Disusun oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadirnya sebuah peradilan pidana internasional di latarbelakangi
oleh keinginan untuk mengadili para penjahat kemanusiaan. Sebelum
adanya pengadilan pidana internasional beberapa peradilan sudah pernah
didirikan untuk mengadili penjahat perang terkhusus setelah perang dunia
kedua terjadi. Nuremberg Trial dan Tokyo Trial dibentuk untuk mengadili
para pelaku kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang
terjadi pada perang dunia kedua saat itu.1
1
Shinta Agustina, Hukum Pidana Internasional, (Padang: Andalas University Press, 2006), hal. 1
2
Eddy O.S Hiariej, Pengadilan atas Beberapa Kejahatan Serius terhadap HAM, (Yogyakarta:
Erlangga, 2010), hal. 48
Perkembangan yang terpenting dalam proses pembentukan Pengadilan
Nuremberg, terjadi pada bulan Juni 1945. Pada saat itu pemerintah negara
AS, Inggris, Perancis, dan Uni Soviet bersepakat untuk mengadakan
konferensi di London guna membahas dan membentuk pengadilan militer
internasional yang akan mengadili penjahat perang dari pihak Jerman.
Puncaknya, yaitu pada tanggal 8 Agustus 1945, keempat negara sekutu
tersebut menandatangani London Charter of the International Military
Tribunal, atau yang lebih dikenal dengan sebutan London Charter.3
3
Ian Brownlie, International Law and the use of Force by States, (New York: University Press,
1963), hal. 162
4
Eddy O.S Hiariej, Op.Cit, Hal. 71
Statuta Pengadilan Nuremberg dan Tokyo tahun 1945 lah yang
pertama kali menguraikan kejahatan-kejahatan yang hingga saat ini
dianggap sebagai tindak kejahatan internasional, yaitu kejahatan terhadap
perdamaian (crimes against peace), kejahatan perang (war crimes), dan
kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity).5 Selain itu,
dalam pengadilan Nuremberg dan Tokyo inilah pertama kali dikenal
konsep individual criminal responsibility. Dari latar belakang tersebut
maka penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang Nuremberg
Trial dan Tokyo Trial itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka
permasalahan kami menarik permasalahan berikut untuk dijadikan
pembahasan dalam makalah ini, yaitu:
5
Harris D.J, Cases and Material on International Law, (London: Street and Maxwell, 1973),
Appendix I hal. 541
BAB II
PEMBAHASAN
1. Nuremberg Trial
Setelah Perang Dunia Ke-II berakhir, pihak sekutu membentuk
pengadilan militer internasional pertama yang bertujuan untuk
menghukum pejabat senior politik dan militer dengan dakwaan kejahatan
perang dan kejahatan serius lainnya. Empat negara sebagai kekuatan
utama sekutu antara lain Perancis, Uni Soviet, Inggris, dan Amerika
Serikat membentuk International Military Tribunal (IMT) di Nuremberg
(atau dalam ejaan lain disebut Nürnberg), Jerman untuk menghukum
penjahat perang dari “European Axis”.6 IMT (selanjutnya dikenal juga
dengan Nuremberg Tribunal) melaksanakan persidangan baik terhadap
pemimpin politik dan militer Nazi, maupun terhadap Organisasi sayap
Nazi dan Afiliasinya.
6
Pasal 6 dari Statuta, yang menyatakan “The Tribunal established by the Agreement referred to in
Article 1 hereof for the trial and punishment of the major war criminals of the European Axis
countries shall have the power to try and punish persons who, acting in the interests of the
European Axis countries, whether as individuals or as members of organizations, committed any
of the following crimes”.
7
Geoffrey Robertson QC, Crimes Against Humanity, The Struggle For Global Justice, (England:
Penguin Books, 2000), hal. 203. Lihat pula: Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam
Sistem Peradilan Pidana, Kumpulan Karangan Buku Ketiga, Pusat Pelayanan Keadilan Dan
Pengabdian Hukum (d/h Lembaga Kriminologi), Universitas Indonesia, Jakarta, 1999, hal. 8.
organisasi yang telah melakukan kejahatan sebagaimana disebut dalam
Statuta. Adapun jenis kejahatan tersebut adalah8 : (a). Kejahatan terhadap
perdamaian (crimes against peace); (b) Kejahatan perang (war crime); (c).
Kejahatan terhadap Kemanusiaan (crimes against humanity). Peradilan
yang berlangsung dari tanggal 14 November 1945 sampai dengan 1
Oktober 1946 ini mengatur beberapa hal, yaitu9 :
8
Roger S. Clark, Nuremberg and Tokyo In Contemporary Perspective, dalam Timothy L.H.
McCormack dan Gerry J. Simpson, Editor, The Law of War Crime, National and International
Approaches, (Netherlands: Kluwer Law International, 1997), hal 173.
9
Machteld Boot, Nullum Crimen Sine Lege and The Subject Matter Jurisdiction of The
International Criminal Court, Genocide, Crimes Against Humanity, War Crimes, (Intersentia,
Leiden, 2001), hal. 313-314.
