnya Kriminologi bagi hukum pidana,
hukum pidana (perbuatan yang ditentukan tentu saja berkaitan dengan hasil penelitian
jahat menurut perundang-undangan yang Kriminologi yang dapat mendukung
disebut dengan istilah strafbaarfeit) dengan perkembangan hukum pidana. Aspek yang
pengertian kejahatan menurut kriminologi menonjol dalam Kriminologi sebagi ilmu
(perbuatan yang oleh masyarakat dianggap anti pengetahuan empirik adalah penelitiannya
sosial yang disebut dengan strafwardig). mengenai pelanggar hukum. Kriminologi
Perbuatan kejahatan dalam pengertian berusaha mengungkapkan faktor-faktor yang
kriminologi sangat luas, dan tidak seluruhnya menjadi suatu kausa kejahatan (meningkatnya
menjadi bagian dari kejahatan kajian ilmu kejahatan) atau proses yang berlangsung dalam
hukum pidana. Demikian pula sebaliknya tidak proses peradilan pidana ataupun penelitian-
seluruh kejahatan yang menjadi kajian ilmu penelitian mengenai pemahaman tentang
hukum pidana, menjadi kajian kriminologi. pembinaan yang efektif pada terpidana.
Hukum pidana memiliki hubungan dengan
kriminologi tentu tidak dapat dipungkiri.
Beberapa sarjana seperti Simons dan Van
Hamel bahkan mengatakan bahwa
Kriminologi adalah ilmu yang mendukung
BAB II BERLAKUNYA HUKUM PIDANA dalampasal1ayat(1)KUHPdimulai dari prosessejarah
MENURUT WAKTU DAN TEMPAT yang panjang. Bermula dari Magna Charta(Piagam
I. Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu Besar) pada 15 Juni 1215 di Inggris yang membatasi
A. Pendahuluan monarki pada masa pemerintahan Raja John dari
kekuasaan absolut. Dalam pasal 39 Magna
Dalam hukum pidana dikenal beberapa asas
Chartadiatur asas yang memberi batasanpenuntutan
hukum.Salah satu diantaranya adalah asas legalitas.
dan penahanan oleh penguasa yang bersifat
Keberadaan asas legalitas begitu penting dalam
sewenang-wewenang kepada warga negara.
rangka memberikan perlindungan individu. Begitu
Ketentuan ini selanjutnya diadopsi dalam Habeas
vitalnya eksistensi asas legalitas ini, beberapa pihak
Corpus tahun 1679.42 Pada tahun 1776 disusun Bill of
menyebut sebagai ‘jantungnya hokum pidana’. Asas
Rights dari Virginia pada Pasal 8-10 mengatur
legalitas sesungguhnya berkenaan dengan waktu
mengenai ketentuan bahwa tidak seorang pun akan
dalam artian bila suatu perbuatan yang memenuhi
dapat dituntut atau akan ditahan, kecuali dalam
rumusan delik ternyata dilakukan sebelum
peristiwa-peristiwa dan sesuai dengan cara-cara yang
berlakunya ketentuan yang terkait, perbuatan
telah diatur dalam undang-undang. Ketentuan yang
tersebut tidak hanya tidak dapat dituntut ke muka
terdapat dalam Bill of Rights menginspirasi Lafayette
pengadilan tetapi juga pihak yang berkaitan tidak
yang kemudian memprakarsai dicantumkannya asas
dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Artinya,
tersebut dalam Declaration Des Droits De L’homme
harus ada suatu ketentuan pidana terlebih dahulu
Et Du Citoyen tahun 1789 yang aslinya berbunyi “Nul
merupakan persyaratan tambahan bagi penetapan
ne peut etre puni qu’en vertu d’une loi etablie et
dapat atau tidaknya suatu perbuatan dipidana dan
promulguee anterieurement au delit et legalement
hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
appliquee”. (tidak seorangpun dapat dihukum kecuali
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
berdasarkan ketentuan pidana menurut undang-
hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas
undang yang telah ada terlebih dahulu daripada
dasar hukum yang berlaku surut adalah hakasasi
perbuatannya terlebih dahulu).43Asas ini selanjutnya
menusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
diambil alih dan dicantumkan dalam Pasal 4 Code
apapun.
Penal Perancis 1791. Secara substansi Code
Penalmendapat pengaruh dari pemikiran Beccaria
B. Sejarah Asas Legalitas dengan kharakter idealistis yang tidak mampu
Pembahasan mengenai asas legalitas yang merupakan bertahan lama karena tidak sesuai dengan keadaan
salah satu asas fundamental dalam Hukum Pidana pada waktu itu.
sebagai mana yang terdapatdi
C. Landasan Filosofis Asas Legalitas Demikian pula penafsiran dapat dilihat dalam arti luas
Hukum Romawi kuno mengenal suatu kejahatan dan sempit. Penafsiran dalam arti luas mengandung
yang tidak diatur di dalam undang-undang. Dalam makna bahwa dalil yang ditafsirkan tersebut diberikan
Tijdschrift v. Strafrech disebutkan mengenai criminal penafsiran yang seluas-luasnya, sedangkan penafsiran
extra ordinaria yang artinya kejahatan-kejahatan yang dalam arti sempit mengandung makna dalil yang
tidak disebut dalam undangundang. Salah satu yang ditafsirkan diberikan makna yang terbatas.
terkenal dari criminal extra ordinaria yaitu crimina 2. Mengapa harus dilakukan Penafsiran
stellionatus yang secara letterlijk berarti perbuatan a. hukum tertulis tidak dapat mengikuti
jahat atau durjana. Crimina stellionatustidak memberi perkembangan masyarakat, bersifat kaku, tidak
penjelasan lebih lanjut mengenai perbuatan- dengan mudah dapat mengikuti perkembangan dan
perbuatan apa saja yang dimaksud. Ketika hukum kemajuan masyaarakat
Romawi Kuno ini diresipieer (diterima) di Eropa Barat b. ketika hukum tertulis dibentuk, ada hal-hal yang
pada abad pertengahan, maka pengertian tentang tidak diatur karena tidak menjadi perhatian
criminal extra ordinaria diterima pula oleh raja-raja pembentuk undang-undang. Namun setelah undang-
yang berkuasa. Dengan demikian, keberadaan undang dibentuk dan dijalankan baru muncul hal-hal
criminal extra ordinariamemungkinkan penggunaan yang tidak diatur.
hukum pidana secara sewenang-wenang. 3. Fungsi Penafsiran
D. Definisi dan Makna Asas Legalitas Menurut Van Apeldoorn, menjelaskan hakekat
Asas legalitas pada dasarnya merupakan salah satu dari kegiatan penafsiran itu sebagai suatu usaha
asas hukum yang berlaku dalam ranah hukum pidana mencari kehendak pembuat undang-undang yang
selain asas lain seperti asas culpabilitas (asas pernyataannnya kurang jelas. Fungsi penafsiran pada
kesalahan) dan asas nebis in idem. hakekatnya adalah :
E. Penafsiran dan Analogi a. memahami makna atau asas atau kaidah hukum
1. Pengertian Penafsiran b. menghubungkan suatu fakta hukum dangan kaidah
Pengertian Penafsiran dapat dilihat dari sisi hukum
subyektif dan obyektif. Penafsiran dari sisi subyektif c. menjamin penegakkan atau penerapan hukum dapat
mengandung makna ditafsirkan seperti kehendak dilakukan secara tepat, benar, dan adil.
pembuat undangundang, sedangkan penafsiran
obyektif mengandung makna ditafsirkan lepas dari
pembuat undang-undang dan disesuaikan dengan adat
bahasa sehari-hari.
4. Pendapat Sarjana tentang Penafsiran mengabstraksikan aturan hukum yang menjadi
• Menurut Van Bemmelen penafsiran dalam dasar dari peraturan tersebut (ratio legis) dan
hukum perdata lebih bebas. Menurutnya ada kemudian menerapkan aturan yang bersifat
beberapa cara penafsiran hokum, yaitu : umum tersebut pada perbuatan konkrit yang
penafsiran menurut bahasa, penafsiran historis, tidak diatur dalam undang-undang.Jadi analogi
penafsiran sistematis, penafsiran teleologis dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu
(fungsional dan sosiologis) norma apa yang dilarang, berdasarkan inilah
• Logemen : penafsiran dibatasi oleh kehendak kemudian pelaku perbuatan baru tersebut dapat
pembuat undang-undang terhadap ketentuan dipidana.
yang tidak jelas. • Seperti telah diuraikan di atas dalam hukum
• Van Apeldoorn “menambah undang-undang pidana analogi dilarang. Larangan analogi sudah
adalah penafsiran”. ada sejak awal sejarah pembentukan Pasal 1 ayat 1
• Scholten “menjalankan undang-undang itu KUHP yang berasal dari Pasal 4 Code Penal “la
adalah penemuan hukum (rechtvinding) principle la legalite”. Analogi bertentangan
• Penafsiran melahirkan yurisprudensi sedangkan dengan asas Legalitas yang berusaha mencegah
pendapat ahli melahirkan doktrin tindakan sewenang-wenang
pengadilan/penguasa.
