net/publication/318333959
CITATION READS
1 11,476
1 author:
Arie Siswanto
Universitas Kristen Satya Wacana
7 PUBLICATIONS 24 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Arie Siswanto on 12 January 2018.
Arie Siswanto
Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana
Korespondensi: ariesiswanto@yahoo.com
Abstrak
Sejak akhir Perang Dunia II, masyarakat internasional menyaksikan meningkatnya upaya
serius untuk menanggulangi kejahatan internasional. Selain pengadilan pidana nasional
dan mahkamah internasional murni, forum yang baru-baru ini digunakan untuk menangani
kejahatan internasional adalah pengadilan hibrida yang telah dibentuk di beberapa negara
seperti Kamboja, Sierra Leone dan Timor-Leste. Pengadilan hibrida tersebut dibentuk
dengan latar belakang politik berbeda-beda, tetapi sebagai institusi yuridis,
pembentukannya seyogianya didasarkan pada instrumen yuridis. Artikel ini
mengidentifikasi ada tiga pola dalam pembentukan pengadilan hibrida, yaitu: pembentukan
pengadilan hibrida atas dasar perjanjian antara PBB dan negara terkait, pembentukan
pengadilan hibrida oleh PBB atau pemerintahan internasional dan pembentukan pengadilan
hibrida oleh suatu negara yang kemudian memperoleh dukungan masyarakat internasional.
Abstract
Since the end of World War II, the international community witnessed the increasingly
serious efforts to deal with the international crimes. Besides the domestic criminal courts
and purely international tribunals, the forum that is also recently used to handle
international crimes is the hybrid courts that have been established in several places such
as in Cambodia, Sierra Leone and Timor-Leste. Hybrid courts are established from different
political backgrounds, but as a legal institution, its establishment was necessarily based
on legal instruments. This paper identifies that there are three patterns in the formation of
hybrid court, which are: the establishment of a hybrid court based on an agreement between
the UN and the relevant state, the establishment of a hybrid court by the UN or international
administration and the establishment of a hybrid court by a country which later gains
greater international support.
33
34 REFLEKSI HUKUM [Vol. 10, No. 1
Terlepas dari pro dan kontra yang beberapa saat sebelumnya, yaitu pada
muncul, tidak dapat dipungkiri bahwa tahun 1944 oleh seorang ahli hukum
pembentukan kedua mahkamah militer berkebangsaan Yahudi Polandia yang
internasional di Nurnberg dan Tokyo itu bernama Raphael Lemkin.
telah memberikan kontribusi yang tidak
kecil bagi perkembangan sebuah cabang Cakupan konsep kejahatan
ilmu baru di bawah hukum internasional perlu ditegaskan untuk
internasional, yaitu hukum pidana membedakannya dengan kejahatan
internasional. Salah satu fondasi yang transnasional (transnational crimes) yang
diletakkan secara cukup kokoh oleh sekarang lebih sering dipakai untuk
mahkamah-mahkamah militer merujuk pada kejahatan menurut
internasional pasca-berakhirnya Perang hukum pidana domestik yang memiliki
Dunia II tersebut adalah konseptualisasi aspek lintas-batas negara. Meskipun
kejahatan internasional (international beberapa sarjana pada awalnya
crimes) sebagai perbuatan pidana yang menganggap bahwa dua istilah tersebut
menjadi fokus utama hukum pidana (‘kejahatan internasional’ dan ‘kejahatan
internasional. Pada masa Mahkamah transnasional’) sama dan bisa saling
Nurnberg, pada dasarnya ada tiga menggantikan, seiring dengan
