Anda di halaman 1dari 23

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/318333959

PENGADILAN HIBRIDA (HYBRID COURT) SEBAGAI ALTERNATIF


PENANGANAN KEJAHATAN INTERNASIONAL

Article  in  Refleksi Hukum Jurnal Ilmu Hukum · October 2016


DOI: 10.24246/jrh.2016.v10.i1.p33-54

CITATION READS

1 11,476

1 author:

Arie Siswanto
Universitas Kristen Satya Wacana
7 PUBLICATIONS   24 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Concept Article View project

All content following this page was uploaded by Arie Siswanto on 12 January 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENGADILAN HIBRIDA (HYBRID COURT) SEBAGAI
ALTERNATIF PENANGANAN
KEJAHATAN INTERNASIONAL

Arie Siswanto
Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana
Korespondensi: ariesiswanto@yahoo.com

Abstrak

Sejak akhir Perang Dunia II, masyarakat internasional menyaksikan meningkatnya upaya
serius untuk menanggulangi kejahatan internasional. Selain pengadilan pidana nasional
dan mahkamah internasional murni, forum yang baru-baru ini digunakan untuk menangani
kejahatan internasional adalah pengadilan hibrida yang telah dibentuk di beberapa negara
seperti Kamboja, Sierra Leone dan Timor-Leste. Pengadilan hibrida tersebut dibentuk
dengan latar belakang politik berbeda-beda, tetapi sebagai institusi yuridis,
pembentukannya seyogianya didasarkan pada instrumen yuridis. Artikel ini
mengidentifikasi ada tiga pola dalam pembentukan pengadilan hibrida, yaitu: pembentukan
pengadilan hibrida atas dasar perjanjian antara PBB dan negara terkait, pembentukan
pengadilan hibrida oleh PBB atau pemerintahan internasional dan pembentukan pengadilan
hibrida oleh suatu negara yang kemudian memperoleh dukungan masyarakat internasional.

Kata-kata Kunci: Pengadilan Hibrida; Kejahatan Internasional

Abstract

Since the end of World War II, the international community witnessed the increasingly
serious efforts to deal with the international crimes. Besides the domestic criminal courts
and purely international tribunals, the forum that is also recently used to handle
international crimes is the hybrid courts that have been established in several places such
as in Cambodia, Sierra Leone and Timor-Leste. Hybrid courts are established from different
political backgrounds, but as a legal institution, its establishment was necessarily based
on legal instruments. This paper identifies that there are three patterns in the formation of
hybrid court, which are: the establishment of a hybrid court based on an agreement between
the UN and the relevant state, the establishment of a hybrid court by the UN or international
administration and the establishment of a hybrid court by a country which later gains
greater international support.

Keywords: Hybrid Courts; International Crimes

33
34 REFLEKSI HUKUM [Vol. 10, No. 1

PENDAHULUAN dibentuk berdasarkan dasar-dasar


hukum yang pasti. Dalam konteks itulah
Sejak berakhirnya Perang Dunia II, tulisan ini dimaksudkan untuk mengkaji
masyarakat internasional menyaksikan tentang bagaimana pola pembentukan
upaya-upaya yang semakin serius untuk pengadilan-pengadilan hibrida, dilihat
menangani kejahatan internasional. dari dasar hukum pembentukannya.
Bermula dari Mahkamah Militer
Internasional Nurnberg dan Tokyo, Bagian awal dari tulisan ini
gagasan untuk menghapuskan mengemukakan tentang konsep
impunitas bagi pelaku kejahatan- kejahatan internasional yang masuk
kejahatan internasional semakin dalam kategori kewenangan pengadilan-
menemukan bentuknya. pengadilan hibrida. Selanjutnya, akan
dikemukakan pula tentang kesulitan-
Secara tradisional, ada dua forum kesulitan penanganan kejahatan
pengadilan yang bisa diharapkan untuk internasional melalui mekanisme
menangani peristiwa kejahatan tradisional (pengadilan pidana nasional
internasional, yaitu forum pengadilan dan pengadilan/mahkamah yang
pidana nasional dan forum pengadilan/ bersifat internasional), yang berujung
mahkamah pidana yang bersifat pada relevansi pengadilan hibrida.
internasional seperti Mahkamah Militer bagian akhir dari tulisan ini
Internasional Nurnberg dan Tokyo, mengungkapkan hasil kajian terhadap
International Criminal Tribunal for the dokumen-dokumen hukum terkait
Former Yugoslavia (ICTY), International dengan pembentukan pengadilan-
Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) dan pengadilan hibrida, yang dimaksudkan
International Criminal Court (ICC). untuk memetakan pola-pola
Namun, sejak era tahun 1990-an, dunia pembentukan pengadilan hibrida.
juga menyaksikan munculnya sebuah
genre baru pengadilan yang berada PEMBAHASAN
dalam ruang peralihan di antara
pengadilan pidana domestik dengan Pengertian dan Latar Belakang
pengadilan/mahkamah pidana yan g Pembentukan “Pengadilan Hibrida”
murni bersifat internasional.
Sebelum membahas lebih lanjut
Saat ini ada beberapa pengadilan tentang pengadilan hibrida, perlu
hibrida seperti itu, antara lain di Sierra dikemukakan terlebih dahulu uraian
Leone, Kamboja, Timor Leste dan yang tentang kejahatan internasional. Uraian
terakhir, di Lebanon. Pembentukan ini penting mengingat bahwa
pengadilan-pengadilan hibrida tersebut pengadilan-pengadilan hibrida sejauh ini
tentu saja tidak lepas dari latar belakang hanya dibentuk untuk menangani
dinamika politik. Namun, sebagai perbuatan-perbuatan yang
sebuah institusi hukum, pengadilan- dikategorikan sebagai kejahatan
pengadilan hibrida itu juga harus internasional (international crimes).
2016] PENGADILAN HIBRIDA 35

Pengertian “kejahatan internasional” kejahatan-kejahatan serius yang terkait


dengan Perang Dunia II pada akhirnya
Salah satu cabang di dalam rumpun
menerima konsekuensi hukum yang
hukum internasional publik yang
setimpal, berupa penjatuhan pidana.
mengalami perkembangan pesat selepas
Langkah ini dipandang progresif karena
Perang Dunia II adalah hukum pidana
secara tegas meninggalkan paradigma
internasional. Perkembangan cabang
tradisional di dalam hukum
ilmu hukum ini ditandai oleh
internasional yang sebelumnya
pembentukan mahkamah-mahkamah
memfokuskan diri pada negara, bukan
pidana militer yang bersifat internasional
individu, sebagai subyek hukum yang
di Nurnberg dan di Tokyo. Mahkamah
dapat dikenai konsekuensi hukum.
Militer Internasional Nurnberg dibentuk
Pandangan ini juga dirasa masuk akal,
berdasarkan Piagam London tanggal 8
karena ada kesulitan-kesulitan yang
Agustus 1945 dan dimaksudkan untuk
dihadapi ketika proses hukum terhadap
mengadili individu-individu yang
para pelaku kejahatan serius itu hendak
dianggap paling bertanggungjawab atas
dilakukan secara konservatif melalui
terjadinya kejahatan-kejahatan berat
mekanisme domestik. Satu hal yang
yang dilakukan oleh rezim Nazi Jerman
jelas, sistem hukum domestik Jerman
menjelang dan selama berlangsungnya
dan Jepang yang sudah hancur ketika
Perang Dunia II. Sementara itu,
itu dipandang tidak mungkin bisa
Mahkamah Militer Internasional untuk
dimanfaatkan untuk mengadili para
Timur Jauh yang dibentuk di Tokyo
pelaku kejahatan berat, sehingga
sebagai implemantasi dari Deklarasi
pembentukan sebuah pengadilan ad hoc
Postdam tanggal 26 Juli 1945 juga
yang bersifat internasional dianggap
dilandasi oleh tujuan yang sama, yakni
sebagai langkah yang rasional. Di sisi
untuk melakukan proses pemidanaan
lain, mereka yang kontra terhadap
terhadap individu-individu dalam rezim
kedua mahkamah tersebut
Kekaisaran Jepang yang dianggap
mengemukakan argumen politis bahwa
bertanggungjawab melakukan
kedua pengadilan yang memiliki
kejahatan-kejahatan serius dalam
karakteristik internasional tersebut
Perang Dunia II, khususnya di front
hanya merupakan forum politis bagi
Asia-Pasifik.
negara-negara pemenang perang untuk
Ada pro dan kontra berkaitan membalas dendam terhadap musuh-
dengan pembentukan dan aktivitas musuh mereka dengan cara yang elegan.
Mahkamah Militer Internasional bagi mereka yang kontra, proses yang
Nurnberg dan Tokyo. Mereka yang pro berlangsung di mahkamah Militer
menyatakan bahwa pembentukan kedua Internasional Nurnberg dan Tokyo tidak
lembaga pengadilan yang bersifat lebih dari sekedar sandiwara yang pada
internasional tersebut merupakan akhirnya bermuara pada penerapan
sebuah langkah progresif untuk keadilan retributif versi pemenang
memastikan bahwa setiap orang yang perang (victor’s justice).
dianggap bertanggungjawab melakukan
36 REFLEKSI HUKUM [Vol. 10, No. 1

