Anda di halaman 1dari 10

Nama:Andrean julianto

Nim:201910110311043
Kelas:A
Mata kuliah: PHI

ASAS HUKUM PIDANA


1. Pengertian
Pidana sendiri merupakan keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan
terhadap yang melakukannya. Hukum pidana terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Hukum pidana materiel berisi isi atau substansi hukum pidana itu dimana hukum pidana bermakna
abstrak atau dalam keadaan diam.
b. Hukum pidana formil atau hukum acara pidana bersifat nyata atau konkret dimana kita lihat hukum
pidana dalam keadaan bergerak, atau di jalankan atau berada dalam suatu proses.
Asas-asas hukum pidana adalah merupakan “jantungnya” sebuah peraturan hukum. Hukum.
2. Sejarah singkat
A. Zaman VOC
Di daerah Cirebon berlaku papakeum cirebon yang mendapat pengaruh VOC. Pada tahun 1848
dibentuk lagi Intermaire strafbepalingen. Barulah pada tahun 1866 berlakulah dua KUHP di
Indonesia:
1. Het Wetboek van Strafrecht voor Europeanen (stbl.1866 Nomor 55) yang berlaku bagi golongan
eropa mulai 1 januari 1867. kemudian dengan Ordonasi tanggal 6 mei 1872 berlaku KUHP untuk
golongan Bumiputra dan timur asing.
2. Het Wetboek van Strafrecht voor Inlands en daarmede gelijkgestelde ( Stbl.1872 Nomor 85), mulai
berlaku 1 januari 1873.

B. Zaman Hindia Belanda


Setelah berlakunya KUHP baru di negeri Belanda pada tahun 1886 dipikirkanlah oleh pemerintahan
belanda yaitu 1866 dan 1872 yang banyak persamaanya dengan Code Penal Perancis, perlu diganti
dan disesuaiakan dengan KUHP baru belanda tersebut. Berdasarkan asas konkordansi (concrodantie)
menurut pasal 75 Regerings Reglement, dan 131 Indische Staatsgeling. Maka KUHP di negeri
belanda harus diberlakukan pula di daerah jajahan seperti Hindia Belanda harus dengan penyusaian
pada situasi dan kondisi setempat. Semula di rencanakan tetap adanya dua KUHP, masing-masing
untuk golongan Bumiputera yang baru. Dengan Koninklijik Besluit tanggal 12 April 1898 dibentuklah
Rancangan KUHP golongan Eropa. Dengan K.B tanggal 15 Oktober 1995 dan diundangkan pada
september 1915 Nomor 732 lahihrlah Wesboek van strafrecht voor Nederlandch Indie yang baru
untuk seluruh golongann penduduk. Dengan Invoringsverordening berlakulah pada tanggal 1 Januari
1918 WvSI tersebut.

C. Zaman Pendudukan Jepang


Dibandingkan dengan hukum pidana materiel, maka hukum acara pidana lebih banyak berubah,
karena terjadi unifikasi acara dan susunan pengadilan. Ini diatur di dalam Osamu Serei Nomor 3 tahun
1942 tanggal 20 sepetember 1942.

D. Zaman Kermedekaan
Ditentukandi dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 terse3but bahwa hukum pidana yang
berlaku sekarang (mulai 1946) pada tanggal 8 Maret 1942 dengan perbagai perubahan dan
penambahan yang diseuakan dengan keadaan Negara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan
nama Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie diubah menjadi Wetboek van Stafrecht yang
dapat disebut kitab Undang-undanhg Hukum Pidana (KUHP).