kategori perbuatan yang digolongkan kristalisasi konsep kejahatan
sebagai kejahatan internasional, yaitu internasional dalam kerangka
kejahatan terhadap perdamaian (crimes perkembangan disiplin hukum pidana
against peace), kejahatan terhadap internasional kini istilah ‘kejahatan
kemanusiaan (crimes against humanity) internasional’ sudah terdefinisikan
dan kejahatan perang (war crimes). secara lebih spesifik dan dibedakan dari
Dalam perkembangannya, konsep ‘kejahatan transnasional.’ Fenomena ini
kejahatan terhadap perdamaian antara lain dikemukakan oleh Robert
mengerucut pada satu jenis kejahatan Cryer yang mengatakan:
internasional yang sekarang disebut
Until the establishment of the
sebagai kejahatan agresi (crimes of international courts and tribunals in the
aggression), sedangkan kejahatan 1990s, the concept of international
terhadap kemanusiaan kemudian criminal law tended to be used to refer to
those parts of a state’s domestic criminal
terpecah menjadi dua kategori, karena law which deal with transnational crimes,
genosida sebagai suatu bentuk that is, crimes with actual or potential
kejahatan terhadap kemanusiaan yang transborder effects.1
bersifat khas dipandang sebagai satu
Pembedaan antara hukum yang
kategori tersendiri. Istilah ‘genosida’
mengatur kejahatan transnasional dan
sendiri tidak ditemukan di dalam Piagam
hukum yang mengatur kejahatan
London 1945, karena istilah tersebut
internasional ternyata juga tercermin
baru ditemukan dan dipublikasikan
1
Robert Cryer, et.al., An Introduction to International Criminal Law and Procedure (Cambridge
University Press 2010) 5-6.
2016] PENGADILAN HIBRIDA 37
2
Christina Möller, ‘Gerhard Werle, Völkerstrafrecht (International Criminal Law): Book Review’
(2004) 5 German Law Journal 425, 427.
3
Robert Cryer, et.al., Op.Cit. 6.
38 REFLEKSI HUKUM [Vol. 10, No. 1
4
Anonim, ‘Implementing the Genocide Convention in Domestic Law’ <http://
www.preventgenocide.org/law/domestic/> diakses 5 Agustus 2015.
5
Lihat Artikel 49 Konvensi Jenewa I, Artikel 50 Konvensi Jenewa II, Artikel 129 Konvensi Jenewa
III, dan Artikel 146 Konvensi Jenewa IV. Secara konseptual sebenarnya ada perbedaan antara
“kejahatan perang” dengan “pelanggaran berat terhadap Konvensi-konvensi Jenewa 1949.”
Kejahatan perang sejak awal muncul dalam ranah norma-norma hukum internasional,
sementara “pelanggaran berat” cenderung diserahkan kepada jurisdiksi nasional berdasarkan
Konvensi-konvensi Jenewa 1949. Namun, dalam Artikel 85 (5) Protokol Tambahan I (1977),
ditegaskan bahwa pelanggaran berat termasuk kejahatan perang. Lihat Marko Divac Öberg,
‘The Absorption of Grave Breaches Into War Crimes Law’ (2009) 91 International Review of the
Red Cross 163, 163 dan 167.
2016] PENGADILAN HIBRIDA 41
6
Pasal 8 mengatur tentang genosida, sedangkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan HAM mengatur tentang kejahatan terhadap kemanusiaan.
7
Joseph Rikhof, ‘Fewer Places to Hide? The Impact of Domestic War Crimes Prosecutions on
International Impunity’ (unpublished paper, ttp., tth.) 9.
42 REFLEKSI HUKUM [Vol. 10, No. 1
8
Ibid. 9-11.
2016] PENGADILAN HIBRIDA 43
9
Kate Doyle, ‘Justice in Guatemala’ (2012) 45 NACLA Report on the Americas 37, 37.
10
‘Guatemala’s Top Court Annuls Rios Montt Genocide Conviction’ (Reuters, 21 Mei 2013).
44 REFLEKSI HUKUM [Vol. 10, No. 1
11
American Society of International Law – ASIL, ‘Genocide and War Crimes in National Courts:
the Conviction of Rios Montt in Guatemala and its Aftermath’ (2013) 17 Insight.