5. Jenis-jenis Penafsiran
7. Perbedaan antara analogi dengan
• Penafsiran otentik, merupakan penafsiran
penafsiran
berdasarkan bunyi dari undang-undang.
• Antara penafsiran extensif dan analogi tidak ada
• Penafsiran menurut penjelasan undang-undang
perbedaan asasi.
• Penafsiran sesuai dengan yurisprudensi, yaitu
• Menurut Roling, vanAperdoorn analogi itu
mencari pada putusan-putusan kasasi
interpretasi karena tujuan undang-undang lebih
Mahkamah Agung.
penting dari bunyi undang-undang.
6. Apakah Analogi tersebut sama dengan
• Pompe menerima analogi secara terbatas 
penafsiran?
analogi tetap dapat diterima selama sesui dengan
• Analogi merupakan suatu usaha untuk kaidah yang tersimpul.
mengatsasi persoalan norma maksudanya adalah
memperluas berlakunya suatu peraturan dengan
II. Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat Sistem/asas Teritorialitas terlihat dari Pasal 3 KUHP,
A. Yurisdiksi Negara “Ketentuan Pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku
Yurisdiksi adalah kekuasaan, hak atau wewenang untuk bagi setiap orang yang di luar wilayah indonesia, melakukan
menetapkan hukum.Yurisdiksi dalam arti sempit adalah tindak pidana di dalam kendaraan air (atau pesawat udara
yurisdiksi yudikatif (kekuasaan peradilan suatu Indonesia)”.
negara/wilayah berlakunya suatu peraturan hukum). C. Sistem/asas Personengebied
Sementara itu yurisdiksi dalam arti luas mencakup : Sistem/asas Personengebied yang dikenal dalam KUHP
yurisdiksi legislatif, eksekutif dan yurisdiksi yudikatif. meliputi sistem/asas Nasionalitas aktif (Personalitas),
Wilayah berlakunya suatu peraturan hukum bisa dilihat dari sistem/asas Nasionalitas Pasif (Perlindungan), sistem/asas
waktu/kapan berlakunya, di mana berlakunya, terhadap siap Universalitas. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan.
berlakunya, mengenai hal apa. Dalam perkembangan ilmu 1. Sistem/asas Personalitas (Nasionalitas Aktif)
pengetahuan mengenai berlakunya hukum pidana dikenal Asas Personalitas ini tercermin dari Pasal 5 ayat (1) KUHP
adanya tiga sitem/asas, yaitu : sistem/asas berlakunya hukum yang menentukan, “Ketentuan Pidana dalam undang-
pidana menurut tempat, sistem/asas berlakunya hukum undang Indonesia berlaku bagi warga negara Indonesia yang
pidana menurut waktu, dan sistem/asas berlakunya hukum melakukan di luar wilayah Indonesia :
pidana menurut orang. 1e. salah satu kejahatan yang tersebut dalam Bab I dan Bab II
Sistem/asas berlakunya hukum pidana menurut tempat BK II dan dalam Pasal 160,161, 240, 279, 450, 451) kejahatan
mengenal empat asas, yaitu: Asas territorial, Asas Personal terhadap keamanan negaradan martabat presiden,
(nasional aktif), Asas Perlindungan (national pasif, dan Asas penghasutan, penyebaran surat-surat yang mengandung
Universal.Asas-asas ini dikenaldalamKUHP, sehingga penghasutan, membuat tidak cakap dalam dinas militer,
yurisdiksi berlakunya hukum pidana Indonesia berlaku bigami dan perompakan, dan sebagainya.(perbuatan yang
sesuai dengan asasasas tersebut. pasti bukan kriminal di begara lain)
B. Sistem/asas Teritorialitas 2e. suatu perbuatan yang dipandang sebagai kejahatan
Teritorial (Sphere of Spece/Ground menurut ketentuan-ketentuan pidana dalam undang-
gebeid/Ruimtegebeid) meliputi wilayah daratan,wilayah undang Indonesia dan boleh dihukum menurut undang-
laut,dan wilayah udara. Asas Teritorialitas di Indonesia diatur undang negara tempat perbuatan tersebut dilakukan”.
dalam Pasal 2-3 KUHP. Pasal 2 KUHP menentukan,
“Ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku
bagi tiap orang yang dalam wilayah Indonesia melakukan
tindak pidana”. Berdasarkan ketentuan ini maka wilayah
berlakunya hukum pidana Indonesia mengikuti batas
kedaulatan negara, yaitu dari Sabang samapai Merauke.
Sementara itu batas lautnya meliputi, perairan laut wilyah
Indonesia, besarta perairan pedalaman Indonesia. Perluasan
2. Sistem/asas Nasional Pasif dilakukan di luar batas teritorial suatu negara tetapi :
Ketentuan tentang berlakunya asas Nasioanl Pasif perbuatan tersebut diselesaikan di negara yang memiliki
diatur dalam beberapa pasal dalam KUHP : yurisdiksi tersebut, atau
Pasal 8 KUHP “Ketentuan pidana dalam undang-undang mengakibatkan dampak yang sangat merugikan
Indonesia berlaku bagi nakhkoda dan penumpang- kepentingan ekonomi, kesejahteraan warga negara yang
penumpang kapal Indonesia yang ada di luar Indonesia, bersangkutan.
termasuk ketika mereka tidak berada di atas kapal F. Pengecualian Asas teritorial berdasarkan Hukum
melakukan tindak pidana yang diterangkan dalam Bab internasioanal
XXIX Bk.II dan Bab IX Bk. III, demikian juga dalam Mereka yang memiliki kekebalan atau hak immunitas
undang-undang umum tentang surat-surat laut dan pas atau exteritorialitet adalah kepala Negara Asing,
kapal indonesia dan dalam “Ordonansi Kapal 1927” perwakilan Diplomatik dan Konsul, Kapal publik negara
D. Asas teritorialitas dalam hubungan Internasional asing, Angkatan bersenjata asing,Lembaga internasional
Asas Teritorialitas dalam hubungannya dengan (Pasal 9 KUHP).
internasional ada 2 macam : G. Tempat tindak pidana (locus delicti)
1. Asas teritorialitas, yaitu asas yang menetapkan bahwa 1. Teori perbuatan materiil (perbuatan jasmaniah)
yurisdiksi negara berlaku bagi orang, perbuatan dan mengajarkan bahwa, tempat tindak pidana ditentukan
benda yang ada di wilayahnya. oleh perbuatan jasmaniah sipembuat dalam mewujudkan
2. Asas teritorialitas yang diperluas menetapkan bahwa tindak pidana (ada kesulitan untuk delik materiil maupun
yurisdiksi negara, kecuali berlaku bagi orang perbuatan kadang-kadang untuk delik formil; contoh menghina
dan benda yang ada di wilayahnya, juga berlaku bagi melalui surat kabar di luar negeri).
orang, perbuatan dan benda yang terkait dengan negara 2. Teori instrumen mengajarkan bahwa, tempat terjadinya
tersebut yang ada atau terjadi di luar wilayah negara tindak pidana adalah tempat bekerjanya alat yang dipakai
tersebut. oleh sipembuat (bisa berupa benda atau orang yang tidak
E. Asas Teritorial Subyektif dan Obyektif bisa dipertanggung-jawabkan.Contoh kasus munir).
• Asas teritorial yang subyektif adalah membenarkan 3. Teori akibat mengajarkan bahwa, tempat terjadinya
kewenangan untuk melakukan penuntutan dan peradilan tindak pidana ditentukan oleh dimana akibat tersebut
serta penjatuhan pidana atas perbuatan yang mulai terjadi dan teori ini berlaku untuk delik materiil (contoh
dilakukan di wilayah teritorial negara yang bersangkutan, tindak pidana penipuan).
akan tetapi diselesaikan di negara lain.
• Asas Teritorial yang obyektif adalah membenarkan
kewenangan untuk melakukan penuntutan dan peradilan
serta penjatuhan pidana atas tindak pidana yang
BAB III TINDAK PIDANA dilakukan oleh pembentuk undang-undang bila unsur-unsur dari
I. Istilah tindak pidana tersebut telah cukup dikenal atau bila ada
Dalam perkembangan hukum Pidana Indonesia istilah ketakutan justru bila dirinci unsur-unsurnya justru dapat
strafbaarfeit yang berasal dari Bahasa Belanda diterjemahkan memperluas atau mempersempit ruang lingkup tindak pidana
dengan beberapa istilah ,seperti Tindak pidana, Peristiwa pidana, tersebut yang tidak dikehendaki oleh pembentuk undang-
Perbuatan pidana, Pelanggaran pidana, dan ada juga yang masih undang. Dalam upaya untuk memahami makna tindak pidana
menggunakan delik. Berbagai istilah yang diajukan dalam dari undang-undang tersebut hal terbaik yang biasanya
menterjemahkan “strafbaarfeit” tersebut, tentu sangat dilakukan adalah melakukan penafsiran historis, sehingga
membingungkan, namun perkembangan yang terjadi hingga diperoleh kejelasan tentang perbuatan seperti apa sebenarnya
dewasa ini menunjukkan bahwa parasarjana dan pembentuk yang dilarang.