3. Asas-asas pokok
Asas hukum pidana adalah asas hukum yang khusus dikenal ilmu hukum pidana atau peraturan
hukum pemidanaan. Berikut ini adalah beberapa asas pokok dalam hukum pidana
a. Asas Legalitas
Makna asas legalitas adalah bahwa tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas
kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu
dilakukan. Asas ini telah dikonkritkan dalam hukum positif Indonesia, yakni pada pasal 1 ayat (1)
Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP), sebagai berikut:
“Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan perundang-undangan pidana
yang telah ada.”
Asas legalitas menurut bahasa latin adalah Nullum delictum noella poena sine praevia lege poenali.
Sedangkan dalam bahasa Belanda Geen straf zonder schuld. Artinya, bahwa seorang hakim dalam
menjatuhkan hukuman atau pemidanaan harus benar – benar meyakini bahwa terpidana benar – benar
telah melakukan kesalahan.
b. Asas Teritorial
Asas hukum pidana ini berarti bahwa semua perbuatan pidana yang terjadi dalam wilayah Republik
Indonesia, termasuk di kapal yang berbendara Indonesia (floating island), pesawat terbang Indonesia,
geduang kedutaan atau konsulat di luar negeri akan diberlakukan hukum pidana Indonesia. Asas ini
juga telah dikonkritkan pada pasal 2 KUHP.
c. Asas Nasionalitas Aktif
Artinya Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) dan peraturan pidana lainnya berlaku bagi
seluruh warga negara Indonesia yang melakukan perbuatan pidana dimana pun, baik dalam wilayah
Republik Indonesia maupun di wilayah negara asing. Asas ini juga diatur pada pasal 5 KUHP.
d. Asas Nasionalitas Pasif
Artinya hukum pidana Indonesia berlaku bagi siapa saja yang melakukan perbuatan pidana yang
merugikan kepentingan negara Republik Indonesia, sebagaimana diatur pada pasal 4 Kitab Undang –
Undang Hukum Pidana.
e. Asas Praduga Tak bersalah
Asas ini juga populer dengan istilah Presumption of Innocent. Maksudnya adalah bahwa seorang yang
diduga telah melakukan tindak pidana harus dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan hakim yang
memutus sebaliknya. Asas ini adalah salah satu asas paling pokok dalam pemeriksaan perkara pidana.
Beberapa peraturan perundang – undangan secara khusus mengatur tentang asas praduga tak bersalah
tersebut, antara lain Penjelasan Umum KUHAP dan pasal 8 ayat (1) Undang – Undang Tentang
Pokok Kekuasaan Kehakiman.

4. Sumber hukum
a. pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
b. beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan.
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme, dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti
UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya.
ASAS HUKUM PERDATA
1. Pengertian
Hukum pidana itu ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran -pelanggaran dan kejahatan-
kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan
suatu penderitaan atau siksaan. Hukum Pidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-
norma yang baru, melainkan hanya mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-
kejahatan terhadap norma-norma hukum yang mengenai kepentingan umum.
pelanggaran dan kejahatan terdapat perbedaan :
1) Pelanggaran ialah mengenai hal-hal kecil atau ringan, yang diancam dengan hukuman denda,
misalnya: Sopir mobil yang tak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), bersepeda pada malam hari
tanpa lampu, dan lain-lain.
2) Kejahatan ialah mengenai soal-soal yang besar, seperti: pembunuhan, penganiayaan, penghinaan,
pencurian, dan sebagainya.
Istilah hukum perdata di Indonesia berasal dari bahasa belanda yaitu Burgerlik Recht yang bersumber
pada Burgerlik Wetboek (B.W), yang di Indonesia di kenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUH Perdata). Jika dilihat dari kata yang menyusunnya hukum perdata tersusun dari dua
kata yaitu hukum dan perdata. Secara umum hukum dapat diartikan seperangkat kaidah. Sedangkan
perdata dapat diartikan yg mengatur hak, harta benda, dan hubungan antara orang atas dasar logika
atau kebendaan sebagaimana contoh hukum internasional.