5) Setiap orang yang didakwa melakukan kejahatan menurut hukum
internasional mempunyai hak untuk mendapatkan peradilan yang
adil berdasarkan fakta dan hukum;
2. Tokyo Trial
Setahun setelah dibentuknya IMT Nuremberg, pada tanggal 19
Januari 1946, Komandan Militer Tertinggi pihak sekutu Jenderal Douglas
MacArthur dengan mendapatkan persetujuan dari negara-negara sekutu
lainnya yang memenangkan peperangan, mengeluarkan piagam yang
dikenal sebagai Charter of the International Military Tribunal for the Far
East (IMTFE) di Tokyo, (selanjutnya dikenal juga dengan Tokyo
Tribunal). Charter ini merupakan dasar untuk pembentukan pengadilan
yang ditujukan untuk mengadili para pelaku pencetus Perang Dunia II,
yang mereka sebut sebagai para penjahat perang, di wilayah Timur Jauh.
10
Ibid., hal. 112.
11
Eddy O.S. Hiariej, Op.Cit, hal. 78-79.
Berdasarkan pasal 5 statuta (yurisdiksi atas pelaku dan tindak
kejahatan): Pengadilan mempunyai wewenang untuk mengadili dan
menghukum para penjahat perang di Timur Jauh sebagai individu maupun
sebagai anggota dari organisasi jika seseorang didakwa dalam posisinya
sebagai anggota organisasi tertentu maka yang dikenakan atasnya adalah
dakwaan/tuntutan atas tindakan yang termasuk dalam kejahatan terhadap
perdamaian.
12
Machteld Boot, Op.Cit., hal. 237-242
13
Suparman Marzuki, Pengadilan HAM di Indonesia: Melanggengkan Impunity (Erlangga, 2012),
hal. 75
Nurnberg dan Tokyo itu adalah diberlakukannya asas tanggung
jawab ‘individu’ sebagai subjek hukum internasional; juga
diberlakukannya ‘asas retroaktif’ terhadap kejahatan peranng dan
kejahatan terhadap kemanusiaan. Mulai dikenal juga rumusan-rumusan
delik yang di kemudian hari dikenal sebagai kejahatan luar biasa
(extraordinary crimes) dan/atau pelanggaran HAM serius. Pengalaman
Nurnberg dan Tokyo menjadi cikal-bakal dikembangkannya prinsip-
prinsip baru dalam hukum internasional yang diterapkan lebih lanjut
melalui berbagai praktik yudisial seperti yang diberlakukan dalam
berbagai pengadilan ad hoc, seperti di Yugoslavia (1993) dan Rwanda
(1995).
14
T. Sabi Oebit dan Asep Darmawan, Bahan Kuliah Hukum Internasional I, (Jakarta: Sekolah
Tinggi Hukum Militer, 1996), hal. 21
Keputusan hukum yang diambil dalam Mahkamah Nuremberg
telah meletakkan landasan bagi pengembangan hukum pidana
internasional. Pengakuan secara internasional terhadap pentingnya
international criminal law pertama kali terjadi pada tanggal 21 November
1947 melalui Majelis Umum PBB yang telah mengeluarkan Resolusi
Nomor 177 (II) yang secara langsung membentuk Komisi Hukum
Internasional (International Law Commission) PBB yang dimaksudkan
untuk:15
15
Morris Greenspan, The Modern Law of Land Warfare, (University of California Press, 1959),
hal. 424
16
Djunaedi Eddy, Perkembangan Doktrin “Command Responsibility”, (Jakarta: Lembaga
Penelitian dan Pengembangan Hukum Administrasi Negara, 2004), hal. 2.
3. Komandan seharusnya mengetahui anak buahnya akan
melakukan suatu kejahatan tetapi ia tidak mencegahnya;
Kesimpulan
Setelah berakhirnya Perang Dunia Ke-II, pihak sekutu membentuk
pengadilan militer internasional pertama yang bertujuan untuk menghukum
pejabat senior politik dan militer dengan dakwaan kejahatan perang dan kejahatan
serius lainnya, dikenal dengan Nuremberg Tribunal. Pembentukan Pengadilan
Nuremberg, menurut Geoffrey di dasarkan bahwa tidak ada hak-hak tanpa
pemulihan kembali. Pada tanggal 19 Januari 1946, Komandan Militer Tertinggi
pihak sekutu mengeluarkan piagam yang dikenal sebagai Charter of the
International Military Tribunal for the Far East (IMTFE) di Tokyo (selanjutnya
dikenal juga dengan Tokyo Tribunal). Pengadilan Tokyo dibentuk melalui
proklamasi Komandan Tertinggi Pasukan Sekutu di Timur Jauh. Piagam Numberg
ataupun Tokyo merupakan tonggak penting yang menandai terjadinya
perkembangan bidang hukum intenasional yang dijustifikasi oleh PBB, serta
diadopsi oleh hukum pidana internasional. Mahkamah penjahat perang di
Nuremberg telah menetapkan prinsip yang tegas, bahwa seseorang yang
memberikan perintah dan yang melaksanakan perintah untuk melakukan
kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang, keduanya sama-sama
bersalah.
A. Buku
Boot, Machteld. 2001. Nullum Crimen Sine Lege and The Subject
Matter Jurisdiction of The International Criminal Court, Genocide,
Crimes Against Humanity, War Crimes. Leiden: Intersentia
B. Jurnal
1963. Ian Brwonlie. International Law and the Use of Force by
States. New York: Oxford University Press