undang-undang lebih dominan menggunakan istilah “tindak 3. Menyebutkan unsur-unsur perbuatannya, sifat dan keadaan
pidana” . yang bersangkutan dan menyebutkan pula kualifikasinya. Hal ini
II. Unsur-Unsur Tindak Pidana Dalam Arti Luas dapat dilihat dari rumusan. Pasal 124, 263, 338, 362, 372, 378, 425,
Sebelum membahas tentang unsur-unsur tindak pidana 438 KUHP. Misalnya Pasal 338 KUHP,”Barang siapa dengan
sebaiknya terlebih dahulu diperhatikan tentang pengertian sengaja menghilangkan nyawa orang lain, dipidana karena makar
straftbaar feityangditerjemahkansebagai “tindakpidana”tersebut. mati dengan hukuman….”. Unsur-unsur tindak pidananya adalah :
Straftbaar feit berasal dari bahasa Belanda terdiri dari kata dengan sengaja; menghilangkan nyawa orang lain. Sedangkan
strafbaar berarti dapat dihukum, dan kata feit berarti “sebagian kualifikasinya adalah “makar mati/pembunuhan”.
dari suatu kenyataan” atau “een gedeelte van de werklijkeheid”. IV. Penempatan Norma Dan Sanksi
Jadi straftbaar feit dapat dimaknai dengan “sebagian dari suatu 1. Penempatan norma dan sanksi menjadi satu dalam satu pasal.
kenyataan yang dapat dihukum”.Walaupun demikian sebenarnya Hal ini terdapat dalam tindak pidana-tindak pidana dalam KUHP
bukan kenyataan yang dapat dihukum tapi “manusia” selaku (Buku II dan Buku III KUHP).
pribadi yang dapat dihukum 2. Penempatan terpisah (rumusan delik dipisahkan dari sanksi,
III. Merumuskan Norma Dalam Tindak Pidana baik dalam pasal yang berbeda, maupun dalam pasal yang sama
1. Menyebutkan satu persatu unsur-unsur perbuatan yang tetapi ayatnya berbeda). Hal ini dapat dijumpai dalam undang-
dilarang. Hal ini seperti terlihat dalam Pasal 281, 305, 413, 435, undang yang mengatur tentang tindak pidana tertentu di luar
154-157 KUHP. Misalnya Pasal 362 KUHP, “Barang siapa KUHP, seperti Undang-undang darurat No. 7 tahun 1955 tentang
mengambil barang milik orang lain seluruhnya atau sebagaian Tindak Pidana Ekonomi.
dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum diancam 3. Sanksi disebutkan terlebih dahulu sedangkan normanya belum
dengan pidana ...”. Unsur-unsur tindak pidana terlihat dengan (ketentuan hukum pidana yang blangko (contoh : Pasal 122 sub 2
jelas, yaitu : mengambil suatu barang; barang tersebut KUHP).
seluruhnya atau sebagian milik orang lain; dengan maksud untuk
memiliki; melawan hukum.
2. Hanya menyebutkan kualifikasi (penamaan yuridis) dari delik.
Ketentuan ini dapat dilihat dari Pasal 184, 297, 351 KUHP.
Msalnya Pasal 351 KUHP, “Penganiayaan dipidana dengan ….”.
Kualifikasi tindak pidana ini adalah “penganiayaan”. Hal ini
V. Jenis-Jenis Tindak Pidana (Delik) pidana menurut aliran dualistis saja. Uraian juga akan
1.Delik Kejahatan dan delik pelanggaran (Buku II menunjukkan unsur “kesalahan” secara ringkas dengan
dengan Buku III). Delik kejahatan adalah delik yang pertimbangan bahwa dalam rumusan KUHP banyak
dirumuskan dalam Buku II KUHP, sedangkan delik rumusan tindak pidana yang mencantumkan kesalahan
pelanggaran dirumuskan dalam Buku III KUHP. (kesengajaan atau kealpaan) sebagai unsur delik dalam
arti sempit.
2. Delik formil dan delik materiil; Delik formil adalah
delik yang penekanannya pada dilarangnya suatu 1. Subyek tindak pidana (normadressaat) : Manusia
perbuatan. (orang) dan korporasi merupakan unsur dari tindak
3. Delik commissionis, delik ommissionis, dan delik pidana, karena manusia dan korporasi merupakan
commissionis per ommissionem commissa. Delik pihak yang dapat disangkakan, selanjutnya dapat
Commissionis adalah delik yang berupa pelanggaran dipidana dalam perkara pidana (hanya tindakan
berbuat dan tidak berbuat yang dilakukan oleh manusia
terhadap larangan, delik ini dilakukan dengan tindakan
atau korporasi yang dapat dipidana).
aktif, baik delik tersebut dirumuskan secara materiil
maupun formil, contohnya Pasal 362 KUHP. Sedangkan Perkembangan ini dapat dilihat dari pendapat
delik Omissionis adalah delik yang berupa pelanggran Schafmeister dan Nico Keijzer tentang sifat melawan
terhadap perintah; delik ini merupakan perbuatan yang hukum pidana yang dikatakannya memiliki empat
dilarang justru karena tidak melakukan sesuatu makna yang berbeda, yaitu sifat melawan hukum
(mengabaikan, membiarkan), contoh : Pasal 522 KUHP umum, sifat melawan hukum khusus, sifat melawan
tentang tidak hadir sebagai saksi, Pasal 531 KUHP hukum formal, dan sifat melawan hukum materiil.
tentang tidak menolong orang yang perlu pertolongan.
4. Delik dolus dan delik culpa; Delik dolus adalah delik
yang mengandung unsur kesengajaan, contohnya :
Pasal 187, 197, 245, 263, 310, 338 KUHP. Sedangkan
delik culpa adalah delik yang mengandung unsur
kealpaan, contohnya : Pasal 195, 197, 201, 203, 231 ayat
(4), 359, 360 KUHP.
5. Delik tunggal dan delik berganda; delik tunggal yaitu
delik yang bila mana perbuatan tersebut cukup
dilakukan satu kali saja. Sedangkan delik berganda
adalah perbuatan yang baru menjadi delik bila
dilakukan berulang kali. Misalnya, Pasal 481 KUHP
tentang penadahan.
VI. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam
Rumusan Tindak Pidana
Unsur-unsur yang diuraikan tidak terbatas
hanya pada unsur yang dikatagorikan unsur tindak
1. Sifat Melawan Hukum Umum 2. Sifat Melawan hukum Khusus
Sifat melawan hukum merupakan syarat yang Sifat melawan hukum khusus bilamana
harus ada dalam suatu perbuatan, sehingga unsur“melawan hukum” dicantumkan secara tegas
seseorang dapat dipidana. Kata sifat melawan dalam undang-undang (tertulis dalam undang-
hukum tidak selalu dinyatakan dalam rumusan undang) atau dapat dikatakan sebagai bagian inti
delik, unsur melawan hukum tersebut merupakan (besteandeel) dari delik. Hal ini dapat dilihat dari
syarat yang tidak tertulis untuk menentukan ketentuan Pasal 362 KUHP tentang pencurian
seseorang dapat dipidana, karena melawan yang dalam rumusannya mencantumkan kalimat
hukum berarti bertentangan dengan hukum “dengan maksud untuk memiliki secara melawan
sehingga perbuatan tersebut dianggap tidak adil. hukum”.
Hal ini dapat dilihat dalam rumusan Pasal 338, 3. Sifat Melawan Hukum Formil
Pasal 351 ayat (1) KUHP tidak ada kata melawan Suatu perbuatan dikatakan bersifat melawan
hukum dalam rumusan tersebut(sifat melawan hukum formil bila perbuatan tersebut sesuai
hukum bukan merupakan bagian inti atau dengan tindak pidana yang dirumuskan dalam
“bestandeel” dari tindak pidana), namun undang-undang. Perbuatan tersebut harus telah
demikian perbuatan tersebut dianggap melawan memenuhi semua unsur-unsur dari suatu tindak
hukum karena merugikan kepentingan orang lain. pidana (konsekuensi karena diaturnya asas
Walaupun sifat melawan hukumnya bukan Legalitas dalam hukum pidana).Untuk
merupakan syarat tertulis, sifat melawan hukum membuktikanbahwa unsur-unsur tersebut telah
tersebut harus direalisasikan , tetapi tidak perlu terpenuhi, perlu dilakukan penafsiran. Penafsiran
dibuktikan. Jaksa tidak perlu mencantumkan yang sering dipergunakan adalah penafsiran
unsur melawan hukum dalam dakwaan, dan teleologis. Dengan demikian tekanandari
hakim tidak usah membuktikan lagi bahwa pelaku penegakanhukumtersebut
perbuatan tersebut melakukan perbuatan dengan adalahpadakepentingan masyarakat, yaitu untuk
melawan hukum bila perbuatan tersebut memang apa hukum tersebut dibuat, tiada lain adalah
dilakukan olehnya. Sebaliknya merupakan tugas untuk melindungi kepentingan masyarakat.
dari penasihat hukum untuk membuktikan bahwa
unsur melawan hukum tersebut tidak ada. Bila
ternyata unsur sifat melawan hukum tersebut
tidak terbukti maka putusannya berupa lepas dari
segala tuntutan hukum (onslag).