2. Sejarah Singkat
A. Masa kerajaan nusantara
Pada masa kerajaan nusantara banyak kerajaan yang sudah mempunyai perangkat aturan hukum.
Aturan tersebut tertuang dalam keputusan para raja ataupun dengan kitab hukum yang dibuat oleh
para ahli hukum. Tidak dipungkiri lagi bahwa adagium ubi societas ibi ius sangatlah tepat. Karena
dimanapun manusia hidup, selama terdapat komunitas dan kelompok maka akan ada hukum. Hukum
pidana yang berlaku dahulu kala berbeda dengan hukum pidana modern. Hukum pada zaman dahulu
kala belum memegang teguh prinsip kodifikasi. Aturan hukum lahir melalui proses interaksi dalam
masyarakat tanpa ada campur tangan kerajaan. Hukum pidana adat berkembang sangat pesat dalam
masyarakat.
Hukum pidana yang berlaku saat itu belum mengenal unifikasi. Di setiap daerah berlaku aturan
hukum pidana yang berbeda-beda. Kerajaan besar macam Sriwijaya sampai dengan kerajaan Demak
pun menerapkan aturan hukum pidana. Kitab peraturan seperti Undang-undang raja niscaya, undang-
undang mataram, jaya lengkara, kutara Manawa, dan kitab adilullah berlaku dalam masyarakat pada
masa itu. Hukum pidana adat juga menjadi perangkat aturan pidana yang dipatuhi dan ditaati oleh
masyarakat nusantara.
Hukum pidana pada periode ini banyak dipengaruhi oleh agama dan kepercayaan masyarakat. Agama
mempunyai peranan dalam pembentukan hukum pidana di masa itu. Pidana potong tangan yang
merupakan penyerapan dari konsep pidana islam serta konsep pembuktian yang harus lebih dari tiga
orang menjadi bukti bahwa ajaran agam islam mempengaruhi praktik hukum pidana tradisional pada
masa itu.

B. Masa penjajahan
Pada masa periodisasi ini sangatlah panjang, mencapai lebih dari empat abad. Indonesia mengalami
penjajahan sejak pertama kali kedatangan bangsa Portugis, Spanyol, kemudian selama tiga setengah
abad dibawah kendali Belanda. Indonesia juga pernah mengalami pemerintahan dibawah kerajaan
Inggris dan kekaisaran Jepang. Selama beberapa kali pergantian pemegang kekuasaan atas nusantara
juga membuat perubahan besar dan signifikan.
Pola pikir hukum barat yang sekuler dan realis menciptakan konsep peraturan hukum baku yang
tertulis. Pada masa ini perkembangan pemikiran rasional sedang berkembang dengan sangat pesat.
Segala peraturan adat yang tidak tertulis dianggap tidak ada dan digantikan dengan peraturan-
peraturan tertulis. Tercatat beberapa peraturan yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda seperti
statuta Batavia (statute van batavia).
Berlaku dua peraturan hukum pidana yakni KUHP bagi orang eropa (weetboek voor de europeanen)
yang berlaku sejak tahun 1867. Diberlakukan pula KUHP bagi orang non eropa yang berlaku sejak
tahun 1873.

C. Masa KUHP 1915 - Sekarang


Selama lebih dari seratus tahun sejak KUHP Belanda diberlakukan, KUHP terhadap dua golongan
warganegara yang berbeda tetap diberlakukan di Hindia Belanda. Hingga pada akhirnya dibentuklah
KUHP yang berlaku bagi semua golongan sejak 1915. KUHP tersebut menjadi sumber hukum pidana
sampai dengan saat ini. Pembentukan KUHP nasional ini sebenarnya bukan merupakan aturan hukum
yang menjadi karya agung bangsa. Sebab KUHP yang berlaku saat ini merupakan sebuah turunan dari
Nederland Strafwetboek (KUHP Belanda). Sudah menjadi konskwensi ketika berlaku asas
konkordansi terhadap peraturan perundang-undangan.
KUHP yang berlaku di negeri Belanda sendiri merupakan turunan dari code penal perancis. Code
penal menjadi inspirasi pembentukan peraturan pidana di Belanda. Hal ini dikarenakan Belanda
berdasarkan perjalanan sejarah merupakan wilayah yang be
Asas-asas pokok
1. Asas kebebasan berkontrak (pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata).
2. Asas konsesualisme (Pada pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata).
3. Asas kepercayaan.
4. Asas persamaan hukum
5. Asas keseimbangan
6. Asas kepastian hukum (Asas pacta sunt servada)( pasal 1338 ayat 1 dan 2 kuh perdata).
7. Asas moral
8. Asas Perlindungan
9. Asas kepatutan
10. Asas kepribadian
11. Asas itikad baik
12. Asas kekuatan mengikat (Pasal 1340 KUHPdt. Namun demikian, ketentuan itu terdapat
pengecualiannya sebagaimana dalam Pasal 1317 KUHPdt.