Terlepas dari pro dan kontra yang beberapa saat sebelumnya, yaitu pada
muncul, tidak dapat dipungkiri bahwa tahun 1944 oleh seorang ahli hukum
pembentukan kedua mahkamah militer berkebangsaan Yahudi Polandia yang
internasional di Nurnberg dan Tokyo itu bernama Raphael Lemkin.
telah memberikan kontribusi yang tidak
kecil bagi perkembangan sebuah cabang Cakupan konsep kejahatan
ilmu baru di bawah hukum internasional perlu ditegaskan untuk
internasional, yaitu hukum pidana membedakannya dengan kejahatan
internasional. Salah satu fondasi yang transnasional (transnational crimes) yang
diletakkan secara cukup kokoh oleh sekarang lebih sering dipakai untuk
mahkamah-mahkamah militer merujuk pada kejahatan menurut
internasional pasca-berakhirnya Perang hukum pidana domestik yang memiliki
Dunia II tersebut adalah konseptualisasi aspek lintas-batas negara. Meskipun
kejahatan internasional (international beberapa sarjana pada awalnya
crimes) sebagai perbuatan pidana yang menganggap bahwa dua istilah tersebut
menjadi fokus utama hukum pidana (‘kejahatan internasional’ dan ‘kejahatan
internasional. Pada masa Mahkamah transnasional’) sama dan bisa saling
Nurnberg, pada dasarnya ada tiga menggantikan, seiring dengan
kategori perbuatan yang digolongkan kristalisasi konsep kejahatan
sebagai kejahatan internasional, yaitu internasional dalam kerangka
kejahatan terhadap perdamaian (crimes perkembangan disiplin hukum pidana
against peace), kejahatan terhadap internasional kini istilah ‘kejahatan
kemanusiaan (crimes against humanity) internasional’ sudah terdefinisikan
dan kejahatan perang (war crimes). secara lebih spesifik dan dibedakan dari
Dalam perkembangannya, konsep ‘kejahatan transnasional.’ Fenomena ini
kejahatan terhadap perdamaian antara lain dikemukakan oleh Robert
mengerucut pada satu jenis kejahatan Cryer yang mengatakan:
internasional yang sekarang disebut
Until the establishment of the
sebagai kejahatan agresi (crimes of international courts and tribunals in the
aggression), sedangkan kejahatan 1990s, the concept of international
terhadap kemanusiaan kemudian criminal law tended to be used to refer to
those parts of a state’s domestic criminal
terpecah menjadi dua kategori, karena law which deal with transnational crimes,
genosida sebagai suatu bentuk that is, crimes with actual or potential
kejahatan terhadap kemanusiaan yang transborder effects.1
bersifat khas dipandang sebagai satu
Pembedaan antara hukum yang
kategori tersendiri. Istilah ‘genosida’
mengatur kejahatan transnasional dan
sendiri tidak ditemukan di dalam Piagam
hukum yang mengatur kejahatan
London 1945, karena istilah tersebut
internasional ternyata juga tercermin
baru ditemukan dan dipublikasikan

1
Robert Cryer, et.al., An Introduction to International Criminal Law and Procedure (Cambridge
University Press 2010) 5-6.
2016] PENGADILAN HIBRIDA 37

dalam istilah-istilah berbeda yang internasional, terutama perjanjian


dipergunakan di berbagai negara. internasional (international treaties),
Sebagai contoh, dalam bahasa Jerman daripada sumber-sumber hukum
dikenal istilah ‘völkerstrafrecht’ yang nasional.
berbeda dari ‘internationales strafrecht’.
Meski demikian, kecuali untuk
Istilah ‘völkerstrafrecht’ dipergunakan
kejahatan agresi, sesungguhnya inti dari
untuk makna yang sempit dari hukum
genosida, kejahatan terhadap
pidana internasional, yang mencakup
kemanusiaan dan kejahatan perang juga
kejahatan-kejahatan berikut: (a) der
dapat ditemukan dalam sumber-sumber
Völkermord (genosida); (b) die Verbrechen
hukum nasional, khususnya dalam
gegen die Menschlichkeit (kejahatan
ketentuan-ketentuan hukum pidana
terhadap kemanusiaan); (c) die
domestik yang mengatur tentang
Kriegsverbrechen (kejahatan perang);
pembunuhan dan penganiayaan. Tetapi,
dan (d) das Verbrechen der Aggresion
pembunuhan atau penganiayaan yang
(kejahatan agresi).2 Paralel dengan itu,
dilakukan dalam konteks kejahatan
dalam bahasa Perancis dikenal istilah
internasional harus dipandang sebagai
‘droit international pénal’ yang berbeda
kejahatan luar biasa (extra-ordinary
dari ‘droit pénal international’, dan dalam
crimes) yang terkadang tidak memadai
bahasa Spanyol dikenal istilah ‘derecho
untuk ditangani oleh infrastruktur
internacional penal’ yang tidak sama
hukum nasional.
dengan ‘derecho penal internacional.’3
Penanganan Kejahatan Internasional
Sekarang, khususnya setelah tahun
1990-an saat dua mahkamah kejahatan Hukum pidana nasional maupun
internasional ad hoc pasca-Nurnberg- hukum pidana internasional yang
Tokyo dibentuk (ICTY untuk bekas berfokus pada kejahatan internasional
Yugoslavia dan ICTR untuk Rwanda), sesungguhnya memiliki kesamaan
konsep kejahatan internasional dalam hal keduanya menjadikan
dipahami secara luas mencakup empat individu sebagai subjek hukum yang
jenis perbuatan, yaitu: genosida dapat dimintai pertanggungjawaban
(genocide) ; kejahatan terhadap atas perbuatan pidana yang dilakukan.
kemanusiaan (crimes against humanity); Lebih lanjut, kalau individu menjadi
kejahatan perang (war crimes); kejahatan subjek hukum pidana nasional dan
agresi (crimes of aggression). Keempat hukum pidana internasional, forum
jenis perbuatan tersebut dikategorikan manakah yang kemudian berwenang
sebagai kejahatan internasional karena mengadili seorang pelaku kejahatan
sumber hukum bagi pengaturan internasional? Hal ini menjadi lebih
terhadap perbuatan-perbuatan itu lebih rumit karena sebagian besar kejahatan
didominasi oleh sumber-sumber hukum internasional sebenarnya juga tercakup

2
Christina Möller, ‘Gerhard Werle, Völkerstrafrecht (International Criminal Law): Book Review’
(2004) 5 German Law Journal 425, 427.
3
Robert Cryer, et.al., Op.Cit. 6.
38 REFLEKSI HUKUM [Vol. 10, No. 1

dalam pengaturan hukum pidana Statuta Roma 1998 yang menyebutkan:


nasional, baik melalui ratifikasi atas “…the most serious crimes of concern to
instrumen hukum internasional yang the international community as a whole
relevan, atau murni mucul dari ranah must not go unpunished and that their
norma hukum pidana domestik. Sebagai effective prosecution must be ensured by
misal, salah satu wujud dari genosida taking measures at the national level and
adalah pembunuhan terhadap by enhancing international cooperation.”
sekelompok orang atas dasar alasan Kutipan tersebut menunjukkan secara
kesukuan, ras, agama atau kebangsaan. jelas bahwa penindakan terhadap
kejahatan internasional dapat dilakukan
Meski memiliki atribut elemen yang pada ranah nasional, namun diperlukan
khas, tindakan seseorang membunuh juga kerjasama internasional.
orang lain pada dasarnya sudah
terakomodasi di dalam hukum pidana Dalam praktik, terkadang tidak
domestik negara-negara dalam kategori mudah untuk mengandalkan
tindak pidana pembunuhan (murder). mekanisme dan lembaga hukum
Baik tindak pidana pembunuhan nasional untuk menangani situasi
dengan genosida yang berwujud kejahatan internasional. Kejahatan
pembunuhan atas sekelompok orang internasional dapat dilakukan oleh
pada intinya memiliki elemen yang individu yang secara politik memiliki
sama: penghilangan nyawa orang lain. kekuasaan di suatu negara, sehingga
Jika demikian, dapat kah pelaku pengadilan nasional yang diharapkan
genosida dalam bentuk pembunuhan menindak dan menangani kejahatan
terhadap sekelompok orang diadili di internasional yang dilakukan bisa
depan pengadilan nasional dan bukan berada dalam situasi tidak mampu
di forum pengadilan internasional? melakukan fungsi yang diharapkan
(expected role) yang semestinya. Kalau
Pada dasarnya tidak tertutup ini dibiarkan, pelaku kejahatan
kemungkinan bagi kejahatan internasional tentu saja akan menikmati
internasional untuk diadili di depan kebebasan dari jangkauan hukum, yang
pengadilan nasional. Namun, beberapa dalam diskursus tentang Hak Asasi
catatan penting perlu dikemukakan. Manusia dikenal dengan istilah
Genosida, kejahatan terhadap impunitas (impunity). Ketika hal tersebut
kemanusiaan, kejahatan perang dan terjadi, mekanisme internasional
kejahatan agresi dikategorikan sebagai diperlukan guna memastikan agar
kejahatan internasional karena pelaku kejahatan internasional tidak
kejahatan-kejahatan tersebut dianggap dibiarkan bebas tanpa tersentuh
sebagai kejahatan yang paling serius, hukum.
sehingga memerlukan langkah serius
dan luar biasa juga untuk mencegah dan Untuk membahas persoalan apakah
menindak. Posisi ini tercermin secara norma-norma hukum pidana
jelas dalam konsiderans mukadimah internasional (khususnya yang
2016] PENGADILAN HIBRIDA 39