2016] PENGADILAN HIBRIDA 45
12
Kai Ambos dan Mohammed Othman, dikutip dalam Eileen Skinnider, ‘Experiences and Lessons
from “Hybrid” Tribunals: Sierra Leone, East Timor and Cambodia’ (Symposium on the
International Criminal Court, Beijing, Pebruari 2007) 1.
46 REFLEKSI HUKUM [Vol. 10, No. 1
13
Robert Cryer, et.al., Op.Cit. 181.
2016] PENGADILAN HIBRIDA 47
14
Olga Martin-Ortega dan Johanna Herman, ‘Hybrid Tribunals & the Rule of Law: Notes from
Bosnia & Herzegovina & Cambodia’ (2010) 7 JAD-PbP Working Paper Series 6.
48 REFLEKSI HUKUM [Vol. 10, No. 1
hibrida jelas pada dasarnya memberikan Dari sisi latar belakang, beberapa
peran bagi sistem hukum nasional pengadilan hibrida muncul dari situasi
negara untuk ikut andil dalam proses konflik sipil yang disertai oleh
mewujudkan keadilan. Keterlibatan penindasan oleh penguasa, seperti di
komponen sistem hukum nasional Sierra Leone dan Kamboja. Sementara
dalam aktivitas penegakan hukum pada itu, pengadilan hibrida di Bosnia-
gilirannya akan mengembalikan Herzegovina, Kosovo dan Timor Leste
kepercayaan diri dan kewibawaan sistem dilatarbelakangi oleh konflik untuk
hukum nasional yang mengarah pada memerdekakan diri, dan pengadilan
penguatan sistem hukum yang hibrida di Lebanon dibentuk sebagai
bersangkutan. Kedua, dalam situasi respons atas pembunuhan politik yang
transisional pasca-konflik, tidak jarang berpotensi mengganggu keamanan dan
pengadilan nasional terseret ke dalam perdamaian regional.
pusaran politik yang dapat mendistorsi
Selain latar belakang politik yang
fungsi pengadilan selaku pemberi
berbeda-beda, dasar hukum bagi
keadilan (justice dispenser). Ia bisa
pembentukan pengadilan-pengadilan
terdeviasi pada dua kutub pilihan yang
hibrida juga berlainan. Dilihat dari dasar
berbeda, yakni menghukum ringan
hukum pembentukannya, dapat
pelaku kejahatan berat (atau bahkan
diidentifikasi adanya tiga kategori
membebaskan tersangka pelaku), atau
pengadilan hibrida, yaitu pengadilan
sebaliknya, ia juga bisa berubah menjadi
hibrida yang dibentuk berdasarkan
ajang balas dendam terhadap mereka
perjanjian antara PBB dengan negara,
yang pernah melakukan kejahatan berat
pengadilan hibrida yang dibentuk oleh
semasa konflik. Dalam dua situasi ini
PBB atau pemerintahan internasional
objektivitas pengadilan lah yang menjadi
(international administration) di suatu
isu sentral. Namun, objektivitas
negara, dan pengadilan hibrida yang
pengadilan akan lebih dapat dijaga
dibentuk oleh suatu negara namun
manakala ada komponen internasional
mendapatkan dukungan internasional.
yang turut terlibat dalam proses
penegakan hukum dalam wujud Pengadilan H ibrida yang D ibentuk
pengadilan hibrida. B erdasarkan P erjanjian antara PBB
dengan Negara
Pola-pola Pembentukan Pengadilan
Hibrida Salah satu dasar hukum
Meskipun pada intinya dalam setiap pembentukan pengadilan hibrida adalah
pengadilan hibrida dapat ditemukan perjanjian antara PBB dengan negara
campuran antara elemen sistem tertentu. Ada tiga pengadilan hibrida
pengadilan nasional dan elemen sistem yang dibentuk dengan dasar perjanjian
pengadilan internasional, latar belakang internasional semacam ini, yaitu the
dan dasar hukum pembentukan Extraordinary Chambers in the Courts of
pengadilan-pengadilan hibrida berbeda. Cambodia, Special Court for Sierra Leone,
dan Special Tribunal for Lebanon.
