Anda di halaman 1dari 3

MODUL 2

Kegiatan belajar 1: Perjanjian Internasional dan Proses Pembuatannya


Perjanjian Internasional sebagai sumber formal hukum Internasional dapat
diklasifikasikan menjadi 2 kategori:
1. Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat
2. Berdasarkan sifat mengikat perjanjian tersebut
Law making treaty adalah perkanjian yang akibat-akibatnya menjadi dasar ketentuan
atau kaidah hukum Internasional .Contoh Konvensi Hukum Laut,Konvensi Wina
(Hubungan diplomatik),Konvensi Jenewa (Perlindungan korban perang).
Perjanjian internasional dibuat melalui 3 proses yaitu:
1. Perundingan
2. Penandatanganan
3. Pengesahan/ratification
Sesuai Undang-undang No.10 tahun 2004,tentang pembentukan Peraturan
Perundang-undangan dalam pasal 8,yang meliputi:
1. Hak-hak asasi manusia
2. Hak dan kewajiban warga negara
3. Pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta  pembagian kekuasaan
negara
4. Wilayah negara pembagian  daerah
5. kewarganegaraan dan kependudukan
6. Keuangan negara
Dalam memahami berlakunya hukum internasional terdapat 2 teori:
1.        Teori Voluntarisme, yang mendasarkan berlakunya hukum internasional pada
kemauan negara. Memandang hukum nasional dan hukum internasional sebagai 2
perangkat hukum yang berbeda, saling berdampingan dan terpisah
2.        Teori objektivis, yang menganggap berlakunya hukum internasional lepas dari
kemauan negara, menganggap bahwa hukum nasional dan hukum internasional
sebagai 2 perangkat hukum dalam satu kesatuan perangkat hukum.
Proses pembentukan perjanjian Internasinal menempuh berbagai tahapan dalam
pembentukan perjanjian internasional, sbb :
1)Penjajakan, 2)Perundingan, 3)Perumusan, 4)Penerimaan, 5)Penandatanganan.
Kewenangan untuk membuat perjanjian internasional seperti tertuang dalam Pasal
11 UUD 1945,menyatakan bahwa Presiden mempunyai kewenangan untuk
membuat perjanjian internasional dengan persetujuan DPR.
Hal ini kemudian menjadi alasan perlunya perjanjian Internasional diatur dalam UU
No 24 Tahun 2000 yang isinya :
1. Ketentuan umum
2. Pembuatan perjanjian internasional
3. Pengesahan perjanjian internasional
4. Memberlakukan Perjanjian internasional
5. Penyimpangan Perjanjian Internasional
6. Pengakhiran Perjanjian Internasional
7. Ketentuan peralihan
8. Ketentuan penutup                                                   
Dalam pengesahan perjanjian internasional terbagi dalam 4 kategori, sbb :
1.        Ratifikasi : apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional
turut menandatangani naskah perjanjian internasional
2.        Akses (Accesion) : apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian
internasional tidak turut menandatangani naskah perjanjian
3.        Penerimaan / penyetujuan : pernyataan menerima /menyetujui dari negara-
negara pihak pada suatu perjanjian internasional atas perubahan perjanjian
internasional tersebut.
4.        Selain itu juga ada perjanjian-perjanjian internasional yang sifatnya swelt-
executing (langsung berlaku pada saat penandatanganan)
Pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui UU apabila berkenaan
dengan:
1. masalah politik,perdamaian ,pertahanan,dan keamanan negeri
2. perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara
3. Kedaulatan atau hak berdaulat negara
4. HAM dan lingkungan hidup
5. Pembentukan kaidah hukum baru
6. Pinjaman/hibah negeri
Kegiatan Belajar 2
Individu Sebagai Subjek Hukum Internasional Dan Hakikat Kedaulatan Negara
Dalam Masyarakat
Untuk memahami subjek hukum Internasional dapat dilakukan analisis dari 2 sisi
yakni sisi teoritis dan sisi praktis:
1.        sisi teoritis
Pandangan pertama, menyatakan subjek hukum  internasional hanyalah  negara.
Pandangan bertolak dari teori transformasi, yang menyatakan bahwa perjanjian