berkaitan dengan kejahatan mengikatkan diri terhadap perjanjian


internasional), dapat diadili di forum internasional, negara tersebut memiliki
pengadilan pidana nasional suatu kewajiban hukum untuk
negara, terlebih dahulu perlu memberlakukan norma-norma hukum
dikemukakan apakah norma-norma yang terkandung di dalam perjanjian
hukum pidana internasional terdapat di internasional. Oleh karena itu, ketika
dalam sistem norma hukum pidana suatu negara meratifikasi Statuta Roma
nasional dan dapat diterapkan oleh 1998, secara prinsip ia terikat pada
pengadilan nasional. Pada dasarnya ada substansi norma-norma yang ada di
dua kemungkinan terkait dengan dalam Statuta Roma. Demikian juga
keberadaan norma-norma hukum halnya dengan perjanjian-perjanjian
pidana internasional di dalam hukum internasional lain yang berkaitan dengan
nasional. Kemungkinan pertama, kejahatan internasional, seperti
norma-norma hukum pidana Genocide Convention 1948 dan Geneva
internasional ada dan menjadi bagian Conventions 1949.
dari sistem hukum pidana nasional,
karena suatu negara sudah meratifikasi Di antara keempat jenis kejahatan
instrumen hukum internasional yang internasional, genosida dan kejahatan
mengatur tentang kejahatan perang yang sudah cukup baik
internasional. Kemungkinan kedua, terkodifikasi dalam perjanjian
tanpa secara formal meratifikasi internasional yang dapat diratifikasi oleh
perjanjian internasional, hukum negara-negara. Sementara itu,
nasional suatu negara mengembangkan kejahatan terhadap kemanusiaan dan
sendiri norma-norma hukum pidana kejahatan agresi belum banyak
internasional. terakomodasikan dalam instrumen
hukum internasional yang memiliki
Norma-norma hukum pidana kekuatan mengikat. Hal ini wajar,
internasional dapat menjadi bagian dari mengingat bahwa genosida dan
sistem norma hukum pidana nasional kejahatan perang relatif telah mencapai
negara-negara melalui proses ratifikasi. kematangan konseptual dibanding
Ratifikasi sendiri pada dasarnya adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan
tindakan formal dari suatu negara untuk kejahatan agresi yang perkembangan
mengikatkan diri pada sebuah konsepnya cenderung lambat.
perjanjian internasional. Melalui
ratifikasi, suatu negara menunjukkan Saat ini sudah ada 142 negara yang
itikadnya untuk tunduk pada menyatakan mengikatkan diri terhadap
kewajiban-kewajiban yang digariskan Konvensi Genosida 1948. Artikel 4
dalam perjanjian internasional yang Konvensi Genosida 1948 memuat
diratifikasi. Dengan demikian, ketika ketentuan bahwa setiap orang yang
sebuah perjanjian internasional melakukan genosida harus dihukum,
menghendaki pemberlakuan norma- biarpun mereka adalah pemimpin yang
norma tertentu dalam lingkup jurisdiksi secara konstitusional bertanggung
hukum nasional negara yang telah
40 REFLEKSI HUKUM [Vol. 10, No. 1

jawab, pejabat publik ataupun individu. mengadili dan menghukum.5 Ketentuan


Melengkapi Artikel 4, Artikel 5 dari inilah yang menjadi titik-taut antara
konvensi tersebut mewajibkan negara- norma hukum pidana internasional yang
negara pihak Konvensi Genosida 1948 terkandung di dalam konvensi
untuk membuat legislasi nasional yang internasional (Konvensi-konvensi
diperlukan untuk melaksanakan Jenewa 1949) dengan sistem hukum
ketentuan-ketentuan konvensi, domestik negara-negara.
khususnya untuk menghukum pelaku
Selain melalui ratifikasi atau
genosida. Ketentuan ini yang menjadi
instrumen pengikatan diri lain,
pintu masuk bagi norma-norma hukum
substansi norma-norma hukum pidana
pidana internasional yang terdapat di
internasional juga dapat terkandung di
dalam perjanjian internasional untuk
dalam sistem norma hukum pidana
masuk ke dalam sistem norma hukum
nasional karena hal lain. Suatu negara
pidana nasional negara-negara yang
memiliki kebebasan untuk
terikat pada Konvensi Genosida 1948.
mengembangkan substansi normatif
Sebagian besar didorong oleh kewajiban
dalam sistem hukum nasional mereka,
konvensi, saat ini ada lebih dari 80
termasuk mengadopsi norma-norma
negara yang sudah memiliki pengaturan
hukum negara lain atau norma hukum
tentang genosida di dalam sistem
internasional tanpa perlu meratifikasi
hukum nasional mereka.4
instrumen hukum internasional. Hal ini
Hal yang sama juga terjadi dengan misalnya terjadi dengan Indonesia, yang
kejahatan perang yang sebagian besar di satu sisi (ketika tulisan ini disusun)
bersumber dari Konvensi-konvensi belum mengikatkan diri pada Statuta
Jenewa 1949. Konvensi-konvensi Roma 1998, namun di sisi lain sudah
Jenewa 1949 antara lain memuat memasukkan sebagian substansi
kewajiban agar negara-negara pihak dari Statuta Roma 1998 ke dalam hukum
konvensi-konvensi ini membuat legislasi nasionalnya, yaitu dalam Pasal 8 dan
nasional guna memastikan bahwa Pasal 9 Undang-Undang No. 26 Tahun
pelaku pelanggaran berat (grave 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
breaches) terhadap ketentuan-ketentuan Manusia.6
konvensi dihukum atau diserahkan
Joseph Rikhof, penasehat senior
kepada negara lain yang berwenang
pada Crimes against Humanity and War

4
Anonim, ‘Implementing the Genocide Convention in Domestic Law’ <http://
www.preventgenocide.org/law/domestic/> diakses 5 Agustus 2015.
5
Lihat Artikel 49 Konvensi Jenewa I, Artikel 50 Konvensi Jenewa II, Artikel 129 Konvensi Jenewa
III, dan Artikel 146 Konvensi Jenewa IV. Secara konseptual sebenarnya ada perbedaan antara
“kejahatan perang” dengan “pelanggaran berat terhadap Konvensi-konvensi Jenewa 1949.”
Kejahatan perang sejak awal muncul dalam ranah norma-norma hukum internasional,
sementara “pelanggaran berat” cenderung diserahkan kepada jurisdiksi nasional berdasarkan
Konvensi-konvensi Jenewa 1949. Namun, dalam Artikel 85 (5) Protokol Tambahan I (1977),
ditegaskan bahwa pelanggaran berat termasuk kejahatan perang. Lihat Marko Divac Öberg,
‘The Absorption of Grave Breaches Into War Crimes Law’ (2009) 91 International Review of the
Red Cross 163, 163 dan 167.
2016] PENGADILAN HIBRIDA 41