4. Sifat Melawan hukum materiil 5. Unsur “Kesalahan(verwijbaarheid)”.
Sifat melawan hukum materiil diberikan Kesalahan menurut para penganut aliran
makna bahwa perbuatan yang dikatagorikan monistis merupakan unsur mutlak yang harus
sebagai tindak pidana (baik yang tidak ada. Kesalahan dalam arti luas sering juga
mencantumkan atau secara tegas disebut dengan pertanggung jawaban pidana
mencantumkan unsur melawan hukum) (verwijbaarheid) terdiri :
tersebut membahayakan kepentingan hukum 1. kemampuan bertanggung jawab
yang hendak dilindungi oleh pembentuk (toerekeningsvatbaar heid) ; unsur ini
undang-undang. Hal ini menunjukkan bahwa secaradiam-diamdianggapada/dipurbasangkak
sifat melawan hukum formil dan materiil an (vorendesteld), sehingga setiap orang yang
seolah-olah tidak berbeda. Pendapat ini benar disangka melakukan tindak pidana dianggap
bilamana dikaitkan dengan tindak pidana mampu bertanggung jawab. Pembuktian
formil. Bilamana unsur-unsur dalam rumusan diperlukan bila terjadi sebaliknya, yaitu bila
tindak pidana formil tersebut telah terbukti, terdakwa ternyata tidak mampu bertanggung
artinya perbuatan tersebut bukan hanya jawab. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan
bersifat melawan hukum formil tetapi juga Pasal 44 KUHP, yaitu dalam hal jiwanya cacat
bersifat melawan hukum materiil. Sifat dalam pertumbuhannya, atau jiwanya
melawan hukum materiil dalam perbuatan terganggu karena penyakit. Disamping itu
tersebut tidak perlu dibuktikan lagi. Logikanya, masih menjadi perdebatan apakah Pasal 45
karena pada tindak pidana formil pembentuk KUHP yang mengatur tentang pelaku
undang-undang dalam merumuskan tindak kejahatan anak di bawah umur
pidana telah mencantumkan secara jelas (minderjarigheid) dianggap juga sebagai pihak
bentuk perbuatan yang dimaksud sebagai yang tidak mampu bertanggungjawab
tindak pidana. Sehingga dalam praktek bila (ontoerekeningvatbaar heid)
terbukti bahwaperbuatanseseorang telahsesuai
denganrumusan tindak pidana, maka
perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai
perbuatan bersifat melawan hukum formil,
dansekaligus juga bersifat melawan hukum
materiil.
2. Kesalahan dalam arti kesalahan (schuld)
yang terdiri dari kesengajaan (dolus) dan b. daya paksa (overmacht); Pasal 48
kealpaan (culpa). KUHP
a. Tindak pidana yang memiliki unsur c. keadaan darurat (noodtoestand); Pasal 48
kesengajaan (delik dolus)dalam rumusan KUHP
deliksering dirumuskan dengan istilah-istilah : d. pembelaan darurat yang berlebihan
1). “dengan sengaja” dalam Pasal 333,338 KUHP (noodweer exces); Pasal 49 ayat (2)
2). “sedang ia mengetahui” dalam Pasal 279 e. perintah jabatan yang tidak sah; Pasal 51 ayat
KUHP (2).
3). “yang ia ketahui” dalam Pasal 480 KUHP Tiga hal di atas (kemampuan
4). “dengan maksud” dalam Pasal 362 KUHP bertanggung jawab, kesalahan, dan tiadanya
5). “bertentangan dengan apa yang diketahui” alasan penghapus kesalahan) bagi penganut
dalam Pasal 311 KUHP paham monistis merupakan unsur subyektif
dari tindak pidana (unsur yang melekat pada
6). “dengan tujuan yang ia ketahui” dalam
pelaku), sedangkan bagi mereka yang
Pasal 310 KUHP
menganut paham dualistis hal tersebut tidak
b. Sedangkan tindak pidana yang memiliki termasuk dalam unsur tindak pidana (“tindak
unsur kealpaan (delik culpa) pidana” oleh Mulyatno disebut dengan
dirumuskandengan“karena kelalaian/ karena perbuatan pidana atau actus reus dalam bahasa
salah”, dalam pasal 359 KUHP, Pasal 360 KUHP, Inggris), tetapi termasuk dalam “pertanggung
Pasal 188 KUHP. jawaban pidana atau means rea dalam bahasa
3. tidak ada alasan yang menghapus kesalahan Inggris.
(anasir toerekenbaarheid)”139 Alasan-alasan
yang menghilangkan kesalahan (dalam arti
luas) tersebut berupa :
a. tidak mampu bertanggung jawab
(ontorekeningvatbaarheid); ada dalam Pasal 44
dan 45 KUHP.
6. Keadaan tertentu adalah unsur yang ada dalam
tindak pidana tertentu.
Dalam tindak pidana materiil diperlukan adanya
unsur yang bersifat konstitutif, seperti hilangnya nyawa
seseorang. Akibat ini harus ada dalam tindak pidana
pembunuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 338
KUHP. Selain itu dalam beberapa tindak pidana perlu
ada unsur syarat tambahan agar pelaku perbuatan
tersebut dapat dipidana, yaitu keadaan yang terjadi
setelah perbuatan yang diuraikan dalam perundang-
undangan yang justru memberikan sifat dapat
dipidananya pelaku tindak pidananya.
BAB IV AJARAN KAUSALITAS
Ajaran Kausalitas diperlukan untuk menentukan
adanya hubungan obyektif antara perbuatan manusia
dengan akibat yang dilarang. Oleh karena itu sangat
keberadaan teori ini untuk tindak pidana materiil, dan
tindak pidana yang dikualifikasikan oleh akibatnya. Hal
ini disebabkan dalam tindak pidana materiil terdapat
unsur akibat konstiutif, yaitu berkaitan dengan apa
yang menjadi sebab dari akibat yang sudah ditentukan
dalam perundang-undangan tersebut dan pihak mana
yang bertenggungjawab atas tindak pidana tersebut.
Post Hoc Non Propter hoc, yaitu suatu peristiwa yang
terjadi setelah peristiwa lain, belum tentu merupakan
akibat dari peristiwa yang mendahulianya. Untuk
menjawab tantangan tersebut, telah berkembang secara
umum 3 (tiga) teori, yaitu :
1. Teori conditio sine quanon/teori equvalen.
2. Teori adequat (general)
3. Teori individualisasi
BAB V PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA terkandung makna dapat dicelanya pelaku atas perbuatnnya.
1. Definisi Pertanggungjawaban pidana 2. Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan (schuld) dapat berupa :
Dapat dipersalahkannya seseorang atas perbuatan (melawan a. sengaja (dolus/opzet/intention)
hukum/wederrechtelijk) yang dilakukannya, sehingga b. kealpaan/kelalaian (culpa/nalatigheid/negligance)
iadapatdipertanggungjawabkanpidana(verwijbaarheid). Sebaliknya 3.Kesalahan dalam arti sempit dalam hal ini hanya berkaitan dengan
bila suatu perbuatan yang dilakukan seseorang tidak wederrechtelijk kealpaan/culpasama dengan angka 2b tersebut.
maka kelakuan (perbuatan bersifat melawan hukum) tersebut tidak 4. Kesalahan dalam arti seluas-luasnya (Pertanggungjawaban Pidana/
dapat dipertanggungjawabkan kepada pembuat/pelaku. Seorang verwijbaarheid) Menurut Idema membicarakan unsur kesalahan
penuntut umum dalam melakukan penuntutan harus memperhatikan dalam hukum pidana, berarti mengenai jantungnya hukum pidana itu
bagian-bagian dari tindak pidana yang diancamkan dan dicantumkan sendiri. Jadi pemidanaan dapat terjadi bilamana ada orang yang
dalam surat dakwaan, dan selanjutnya harus dibuktikan. Bilamana dipersalahkan melakukan perbuatan bersifat melawan hukum.
penuntut umum tidak dapat membuktikan bahwa perbuatan tersebut Menurut Sudarto soal kesalahan ada hubungannya dengan kebebasan
bersifat melawan hukum, maka hakim akan melepaskan terdakwa. kehendak.
Namun ada kalanya semua bagian dari tindak pidana sudah terbukti, Mengenai hubungan antara kebebasan kehendak dengan adanya
tapi terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum (ontslag van kesalahan ada tiga pendapat :
recht vervolging). Hal ini terjadi jika ternyata sifat melawan
1. Pendapat kaum Indeterminis; manusia mempunyai kebebasan
hukumnya suatu perbuatan yang bersifat materiil (tidak menjadi
kehendak dan apa yang dilakukan adalah merupakan keputusan
bagian tindak pidana) tidak terbukti. Hal inidi Belanda ditunjukkan
kehendak. Tanpa adanya kehendak maka tidak ada kesalahan, tidak
melalui putusan Hoge Raad tentang veearts arrest (putusan tentang
ada kesalahan berarti tidak ada pencelaan, dan akhirnya tidak ada
dokter hewan di kota Huizen).
pemidanaan.
2. Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan
2. Pendapat Kaum Determinis; manusia tidak memiliki kebebasan
Asas dalam pertanggungjawaban pidana ini adalah “geen straft kehendak, keputusan kehendak sepenuhnya diputuskan oleh watak
zonder schuld”atau dalam bahasa Latin disebut dengan istilah “Actus dan motif-motif (rangsangan-rangsangan yang datang dari dalam
non facit reum nisi mens sit rea”, atau Nulla Poena, Sine Culpa. Asas maupun luar diri yang mengaktifkan watak tersebut). Meskipun tidak
ini tidak tertulis dalam hukum pidana Indonesia sehingga masih menganut kehendak bebas, tidak berarti orang yang melakukan
berupa doktrin (pendapat para sarjana). Namun demikian dalam tindak pidana tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.
perkembangannya ketentuan ini diatur dalam Pasal 6 ayat (2) Justru karena tidak adanya kehendak bebas tersebut maka ada
Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok-pokok pertanggungjawaban pelaku atas perbuatannya. Namun
kekuasaan Kehakiman yang kemudian diganti dengan Undang- pertanggungjawabannya bukan berupa pemidanaan tetapi berupa
undang No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan kehakiman diatur dalam tindakan (maatregel) sebagai upaya untuk memperbaiki.
Pasal 6 ayat (2) dengan rumusan yang sama, yaitu “Tiada seorangpun
3. Ada tidaknya kebebasan kehendak, tidak jadi soal dalam
dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat bukti
menentukan pemidanaan.
yang sah menurut undangundang, mendapat keyakinan bahwa
seseorang yang dianggap dapat bertanggungjawab, telah bersalah atas
perbuatan yang didakwakan atas dirinya”.
3. Istilah Kesalahan
1. Kesalahan dalam arti seluas-luasnya mengandung pengertian
“Pertanggung jawaban dalam hukum pidana”. Di dalamnya
BAB VI PIDANA DAN PEMIDANAAN untuk tujuan keduanya.
1. Pidana (straf ) dan Tindakan (maatregel). 2. Tujuan Pemidanaan.
Ada beberapa istilah” pidana” dalam bahasa Pemidanaan adalah penjatuhan pidana,
asing : atau pengenaan penderitaan pada seseorang
1. Pidana berasal dari bahasa Latin “poena” yang melanggar hukum oleh petugas yang
yang berarti “nestapa” seperti denda, berwenang sesuai dengan ketentuan-ketentuan
pembalasan. yang berlaku.Pengenaan penderitaan
2. Istilah pidana dari bahasa Yunani “poine” merupakan sesuatu yang tidak baik/tidak benar
yang berarti “ganti rugi, atau uang pengganti”. (melanggar HAM/sesuatu yang tidak bermoral)
walaupun dilakukan atas nama negara, maka
3. Pidana merupakan penderitaan. Pidana
dicarilah pembenarannya (dari berbagai dasar
adalah penderitaan yang sengaja dikenakan
pembenaran maka diketahui dasar filosofinya),
oleh pihak yang berwenang pada seseorang
pembenarannya akhirnya diletakkan pada
yang telah terbukti melakukan perbuatan yang
alasan untuk apa pemidanaan tersebut
dilarang (tindak pidana).
diberikan (inilah yang berkembang menjadi
Sementara menurut Herbert L. Packer teori/falsafah pemidanaan).
ada beberapa karakteristik dari “pidana” :
Dari berbagai macam teori yang berkembang
1. Harus berupa derita atau sesuatu yang tentang tujuan pemidanaan, maka dapat
dianggap tidak menyenangkan dikelompokkan menjadi :
2. Harus diberikan karena adanya suatu 1. pembalasan (retributif );
pelanggaran terhadap suatu aturan hukum
2. tujuan (utilitarian)
3. Harus dijatuhkan pada pelaku, atau
diancamkan pada seseorang yang disangka
sebagai pelaku
4. Harus diberikan dengan sengaja oleh
manusia lain selain pelaku (pejabat yang
berwenang).
5. Harus ditujukan untuk tujuan pencegahan
pelangaran hukum atau pembalasan dan atau
3. Jenis-jenis pidana hakim
dalam KUHP.
Jenis-jenis pidana dalam
KUHP diatur dalam Pasal
10 KUHP:
A. Pidana Pokok
1. Pidana Mati
2. Pidana Penjara
3.Pidana Kurungan
B. Pidana Tambahan
1. Pencabutan hak-hak
tertentu
2. Perampasan barang-
barang tertentu
3. Pengumuman putusan
BAB VII PERCOBAAN yang bulat dan lengkap. Percobaan merupakan
1. Apakah yang dimaksud dengan Percobaan? delik yang sempurna hanya saja bentuknya
1. Menurut Memori van Tolichting “percobaan” istimewa.Dengan demikian merupakan delik
adalah suatu permulaan pelaksanaan tersendiri ( “ delictum suigeneris “ ).
kejahatan yang sudah dimulai tetapi tidak 3. Dasar patut dipidananya percobaan.
selesai. Secara teoritis ada ada tiga teori yang
2. Menurut Pompe, bila dilihat dari berkembang yang dapat dikatakan sebagai
manusianya, percobaan merupakan suatu pembenar dipidannya percobaan, yaitu:
usaha yang tidak berhail. a. Teori / ajaran subjektif yang dianut oleh Van
2. Apakah percobaan merupakan perluasan Hamel yang menerangkan bahwa dasar patut
pemidanaan ataukah delik selesai? dipidananya percobaan terletak pada sikap
Terdapat 2 ( dua ) pandangan: batin / watak yang berbahaya dari si pembuat.
a. Percobaan dipandang sebagai “ b. Teori objektif yang antara lain dianut oleh
Strafausdehnungsgrund atau Simons, Duynstee dan Zevenbergen yang
strafuitbreidingungsgrond (dasar/alasan menerangkan bahwa dasar patut dipidananya
memperluas dapat dipidananya orang ). percobaan terletak pada sifat berbahayanya
Menurut pandangan ini, percobaan adalah perbuatan terhadap masyarakat.
untuk memperluas dapat dipidananya orang 4. Percobaan yang tidak dapat dipidana :
dan tidak memperluas rumusan-rumusan 1. Percobaan penganiayaan
tindak pidana. 2. Percobaan terhadap penganiayaan hewan
b. Percobaan dipandang sebagai 3. Percobaanterhadap perang tanding.
Tatbestandausdehnungsgrund (dasar / alasan
memperluas dapat dipidananya perbuatan ).
Menurut pandangan ini, percobaan melakukan
suatu tindak pidana merupakan satu kesatuan
BAB VIII PENYERTAAN medeplichtig.
1. Pengertian dan jenis penyertaan • Selanjutnya kata “sebagai pelaku” itu tidak tepat digunakan
Penyertaan menunjukkan adanya lebih dari satu orang istilah “plegen”.
yang tersangkut dalam pelaksanaan tindak pidana. 4. Plegen (mereka yang melakukan)
Penyertaan adalah apabila dalam satu delik tersangkut • Syarat plegen : perbuatan yang dilakukan seseorang harus
beberapa orang. Tersangkutny a ini mempunyai bentuk yang memenuhi semua unsur delik (pleger bukan peserta).
bermacam-macam dalam KUHP : • Tergantung rumusan deliknya (delik formil/delik materiil.
1. plegen (yang melakukan) • Bila perumusananya secara formil, maka cukup ada
2. doenplegen (yang menyuruh melakukan) perbuatan.
3. medeplegen (yang turut melakukan) • Bila perumusannya secara materiil, maka harus sampai
4. uitlokking (yang membujuk untuk melakukan) timbul akibat.
5. medeplichtig (yang membantu melakukan) 5. Doen plegen/middelijk/daderschap
Penyertaan ini dibagi dalam beberapa bentuk gunanya untuk • Doen plegen; seseorang yang mempunyai kehendak untuk
menentukan pertanggungjawaban setiap peserta terhadap melakukan delik, tapi tidak melakukannya sendiri,
delik yang dilakukan melainkan menyuruh orang lain untuk melakukannya dan
2. Poging dan Deelneming (Percobaan dan Penyertaan) orang yang disuruh itu harus tidak dapat
• Poging dan deelneming diatur dalam buku I, keduanya dipertanggungjawabkan (orang yang disuruh tersebut hanya
disebut sebagi perluasan dari strafbaarheid (syarat-syarat sebagai alat/sarana belaka yang dikendalikan oleh
dapat dipidananya seseorang), bukan strafbaarfeit (delik) sipenyuruh).
• Dasar penghapus, poging, penyertaan bukanlah delik, • Kesalahan orang yang diperalat itu terjadi karena khilaf
karena tiga hal ini diatur dalam buku I KUHP mengenai tentang fakta (keadaan) yang disebut dengan error in factie
Ketentuan Umum (Pasal 1-103 KUHP), sedangkan delik (atau karena dihipnotis)
diatur mulai 104 mengenai Buku II dan Buku III. 6. Medeplegen (turut melakukan)
• Poging menekankan perluasan yang dilihat dari perbuatan, Medeplegen; beberapa orang bekerja bersama-sama
meski perbuatan itu belum memenuhi semua bagian delik, melakukan perbuatan yang dapat dipidana. Kerjasama harus
namun pelakunya dapat dipidana. sangat erat, kerjasama yang kait-mengkait, sehingga seolah-
3. Kritik terhadap istilah “Penyertaan” olah kebetulan saja terdapat bagian-bagian, tetapi pada
• Judulnya “penyertaan” tetapi kalimat pertamanya berbunyi hakekatnya bagian-bagian tersebut merupakakn sesuatu
“sebagai pelaku...” yang utuh.