internasional hanya berlaku dalam  wilayah suatu negara yang menjadi pesertanya
setelah diundangkanya undang-undang pelaksanaanya (implementing legislation).
Pandangan kedua menyatakan bahwa individu adalah subjek hukum internasional
yang sesungguhnya (Hans kelsen).
Lebih jauh Kusumaatmadja mengungkapkan terdapat beberapa subjek hukum
Internasional yang memperoleh kedudukannya berdasarkan hukum internasional
yang memperoleh kedudukan yang berdasarkan hukum kebiasaan internasional
karena perkembangan sejarah. Kedalamannya termasuk negara tahta suci, palang
merah internasional, organisasi internasional, orang per orang, serta pemberontak  2
pihak dalam sengketa (belligerent).
Pengakuan individu sebagai subjek hukum internasional mengalami perkembangan
cukup pesat sejak berakhirnya Perang dunia II, hal ini bisa ditelusuri dalam contoh2
kasus :
1.        Dalam Perjanjian Versailes sudah terdapat pasal2 yang memungkinkan orang per
orang mengajukan perkara ke Mahkamah Internasional.
2.        Dalam keputusan Mahkamah Internasional Permanen menyangkut Pegawai
kereta api Danzig atau dikenal Danzig Railway Official’s Case.
3.        Tuntutan terhadap pimpinan perang Jerman dan jepang sebagai orang per orang
yang melakukan kejahatan terhadap perdamaian, kejahatan thd perikemanusiaan,
dan kejahatan perang.
4.        Konvensi tentang pembunuhan massal manusia.
Perkembangan mutakhir dalam hal kedudukan individu sebagai subjek  hukum
internasional, khususnya dalam  hal perlindungan HAM terjadi sejak disepakatinya
Protokol Manasuka pada Konvenan Internasional hak-hak Sipil dan politik tanggal 23
Maret 1976.
Makna kedaulatan dalam konteks hubungan antar negara menjadi semakin penting
setelah ditanda tangani Konferensi Montevideo. Menurut konferensi ini, sebagai 
subjek hukum internasional negara harus memiliki kualifikasi :
1. Penduduk yang tetap
2. wilayah tertentu
3. pemerintah
4. kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain.
Kegiatan belajar 3
Kebiasaan internasional,Prinsip hukum umum dan resolusi majelis Umum
PBB dalam rangka perlindungan Hak asasi Internasional
Menurut pasal 38 ayat 1  Piagam Mahkamah Internasional menyatakan bahwa
dalam mengadili  perkara yang diajukan kepadanya, Mahkamah Internasional akan
mempergunakan:
1.        perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang
mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang
bersengketa.
2.        Kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu  kebiasaan umum yang telah
diterima sebagai hukum
3.        Prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa –bangsa yang beradab
4.        Keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang paling terkemuka dari
berbagai negara sebagai sumber tambahan bagi penetapan kaidah hukum
(Kusumaatmadja)
Untuk menjadi sumber hukum, kebiasaan internasional harus memenuhi 2 unsur :
1.        terdapat kebiasaan yang bersifat umum
2.        Kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum.
Contoh hukum internasional yang timbul melalui proses kebiasaan internasional
adalah penggunaan bendera putih sbg bendera parlementer, maksudnya sbg
bendera yang memberi perlindungan kepada utusan yang dikirim untuk
mengadakan  hubungan dengan musuh. Contoh lain adalah perlakuan terhadap
tawanan perang secara berperikemanusiaan sbg perwujudan dari tindakan yang
memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan.
Perjanjian internasional, kebiasaan, prinsip hukum umum dan keputusan pengadilan
serta pendapat para sarjana terkemuka telah diakui sebagai sumber formal hukum
internasional. Di luar ke 4 sumber ini terdapat keputusan badan atau organisasi
internasional yang karena kekuatan pengaruhnya harus dipertimbangkan dalam
mengkaji sumber-sumber hukum internasional.

Anda mungkin juga menyukai