Section Departemen Kehakiman Kanada Yordania). Kedua, hukum nasional tidak


mengemukakan ada 4 pola dalam secara lengkap mengutip formulasi
praktik negara-negara untuk redaksional instrumen hukum
menerapkan jurisdiksinya terhadap internasional, melainkan hanya merujuk
individu-individu yang dianggap pada instrumen hukum internasional
melakukan pelanggaran berat, termasuk yang relevan (Selandia Baru, Afrika
kejahatan internasional. Pertama, suatu Selatan, Uganda, Kenya). Ketiga, hukum
negara dapat menerapkan prinsip nasional tidak hanya mengutip
jurisdiksi ekstrateritorial yang ketentuan yang ada di dalam instrumen
digabungkan dengan norma substantif hukum internasional, melainkan
tindak pidana umum (misalnya mengutip pula penjelasan yang lebih
pembunuhan, penganiayaan) dan rinci yang ada di dalam dokumen
kemudian disertai dengan pemidanaan pelengkap instrumen hukum
yang diperberat. Jadi, dalam pola internasional, misalnya dokumen
pertama ini negara mengandalkan “Element of Crimes” yang melengkapi
norma hukum pidana nasional umum Statuta Roma 1998 (Australia).
yang dikombinasikan dengan
Pola ketiga, yang oleh Joseph Rikhof
pemberatan pidana untuk diterapkan
disebut sebagai “model dinamis,”
pada kejahatan internasional. Sebagai
merujuk pada mekanisme di mana
contoh, terhadap pelaku genosida dapat
ketentuan-ketentuan yang ada di dalam
diterapkan pasal hukum pidana umum
instrumen hukum internasional
tentang pembunuhan, yang kemudian
diformulasikan ulang dalam sistem
disertai dengan penjatuhan pidana yang
hukum pidana nasional dengan tujuan
lebih berat daripada sekedar
untuk memperjelas konsep-konsep
pembunuhan biasa. Pola ini antara lain
dalam instrumen hukum internasional
dipergunakan oleh Denmark dan
yang dianggap kabur. Pola ini antara lain
Norwegia.7
diterapkan oleh Jerman, Belanda,
Pola kedua disebut sebagai Uruguay, Argentina dan Ekuador.
“implementasi statis.” Menurut pola ini,
Pola keempat, yang juga disebut
norma hukum nasional mengutip ulang
sebagai “model hibrida” antara lain
rumusan kejahatan internasional yang
dianut oleh Kanada, Costa Rica dan
ada di dalam instrumen hukum
Finlandia. Berdasarkan pola ini, hukum
internasional (Statuta Roma 1998). Ada
pidana nasional menguraikan sebagian
3 variasi untuk pola ini. Pertama, hukum
tindak pidana yang termasuk kejahatan
nasional mengutip secara persis
internasional, namun untuk sebagian
rumusan yang ada di dalam instrumen
hukum internasional (Inggris, Malta,

6
Pasal 8 mengatur tentang genosida, sedangkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan HAM mengatur tentang kejahatan terhadap kemanusiaan.
7
Joseph Rikhof, ‘Fewer Places to Hide? The Impact of Domestic War Crimes Prosecutions on
International Impunity’ (unpublished paper, ttp., tth.) 9.
42 REFLEKSI HUKUM [Vol. 10, No. 1

lagi hukum pidana nasional hanya penegakan hukum terhadap pelaku


merujuk pada instrumen hukum kejahatan internasional dengan
internasional.8 menggunakan sistem hukum nasional.
Perkara tersebut melibatkan Efrain
Dengan pola-pola seperti itu, pada
Rioss Mont, mantan presiden
dasarnya pengadilan nasional negara-
Guatemala. Rios Montt adalah seorang
negara memiliki kapabilitas untuk
jenderal angkatan darat Guatemala yang
menangani perkara-perkara yang
menjadi penguasa Guatemala melalui
bersubstansi kejahatan internasional.
kudeta militer pada tanggal 23 Maret
Meskipun demikian, sulit untuk
1982. Untuk menghadapi kelompok
memungkiri kenyataan bahwa dalam
gerilyawan yang menentangnya, Rios
kasus-kasus tertentu, penegakan
Montt menggunakan kekerasan dan
norma-norma hukum pidana
menerapkan prinsip Frijoles y Fusiles
internasional melalui forum pengadilan
(secara harafiah berarti “senapan dan
nasional terkadang mengalami
kacang.” Berdasarkan prinsip ini, Montt
hambatan yang tidak mudah,
akan memberikan makanan bagi
khususnya kalau kejahatan itu
kelompok masyarakat yang
dilakukan oleh figur-figur yang secara
membantunya melawan pemberontak,
faktual masih memiliki kekuasaan
dan akan menindas kelompok yang
politik atau militer, atau terafiliasi
membantu gerilyawan. Kelompok Indian
dengan kekuasaan politik atau militer
Maya Ixil secara khusus mengalami
di suatu negara. Ketika penegakan
penindasan secara kejam karena
hukum di forum pengadilan nasional
kelompok ini disangka sering
menghadapi situasi seperti itu, ada
memberikan perlindungan dan bantuan
berbagai pertimbangan (terutama
bagi gerilyawan. Operasi militer melawan
pertimbangan politik) yang kemudian
gerilyawan ini menyebabkan hancurnya
bermuara pada ketidakmampuan
ratusan desa, dan bahkan dalam satu
(inability) atau ketidakmauan
kejadian, kurang lebih 250 warga sipil
(unwillingness) pengadilan nasional.
tewas. Secara keseluruhan, ribuan
Hambatan ini bisa berupa kekuatiran
penduduk sipil tewas semasa Montt
tentang independensi hakim, kesulitan
memegang kekuasaan de facto di
untuk mendapatkan saksi dan bukti,
Guatemala. Satu tahun berikutnya, ia
sampai bayang-bayang kerusuhan dan
ganti dikudeta oleh Óscar Humberto
perang saudara.
Mejía Victores, Menteri Pertahanannya
Pada saat tulisan ini disusun, terjadi sendiri.
sebuah perkara hukum yang menarik
Sejak tahun 2007 Montt menjadi
di Guatemala, yang bisa membantu
anggota kongres Guatemala dan karena
memberikan ilustrasi yang lebih jelas
jabatannya itu ia menikmati kekebalan
tentang kendala-kendala legal maupun
hukum. Ketika jabatannya sebagai
ekstra legal yang dapat menghambat

8
Ibid. 9-11.
2016] PENGADILAN HIBRIDA 43

anggota kongres berakhir pada tanggal terkait dengan ketidaksepakatan di


14 januari 2012, ia juga kehilangan antara para hakim pada bulan April
imunitas hukumnya. Pada tanggal 26 2013 tentang forum pengadilan yang
Januari 2012 ia secara resmi didakwa berwenang mengadili perkara Montt.10
melakukan genosida dan kejahatan Putusan Mahkamah Konstitusi
terhadap kemanusiaan yang terjadi saat Guatemala ini menuai banyak kritik
ia memegang kekuasaan pada tahun pedas dari pihak-pihak yang
1982-1983.9 Selanjutnya pemeriksaan di menganggap bahwa putusan tersebut
pengadilan mulai diselenggarakan pada hanyalah upaya untuk meloloskan
tanggal 19 Maret 2013, namun pada Montt dari jerat pidana.
tanggal 19 April 2013 Mahkamah Agung
Perkara Rios Montt jelas memiliki
Guatemala mengeluarkan perintah agar
implikasi politik. Ketika tindakan yang
pemeriksaan pengadilan ditunda.
didakwakan kepada Rios Montt terjadi,
Perintah tersebut dikeluarkan atas dasar
Presiden Guatemala petahana, Otto
permintaan Otto Perez Molina, Presiden
Perez Molina, adalah seorang mayor
Guatemala petahana, setelah namanya
angkatan darat di wilayah Indian Maya
disebut-sebut dalam kesaksian
Ixil. Posisi ini tentu memunculkan isu
pengadilan sebagai orang yang juga
politik yang kental. Bagaimanapun,
turut serta dalam kekejaman yang
selain masih menikmati kekebalan
dilakukan rezim Rios Montt. Mengingat
sementara sebagai presiden, Otto Perez
sebagai presiden petahana Otto Perez
Molina sendiri selaku purnawirawan
Molina memiliki kekebalan (imunitas),
perwira tinggi angkatan bersenjata
hakim memerintahkan agar proses
Guatemala masih memiliki kekuasaan
persidangan diulangi lagi dari proses
dan pengaruh yang kuat dalam politik
yang sudah terjadi pada bulan November
Guatemala. Dalam kaitan ini, Naomi
2011, tanpa melibatkan Molina.
Roht-Arriaza, seorang guru besar
Pada tanggal 10 Mei 2013, Rios hukum dari University of California
Montt dinyatakan bersalah melakukan mencatat bahwa pendakwaan atas Rios
genosida serta kejahatan terhadap Montt telah menimbulkan polarisasi
kemanusiaan dan dijatuhi pidana politik di Guatemala. Kelompok
penjara selama 80 tahun. Ia menjadi purnawirawan perwira militer
mantan kepala negara pertama yang Guatemala menuduh bahwa dakwaan
dijatuhi pidana di negaranya sendiri tersebut merupakan hasil konspirasi
karena dakwaan genosida. Namun, pada politik gereja, pemerintah AS dan
tanggal 20 Mei 2013 Mahkamah negara-negara Eropa. Tuduhan tersebut
Konstitusi Guatemala membatalkan juga diikuti ancaman dari organisasi-
putusan tersebut. Mahkamah Konstitusi organisasi swasta yang menentang
Guatemala membatalkan putusan itu