• Seharusnya Pasal 55 itu berjudul “pelaku dan penyertaan”. Syarat adanya medeplegen :
Dimulai dengan kata “pelaku” ialah “plegen”. 1. Harus ada kerja sama secara fisik
• Bila dimulai dengan kata “penyertaan atau sebagai pelaku” 2. Harus ada kerja sama secara sadar (berarti punya opzet).
yang dimaksud adalah doen plegen, medeplegen, uitloken,
7. Medeplichtig/yang membantu sarana/alat, bantuan idiil =
• Dasar hukumnya Pasal 56 KUHP, nasihat/saran)
“Dihukum sebagai orang yang 2. Pembantuan yang berupa
membantu kejahatan : melaksanakan setiap perbuatan yang
1. Barang siapa dengan sengaja berupa pertolongan, tetapi harus
membantu melakukan kejahatan itu; berupa daya upaya yang ditentukan
2. barang siapa dengan sengaja limitatif oleh KUHP. Berupa :
memberikan kesempatan, daya upaya kesempatan, alat-alat, informasi, dan
atau keterangan untuk melakukan diberikan sebelum kejahatan
kejahatan itu”. dilakukan.
• Pidananya berbeda dengan 8. Uitlokking
penyertaan yang lain, tapi sama • Dasar hukum Pasal 55 KUHP
dengan poging pidana maksimal – 1/3 • Uitlokking adalah setiap perbuatan
• Membantu melakukan pelanggaran yang menggerakkan orang lain untuk
tidak dipidana (Pasal 60 KUHP) melakukan suatu tindak pidana. Tapi
• Ada dua jenis medeplichtig : untuk dapat disebut uitlokking, maka
1. Pembantukejahatan; usaha untuk menggerakkan orang itu
setiapperbuatanyang berupa harus selalu menggunakan daya upaya
pertolongan (bantuan) apapun asal sebagaimana tercantum dalam Pasal
diberikan pada saat kejahatan itu 55 ayat (1) sub 2 KUHP.
dilakukan. (pertolongan materiil =
BABIX masing tindak pidana tersebut memiliki ancaman
SEMENLOOP/CONCURSUS/GABUNGAN/PERB pidananya sendiri-sendiri), terhadap pelaku
ARENGAN tersebut hanya dijatuhkan satu hukuman saja,
1. Pengertian sehingga seakan akan hukuman yang dijatuhkan
1. Apabila seseorang melakukan perbuatan yang tersebut menelan (menyedot) lainlain hukuman
mana dengan melakukan perbuatan tersebut yang diancamkan. Pada umumnya yang dijatuhkan
ternyata ia melanggar beberapa perbuatan pidana adalah hukuman yang terberat.
(tindak pidana) 2. Stelsel kumulasi :
2. Apabila seseorang melakukan beberapa a. Stelsel kumulasi murni; setiap hukuman yang
perbuatan, dan tiap-tiap perbuatan itu merupakan diancamkan semuanya dijatuhkan. Bilamana
pelanggaran terhadap hukum pidana seseorang melakukan lebih dari satu tindak pidana
• Diantara beberapa perbuatan tersebut (perbuatan maka setiap tindak pidana yang masing-masing
yangmerupakan tindak pidana tersebut) : - belum diancamkan sendiri-sendiri, maka masing-masing
ada yang dijatuhi hukuman berdasarkan putusan hukuman tersebut dijatuhkan semuanya.
hakim; dan beberapa tindak pidana yang dilakukan b. Stelsel Kumulasi terbatas; semua hukuman
tadi diadili sekaligus. yang diancamkan dijatuhkan, tetapi jumlahnya
2. Persoalan dalam Semenloop tidak boleh melebihi hukuman yang terberat
ditambahkan 1/3 nya (hasilnya sama dengan stelsel
• Dalam praktek ajaran semenloop tidak
basorbsi tambahan).
menimbulkan kesulitan, karena pokok
persoalannya adalah masalah pemidanaan 4.Samenloop (meringankan atau
(hukuman apa dan berapa yang harus dijatuhkan). memberatkan?)
• Persoalan rumit muncul ketika membicarakan • Dalam KUHP dianggap sebagai sesuatu yang
semenloop dari sisi rechtdogmatik, karena akan memberatkan(lihat Pasal 18 ayat 2),tapi pada
berbicara tentang : - penafsiran istilah “feit”;- kapan hakekatnya meskipun dianggap memperberat,
adanya eenfeit (satu perbuatan) dan kapa adanya semenloop sebenarnya adalah dasar untuk
beberapa perbuatan (lebih dari satu feit); apa yang meringankan hukuman. Seandainya tidak ada
dimaksud dengan perbuatan berlanjut (voorgezette ketentuan seperti samenloop, seseorang yang
handeling). melakukan beberapa tindak pidana akan dijatuhi
hukuman sebesar jumlah hukuman yang
3. Pemidanaan dalam semenloop
diancamkan terhadap tindak pidana tersebut.
1. Stelsesl absorbs; meskipun seseorang telah
melakukan beberapa tindak pidana (masing-
5. Jenis-jenis samenloop
1. Eendaad samenloop (concursus idealis)
diatur dalam Pasal 63 KUHP apabila seseorang
melaksanakan satu perbuatan (feit), perbuatan
itu melanggar beberapa tindak pidana.
Contoh : memperkosa seorang permpuan di
depan umum; pasal yang dilanggar Pasal 281
(melanggar kesusilaan di depan umum) dan
Pasal 285 perkosaan.
2. Meersdaad semenloo; bilamana seseorang
melakukan beberapa perbuatan (feiten) dan
beberapa perbuatan ini merupakan tindak
pidana sendiri-sendiri, dan diantara perbuatan
tersebut belum ada yang diadili oleh hakim dan
akan diadili sekaligus (diatur dalam Pasal 65
dan 66 KUHP).
6. Perbuatan Berlanjut (Vergezette handling)
• Pasal 64 KUHP
• Apabila seseorang melakukan beberapa
perbuatan dan tiap-tiap perbuatan mana
merupakan perbuatan pidana sendiri-sendiri
dan terhadap perbuatan tersebut diadili
sekaligus.
• Jika pidananya berlainan maka hanya tindak
pidana yang ancaman pidananya terberat saja
yang digunakan.
BAB X DELIK ADUAN delik yang menentukan
(KLACHT DELICT) bahwa penuntutan hanya
1. Delik dan Delik Aduan dapat dilakukan bila ada
• Hak untuk melakukan pengaduan dari pihak yang
penuntutan tindak pidana dirugikan penuntutan
tidak tergantung pada tergantung pada
individu korban kejahatan persetujuan korban.
atau pelanggran.
• Hak melakukan
penuntutan ada pada
penuntut umum. Hal ini
berkaitan dengan Hukum
Pidana merupakan hukum
publik.
• Pengecualiannya ada pada
delik aduan, karena jenis
BAB III Pada bab empat kajian yang difokuskan adalah
KEUNGGULAN BUKU berupa ajaran kausalitas yang mencakup beberapa
1. Keterkaitan antar Bab (Kohesi dan koherensi antar teori.
bab) Selanjutnya pada bab lima kajian lebih fokus pada
Berdasarkan hal ini jika kita lihat pada materi yang teori pertanggungjawaban pidana.
disajikan pada buku utama penjabaran lebih Pada bab enam kajian merujuk pada tema pidana
terfokus pada politik hukum pidana dalam bidang dan pemidanaan dari tujuan, jenis pidana dalam
yang terjadi langsung dengan penambahan bukti KUHP .
kejelasan otentik yang terjadi dimana teori dan Dalam bab tujuh materi yang disajikan bertema
definisi hanya dijabarkan lebih singkat dengan percobaan, dari pengertian percobaan, percobaan
pemahaman langsung melalui penjabaran contoh tidak tindak pidana maupun yang termasuk dalam
yang diberikan. tindak pidana.
Jika kita lihat pada bab satu yang mana menjelaskan Pada bab delapan bahasan mengenai penyertaan
mengenai politik pengantar hukum pidana, dari yang membahas tentang siapa yang termasuk
definisi,ruang,pembagiannya,jenis hukum pidana, melakukannya dan adapun pendekatan yang
sifat hukum pidana, sumber hukum, sejarah, fungsi, digunakan.
sanksi, dan kaitan dalam ilmu bantu sebagai kajian Didalam bab sembilan kajian mengenai gabungan
materi utama pada bab pertama dalam buku ini. dari pengertian, jenis, pemidanaan dalam gabungan.