4. Sumber hukum
1. Tertulis
A. Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB), adalah ketentuan umum pemerintah Hindia Belanda
yang diberlakukan di Indonesia.
B. Burgelik Wetboek (BW) atau KUH Perdata, adalah ketetapan hukum produk Hindia Belanda yang
diberlakukan di Indonesia menurutu asas koncordantie.
C. KUH Dagang atau Wetboek van Koopandhel (WvK), yakni KUH dagang yang terdiri dari 754
pasal mencakup buku I (tentang dagang secara umum) dan Buku II (tentang hak dan kewajiban yang
muncul dalam pelayaran).
D. Undang-Undang No.5 Tahun 1960 mengenai Pokok Agraria, UU ini mencabut pemberlakuan
Buku II KUHP yang berhubungan dengan hak atas tanah, kecuali hipotek. Secara umum, UU ini
mengatur tentang hukum pertanahan yang mempunyai landasan pada hukum adat.
E. Undang-Undang No.1 Tahun 1996 mengenai ketetapan pokok perkawinan
F. Undang-Undang No.4 Tahun 1996 mengenai hak tanggungan terhadap tanah dan juga benda yang
berhubungan dengan tanah
G. Undang-Undang No. 42 Tahun 1996 mengenai jaminan fidusia.
H. Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 mengenai lembaga jaminan simpanan
I. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 mengenai kompilasi hukum Islam.
2. Tidak tertulis
Smber hukum perdata untuk yang tidak tertulis adalah berasal dari kebiasaan suatu masyarakat
Pengertian Hukum Tata Negara.

Berbicara tentang hukum tata negara maka kita akan diajak untuk memahami organisasi suatu negara
yang disusun berdasarkan hukum tata negara positif dari negara yang bersangkutan. Dimana untuk
dapat memahami hukum tata negara positif tersebut ada pada ilmu hukum tata negara yang menjadi
kaijiannya. Seperti halnya, organisasi negara Indonesia disusun berdasarkan hukum tata negara
Indonesia. Dengan demikian, yang dimaksud ilmu hukum tata negara adalah ( staatsrecht ) adalah “
ilmu yang mempelajari susunan atau tata suatu negara tertentu ”, misalnya Indonesia, Jerman, Rusia,
Amerika Serikat, Inggris, dan sebagainya. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa hukum tata negara
mengkaji tentang organisasi daripada negara, jenis – jenis alat perlengkapan negara, dan hubungan
kekuasaan dari alat perlengkapan negara itu.
Istilah Hukum Tata Negara berasal dari bahasa Belanda Staatsrecht yang artinya adalah hukum
Negara.Staats berarti negara-negara, sedangkan recht berarti hukum. Hukum negara dalam
kepustakaan Indonesia diartikan menjadi Hukum Tata Negara. Hukum Tata Negara juga dapat
dibedakan antara Hukum Tata Negara Umum dan Hukum Tata Negara Positif.Hukum Tata Negara
Umum membahas asas- asas, prinsip-prinsip yang berlaku umum, sedangkan Hukum Tata Negara
Positif hanya membahas hukum tata negara yang berlaku pada suatu tempat dan waktu tertentu
Jadi dapat dikatakan hukum tata negara ialah Hukum Tata Negara yang mengatur semua masyarakat
hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatannya dan dari masing-masing itu
menentukan wilayah lingkungan masyarakatnya, dan akhirnya menentukan badan-badan dan
fungsinya masing-masing yang berkuasa dalam lingkungan masyarakat hukum itu serta menentukan
sususnan dan wewenang badan-badan tersebut.

Sejarah Singkat Hukum Tata Negara.

Sejarah Awal :
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29
April 1945 adalah badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang
berlangsung dari tanggal 28 Mei hingga 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan gagasan tentang
“Dasar Negara” yang diberi nama Pancasila. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI
membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan
menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat “dengan kewajiban
menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya” maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah
Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia
disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Nama
Badan ini tanpa kata “Indonesia” karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada
BPUPKI untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945,
PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

Periode Berlakunya UUD 1945 ( 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 ).


Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia
sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden
Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa kekuasaan legislatif diserahkan kepada
KNIP , karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet Semi-
Presidensial (“Semi-Parlementer”) yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan
pertama dari sistem pemerintahan Indonesia terhadap UUD 1945.

Periode Berlakunya Konstitusi RIS 1949 ( 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 ).


Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer. Bentuk pemerintahan dan bentuk
negaranya federasi yaitu negara yang di dalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing
masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya. Ini
merupakan perubahan dari UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa Indonesia adalah Negara
Kesatuan.

Periode UUDS 1950 ( 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 ).


Pada periode UUDS 1950 ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut
Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak
berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.
Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia
selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi
Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945.

Periode Kembalinya ke UUD 1945 ( 5 Juli 1959 – 1966 ).


Perangko “Kembali ke UUD 1945” dengan nominal 50 sen, Karena situasi politik pada Sidang
Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal
menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit
Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar,
menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.

Periode Kembalinya Ke UUD 1945 ( 11 Maret 1966 - 21 Mei 1998 ).


Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan
Pancasila secara murni dan konsekuen. Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi
yang sangat “sakral”, di antara melalui sejumlah peraturan: Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang
menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan
melakukan perubahan terhadapnyaKetetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang
antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus
minta pendapat rakyat melalui referendum.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang
Referendum, yang merupakan pelaksanaan Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983.

Periode 21 Mei 1988 – 19 Oktober 1999.


Pada masa ini dikenal masa transisi. Yaitu masa sejak Presiden Soeharto digantikan oleh B.J.Habibie
sampai dengan lepasnya Provinsi Timor Timur dari NKRI.

Periode Perubahan UUD 1945.


Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amendemen) terhadap UUD
1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru,
kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang
sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu “luwes” (sehingga dapat menimbulkan
multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum
cukup didukung ketentuan konstitusi. Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah
menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian
kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan
perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa.

Asas – Asas Pokok Hukum Tata Negara.

1. Asas Kedaulatan Rakyat.


Pasal 1 ayat (2) perubahan ketiga UUD 1945 menyebutkan “ kedaulatan ada ditangan rakyat dan
dilaksanakan menurut UUD ”. Secara tekstual ketentuan dalam pasal ini mengandung makna, bahwa
pelaksanaan kedaulatan rakyat hanya dapat dilaksanakan bila sesuai dengan ketentuan yang telah
diatur dalam UUD. Dalam pengertian lain, pelaksanaan kedaulatan rakyat hanya dapat dibatasi dan
harus tunduk pada aturan konstitusi.
2. Asas Negara Hukum.
Ditegaskan dalam pasal 1 ayat (3) perubahan ketiga UUD 1945. Secara lengkap pasal tersebut
dinyatakan bahwa, “ Negara Indonesia adalah negara hukum ”. ini merupakan perwujudan dari
kesepakatan dasar dari kalangan anggota MPR yang dihasilkan pada Sidang Umum ( SU) tahun 1999
yang menentukan agar penjelasan UUD 1945 yang memuat hal – hal yang bersifat normatif
dimasukkan kedalam pasal – pasal / batang tubuh.
3. Asas Pemisahan Kekuasaan.
Konsekuensi dari paham kedaulatan rakyat dan negara hukum adalah pembagian kekuasaan
( separation of power ) antara cabang – cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Sesuai
dengan paham kedaulatan rakyat dan system presidensial yang berlaku pasca amandemen UUD 1945,
negara Indonesia menganut pembagian kekuasaan berdasarkan ajaran “ Trias Politica ” yang
menganut pemisahan secara tegas antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang bertujuan untuk
melindungi kebebasan bagi warga negara.

Sumber Hukum Tata Negara.


Sumber Hukum Materiil :

Yaitu sumber hukum yang menentukan isi hukum. Sumber hukum ini diperlukan ketika menyelidiki
asal – usul hukum dan menentukan isi hukum. Misalnya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia yang kemudian menjadi falsafah negara merupakan sumber hukum dalam arti materiil yang
tidak saja menjiwai bahkan dilaksanakan oleh setiap peraturan hukum.