9
Kate Doyle, ‘Justice in Guatemala’ (2012) 45 NACLA Report on the Americas 37, 37.
10
‘Guatemala’s Top Court Annuls Rios Montt Genocide Conviction’ (Reuters, 21 Mei 2013).
44 REFLEKSI HUKUM [Vol. 10, No. 1

proses hukum terhadap Montt untuk internasional, yakni dengan melakukan


melumpuhkan pemerintah.11 poses pengadilan “setengah hati” yang
tidak benar-benar dimaksudkan untuk
Kasus Guatemala di atas secara jelas
menghasilkan keadilan, melainkan
menunjukkan bahwa dalam situasi
hanya untuk membangun citra positif
tertentu pengadilan nasional tidak dapat
pemerintah.
diandalkan untuk menegakkan norma-
norma hukum pidana internasional. Kekurangan dalan pengadilan
Perangkat hukum dan pengadilan nasional yang berupa inability maupun
nasional juga dapat terjebak dalam unwillingness ini yang juga menjadi
situasi ketidakmampuan (unability), alasan bagi munculnya penegakan
misalnya dalam kasus di mana suatu hukum pidana internasional alternatif,
negara mengalami kehancuran yaitu melalui pengadilan-pengadilan
institusional yang juga merusakkan hibrida dan pengadilan internasional.
institusi-institusi penegak hukumnya. Namun, harus diakui bahwa
Situasi seperti ini misalnya terjadi pembentukan pengadilan/mahkamah
dengan Jerman setelah negara ini yang murni memiliki karakteristik
mengalami kehancuran dalam Perang internasional tidaklah mudah. Selain
Dunia II. membutuhkan biaya yang tidak sedikit,
konstelasi politik internasional juga bisa
Selain ketidakmampuan yang
menjadi hambatan serius bagi
bersifat objektif, pengadilan nasional
terwujudnya mahkamah kejahatan yang
suatu negara juga secara subjektif dapat
bersifat internasional. Oleh karena itu,
merefleksikan keengganan atau bahkan
pembentukan pengadilan-pengadilan
ketidakmauan (unwillingness) untuk
hibrida merupakan sebuah alternatif
mengadili pelaku kejahatan
yang sebenarnya juga bisa ditempuh
internasional. Kasus Rios Montt dapat
untuk menegakkan hukum dalam
dikategorikan dalam kondisi ini, karena
kasus-kasus kejahatan internasional.
meskipun proses pengadilan digelar,
namun di dalamnya ada manuver- Dasar P embentukan “ P engadilan
manuver hukum yang merefleksikan Hibrida”
keengganan pengadilan untuk
memeriksa dan menjatuhkan pidana Pengertian Pengadilan Hibrida
terhadap tersangka. Keengganan
Pada akhir dasawarsa 1990-an
pengadilan nasional untuk mengadili
dunia menyaksikan munculnya
dapat tampak dari absennya inisiatif
lembaga-lembaga pengadilan kriminal
negara (aparat penegak hukum) untuk
yang dikategorikan sebagai pengadilan
memulai prosekusi. Namun, ada pula
hibrida (hybrid courts), yang disebut
bentuk lain keengganan pengadilan
sebagai pengadilan internasional
untuk mengadili pelaku kejahatan
generasi ketiga setelah Mahkamah

11
American Society of International Law – ASIL, ‘Genocide and War Crimes in National Courts:
the Conviction of Rios Montt in Guatemala and its Aftermath’ (2013) 17 Insight.
2016] PENGADILAN HIBRIDA 45

Militer Internasional Nurnberg dan Ada beberapa faktor yang


Tokyo (generasi pertama) serta ICTY dan melatarbelakangi pembentukan
ICTR (generasi kedua). pengadilan-pengadilan hibrida. Pertama-
tama, kebutuhan pembentukan
Istilah “pengadilan hibrida” pengadilan-pengadilan hibrida pasti
dipergunakan untuk menunjuk pada dilatarbelakangi oleh situasi yang
lembaga-lembaga pengadilan yang memunculkan anggapan bahwa
melibatkan unsur-unsur nasional pengadilan nasional tidak dapat
maupun internasional di dalam berfungsi secara ideal dalam konteks
penyusunan, struktur dan fungsinya penegakan norma-norma hukum pidana
serta dalam penerapan hukum dan internasional. Hal ini logis, mengingat
prosedur pengadilan. 12 Pengadilan bahwa ketika mekanisme hukum
hibrida jelas berbeda dari pengadilan nasional dapat menjalankan fungsinya
nasional, karena secara eksplisit ia secara baik di dalam merespons
mengandung elemen internasional yang kejahatan internasional dalam cakupan
bisa berada pada struktur atau jurisdiksi mereka, pastilah forum
fungsinya. Ia juga berbeda dari penegakan hukum lain seperti
pengadilan-pengadilan internasional pengadilan hibrida tidak diperlukan.
karena ia mengakomodasikan elemen-
elemen hukum atau struktur hukum Seperti sudah dikemukakan, dalam
nasional di dalamnya. Hingga saat ini keadaan tertentu pengadilan nasional
setidaknya ada 6 pengadilan yang dapat tidak dapat diandalkan untuk
digolongkan sebagai pengadilan hibrida, merespons kejahatan internasional
yaitu: secara patut. Ada kalanya pengadilan
nasional mengalami ketidakmampuan
a. The Serious Crimes Panels of the berfungsi ketika ia mengalami
District Court of Dili (Timor Leste). kerusakan struktur dan sistem.
b. War Crimes Chamber in the State Kerusakan struktur dan sistem
Court of Bosnia and Herzegovina), pengadilan nasional dapat terjadi pasca
(Bosnia-Herzegovina). suatu negara dilanda konflik yang
c. “Regulation 64” Panels in the Courts serius. Konflik bersenjata yang
of Kosovo (Kosovo). mengikuti peristiwa pecahnya
d. The Extraordinary Chambers in the (dismemberment) negara Yugoslavia
Courts of Cambodia (Kamboja). pada paruh pertama dekade 1990-an
e. The Special Court for Sierra Leone merupakan salah satu contoh yang
(Sierra Leone). menunjukkan bagaimana struktur
f. Special Tribunal for Lebanon pengadilan nasional tidak dapat lagi
(Lebanon). diandalkan. Demikian juga halnya

12
Kai Ambos dan Mohammed Othman, dikutip dalam Eileen Skinnider, ‘Experiences and Lessons
from “Hybrid” Tribunals: Sierra Leone, East Timor and Cambodia’ (Symposium on the
International Criminal Court, Beijing, Pebruari 2007) 1.
46 REFLEKSI HUKUM [Vol. 10, No. 1

dengan situasi perang saudara di Nurnberg, Mahkamah Militer


Rwanda yang mengakibatkan tidak Internasional Tokyo, ICTY dan ICTR.
dapat berfungsinya pengadilan nasional. Namun, pembentukan mahkamah-
Hal yang sama juga terjadi dengan Sierra mahkamah yang bersifat internasional
Leone dan Timor Leste yang pengadilan tersebut juga membawa konsekuensi-
nasionalnya tidak mampu menjalankan konsekuensi tertentu. Secara praktis,
fungsi sebagaimana mestinya karena pembentukan dan operasionalisasi
keruntuhan struktur dan sistemnya. mahkamah yang bersifat internasional
merupakan sebuah pekerjaan besar
Struktur dan sistem yang masih yang tidak selalu dapat dilakukan
relatif utuh pun tidak selalu menjamin dengan mudah. Tentang ini Cryer
bahwa pengadilan nasional akan mengatakan:
menjalankan fungsi sebagaimana
There are various reasons for avoiding
diharapkan di dalam merespons
resort to a new international tribunal.
kejahatan internasional. Kondisi International institutions like the ICTY
ketidakmauan (unwillingness) ini dapat and the ICTR tend to be large and
terjadi ketika pelaku kejahatan expensive; calls for similar tribunals have
been unsuccessful. Their capacity is
internasional yan harus diproses secara limited to a few cases and they have
hukum di pengadilan nasional adalah hitherto ben located away from the State
figur yang berkuasa, baik secara politik in question for security or other
reasons.13 13
maupun secara militer. Untuk keadaan
seperti ini prosekusi pelaku kejahatan
Selain kesulitan yang bersifat praktis,
internasional oleh pengadilan nasional
pembentukan mahkamah yang bersifat
sebenarnya dimungkinkan, namun
internasional juga dapat memunculkan
pengadilan nasional secara subjektif
kesan bahwa pengadilan nasional tidak
memilih untuk tidak melakukan
dianggap berkepentingan dengan proses
prosekusi karena alasan-alasan tertentu
prosekusi pelaku kejahatan
yang umumnya berkaitan dengan faktor
internasional. Penjatuhan pidana yang
politik.
dilakukan oleh mahkamah pidana yang
bersifat internasional bisa jadi justru
Dalam keadaan di mana sistem
akan dianggap sebagai putusan yang
pengadilan nasional tidak dapat
arbitrer.
diandalkan untuk melakukan
penegakan hukum terhadap pelaku Untuk mengatasi kesulitan-
kejahatan internasional, salah satu kesulitan tersebut, salah satu alternatif
alternatif yang dapat ditempuh untuk lain yang dapat diambil adalah
mencegah terjadinya impunitas adalah membentuk pengadilan hibrida, yang
dengan membentuk pengadilan kriminal menggabungkan aspek-aspek positif
yang bersifat internasional seperti
halnya Mahkamah Militer Internasional