2016] PENGADILAN HIBRIDA 49
juga kejahatan lain di bawah hukum khusus untuk Lebanon ini dibentuk
Sierra Leone, yang dilakukan di wilayah dengan cara yang hampir sama dengan
Sierra Leone.15 pengadilan hibrida di Sierra Leone dan
Kamboja, perlu dikemukakan bahwa ia
Pada tanggal 16 Januari 2002,
tidak memiliki jurisdiksi atas kejahatan
Sekjen PBB dan pemerintah Sierra Leone
internasional (international crimes),
menandatangani perjanjian
melainkan hanya memiliki jurisdiksi
pembentukan pengadilan khusus untuk
yang terfokus pada peristiwa
Sierra Leone. Oleh Sekjen PBB Special
pembunuhan Hariri dan peristiwa
Court for Sierra Leone itu disebut sebagai
serupa yang berkaitan. Oleh karena itu,
“a treaty-based sui generis court of mixed
pengadilan hibrida Lebanon ini tidak
jurisdiction and composition.”16 Sesuai
terlalu relevan dengan pembahasan
dengan sistem ketatanegaraan Sierra
tentang penegakan hukum pidana
Leone, negara itu kemudian meratifikasi
internasional.
perjanjian internasional tersebut dan
Special Court for Sierra Leone mulai Pengadilan Hibrida yang Dibentuk oleh
beroperasi sejak Juli 2002. PBB atau Pemerintahan Internasional
(International Administration)
Pada tanggal 14 Pebruari 2005 Rafiq
Hariri, Perdana menteri Lebanon saat Selain dibentuk berdasarkan
itu, tewas terbunuh. Terhadap peristiwa perjanjian internasional antara PBB
tersebut Dewan Keamanan PBB dengan negara, pengadilan hibrida juga
membentuk sebuah komisi untuk dapat dibentuk tanpa terlalu banyak
membantu pemerintah Lebanon melibatkan negara di mana pengadilan
mengusut pembunuhan tersebut, hibrida tersebut relevan. Langkah ini
termasuk mengungkap dugaan ditempuh mengingat bahwa negara yang
keterlibatan Syria, negara tetangga bersangkutan mengalami konflik yang
Lebanon. Lebanon kemudian memohon sedemikian parah, sehingga
agar dientuk pengadilan internasional, memerlukan kehadiran organ
dan Sekjen PBB ditugasi oleh Dewan internasional untuk menjalankan fungsi
Keamanan untuk berunding dengan pemerintahan sementara. Hal ini
Lebanon tentang kemungkinan misalnya terjadi di Kosovo, Timor Leste
pembentukan sebuah pengadilan yang dan Bosnia-Herzegovina.
memiliki sifat internasional. Sekjen PBB Kosovo adalah nama sebuah daerah
kemudian menyiapkan sebuah otonom yang berada di bawah Republik
rancangan naskah perjanjian Serbia, salah satu negara bagian
pembentukan pengadilan sebagaimana Republik Federasi Yugoslavia. Meski
dimaksud, yang dilengkapi dengan berada di bawah Republik Serbia,
statutanya. Meskipun pengadilan mayoritas etnis di Kosovo adalah Albania
15
UN Security Council No.S/RES/1315 (2000), butir 1 & 2.
16
UN Secretary General Report on the Establishment of a Special Court for Sierra Leone, UN Doc.
S/2000/915 (4 Oktober 2000) par. 9.
2016] PENGADILAN HIBRIDA 51
17
Robert Cryer, et.al., Op.Cit. 189.
52 REFLEKSI HUKUM [Vol. 10, No. 1
Pada bulan Pebruari 2008, Republik jurisdiksi Serious Crimes Panels adalah:
Kosovo menyatakan kemerdekaan, dan (a) Genosida; (b) Kejahatan Perang; (c)
sebagian fungsi UNMIK kemudian Kejahatan terhadap Kemanusiaan; (d)
digantikan oleh institusi bentukan Uni Pembunuhan; (e) Kejahatan Seksual;
Eropa, yaitu Eulex. Hampir sama dan (f) Penyiksaan.18
seperti pengadilan hibrida Kosovo,
Sama seperti di Kosovo, di dalam
pengadilan hibrida di Timor Leste juga
Serious Crimes Panels terdapat hakim
dibentuk oleh administrasi sementara
nasional dan hakim internasional.
PBB pasca negara itu memilih
Menurut ketentuan Bagian 22 paragraf
memerdekakan diri dari Indonesia.
22.1, majelis dalam Serious Crimes
Referendum yang menunjukkan
Panels terdiri dari 3 hakim dengan
kehendak mayoritas rakyat Timor Leste
komposisi 2 hakim merupakan hakim
(saat itu masih bernama Timor Timur)
internasional dan 1 hakim merupakan
untuk merdeka segera diikuti oleh
hakim nasional. Komposisi yang sama
kerusuhan yang melibatkan milisi
juga berlaku untuk tingkat banding.
antikemerdekaan. Kondisi itu memaksa
Dewan Keamanan PBB mengambil Pengadilan hibrida lain yang dasar
langkah interventif melalui pengiriman pembentukannya mirip dengan
pasukan Interfet (International Force for pengadilan hibrida di Kosovo dan Timor
East Timor). Untuk menyelenggarakan Leste adalah War Crimes Chamber in the
pemerintahan sementara di Timor Leste, State Court of Bosnia & Herzegovina.
PBB membentuk UN Transitional Sama seperti Kosovo, wilayah Bosnia-
Administration in East Timor (UNTAET) Herzegovina sebenarnya secara teritorial
dengan mandat yang hampir sama dicakup juga oleh jurisdiksi ICTY.
dengan UNMIK di Kosovo. Untuk Namun, dipahami bahwa ICTY terutama
menjalankan fungsi pengadilan, dibentuk dalam situasi genting dan lebih
khususnya terhadap kasus-kasus difokuskan pada prosekusi terhadap
kejahatan serius yang terjadi pada tahun tokoh-tokoh kunci dalam konflik
1999, UNTAET membentuk the Serious Yugoslavia. Dengan demikian, di luar
Crimes Panels of the District Court of Dili ICTY masih terdapat banyak pelaku
berdasarkan UNTAET Regulation No. kejahatan internasional yang belum
2000/15 on the Establishment of Panels terjangkau oleh hukum. Oleh karena itu,
with Exclusive Jurisdiction over Serious untuk membantu fungsi ICTY, sebuah
Criminal Offences. Menurut Regulation pengadilan hibrida kemudian dibentuk
No. 2000/15, kejahatan yang menjadi di Bosnia-Herzegovina.19 Sama seperti di
18
UNTAET Regulation No. 2000/15, Section 1 paragraf 1.3.
19
Pembentukan War Crimes Chamber juga didorong oleh kebutuhan ICTY yang dibatasi oleh
tenggat waktu yang diberikan oleh Dewan Keamanan PBB untuk menyelesaikan tugasnya,
sehingga transfer perkara kepada War Crimes Chamber dianggap sebagai salah satu solusi
seraya memperkuat kapasitas pengadilan nasional Bosnia-Herzegovina untuk mengadili
kejahatan internasional dengan standar internasional pula. Lihat Bogdan Ivaniševiæ, ‘The War
Crimes Chamber in Bosnia and Herzegovina: From Hybrid to Domestic Court’ (International
Center for Transitional Justice 2008) 6.
2016] PENGADILAN HIBRIDA 53
DAFTAR BACAAN
Rikhof, Joseph, ‘Fewer Places to Hide?
The Impact of Domestic War Crimes
Buku
Prosecutions on International
Cryer, Robert, et.al., An Introduction to Impunity’ unpublished paper, ttp.,
International Criminal Law and tth.
Procedure (Cambridge University
Seminar
Press 2010).