Pancasila disebut sebagai sumber hukum dalam arti materil, karena:


1. Pancasila merupakan pandangan hidup dan falsafah Negara
2. Pancasila merupakan jiwa dari setiap peraturan perUU atau semua hukum.
3. Pancasila merupakan isi dari sumber tertib hukum.
4. Bahwa pancasila adalah pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta moral yang meliputi
suasana kejiwaan dan watak dari rakyat Negara Indonesia.

Sumber Hukum Formil :

Yaitu sumber hukum yang dikenal dalam bentuknya. Merupakan ketentuan – ketentuan yang telah
mempunyai bentuk formalitas, dengan kata lain sumber hukum yang penting bagi pakar hukum.
Sumber formil hukum tata negara antara lain :

1. Peraturan perundang – undangan ( Undang – Undang ).


2. Kebiasaan dan Adat.
3. Perjanjian Antar Negara ( Traktat ).
4. Keputusan Hakim ( Yurisprudensi ).
5. Pendapat / Pandangan ahli ( Doktrin ).

4. Hukum Administrasi Negara.

Pengertian Hukum Administrasi Negara.


Hukum administrasi sebaga salah satu cabang dari ilmu hukum disebut beberapa istilah yang beraneka
macam pengertian. Mengenai pemakaian istilah hukum administrasi negara berbeda di beberapa
negara. Dinegara Belanda untuk istilah hukum adminitrasi negara disebut “ administratiefrecht ” di
Jerman disebut “ verwaltungsrecht ”, dan di Perancis disebut “ droit administrative ”. Sedangkan di
Indonesia belum terdapat juga kata sepakat untuk menerima satu istilah sebagai terjemahan dari istilah
Belanda administratiefrecht.
Hukum Administrasi Negara ialah peraturan hukum yang mengatur administrasi, yaitu hubungan
antara warga negara dan pemerintahannya yang menjadi sebab sampai negara itu berfungsi.
Maksudnya, gabungan petugas secara struktural berada di bawah pimpinan pemerintah yang
melaksanakan tugas sebagai bagiannya, yaitu bagian dari pekerjaan yang tidak ditujukan kepada
lembaga legislatif, yudikatif dan /atau lembaga pemerintahan daerah yang otonom
( mengurus daerahnya sendiri ).
Hukum Administrasi negara berisi rangkaian aturan – aturan hukum yang harus diperhatikan oleh alat
– alat perlengkapan negara di dalam menjalankan tugasnya. Namun, perlu diketahui bahwa negara
ialah suatu pengertian yang abstrak dan berwujud pada badan hukum. Maka sudah barang tentu
perbuatan – perbuatan hukum yang dilakukan oleh alat – alat perlengkapan negara sebagai organ
suatu badan hukum sangat heterogen.

Sejarah Singkat Hukum Administrasi Negara.

Hukum Indonesia berkiblat ke Negara Belanda sebagai mantan negara penjajah bangsa ini, sehingga
perubahan hukum yang terjadi di sana juga mempengaruhi pandangan bangsa Indonesia tentang
hukum di Indonesia. Perkembangan hukum di negara Belanda setelah perang dunia ke ll, menganggap
perlu untuk memisahkan HAN dari HTN, hal ini dikarenakan perkembangan HAN yang cepat
sehingga memerlukan pengkajian tersendiri yang terlepas dari induknya hukum tata negara.
Universitas swasta Nederland yang mula-mula memisahkan mata kuliah HAN dari HTN dengan guru
besar pertamanya: Mr. Vegting pada tahun 1946. Baru 2 tahun kemudian, universitas negeri di Leiden
mengikuti jejak Universitas Nederland memisahkan mata kuliah HAN dari HTN.