Dalam hal ini bab satu menjelaskan secara umum Pada bab yang terakhir yaitu pada bab sepuluh
lebih dahulu menegenai tema buku yaitu politik kajiannya delik aduan yang membahas pengaturan
hukum pidana. dan perumusan, jenis dan perbedaan pengaduan
Pada bab dua pembahasan merujuk pada berlakunya dengan laporan.
hukum pidana. Dalam kajian ini penulis lebih Melalui hal ini dalam setiap bagaian antar bab dalam
menekankan pada tempat dan waktu pidana itu buku utama memiliki kesinambungan satu sama lain
berlaku. berdasarkan kajian materi dalam buku yang
Pada bab tiga yang bertemakan tindak pidana diajabarkan, hal ini apat kita lihat dari bagian bagian
mengenai istilah, unsur-unsur, jenis tindak pidana yang dijelaskan pada setiap bagian antar bab yang
tersebut dan apa saja yang harus diperhatikan dalam dikaji.
tindak pidana.
2. Kemutakhiran isi buku (kemutakhiran teori sama dalam buku utama mengenai dasar hukum
yang ditawarkan oleh buku yang dikritisi) pidana.
Melalui hal ini penulis berupaya mengkaji secara lebih Dalam kaitan pada buku utama dengan buku
analitis pada bagian kemutakhiran isi buku utama pembanding dua tidak terdapat bab yang sama dalam
dengan dibandingkannya pada dua buku yang berbeda kajiannya. Tapi kemiripan yang berada pada materi ada
sebagai cara untuk menganalisi kemutakhiran teori seperti mengenai pengertian hukum, sifat, dan tujuan,
yang dibahas pada buku utama. dan alat bukti yang digunakan dalam kasus pidana
Jika kita lihat pada buku utama terdapat materi yang namun jika kita lihat pada buku pembanding kedua
sama pada beberapa materi pada kedua buku pembahasan lebih dalam hingga revolusioner pada bab
pembanding walaupun sebenarnya pada buku utama yang dibahas juga masuk didalamnya hingga
banyak materi yang tidak dibahas pada kedua buku interpretasinya. sehingga dalam hal ini buku utama dan
pembanding. Dalam hal ini penulis akan menjelaskan pembanding kedua juga hanya memilki sedikit
bagian mana saja yang menjadi kajian materi yang keterkaitan pada bab materi yang sama dalam
sama. pembahasannya. Jika berdasarkan perspektif penulis
pada buku utama lebih merujuk materi pada
Pada buku pembanding satu kaitan yang sama pada
penjelasan secara data yang kualitatif dalam metode
buku utama hampir semua bab karena sama-sama
pemberian materi dengan banyaknya hasil analisis
membahas tentang dasar dalam hukum pidana,
materi yang diberikan, sedangkan buku pembanding
sedangkan pada buku pembanding hanya dua bab yang
kedua lebih banyak pada materi yang dibahas dalam
sama membahas tentang dasar hukum pidana dimulai
kajiannya dimana materi lebih fokus pada tindakan
dari pengertian, sifat hukum pidana dan alat-alat bukti
langsung dalam kajiannya.
dalam kasus pidana
Dalam contoh penulis berikan bahwa pada buku utama
langsung memberikan pendapat beberapa ahli
mengenai hukum pidana sedangkan buku utama lebih
kepada kesimpulan makna. Juga dalam hal ini penulis
berspekulais bahwa buku utama lebih kepada dasar
dalam hukum pidana.
Berdasarkan hal tersebut dapat kita ketahui bahwa
pada materi buku utama dan buku pembanding satu
terdapat semua bab yang sama. Dan buku ini dalam
penjabarannya lebih bertujuan pada penganalisisan
terhadap kajian hukum pidana. sedangkan pada buku
ke dua materi lebih disajikan tindakan dalam hukum
pidana sehingga pada buku ini hanya dua bab yang
3. Keterkaitan antar isi buku dengan keilmuan.
bidang ilmu
Berdasarkan keterkaitan isi buku dengan
bidang ilmu yang dikaji dimana dalam hal ini
buku utama sudah memilki kaitan yang
berkaitan dalam bidang ilmu yang dibahas
yaitu hukum pidana. Dimana hal ini dapat
dibuktikan dengan seiap kajian pada setiap
materi memang mengenai hukum pidana, baik
dari segi definisi hingga kajian secara teoritis
dan penelitian yang dilakukan memberi isi
materi pada hukum pidana baik secara kajian
maupun data yang dianalisis memang tertuju
pada bidang ilmu politik.
Pada buku pembanding satu keterkaitan antar
isi buku dengan bidang ilmu juga saling
berhubungan dengan politik hukum pidana
dimana dalam hal ini dapat dilihat dari
penjabarannya yang membahas mengenai
hukum pidana dalam kaitannya.
Dalam buku pembanding kedua keterkaitan
antar isi buku dengan kajian bidang ilmu
hukum pidana saling terkait dimana dalam hal
ini kajian ilmu politik hukum pidana lebih
dikaji dalam perspektif pendidikan dimana
pengembangan materi lebih pada konsep ,
model dan aliran ekonomi politik dalam kaitan
BAB IV
KELEMAHAN BUKU
1. Keterkaitan antar bab (kohesi dan koherensi antar bab)
Berdasarkan hal ini jika kita lihat pada materi yang disajikan diantara ketiga buku yang
bermaterikan hukum pidana terdapat banyak sekali materi yang tidak sama sehingga
penulis merasa bahwa setiap buku memiliki kajian yang dibahas berbeda beda sesuai
dengan ruang lingkup perspektif mana yang dipakai. Jika kita lihat pada buku utama
dengan kita bandingkan pada buku pembanding satu materi yang disajikan terhadap dua
buku tersebut sedikit berbeda diantara keterkaitan antara bab buku utama dan buku
pembanding satu dan begitu juga buku pembanding dua.
Jika kita lihat pada bab satu buku utama yang mana menjelaskan mengenai politik
hukum pidana, dari definisi,ruang lingkup,permasalahan hukum pidana, definisi pidana,
hubungan hukum pidana sebagai kajian materi utama pada bab pertama dalam buku ini.
Dalam hal ini bab satu menjelaskan secara umum lebih dahulu menegenai tema buku
yaitu hukum pidana.
Pada bab dua pembahasan merujuk pada berlakunya hukum pidana. Dalam kajian ini
penulis lebih menekankan pada tempat dan waktu pidana itu berlaku.
Pada bab tiga yang bertemakan tindak pidana mengenai istilah, unsur-unsur, jenis tindak
pidana tersebut dan apa saja yang harus diperhatikan dalam tindak pidana.
Pada bab empat kajian yang difokuskan adalah berupa ajaran kausalitas yang mencakup
beberapa teori.
Selanjutnya pada bab lima kajian lebih fokus pada teori pertanggungjawaban pidana.
Pada bab enam kajian merujuk pada tema pidana dan pemidanaan dari tujuan, jenis
pidana dalam KUHP .
Dalam bab tujuh materi yang disajikan bertema percobaan, dari pengertian
percobaan, percobaan tidak tindak pidana maupun yang termasuk dalam tindak
pidana.
Pada bab delapan bahasan mengenai penyertaan yang membahas tentang siapa yang
termasuk melakukannya dan adapun pendekatan yang digunakan.
Didalam bab sembilan kajian mengenai gabungan dari pengertian, jenis,
pemidanaan dalam gabungan.
Pada bab yang terakhir yaitu pada bab sepuluh kajiannya delik aduan yang
membahas pengaturan dan perumusan, jenis dan perbedaan pengaduan dengan
laporan.
Melalui hal ini dalam setiap bagaian antar bab dalam buku utama memiliki
kesinambungan satu sama lain berdasarkan kajian materi dalam buku yang
diajabarkan, hal ini apat kita lihat dari bagian bagian yang dijelaskan pada setiap
bagian antar bab yang dikaji.
Berdasarkan materi buku utama tersebut banyak sekali materi yang tidak memilki
ruang lingkup pada kedua buku pembanding begitu juga pada buku pembanding
hampir semua cakupan materi buku utama tidak terdapat pada kedua buku
pembanding. Walaupun kita lihat diantara bab pada buku utama memiliki
keterkaitan dalam materi yang dibahas namun keterkaitan antara bab pada buku
pembanding satu dan dua hanya terdapat sedikit materi bab yang sama.banyak
materi yang tidak terdapat pada buku utama dikarenakan pada buku utama materi
lebih banyak mengkaji secara analisis dengan hanya memberikan sedikit materi.
Sedangkan pada buku pembanding pertama berpatokan hampir terdapat dalam
semua bab pada buku utama, sedangkan pada buku pembanding kedua materi lebih
tertuju pada tindakan.
2. Kemutakhiran isi buku (kemutakhiran teori yang ditawarkan oleh buku
yang dikritisi)
Melalui hal ini penulis berupaya mengkaji secara lebih analitis pada bagian
kemutakhiran isi buku utama dengan dibandingkannya pada dua buku yang
berbeda sebagai cara untuk menganalisi kemutakhiran teori yang dibahas pada
buku utama.
Jika kita lihat pada buku utama terdapat materi yang sama pada beberapa materi
pada kedua buku pembanding walaupun sebenarnya pada buku utama banyak
materi yang tidak dibahas pada kedua buku pembanding. Jika dianalisiss pada buku
utama materi banyak yang berpatok pada kajian analisis dengan menyertakan data-
data yang dimuat berdasarkan hal ini kemutakhiran buku yang dikritisi bisa
dipertanggungjawabkan oleh penulis walaupun dalam hal ini menurut penulis
masih ada kekurangan pada buku utama dalam hal kemuthakhiran buku yang dapat
dilihat dengan adanya pertanyaan yang perludidiskusikan pada setiap bab sehingga
disini penulis hanya memberikan teori dan data yang ada dengan begitu pembaca
diperintah untuk berpikir dalam membahas pertanyaan yang perlu didiskusikan.
Jika kita lihat pada buku pembanding satu kajian materi sudah baik namun
melalui materi yang sedikit maka banyak terdapat kekurangan dari isi materi
dimana berdasarkan hal ini kemutakhiran isi dari penerbit bumi aksara ini
banyak terdapat kekurangan dari segi materi yang disajikan hanya sedikit teori
yang dimambil dalam buku pembanding satu dalam hal ini para ahli pun
hampir tidak ada disajikan dalam buku lebih kepada kesimpulan definisi yang
dibuat penulis.sedangkan pada kajian materi hanya mengambilkan cakupan
yang kecil pula dalam materinya seperti hal-hal yang merupakan ruang lingkup
kajian materi yang kecil.
Dalam buku pembanding dua kajian materi yang disajikan hampir keseluruhan
tidak memilki kajian yang sama pada buku utama, jika kita lihat dari
kemutakhiran isi buku pada buku pembanding maka dalam hal ini penulis
mengambil perspektif bahwa buku pembanding dua berdasarkan teori sudah
mutakhir karena didukung data-data yang valid dengan penambahan definisi-
definisi dari para ahli namun jika dikaitkan buku utama maka banyak sekali
materi yang tidak berkesinambungan pada teori dari kedua buku dimana pada
buku utama materi disajikan lebih luas untuk menjabarkan isi materi
sedangkan pada buku pembanding dua materi yang disajikan hanya berupa
teori tanpa ada penjabaran lebih langsung dengan fakta dilapangan.
3. Keterkaitan antara isi buku dengan ilmu
Berdasarkan keterkaitan isi buku dengan bidang ilmu yang dikaji dimana dalam hal
ini buku utama sudah memilki kaitan yang berkaitan dalam bidang ilmu yang
dibahas yaitu hukum pidana dan dalam hal ini selaku pengkritik buku penuis
mengkaji dari materi yang ada tidak terdapat adanya materi yang tidak terkait
dengan bidang ilmu yang dibahas pada buku utama.
Pada buku pembanding satu keterkaitan antar isi buku dengan bidang ilmu juga
saling berhubungan dengan ilmu ekonomi politik dimana dalam hal ini dapat dilihat
dari penjabarannya yang membahas mengenai hukum pidana dalam kaitannya
walaupun disini materi lebih berpatokan pada tindakan atau penyelidikan pidana.
Dalam buku pembanding kedua keterkaitan antar isi buku dengan kajian bidang
ilmu ekonomi politik saling terkait dimana dalam hal ini kajian ilmu politik hukum
pidana lebih dikaji dalam perspektif pendidikan dimana pengembangan materi lebih
pada konsep , model dan aliran hukum pidana dalam kaitan keilmuan.
BAB V
HASIL ANALISIS
Berdasarkan hasil analisis penulis megenai teori dan aplikasi bidang ilmu
berdasarkan keunggulan dan kelemahan buku bahwasanya dalam hal ini buku
utama lebih memilki kajian materi yang lebih luas dibandingkan kedua buku
pembanding hal ini dpaat dilihat dari materi yang disajikan pada buku utama. Hal-
hal yang dibahas saling terkait dengn penjelasan lebih rinci dan adanya penjabaran
dan didukung oleh data sedangkan pada buku pembanding penjelasan lebih kepada
hal-hal yang dipertanyakan secara umum dan teori-teori hukum pidana.
Jika diaplikasikan dalam bidang ilmu buku-buku yang direview dalam critical book
reort ini dapat menambah wawasan untuk mengambil strategi-trategi sebagai
seorang investor dalam mengkaji dan menganalisis ulang hal-hal apa saja yang perlu
direncanakan dan dipersiapkan dalam menghadapi kasus yang termasuk tindak
pidana.
Dalam hal ini dari ketiga buku tersebut memilki tujuan aplikasi anailisis yang
berbeda dalam memberikan pegangan buku tersebut. Dalam buku utama terfokus
pada dasar hukum pidana.
Sedangkan pada buku pembanding satu fokus kepada permasalahan dalam
koonteks umum dalam kajiannya pada dasar hukum pidana sedangkan buku
pembanding kedua lebih kepada tindakannya.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa pada setiap buku memilki kajian
materinya masing-masing. Namun demikian ketiga buku tetap berpatok pada
materi hukum pidana dimana dalam hal ini hukum pidana merupakan satu kajian
bidang ilmu yang memilki banyak sekali ruang lingkup dalam permasalahannya.
Berdasarkan materi buku utama tersebut banyak sekali materi yang tidak memilki
ruang lingkup pada kedua buku pembanding begitu juga pada buku pembanding
hampir semua cakupan materi buku utama tidak terdapat pada kedua buku
pembanding. Walaupun kita lihat diantara bab pada buku utama memiliki
keterkaitan dalam materi yang dibahas namun keterkaitan antara bab pada buku
pembanding satu dan dua hanya terdapat sedikit materi bab yang sama.banyak
materi yang tidak terdapat pada buku utama dikarenakan pada buku utama materi
lebih banyak mengkaji secara analisis dengan hanya memberikan sedikit materi.
Sedangkan pada buku pembanding satu persis sama dalam dasar hukum pidana
pada bagian buku utama, sedangkan pada buku pembanding kedua materi lebih
tertuju pada penelitian dan tindakan dalam hukum pidana.
Dalam kaitan pada buku utama dengan buku pembanding dua tidak terdapat bab
yang sama dalam kajiannya. Tapi kemiripan yang berada pada materi ada seperti
mengenai penanganan dalam kasus dan cara apa yang harus dilakukan.
B. SARAN
Berdasarkan hal ini penulis Dalam hal ini dari ketiga buku tersebut memilki tujuan
aplikasi anailisis yang berbeda dalam memberikan pegangan buku tersebut. Seperti pada
buku utama lebih kepada teori hukum dasar pidana.
Berdasarkan hal tersebut saran yang dapat diberikan pada perbaikan buku utama sejauh
yang penulis baca bahwa buku ini sangat unggul dalam kajiannya matteri yang dibahas
bersifat sendiri dan memang mengkaji dari analisis data dan topik hangat yang sedang
terjadi tapi perlu adanya pemberian solusi pada setiap bab yang dikaji agar dalam hal ini
perbaikan pada buku utama lebih kepada dibutuhkannya pemberian permasalahan yang
didiskusikan namun telah diberikan jawaban oleh penulis buku. Karena pada buku
utama ada dilakukannya pernyataan permasalahn yang perlu didiskusikan ada baiknya
buku utama memberikan langsung hasil pemikiran dari penulis buku tersebut.
Sedangkan pada buku pembanding satu kajian materi sudah baik namun melalui materi
yang sedikit maka banyak terdapat kekurangan dari isi materi dimana berdasarkan hal
ini kemutakhiran isi dari penerbit bumi aksara ini banyak terdapat kekurangan dari segi
materi yang disajikan hanya sedikit teori yang dimambil dalam buku pembanding satu
dalam hal ini para ahli pun hampir tidak ada disajikan dalam buku lebih kepada
kesimpulan definisi yang dibuat penulis.sedangkan pada kajian materi hanya
mengambilkan cakupan yang kecil pula dalam materinya seperti hal-hal yang merupakan
ruang lingkup kajian materi yang kecil. Sehingga perlu adanya perbaikan dengan lebih
memberikan isi materi yang lebih padat karena buku pembanding satu terlalu ringkas
jika dalam hal ini membahas kaitannya dengan hukum pidana yang memilki kajian yang
lebih luas dalam ruang lingkupnya.
Dalam buku pembanding dua kajian materi yang disajikan jika kita lihat dari hasil
analisis buku pada buku pembanding maka dalam hal ini penulis mengambil
perspektif bahwa buku pembanding dua berdasarkan teori sudah baik karena
didukung data-data yang valid dengan penambahan definisi-definisi dari para ahli
namun perlu adanya materi disajikan lebih luas untuk menjabarkan isi materi
karena pada buku pembanding dua materi yang disajikan hanya berupa teori
tanpa ada penjabaran lebih langsung dengan fakta dilapangan. Sehingga dalam
hal ini walaupun sebagai buku pendidikan perlu ditambahnya materi yang
memang dapat dikaji secara langsung pada kondisi sekarang yang terjadi.
Melalui hal ini masih perlu adanya perbaikan pada setiap buku, wwalaupun
materi yang disajikan sudah baik tetapi dalam hal ini masih ada kekurangan yang
perlu diperbaiki untuk mendapat kesempurnaan materi yang disajikan dalam
buku.
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, ida, dkk. 2016. Klinik Hukum Pidana.Denpasar : Udayana University Press
Drs. Chazawi Adami, S.H. 2017. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1. Jakarta :
PT GraFindo Persada
C. Djisman Samosir, S.H.,M.H. 2018. Hukum Acara Pidana. Bandung :
Nuansa Aulia

Anda mungkin juga menyukai