13
Robert Cryer, et.al., Op.Cit. 181.
2016] PENGADILAN HIBRIDA 47

dari pengadilan pidana nasional dan di dalam merespons kejahatan-


pengadilan pidana internasional. Atas kejahatan berat yang terjadi semasa
dasar itu, tujuan utama yang hendak konflik masih berkecamuk. Di satu sisi,
dicapai oleh pengadilan-pengadilan ada kebutuhan untuk mempertahankan
hibrida pada hakikatnya adalah situasi damai yang sudah terwujud. Di
mewujudkan perdamaian dan keadilan sisi yang lain, ada pula kebutuhan
berdasarkan standar hukum untuk mewujudkan keadilan melalui
internasional dengan cara mengakhiri prosekusi terhadap mereka yang
impunitas bagi pelaku kejahatan melakukan kejahatan-kejahatan berat
internasional, melalui keterlibatan semasa terjadi konflik.
komponen-komponen hukum nasional.
Dua kepentingan yang berbeda ini
Tujuan tersebut antara lain tercermin
tidak selalu dapat berjalan beriringan.
secara cukup jelas dalam konsiderans
Kebutuhan untuk menjaga perdamaian
Resolusi Dewan Keamanan PBB No.
pasca-konflik sering kali dapat dipenuhi
1315 (2000) yang memandatkan
hanya dengan mengabaikan keadilan
pembentukan pengadilan hibrida di
dan melupakan pemidanaan terhadap
Sierra Leone, yang pada satu bagian
para pelaku kejahatan erat di masa lalu,
berbunyi:
karena penegakan hukum terhadap
… Recognizing that, in the particular
circumstances of Sierra Leone, a credible
mereka mengandung risiko meletupnya
system of justice and accountability for kembali konflik yang sudah mereda.
the very serious crimes committed there Sebaliknya, pengutamaan keadilan
would end impunity and would contribute
to the process of national reconciliation
melalui penegakan hukum terhadap
and to the restoration and maintenance para pelaku kejahatan berat juga dapat
of peace… mengorbankan kondisi damai yang
barang kali berhasil dicapai dengan cara
Dengan kalimat yang berbeda, Martin-
yang tidak mudah.
Ortega & Herman mengatakan bahwa:
[h]ybrid tribunals fulfil one of the most Situasi yang dikenal dengan istilah
important goals of transitional justice; to “peace – justice dilemma” ini memang
achieve justice after conflict through the
prosecution of the perpetrators of the most tidak menghendaki pendekatan yang
serious violations of human rights. They terlalu kaku dan didominasi oleh salah
also have the potential to interact with satu kepentingan. Situasi seperti ini
peacebuilding activities, particularly the
promotion of rule of law and reform of the memerlukan penanganan komprehensif
judicial sector and the justice system as yang umumnya dikemas dalam upaya-
a whole.14 upaya “peacebuilding”. Dalam kerangka
Memang, khususnya di daerah-daerah inilah, pengadilan hibrida memiliki
yang baru berada dalam masa transisi karakteristik yang kompatibel dengan
pasca-konflik, ada kebutuhan yang unik upaya-upaya peacebuilding karena
beberapa alasan. Pertama, pengadilan

14
Olga Martin-Ortega dan Johanna Herman, ‘Hybrid Tribunals & the Rule of Law: Notes from
Bosnia & Herzegovina & Cambodia’ (2010) 7 JAD-PbP Working Paper Series 6.
48 REFLEKSI HUKUM [Vol. 10, No. 1

hibrida jelas pada dasarnya memberikan Dari sisi latar belakang, beberapa
peran bagi sistem hukum nasional pengadilan hibrida muncul dari situasi
negara untuk ikut andil dalam proses konflik sipil yang disertai oleh
mewujudkan keadilan. Keterlibatan penindasan oleh penguasa, seperti di
komponen sistem hukum nasional Sierra Leone dan Kamboja. Sementara
dalam aktivitas penegakan hukum pada itu, pengadilan hibrida di Bosnia-
gilirannya akan mengembalikan Herzegovina, Kosovo dan Timor Leste
kepercayaan diri dan kewibawaan sistem dilatarbelakangi oleh konflik untuk
hukum nasional yang mengarah pada memerdekakan diri, dan pengadilan
penguatan sistem hukum yang hibrida di Lebanon dibentuk sebagai
bersangkutan. Kedua, dalam situasi respons atas pembunuhan politik yang
transisional pasca-konflik, tidak jarang berpotensi mengganggu keamanan dan
pengadilan nasional terseret ke dalam perdamaian regional.
pusaran politik yang dapat mendistorsi
Selain latar belakang politik yang
fungsi pengadilan selaku pemberi
berbeda-beda, dasar hukum bagi
keadilan (justice dispenser). Ia bisa
pembentukan pengadilan-pengadilan
terdeviasi pada dua kutub pilihan yang
hibrida juga berlainan. Dilihat dari dasar
berbeda, yakni menghukum ringan
hukum pembentukannya, dapat
pelaku kejahatan berat (atau bahkan
diidentifikasi adanya tiga kategori
membebaskan tersangka pelaku), atau
pengadilan hibrida, yaitu pengadilan
sebaliknya, ia juga bisa berubah menjadi
hibrida yang dibentuk berdasarkan
ajang balas dendam terhadap mereka
perjanjian antara PBB dengan negara,
yang pernah melakukan kejahatan berat
pengadilan hibrida yang dibentuk oleh
semasa konflik. Dalam dua situasi ini
PBB atau pemerintahan internasional
objektivitas pengadilan lah yang menjadi
(international administration) di suatu
isu sentral. Namun, objektivitas
negara, dan pengadilan hibrida yang
pengadilan akan lebih dapat dijaga
dibentuk oleh suatu negara namun
manakala ada komponen internasional
mendapatkan dukungan internasional.
yang turut terlibat dalam proses
penegakan hukum dalam wujud Pengadilan H ibrida yang D ibentuk
pengadilan hibrida. B erdasarkan P erjanjian antara PBB
dengan Negara
Pola-pola Pembentukan Pengadilan
Hibrida Salah satu dasar hukum
Meskipun pada intinya dalam setiap pembentukan pengadilan hibrida adalah
pengadilan hibrida dapat ditemukan perjanjian antara PBB dengan negara
campuran antara elemen sistem tertentu. Ada tiga pengadilan hibrida
pengadilan nasional dan elemen sistem yang dibentuk dengan dasar perjanjian
pengadilan internasional, latar belakang internasional semacam ini, yaitu the
dan dasar hukum pembentukan Extraordinary Chambers in the Courts of
pengadilan-pengadilan hibrida berbeda. Cambodia, Special Court for Sierra Leone,
dan Special Tribunal for Lebanon.
2016] PENGADILAN HIBRIDA 49