Di Indonesia, pada tahun 1947 terjadi pemisahan HAN dari HTN berdasarkan Stb. 1947 no. 170 pasal
34 tentang peraturan universitas. Pemisahan ini dengan alasan: HAN semakin berkembang sehingga
memerlukan penyelidikan tersendiri. Sebelum tahun 1946 nama mata kuliahnya adalah Staatsen
Administratief recht (HTN dan HAN), setelah tahun 1946 dipisah menjadi: Staatsrecht (HTN) yang
diajar oleh Prof. Resink, dan Administra tiefrecht (saat itu namanya msih HTP) diajar oleh: Mr. W.F.
Prins. (lihat S.Prayudi Atmosudirjo, 1995)
Pada mulanya pemakaian istilah untuk HAN berbeda-beda yaitu HTUN, HTP dan HAN, tetapi dalam
perkembangan selanjutnya yang biasanya dipergunakan adalah: HAN, walaupun tidak menutup
kemungkinan penggunaan nama lainnya. Menurut Prayudi, HTUN adalah: bagian HAN yang bertitik
berat pada hukum birokrasi. Tata usaha negara dalam arti modern lahir di Eropa Barat dalam abad ke-
17 dan menimbulkan birokrasi modern. Sedangkan HTP bagian dari HAN yang mengatur seluk beluk
dari penyelenggaraan pemerintahan.

Asas – Asas Pokok Hukum Administrasi Negara.


1. Asas Kepastian Hukum
Peranannya penting sekali dalam system pemerintahan di Indonesia, demi adanya perlindungan
hukum bagi pihak administrabele.
2. Asas Keseimbangan.
Dinyatakan bahwa antara tindakan – tindakan disiplin yang dijatuhkan oleh atasan dan kelalaian yang
dilakukan oleh seorang pegawai negeri harus proporsional / seimbang/ sebanding, hal ini disebut
dengan “principle of proportionality ”.
3. Asas Kesamaan dalam Mengambil Keputusan.
Bahwa hendaknya alat adminitrasi negara terhadapa kasus – kasus yang faktanya sama diambil
tindakan – tindakan yang sama pula. Asas ini disebut juga “principle of equality”.
4. Asas Bertindak Cermat.
Asas ini menghendaki bahwa pemerintah / alat adminitrasi harus bertindak hati- hati agar tidak
menimbulkan kerugian bagi warga masyarakatnya.
5. Asas Motivasi.
Bahwa setiap keputusan badan – badan pemerintah harus mempunyai motivasi / alasan yang cukup
sebagai dasar keputusan tersebut dan dituntut agar motivasi itu benar dan jelas,
6. Asas Larangan untuk Mencampur Adukkan Kewenangan.
Asas ini menghendaki badan – badan administrasi yang mempunyai wewenang untuk mengambil
keputusan menurut hukum dan tidak boleh menggunakan wewenang itu untuk suatu tujuan selain
yang telah ditetapkan hukum untuk wewenang tersebut.
7. Asas Perlakuan yang Jujur.
Asas ini menghendaki, agar badan – badan, pejabat administrasi bisa memberikan kesempatan seluas
– luasnya kepada warga negara untuk mencari kebenaran dan keadilan.
8. Asas Keadilan atau Kewajaran.
Asas ini menyatakan bahwa bertindak secara sewenang – wenang / tidak layak dilarang untuk berbuat.
9. Asas Menanggapi Penghargaan yang Wajar.
Asas ini menyatakan dalam hukum administrasi negara di Nederland, bahwa tindakan pemerintah itu
harus menimbulkan harapan – harapan pada penduduk.
10. Asas Meniadakan Akibat Suatu Keputusan yang Batal.
Asas ini menghendaki agar jika terjadi pembatalan atas satu keputusan maka akibat dari keputusan
yang dibatalkan itu harus dihilangkan sehingga yang bersangkutan ( terkena ) harus diberi ganti rugi /
rehabilitasi.
11. Asas Perlindungan atas Pandangan Hidup / Cara Hidup.
Asas ini menghendaki agar setiap pegawai negeri diberikan kebebasan / hak untuk mengatur
kehidupan pribadinya sesuai dengan pandangan ( cara ) hidup yang dianutnya.
12. Asas Kebijaksanaan.
Asas ini menghendaki bahwa pemerintah dalam segala tindak tanduknya harus selalu berpandangan
luas dan dapat menghubungkan dalam menghadapi tugasnya itu gejala – gejala masyarakat harus
dihadapinya, serta pandai memperhitungkan lingkungan akibat – akibat tindak pemerintahannya itu
dengan penglihatan yang jauh ke depan.
13. Asas Penyelenggaran Kepetingan Umum.
Sebagai tindakan aktif dan positif daripada tindakan pemerintahan sebagaimana diatas, adalah “
penyelenggaraan kepentingan umum”. Tugas penyelenggaraan kepentingan umum ini merupakan
tugas dari seluruh aparat pemerintahan. Kepentingan umum ini meliputi kepentingan nasional dalam
arti kepentingan bangsa, masyarakat dan negara.