The Extraordinary Chambers in the Special Court for Sierra Leone


Courts of Cambodia dibentuk dibentuk untuk merespons pelanggaran
berdasarkan perjanjian antara HAM berat dan kejahatan internasional
pemerintah Kerajaan Kamboja dengan yang terjadi di Sierre Leone (Afrika Barat)
PBB pada tanggal 6 Juni 2003. sejak awal dekade 1990-an. Ketika itu,
Kesepakatan itu merupakan ujung dari Sierra Leone dilanda perang saudara
proses panjang yang dimulai pada tahun ketika pemberontak Revolutionary United
1997 ketika Perdana Menteri Bersama Front (RUF) yang antipemerintah masuk
Kamboja mengirimkan surat kepada ke Sierra Leone dari negara tetangganya,
Sekjen PBB untuk meminta bantuan di Liberia. Pelanggaran-pelanggaran serius
dalam membentuk sebuah pengadilan dilakukan oleh pihak-pihak yang
yang untuk mengadili pemimpin- bertikai, namun salah satu karakteristik
pemimpin Khmer Merah yang dianggap yang menonjol dari perang saudara di
bertanggungjawab atas berbagai Sierra Leone ini adalah maraknya
kekejaman yang dilakukan selama penggunaan tentara anak-anak dan
Khmer Merah memegang kekuasaan di tindakan mutilasi terhadap penduduk
negara itu antara 1975-1979. Pada sipil. Perang saudara itu sendiri
bulan Maret tahun 2006, Sekjen PBB dinyatakan resmi berakhir pada tahun
menunjuk 7 orang hakim untuk 2002 setelah Inggris dan pasukan PBB
menjalankan fungsi mengadili pucuk melakukan intervensi.
pimpinan tertinggi rezim Khmer Merah.
Pada tanggal 12 Juni tahun 2000,
Dua bulan berikutnya pemerintah
Presiden Sierra Leone, Ahmad Tejan
Kamboja memberitahukan bahwa
Kabbah bersurat kepada Sekjen PBB
lembaga judisial negara itu telah
saat itu, Kofi Annan, untuk meminta
menyetujui penunjukan 30 hakim
agar masyarakat internasional
Kamboja dan hakim PBB untuk yang
membantu mengadili mereka yang
kemudian diambil sumpahnya pada
disangka melakukan berbagai
bulan Juli 2006.
kekejaman selama berlangsungnya
Hingga kini the Extraordinary perang saudara di Liberia. Sebagai
Chambers in the Courts of Cambodia tindak lanjut dari proses tersebut, pada
telah memeriksa dan mengadili lima bulan Agustus tahun 2000 Dewan
petinggi Khmer Merah yang didakwa Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi
melakukan berbagai kejahatan No. 1315 (2000) yang antara lain
internasional (genosida, kejahatan memberikan mandat kepada Sekjen PBB
terhadap kemanusiaan dan kejahatan untuk memulai pembicaraan tentang
perang) dan juga tindak pidana pembentukan pengadilan khusus guna
berdasarkan hukum Kamboja, yaitu menangani kejahatan internasional di
Kang Kek Iew, Nuon Chea, Khieu Sierra Leone khususnya yang berupa
Shampan, Ieng Sary dan Ieng Thirith. kejahatan kemanusiaan, kejahatan
perang dan pelanggaran berat terhadap
hukum humaniter internasional dan
50 REFLEKSI HUKUM [Vol. 10, No. 1

juga kejahatan lain di bawah hukum khusus untuk Lebanon ini dibentuk
Sierra Leone, yang dilakukan di wilayah dengan cara yang hampir sama dengan
Sierra Leone.15 pengadilan hibrida di Sierra Leone dan
Kamboja, perlu dikemukakan bahwa ia
Pada tanggal 16 Januari 2002,
tidak memiliki jurisdiksi atas kejahatan
Sekjen PBB dan pemerintah Sierra Leone
internasional (international crimes),
menandatangani perjanjian
melainkan hanya memiliki jurisdiksi
pembentukan pengadilan khusus untuk
yang terfokus pada peristiwa
Sierra Leone. Oleh Sekjen PBB Special
pembunuhan Hariri dan peristiwa
Court for Sierra Leone itu disebut sebagai
serupa yang berkaitan. Oleh karena itu,
“a treaty-based sui generis court of mixed
pengadilan hibrida Lebanon ini tidak
jurisdiction and composition.”16 Sesuai
terlalu relevan dengan pembahasan
dengan sistem ketatanegaraan Sierra
tentang penegakan hukum pidana
Leone, negara itu kemudian meratifikasi
internasional.
perjanjian internasional tersebut dan
Special Court for Sierra Leone mulai Pengadilan Hibrida yang Dibentuk oleh
beroperasi sejak Juli 2002. PBB atau Pemerintahan Internasional
(International Administration)
Pada tanggal 14 Pebruari 2005 Rafiq
Hariri, Perdana menteri Lebanon saat Selain dibentuk berdasarkan
itu, tewas terbunuh. Terhadap peristiwa perjanjian internasional antara PBB
tersebut Dewan Keamanan PBB dengan negara, pengadilan hibrida juga
membentuk sebuah komisi untuk dapat dibentuk tanpa terlalu banyak
membantu pemerintah Lebanon melibatkan negara di mana pengadilan
mengusut pembunuhan tersebut, hibrida tersebut relevan. Langkah ini
termasuk mengungkap dugaan ditempuh mengingat bahwa negara yang
keterlibatan Syria, negara tetangga bersangkutan mengalami konflik yang
Lebanon. Lebanon kemudian memohon sedemikian parah, sehingga
agar dientuk pengadilan internasional, memerlukan kehadiran organ
dan Sekjen PBB ditugasi oleh Dewan internasional untuk menjalankan fungsi
Keamanan untuk berunding dengan pemerintahan sementara. Hal ini
Lebanon tentang kemungkinan misalnya terjadi di Kosovo, Timor Leste
pembentukan sebuah pengadilan yang dan Bosnia-Herzegovina.
memiliki sifat internasional. Sekjen PBB Kosovo adalah nama sebuah daerah
kemudian menyiapkan sebuah otonom yang berada di bawah Republik
rancangan naskah perjanjian Serbia, salah satu negara bagian
pembentukan pengadilan sebagaimana Republik Federasi Yugoslavia. Meski
dimaksud, yang dilengkapi dengan berada di bawah Republik Serbia,
statutanya. Meskipun pengadilan mayoritas etnis di Kosovo adalah Albania

15
UN Security Council No.S/RES/1315 (2000), butir 1 & 2.
16
UN Secretary General Report on the Establishment of a Special Court for Sierra Leone, UN Doc.
S/2000/915 (4 Oktober 2000) par. 9.
2016] PENGADILAN HIBRIDA 51

(sekitar 90%). Ketegangan etnis, Karakteristik konflik di Kosovo dianggap


khususnya antara etnis Albania yang berbeda dari wilayah lain di bekas
dimotori oleh Kosovo Liberation Army Yugoslavia, sehingga tujuan yang
(KLA) dan pihak Yugoslavia beberapa hendak dicapai melalui penegakan
kali terjadi di wilayah ini, termasuk hukum pun tidak sama dengan yang
ketika Perang Kosovo meletus pada diharapkan dari ICTY.
tahun 1998. Setelah NATO melancarkan
Kebutuhan utama di Kosovo bukan
intervensi kemanusiaan mengikuti
semata-mata penegakan hukum yang
kegagalan perundingan dengan pihak
tegas terhadap pelaku kejahatan
Yugoslavia, perang di Kosovo dapat
internasional, melainkan lebih
dihentikan dan pihak Yugoslavia
diarahkan pada terwujudnya hubungan
menyerahkan pemerintahan di Kosovo
damai di antara beragai kelompok yang
kepada PBB sampai status yang definitif
bertikai, dan juga untuk mengupayakan
disepakati. Berdasarkan Resolusi Dewan
penegakan hukum yang lebih luas
Keamanan PBB No. 1244 (1999), PBB
cakupannya, tidak terbatas pada
diberi kewenangan untuk
kejahatan internasional sebagaimana
menyelenggarakan pemerintahan
dicakup oleh ICTY.17
sementara (interim administration) di
Kosovo. Untuk itu, PBB kemudian Pada awalnya yang digagas
membentuk UNMIK (United Nations adalah pembentukan sebuah pengadilan
Interim Administration Mission in Kosovo) khusus yang diberi sebutan Kosovo War
dengan fungsi menjalankan kekuasaan and Ethnic Crimes Court yang berisi
eksekutif, legislatif dan juga kewenangan hakim-hakim internasional dan
untuk menyelenggarakan peradilan. nasional. Namun, belakangan inisiatif
Pada saat UNMIK mulai menjalankan ini dianggap terlampau mahal dan
mandatnya di Kosovo, wilayah tersebut sensitif secara politik, sehingga akhirnya
mengalami kehancuran infrastruktur tidak direalisasikan. Sebagai gantinya,
dan masih dibayang-bayangi ketegangan dibentuk sebuah pengadilan khusus
antar etnik. Selain itu, Kosovo juga tidak yang diintegrasikan dalam sistem
memiliki tenaga legal yang memadai pengadilan biasa dengan komponen
untuk menjalankan administrasi hakim dan penuntut internasional
peradilan. untuk menjaga ojektivitas pengadilan.
Pengadilan khusus yang terintegrasi
Di sisi lain, sepanjang berkaitan
dengan pengadilan biasa itu dikenal
dengan kejahatan internasional, pada
dengan nama “Regulation 64 Panels”,
saat itu juga sudah ada ICTY, yang
menunjuk pada instrumen hukum yang
wilayah jurisdiksinya juga menjangkau
mendasari pembentukannya.
Kosovo. Namun, prioritas penegakan
hukum di Kosovo tampaknya berbeda
dari fungsi yang diemban ICTY.