Sumber Hukum Administrasi Negara.


* Sumber Hukum materiil Hukum Administrasi Negara meliputi :
1. Sumber Hukum Sejarah Atau Historis.
Dalam sumber hukum sejarah atau historis ini dibagi menjadi dua yaitu :
• Tempat menemukan hukum pada saat-saat tertentu meliputi undang-undang, putusan hakim, serta
tulisan para ahli hukum.
• Sebagai sumber dimana pembuat undang-undang mengambil bahan dalam membentuk peraturan
perundang-undangan, meliputi dokumen atau surat keterangan yang berkaitan dengan hukum pada
saat tertentu atau lampau, seperti system hukum Perancis, Belanda, atau sistem hukum Romawi.
2. Sumber Hukum Sosiologis atau Antropologis.
Pendekatan dengan kategori ini lebih menitikberatkan pada kondisi hukum yang sifatnya
interdisipliner. Hal ini berkaitan dengan aspek yang berhubungan dengan kehadiran hukum di
masyarakat. Dengan kata lain sumber hukum materiil jenis ini merepresentasikan kenyataan melalui
keberadaan lembaga-lembaga sosial, termasuk pandangan budaya, religi, dan psikologis masyarakat
dimana hukum itu terbentuk sacara otomatis.

3. Sumber Hukum Filosofis.

Ada dua faktor penting yang menjadi sumber hukum secara filosofis yaitu:
• Tujuan hukum antara lain adalah untuk menciptakan keadilan, oleh karena itu hal-hal yang secara
filosofis dianggap adil dijadikan sebagai sumber hukum materiil, dengan kata lain sebagai sumber
untuk isi hukum yang adil.
• Sebagai sumber untuk menaati kewajiban terhadap hukum atau sebagai faktor-faktor yang
mendorong orang tunduk pada hukum. Diantara faktor-faktor tersebut adalah kekuasaan
pemerintah/penguasa dan kesadaran hukum masyarakat.
* Sumber Hukum formil Hukum Administrasi Negara meliputi :
1. Peraturan Perundang-Undangan.
Peraturan perundang-undangan tercipta dalam konteks hukum positif tertulis yang dibuat, ditetapkan
atau di bentuk oleh pejabat yang berwenang yang berisi tingkah laku yang berlaku dan mengikat
secara umum. Kaitannya dengan ini suatu perundang-undangan menghasilkan peraturan yang
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Bersifat komprehensif / luas dan lengkap, merupakan kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan
terbatas. 2. Bersifat universal, diciptakan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang akan datang
yang belum jelas bentuk konkritnya. 3. Bersifat memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan
memperbaiki dirinya sendiri. Adalah lazim bagi suatu peraturan mencantumkan klausul yang memuat
kemungkinan dilakukannya peninjauan kembali.
2. Kebiasaan atau Praktek Tata Usaha Negara.
Keputusan yang di keluarkan oleh alat administrasi negara dikenal sebagai keputusan Tata Usaha
Negara (beschikking). Dalam mengeluarkan keputusan atau ketetapan - ketetapan ini muncul praktek
administrasi negara yang melahirkan Hukum Administrasi Negara kebiasaan atau yang tidak tertulis.
3. Yurisprudensi.
Dimaknai sebagai keputusan hakim terdahulu atau keputusan suatu badan peradilan terdahulu
yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap kemudian diikuti oleh hakim yang lain secara
terus menerus pada kasus yang sama.
4. Doktrin.
Doktrin dipahami sebagai sebuah ajaran hukum atau pendapat para pakar atau ahli hukum yang
berpengaruh.

Anda mungkin juga menyukai