17
Robert Cryer, et.al., Op.Cit. 189.
52 REFLEKSI HUKUM [Vol. 10, No. 1

Pada bulan Pebruari 2008, Republik jurisdiksi Serious Crimes Panels adalah:
Kosovo menyatakan kemerdekaan, dan (a) Genosida; (b) Kejahatan Perang; (c)
sebagian fungsi UNMIK kemudian Kejahatan terhadap Kemanusiaan; (d)
digantikan oleh institusi bentukan Uni Pembunuhan; (e) Kejahatan Seksual;
Eropa, yaitu Eulex. Hampir sama dan (f) Penyiksaan.18
seperti pengadilan hibrida Kosovo,
Sama seperti di Kosovo, di dalam
pengadilan hibrida di Timor Leste juga
Serious Crimes Panels terdapat hakim
dibentuk oleh administrasi sementara
nasional dan hakim internasional.
PBB pasca negara itu memilih
Menurut ketentuan Bagian 22 paragraf
memerdekakan diri dari Indonesia.
22.1, majelis dalam Serious Crimes
Referendum yang menunjukkan
Panels terdiri dari 3 hakim dengan
kehendak mayoritas rakyat Timor Leste
komposisi 2 hakim merupakan hakim
(saat itu masih bernama Timor Timur)
internasional dan 1 hakim merupakan
untuk merdeka segera diikuti oleh
hakim nasional. Komposisi yang sama
kerusuhan yang melibatkan milisi
juga berlaku untuk tingkat banding.
antikemerdekaan. Kondisi itu memaksa
Dewan Keamanan PBB mengambil Pengadilan hibrida lain yang dasar
langkah interventif melalui pengiriman pembentukannya mirip dengan
pasukan Interfet (International Force for pengadilan hibrida di Kosovo dan Timor
East Timor). Untuk menyelenggarakan Leste adalah War Crimes Chamber in the
pemerintahan sementara di Timor Leste, State Court of Bosnia & Herzegovina.
PBB membentuk UN Transitional Sama seperti Kosovo, wilayah Bosnia-
Administration in East Timor (UNTAET) Herzegovina sebenarnya secara teritorial
dengan mandat yang hampir sama dicakup juga oleh jurisdiksi ICTY.
dengan UNMIK di Kosovo. Untuk Namun, dipahami bahwa ICTY terutama
menjalankan fungsi pengadilan, dibentuk dalam situasi genting dan lebih
khususnya terhadap kasus-kasus difokuskan pada prosekusi terhadap
kejahatan serius yang terjadi pada tahun tokoh-tokoh kunci dalam konflik
1999, UNTAET membentuk the Serious Yugoslavia. Dengan demikian, di luar
Crimes Panels of the District Court of Dili ICTY masih terdapat banyak pelaku
berdasarkan UNTAET Regulation No. kejahatan internasional yang belum
2000/15 on the Establishment of Panels terjangkau oleh hukum. Oleh karena itu,
with Exclusive Jurisdiction over Serious untuk membantu fungsi ICTY, sebuah
Criminal Offences. Menurut Regulation pengadilan hibrida kemudian dibentuk
No. 2000/15, kejahatan yang menjadi di Bosnia-Herzegovina.19 Sama seperti di

18
UNTAET Regulation No. 2000/15, Section 1 paragraf 1.3.
19
Pembentukan War Crimes Chamber juga didorong oleh kebutuhan ICTY yang dibatasi oleh
tenggat waktu yang diberikan oleh Dewan Keamanan PBB untuk menyelesaikan tugasnya,
sehingga transfer perkara kepada War Crimes Chamber dianggap sebagai salah satu solusi
seraya memperkuat kapasitas pengadilan nasional Bosnia-Herzegovina untuk mengadili
kejahatan internasional dengan standar internasional pula. Lihat Bogdan Ivaniševiæ, ‘The War
Crimes Chamber in Bosnia and Herzegovina: From Hybrid to Domestic Court’ (International
Center for Transitional Justice 2008) 6.
2016] PENGADILAN HIBRIDA 53

Kosovo dan Timor Leste, pengadilan tidak didapati dalam pengadilan/


hibrida ini juga diintegrasikan ke dalam mahkamah yang murni bersifat
pengadilan reguler Bosnia-Herzegovina internasional, yaitu ketergantungan
dengan nama War Crimes Chamber. pada kehendak negara di mana
Pengadilan hibrida ini secara formal pengadilan hibrida akan dibentuk.
mulai beroperasi sejak tanggal 9 Maret Pengadilan hibrida tidak akan mungkin
2005. dibentuk tanpa kehendak dan
kerjasama negara terkait.
Pengadilan Hibrida yang Dibentuk oleh
Suatu Negara namun Mendapatkan PENUTUP
Dukungan Internasional
Berdasarkan uraian di atas, dapat
Selain kedua kategori yang telah dikatakan bahwa secara umum
diuraikan, ada pula kategori pengadilan pengadilan hibrida bisa menjadi
hibrida yang sebenarnya dibentuk oleh alternatif penanganan kejahatan
suatu negara, kemudian mendapatkan internasional, karena ia
asistensi dari masyarakat internasional. mengakomodasikan dua kepentingan
Namun, karena dibentuk oleh suatu yang berbeda, yakni kepentingan
negara, karakter hibridanyapun jauh domestik dan kepentingan internasional.
lebih terbatas jika dibandingkan dengan Komponen internasional yang ada di
dua kategori yang telah dibahas. dalam pengadilan hibrida dapat
Pengadilan yang masuk dalam kategori diharapkan mampu mengurangi beban
ini adalah War Crimes Chamber pada pengadilan nasional, baik beban historis
Pengadilan Distrik Beograd, Serbia. War maupun beban politis, sehingga
Crimes Chamber yang menjadi satu komponen pengadilan hibrida dapat
dengan Pengadilan Distrik Beograd ini menjalankan fungsi secara lebih baik
didirikan pada tahun 2003 dengan sebagaimana diharapkan.
jurisdiksi mengadili kejahatan-
Secara umum ada tiga pola yang
kejahatan yang terjadi di bekas wilayah
diterapkan dalam pembentukan
Yugoslavia. Pengadilan ini mulai
pengadilan-pengadilan hibrida, yaitu
berfungsi pada bulan Maret 2004.
pengadilan hibrida yang dibentuk
Kontribusi internasional dari pengadilan
berdasarkan perjanjian antara PBB
ini hanya terbatas pada dukungan yang
dengan negara, pengadilan hibrida yang
diberikan oleh Amerika Serikat dan
dibentuk oleh PBB atau pemerintahan
ICTY.
internasional (international
Manapun pola yang diterapkan, administration) dan pengadilan hibrida
pada hakikatnya pengadilan hibrida yang dibentuk oleh suatu negara namun
merupakan gabungan antara komponen mendapatkan dukungan internasional.
domestik pengadilan suatu negara Dengan melihat pola-pola pembentukan
dengan komponen internasional. Kondisi pengadilan hibrida tersebut, tampak
ini membuat pengadilan hibrida bahwa kehendak dan kerjasama dari
terpapar pada satu kelemahan yang negara di mana sebuah pengadilan
54 REFLEKSI HUKUM [Vol. 10, No. 1

hibrida hendak dibentuk tetap Herzegovina & Cambodia’ (2010) 7


merupakan komponen yang sangat JAD-PbP Working Paper Series 6.
penting. Tanpa itu, mustahil sebuah
pengadilan hibrida dapat terwujud. Möller, Christina, ‘Gerhard Werle:
Völkerstrafrecht (International
Criminal Law): Book Review,’ (2004)
5 German Law Journal 425.

DAFTAR BACAAN
Rikhof, Joseph, ‘Fewer Places to Hide?
The Impact of Domestic War Crimes
Buku
Prosecutions on International
Cryer, Robert, et.al., An Introduction to Impunity’ unpublished paper, ttp.,
International Criminal Law and tth.
Procedure (Cambridge University
Seminar
Press 2010).

Skinnider, Eileen, ‘Experiences and


Ivaniševiæ, Bogdan, ‘The War Crimes
Lessons from “Hybrid” Tribunals:
Chamber in Bosnia and Herzegovina:
Sierra Leone, East Timor and
From Hybrid to Domestic Court’
Cambodia’ (Symposium on the
(International Center for Transitional
International Criminal Court,
Justice 2008).
Beijing, Pebruari 2007).
Jurnal dan Kertas Kerja

American Society of International Law –


ASIL, ‘Genocide and War Crimes in
National Courts: the Conviction of
Rios Montt in Guatemala and its
Aftermath’ (2013) 17 Insight.

Doyle, Kate, ‘Justice in Guatemala’


(2012) 45 NACLA Report on the
Americas 37.

Öberg, Marko Divac, ‘The absorption of


grave breaches into war crimes law’
(2009) 91 International Review of the
Red Cross 163.

Martin-Ortega, Olga, dan Johanna


Herman, ‘Hybrid Tribunals & the
Rule of Law: Notes from Bosnia &

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai