MODUL 1
PENGERTIAN HUKUM INTERNASIONAL
Kegiatan Belajar 2 : Hukum Internasional dan Perkembangannya serta Sifat dan Hakikat
Hukum Internasional
A. HUKUM INTERNASIONAL DAN PERKEMBANGANNYA
Bermula dari abad 3000SM; Perjanjian yang dibuat Ennatum, Raja Lagosh dengan negara
Kota UMMA di Mesopotamia; disetujui perjanjian tapal batas.
Seribu Tahun Kemudian Perjanjian Ramses II (Mesir) dan Raja Hittites untuk perdmaian dan
persahabatan.
Fransisco de Victoria; relectiones theologieae; menandakan ekspansi hukum internasional
ke sistem yang mendunia.
Fransisco Suarez; De legibus ae dea legistire; Adanya hukum atau kaidah objektif yang
harus dituruti oleh negara dalam menjalin hubungan.
Alberico Gentili; De jure belli; pada masanya maka perang merupakan keadaan normal,
sedangkan damai adalah merupakan keadaan pengecualian.
Persoalan Hukum Internasional menurut Gentili:
1. Persoalan Perang yang adil
2. Persoalan Hukum Perjanjian
3. Persoalan Perwakilan Diplomatik
4. Persoalan Netralitas
5. Persoalan Hukum Laut
6. Persoalan Perwasitan
Hugo Grotius; De jure praedae dan De Jure belli ac pacis; Laut Bebas (open sea).
Richard Zouche; juset judicium feciale, sive jus inter gentes; Manual Hukum Internasional
yang pertama; perbedaan antara hukum damai dan hukum perang.
Pufendorf; De jure naturae et gentium; aliran naturalis.
Cornelius van Bynkershock; Questiones jus publica; praktek hukum maritim dan
perdagangan.
Emerich de Vattel; Le droit des gens; menerima doktrin state of nature
Hukum Internasional modern mengatur negara-negara nasional berdaulat yang timbul di
eropa sebagai masyarakat Internasional; Perjanjian Westphalia dan Revolusi Perancis.
Kekuasaan Napoleon ditentang dengan adanya Holy Alliance (Persekutuan Suci) bertujuan
mengembalikan hegemoni kekuasaan kerajaan-kerajaan eropa.
Holy Alliance ditentang Amerika Serikat dengan Doktrin Monroe :
1. Benua Eropa bukan Jajahan eropa
2. Amerika tidak ikut campur persoalan eropa.
Hukum Internasional ; Hukum eropa dan bersifat kristen.
Perang Dunia I (1914-1918) diakhiri dengan Perjanjian Versailes 1919 dan ditandai
dengan berdirinya Liga Bangsa-Bangsa (League of Nation;LBB) terdiri Majelis Umum
(General Asembly) dan Badan Eksekutif (Executive Council); Kelemahan LBB tidak diikuti
Amerika Serikat.
Tahun 1921 didirikan Permanent Court International Justice (PCIJ)
Sistem Mandat; bekas jajahan musuh akan diurus oleh sekutu untuk kepentingan penduduk
di wilayah tersebut dari pada dianeksasi oleh sekutu.
Perang Dunia II (1939-1945) Melahirkan PBB berkedudukan di New York.
Dalam Sistem PBB didirikan Badan Peradilan Internasional (INternational Court of Justice /
ICJ) yang menggantikan PCIJ.
Tidak memihak Kubu AS dan Kubu Uni Soviet memunculkan Gerakan Non Blok (Non
Alligment) yang sepakat menjalankan politik bebas aktif. Gerakan Non Blok mempunyai 12
Prinsip GNB (Dokumen Brioni) dan 11 Tujuan Pokok.
KAA di Bandung 18 - 24 April 1955 menghasilkan 10 Prinsip (Dasasila Bandung).
Usaha Negara berkembang mendapat pertentangan dari negara Barat / Eropa dengan
Organisasi kerjasama mereka OEEC dan OECD.
Usaha Negara Berekmbang berbuah dengan Sidang Majelis Umum Ke-17 tahun 1962 dengan
Resolusi Majelis Umum Np.1785 (XVII) dibentuk The United Nations Conference on Trade
and Development (UNCTAD). Terbentuknya UNCTAD keberhasilan Grup 77 Negara
Berkembang.
Tahun 1974 MU PBB Membuat Resolusi No, 3201 (XXXIX) dan 3202 (XXXIX) Tentang
Program Orde Ekonomi Baru (New International Economic Order / NIEO).
MODUL 2
DASAR BERLAKUNYA HUKUM INTERNASIONAL
Kelemahan HI adalah bahwa aturan-aturan HI dibuat oleh masyarakat Internasional yang
tidak mempunyai badan-badan yang mempunyai kewenangan untuk memaksakan berlakunya
aturan-aturan perilaku tersebut kepada anggotanya.
Meskipun dimungkinakan adanya Lembaga peradilan arbitrase dan MI, namun kewenangan
kedua lembaga terbatas, karena baru akan berfungsi bilamana negara bertikai menghendaki
(consent) menyerahkan kepada yuridiksi lembaga ini untuk menyelesaikan sengketa mereka
dikenal dengan Voluntary jurisdiction.
Kegiatan Belajar 2 : Teori Hukum Alam (Natural Law), Teori Kehendak Negara, Mazhab
Wina, Aliran Sociological Jurisprudence, Policy Oriented, dan Mazhab Sejarah
Adalah teori-teori yang menunjukan dasar kekuatan mengikat Hukum Internasional.
F. MAZHAB SEJARAH
Von Savigny; Hukum itu tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Tokohnya: Von Savigny, G Puchta.
MODUL 3
HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL
1. Teori Monisme
Hukum merupakan suatu cabang pengetahuan dan bahwa hukum internasional dan Hukm
nasional merupakan satu kesatuan hukum yang sama; an itegral part of the same system.
Persoalannya ada pada perihal sistem hukum yang mana yang akan diutamakan berlakunya,
jika hal demikian terjadi dalam kenyataan, maka menurut paham monisme hukum
internasional yang akan diberlakukan.
Kelsen; berpandangan bahwa sumber utama berlakunya hukum adalah Kaidah Dasar
(Grundnorm) Hukum Internasional.
Hersch Lauterpacht; mengukuhkan juga supremasi dari HI, meskipun didalam lingkungan
nasional; diakuinya dan diberinya individu status sebagai Subjek Hukum Internasional.
Contoh pemberlakuan supremasi hukum internasional atas hukum nasional
adalah; Hukum HAM, Hukum Humaniter Internasional, Berlakunya Konvensi Genosida
1948.
Paham yang beranggapan bahwa dalam hubungan antara hukum nasional dan hukum
internasional yang utama adalah Hukum Nasional (Paham Monisme dengan Primat hukum
nasional).
2. Teori Dualisme
Hukum Nasional dan Hukum Internasional adalah dua sistem hukum yang berbeda.
Trieple; Hukum Internasional mengatur hubungan antara negara dengan negara, sedangkan
hukum nasional mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang perorangan dalam
wilayah suatu negara.
2. Teori Inkorporasi
Aturan- aturan HI menjadi bagian dari hukum Nasional tanpa diperlukan adanya tindakan
hukum lainnya.
Aturan-aturan HI langsung diberlakukan (incorporated) kecuali terdapat ketentuan hukum
nasional yang secara tegas mengatur mengesampingkan berlakunya HI oleh Pengadilan
Nasional.
3. Teori Transformasi
Transformasi atau Pengundangan dalam UU Nasional adalah mutlak diperlukan, yakni antara
lain apabila diperlukan perubahan dalam UU Nasional yang langsung menyangkut Hak
Warga Negara sebagai perseorangan atau apabila ada perubahan dalam ancaman hukuman.
Contohnya Kejahatan Penerbangan (hijacking) dan Kejahatan terhadap sarana penerbangan.
E. PRAKTIK DI BELANDA
Semua ketentuan hukum nasional, bahkan ketentuan konstitusi, akan dikesampingkan jika
bertentangan dengan ketentuan perjanjian internasional atau bertentangan dengan keputusan
organisasi internasional yang mengikat semua bangsa.
F. PRAKTIK DI RUSIA
Prinsip-prinsip dan norma -norma hukum internasional dan perjanjian internasional federasi
Rusia yang secara umum telah diakui, merupakan bagian dari sistem hukumnya.
Pengesahan Perjanjian Internasional untuk negara mengikatkan diri pada perjanjian tersebut
terdiri dari:
1. Ratifikasi (ratification); negara yang mengesahkan perjanjian turut menandatangani
naskah perjanjian.
2. Aksessi (Accession); negara yang mengesahkan perjanjian tidak turut menandatangani
naskah perjanjian
3. Penerimaan (acceptance) dan penyetujuan (approval) adalah pernyataan menerima dan
menyetujui dari negara-negara pihak pada suatu perjanjian internasional atas perubahan
perjanjian internasional tersebut.
MODUL 4
SUMBER HUKUM INTERNASIONAL
PERJANJIAN INTERNASIONAL
Perjanjian Internasional merupakan Kesepakatan Antara Subjek Hukum Internasional untuk
menimbulkan Ketentuan-Ketentuan hukum yang mengikat untuk ditaati oleh para peserta
perjanjian. Atau dengan kata lain Perjanjian Internasional adalah Perjanjian yang dibuat antar
anggota masyarakat internasional untuk mencapai tujuan tertentu.
PERJANJIAN INTERNASIONAL
Pengertian Perjanjian Internasional
Sebagai Sumber Hukum Perjanjian Internasional norma-norma hukum perjanjian
internasional telah dikodifikasi dalam Konvensi Wina tahun 1969 Tentang Hukum
Perjanjian Internasional (Vienna Convention on The Law of The Treaties) pada tanggal 23
Mei 1969).
Konvensi Wina 1969 mulai berlaku (entered into force) pada tanggal 27 Jnauari 1980.
Konvensi Wina1969 hanya mengatur perjanjian yang dibuat antar negara.
Konvensi Wina 1986 mengatur lebih jauh yaitu perjanjian atara negara dengan organisasi
internasional serta antar sesama organisasi internasional.
Dari Istilah-istilah perjanjian Internasional dalam prakteknya terbagi menjadi perjanjian yang
penting menggunakan istilah traktat (treaty), dan yang bersifat perjanjian eksekutif
menggunakan agreement.
Perjanjian Internasional digolongkan dalam “treaty contact” dan “Law making treaty”.
Treaty Contact adalah perjanjian yang hanya memberikan hak-hak dan kewajiban kepada
pihak peserta perjanjian.
Law Making Treaty adalah perjanjian yang menentukan kaidah-kaidah hukum yang berlaku
bagi masyarakat internasional secara keselutuhan.
3. Kecurangan (fraud)
4. Kelicikan yang dilakukan oleh wakil negara (corruption)
5. Paksaan yang dilakukan oleh wakil negara (Coercion)
6. Perjanjian yang bertentangan dengan Jus Cogen.
Akibat Tidak Sahnya Suatu Perjanjian
Pihak yang menyatakan bahwa perjanjian tidak sah harus dengan pemberitahuan pada pihak
peserta perjanjian lainnya dan memberikan jangka waktu untuk memberikan keberatan
sebelum mengambil tindakan.
KEBIASAAN INTERNASIONAL
Pengertian Hukum Kebiasaan Internasional dan Kebiasaan Internasional
Dalam Pasal 38(1) Statuta Mahkamah Internasional ; Kebiasaan-kebiasaan internasional
sebagai terbukti telah merupakan praktik-praktik umum yang diterima sebagai hukum.
Ian Brownlie dengan menunjuk pada United Nations Legislative Series pedoman bekerjanya
ILC; Elemen dari Hukum kebiasaan adalah :
1. Duration (Periode Waktu), Dari Praktek menunjukan adanya konsistensi dan secara umum
membuktikan tidak ada persyaratan mengenai periode waktu yang dibutuhkan.
2. Uniformity, Consistency of The Practice (Uniformitas, praktik yang konsisten)
Uniformalitas secara lengkap tidak diperlukan, tetapi substansi adanya uniformalitas
diperlukan.
3. Merupakan Praktik Umum (Generality of The Practice), Aspek ini adalah komplemen dari
unsur konsistensi.
4. Opinio Juris et necessitatis; adalah adanya praktik yang diakui sebagai kewajiban. Unsur ini
disebut juga unsur psikologis.
Hukum Kebiasaan Internasional yang Instan (Instant Customary Internasional Law)
Permasalahan yang dilihat adalah ada atau tidak adanya kategori dari “dirrito spontaneo” atau
“instan customory law” atau Hukum Kebiasaan Internasional yang instant seperti yang
disampaikan Roberto Ago dan Bin Cheng yang menolak adanya praktik negara-negara dan
hukum kebiasaan internasional cukup adanya opinio juris sebagai elemen constitutif.
SUMBER HUKUM TAMBAHAN
KEPUTUSAN PENGADILAN
Bahwa banyak Keputusan Pengadilan atau Badan arbitrase telah menunjukan adanya Hukum
Kebiasaan Internasional, juga dapat dikatakan bahwa ada kemungkinan hakim dapat juga
membentuk hukum. Sebagai contoh keputusan-Keputusan ICJ banyak memberikan inovasi
pada perkembangan hukum internasional dan yang telah diterima oleh masyarakat
internasional.
Soft Law adalah peristilahan yang dipakai pada perjanjian internasional yang belum mengikat
para pihak secara hukum, tetapi para pihak berharap menguji ketentuan tertentu atau prinsip-
prinsip hukum tertentu sebelum diberlakukan.
MODUL 5
SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
Konvensi Montevideo (1933) sebagai Subjek Hukum Internasional negara harus memenuhi
syarat:
1. Penduduk yang tetap
2. wilayah yang tetap
3. pemerintahan
4. kemampuan untuk mengadakan HI.
B. KEDAULATAN NEGARA
1. Prinsip persamaan kedaulatan (Sovereign Equality)
a. Konsep Persamaan Keadulatan
Deklarasi Majelis Umum PBB tahun 1970; Deklarasi Prinsip-Prinsip HI sehubungan
dengan Hubungan Persahabatan dan Kerja sama antara negara-negara dalam
kaitannya dengan PBB: Dinyatakan Prinsip bahwa semua negara menikmati persamaan
derajat/kesetaraan kedaulatan. Oleh karenanya mempunyai Hak dan Kewajiban yang sama
sebagai anggota dari suatu masyarakat internasional, tanpa memperhatikan sistem ekonomi,
politik, sosial, dsb.
b. Arti Persamaan Kedaulatan dari Segi Hukum (The Legal Contens of equality)
Menurut Komite Khusus PBB untuk Prinsip-prinsip HI sehubungan dengan Hubungan Damai
dan Kerja sama antara negara-negara (The United Nation special Committe on principles of
International Law Concerning Peaceful Relations and Cooperation among states) tahun 1964
telah dicapai kesepakatan: Setiap negara berdaulat menikmati persamaan kedaulatansebagai
subjek hukum internasional.
c. Prinsip Persamaan Kedaulatan dihubungkan dengan prinsip suara terbanyak (majority
vote) di Organisasi Internasional.
Setiap anggota Majelis Umum mempunyai satu suara dan Keputusan Majelis Umum diputus
dengan suara mayoritas dua pertiga dari anggota yang hadir dan memberikan suaranya.
C. MACAM-MACAM NEGARA
1. Negara Kesatuan
Negara dimana pemerintah pusat memegang kekuasaan tertinggi dan wewenang untuk
mengadakan hubungan luar negeri berada di pemerintah pusat.
2. Negara Federal
Negara dimana ada pemerintah pusat dan pemerintahan negara bagian.
1. Negara Konfederasi
Gabungan dari negara-negara dengan Perjanjian internasional dimana pemerintah pusatnya
diberikan wewenang tertentu.
2. Negara Netral
Negara yang kemerdekaan, politik dan integritas wilayahnya dijamin secara permanen oleh
suatu perjanjian bersama negara-negara besar dan negara ini tidak akan berperang dengan
negara lain kecuali untuk bela diri dan tak akan mengadakan perjanjian aliansi yang
memungkinkan menimbulkan perang.
2. Yurisdiksi Teritorial
Yuridiksi yang didasarkan pada wilayah; wilayah meliputi wilayah darat, wilayah laut
teritorial, contiquous zone, continental shelf, ZEE, Pelabuhan.
4. Kapal Perang atau Kapal Pemerintah yang dipergunakan untuk kepentingan non
komersil
Kapal tersebut menikmati kekebalan terhadap negara lain dan harus menghormati peraturan-
peraturan negara pantai.
5. Pelabuhan
Negara mempunyai yuridiksi mutlak atas pelabuhan, setiap kapal yang akan masuk suatu
pelabuhan negara harus mendapat izin dari negara pantai.
8. Yurisdiksi Personal
Terbagi dua; Yurisdiksi berdasarkan Kewarganegaraan dan Yurisdiksi terhadap orang asing.
D. INDIVIDU
Kelsen; Hak dan Kewajiban Negara pada akhirnya Individu yang merupakan rakyat dari
negara tersebut yang akan melaksanakan Kewajiban tersebut.
MODUL 6
WILAYAH NEGARA
Suatu Negara memperoleh hak atas wilayah dengan cara-cara:
a. Pendudukan (occuption) terhadap terra nullus
b. Preskripsi (prescription)
c. Akresi (accretion)
d. Cessi (cession)
e. Penaklukan (conquest)
Bagi Negara baru perolehan wilayah didapat melalui pelaksanaan hak penentuan nasib
sendiri (right to self-determination)
Kegiatan Belajar 1 : Wilayah Darat
A. PENDUDUKAN (OCCUPATION)
Oppenheim; pendudukan (occuption) merupakan tindakan perolehan oleh suatu negara atas
suatu wilayah.
Wilayah yang diperoleh denagn okupsi, harus merupakan wilayah yang res nullus yaitu
wilayah yang tidak diduduki oleh suatu negara atau bangsa yang mempunyai kedaulatan atas
wilayah tersebut sebelumnya.
B. PRESKRIPSI (PRESCRIPTION)
Mengakuisisi wilayah oleh pihak lain yang berlangsung secara damai dan berlangsung dalam
waktu yang lama.
Hak atas wilayah melalui preskripsi dianggap diperoleh karena pemiliknya telah melepaskan
haknya atas wilayah tersebut.
C. AKRESI (ACCRETION)
Adalah suatu cara memperoleh hak atas wilayah baru yang terjadi karena penambahan secara
perlahan-lahan pada daratan dari suatu negara yang berdaulat, karena proses alamiah.
D. CESSI (CESSION)
Perolehan wilayah dengan cara menyerahkan (transfer) suatu bagian wilayah tertentu milik
suatu negara ke negara lainnya.
Biasanya cessi dilakukan dengan dimuat dalam suatu perjanjian yang mencantumkan wilayah
mana yang diserahkan dan persyaratan-persyaratannya.
E. PENAKLUKAN (CONQUEST)
Perolehan wilayah dari negara lawan melalui kekuatan militer dan aneksasi selanjutnya atas
wilayah tersebut merupakan penaklukan (conquest), dengan perkataan lain penaklukan
merupakan penyerahan dengan cara paksaan.
J. WILAYAH UDARA
Pada Tahun 1919 diadakan Konferensi Navigasi di Udara di Paris dan menghasilkan
Konvensi Paris yang mengatur navigasi di Udara. Konvensi mengakui suatu prinsip: Bahwa
setiap Negara mempunyai kedaulatan yang penuh dan eksklusif di ruang udara diatas
wilayahnya dan jalur maritimnya.
Konvensi juga mengakui hak lalu lintas udara damai (innocent passage) pesaawat udara milik
asing, melalui rute-rute yang ditentukan oleh Negara Bawah (Negara Kolong) dan tunduk
kepada aturan negara bawah dan harus mendarat jika diminta, Negara bawah berwenang
untuk melakukan pengecekan dokumen, Pesawat udara militer dilarang terbang diatas atau
mendarat di wilayah negara lain tanpa memperoleh izin sebelumnya.
MODUL 7
PENGAKUAN (RECOGNITION)
Teori Pengakuan :
1. Teori Deklaratoir
Apabila unsur-unsur negara telah dipenuhi oleh suatu masyarakat maka dengan sendirinya
telah merupakan negara dan harus diperlakukan demikian oleh negara-negara lainnya.
2. Teori Konstitutif
Walaupun unsur-unsur sudah terpenuhi oleh masyarakat, namun tidak dapat secara langusng
diterima sebagai negara baru.
Pertentangan antara dua teori disebabkan karena sistem hukum internasional tidak mengenal
Kekuasaan Pusat yang menetukan secara normatif, ukuran-ukuran bagaimana yang harus
digunakan dalam menerapkan pengakuan.
Pengakuan Mutlak :
Pengakuan bisa ditarik kembali, biasanya didasarkan pada pertimbangan politik bukan
didasarkan pada pertimbangan hukum. Kemungkinan suatu negara dapat kehilangan satu
unusr dari persyaratan negaranya.
Pengakuan Bersyarat :
Dapat dilakukan bahwa persyaratan harus dipenuhi sebelum negara itu diakui atau setelah
diakui harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan.
Pengakuan Kolektif :
Pengakuan yang diberikan oleh beberapa negara secara kolektif.
Pengakuan De Facto
Penggantian pemerintahan secara inkonstitusional biasanya pengakuan dilakukan dengan de
facto sampai negara bersangkutan meyakini bahwa pemerintah tersebut dapat diakui secara
de jure.
Pengakuan De Jure
Bila Pergantian pemerintahan baru karena inkonstitusional dan telah membuktikan dapat
terus menerus berkuasa dinegaranya, maka pengakuan de facto yang lebih dahulu diberikan
dapat dilanjutkan dengan pengakuan de jure.
B. DOKTRIN TOBAR
Doktrin Tolbar dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri Ekuador tanggal 15 Maret 1907; Suatu
negara harus berusaha untuk tidak mengakui suatu pemerintahan asing apabila pembentukan
pemerintahan tersebut didasarkan atas kudeta militer atau pemberontakan.
Sebelum diakui paling tidak pemerintah baru tersebut harus disahkan dahulu secara
konstitusional oleh karena itu doktrin ini disebut Doktrin Legitimasi Konstitusional.
Doktrin Estrada :
Dikemukakan oleh Menteri Luar Negeri Mexico (27 September 1930); Mengusulkan ingin
menghapuskan lembaga pengakuan, menurutnya pengakuan atas perubahan-perubahan
pemerintah disuatu negara oleh pemerintahan lain memberi kesempatan pada pemerintah
asing untuk menentukan apakah pemerintah baru tersebut sah atau tidak. Pemberian
pengakuan mencampuri urusan dalam negeri negara lain.
MODUL 8
HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER
Konsep masyarakat Internasional terdiri dari negara-negara yang merdeka dan berdaulat dan
mempunyai ketergantungan satu sama lain. Pendirian Perserikatan Bangsa-Bangsa
merupakan wadah konsultasi dan negosiasi diantara negaranya.
Pengiriman misi-misi diplomatik sudah berlangsung sejak zaman Yunani dan Romawi dan
terus berlangsung dan berproses di eropa setelah diadakannya Perjanjian West Phalia pada
tahun 1648.
Negara mempunyai personalitas Hukum akan mempunyai Kapasitas Hukum, artinya negara
sudah berstatus sebagai Subjek Hukum Internasional.
Salah satu Hak yang menandai sebuah negara telah diakui sebagai negara merdeka adalah
bahwa Hukum Internasional memberikan kepada negara berdaulat Hak legasi (the right of
legation) terdiri dari Hak Legasi aktif (etat accreditant, sending state) yaitu Hak untuk
mengirim wakil-wakilnya ke negara lain dan Hak legasi pasif (etat accreditaire, receiving
state) yaitu hak bagi suatu negara untuk menerima utusan-utusan dari negara asing.
Pelaksanaan Doktrin Hak Legasi pada perkembangannya diminta dikaji ulang seiring dengan
pengadopsian Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan diplomatik menegaskan bahwa
pengiriman dan penerimaan misi diplomatik harus didasarkan pada asas mutual consent
(saling kesepakatan).
Komisi Hukum Internasional mempertimbangkan rujukan tentang pelaksanaan doktrin hak
legasi, Interdepensi antar bangsa dan pentingnya menigkatkan hubungan baik diantara
mereka merupakan latar belakang perlunya dilakukan hubungan diplomatik diantara negara-
negara.
HUKUM DIPLOMATIK
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM DIPLOMATIK
Misi diplomatik adalah utusan-utusan resmi yang dikirim oleh suatu negara untuk melakukan
hubungan dengan negara lain dimana utusan-utusan tersebut diakreditasikan.
Sejarah Yunani menyatakan bahwa pada masa itu para duta besar (ambassador) diterima dan
diperlakukan dengan hormat di wilayah negara-negara lain.
Pada masa Romawi, Bangsa Romawi telah memberikan penghormatan kepada utusan asing
dan sesuai dengan aturan umum, memberikan penghormatan terhadap harta para duta besar
asing di Roma, demikian sebaliknya. Prinsip tidak diganggu gugat (inviobility) harta
perwakilan asing telah berlaku saat itu.
Pada Bangsa Yahudi, Hubungan diplomatik hanya dengan negara-negara sahabat tertentu.
Raja-Raja Asia Kontemporer menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan tetangganya.
Di Eropa berawal sejak runtuhnya Kekaisaran Romawi.
Pengiriman misi diplomatik tetap di ibukota negara pertama kali dilakukan oleh Republik
Italia yaitu Venice.
Pada abad 16/17 sudah dikenal misi-misi konsuler dan diplomatik dalam arti umum seperti
sekarang, yang kemudian dirumuskan oleh pakar hukum (Gentilis, Grotius, Bynkershoek,
Vettel) dalam sejumlah peraturan yang kemudian menjadi norma-norma hukum diplomatik
dan konsuler. Beberapa kemudian mengUndangkannya dalam Hukum Nasional seperti di
Inggris tentang Kekebalan dan Keistimewaan melalui Queen Ann (1708).
Kongres Wina 1815 yang merupakan tonggak sejarah perkembangan Hukum Diplomatik
diselenggarakan mencegah konflik antara para diplomat terkait dengan masalah kepangkatan
serta mencegah ketidaknyamanan dengan membuat aturan penggolongan wakil diplomatik,
protokol, bentuk korespondensi serta kekebalan dan keistimewaan diplomatik.
Penggolongan oleh Kongres Wina 1815 kemudian mengalami perubahan melaui Kongres
Aix- la Chappele (1818).
Kodifikasi Hukum Diplomatik bermula tahun 1927 saat Liga Bangsa-Bangsa membentuk
Komite ahli membahas Kodifikasi Hukum Internasional termasuk Hukum Diplomatik.
Namun, Dewan LBB tidak dapat menerima rekomendasi Komite ahli tentang Kodifikasi
Hukum Internasional sehingga kemudian diagendakan kembali dalam Konferensi den Haag
(1930)
Konferensi Havana (1928) berhasil mengodifikasi aturan hukum diplomatik.
Dua konvensi yang paling penting adalah :
1. Convention on Diplomatic Officers, ditandatangani 14 negara amerika latin yang menjadi
pihak konvensi ini.
2. Harvard Research Draft Convention on Diplomatic Privileges and Immunities,
dipublikasikan tahun 1932 .
Konvensi ini dinyatakan sebagai instrumen sementara sampai disepakati aturan-aturan
tentang hak dan kewajiban para diplomat yang lengkap.
Berdirinya PBB (1945) Kodifikasi dimulai dengan dibentuknya Komisi Hukum
Internasional (1949) oleh Majelis umum PBB yang menghasilkan :
1. Konvensi Wina tentang Hubungan diplomatik tahun 1961 (Vienna Convention on
Diplomatic Relations).
Diselenggarakan 2 maret – 14 april 196.
Menghasilkan Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik yang terdiri dari 53 pasal,
memuat aturan penting sebagai sumber Hukum dalam penyelenggaraan hubungan diplomatik
permanen antar negara.
Juga berhasil Mengadopsi dua Protokol pilihan (Optional Protocol) : Protokol Pilihan
mengenai perolehan Kewarganegaraan (Optional protocol concerning acquisition of
Nationality) dan Protokol pilihan mengenai keharusan untuk menyelesaikan sengketa
(Optional Protocol Cocerning the compulsory Settlement of Disputes).
Konvensi dan dua protokol berlaku sejak 24 april 1964, menandai Konvensi Wina 1961
Menjadi Sumber Hukum untuk pengiriman, penerimaan misi diplomatik, prinsip-prinsip yang
berlaku, kekebalan dan keistimewaan diplomat dan staf lainnya serta keluarganya, dsb.
2. Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler (Vienna Convention on Consular
Relations)
Terdiri 73 Pasal, acuan membuka hubungan konsular dan tugasnya, kekebalan dan
keistimewaan, konsul kehormatan, ketentuan pelaksanaan tugas-tugas konsular oleh
perwakilan diplomatik.
3. Konvensi PBB mengenai Misi Khusus tahun 1969 (United Nations Convention on
special Mission)
Disebut juga Konvensi New York 1969 yang merupakan pelengkap Konvensi Wina 1961
dan 1963. Yang memberikan sumbangan bagi pengembangan hubungan baik semua negara.
Konvensi ini dan Protokol pilihannya mengenai Kewajniban untuk menyelesaikan
sengketa berlaku sejak 21 Juni 1985.
Selain ketiga konvensi ada juga konvensi yang memberi kekebalan dan keistimewaan para
wakil negara di organisasi internasional dan pegawai-pegawainya, yaitu :
1. Convention on the Priviliges and Immunities of the United Nations 1946.
2. Convention on the Priviliges and Immunitiws of the specialized Agencies 1947.
Konvensi tahun 1973 tentang Hukum diplomatik yaitu, Convention on the Prevention and
Punishment of Crimes against Internationally Protected Persons, including diplomatic agents.
PRINSIP – PRINSIP HUKUM DIPLOMATIK
PRINSIP RESIPROSITAS
Adalah prinsip Timbal balik (Resiprositas), Hak Mengirim Utusan dengan segala kekebalan
dan hak keistimewaan di negara lain. Sebaliknya berkewajiban menerima dan
memperlakukan utusan negara lain dengan kekebalan dan keistimewaan yang harus
dimilikinya.
EXTRATERITORIAL
Mempunyai makna bahwa gedung perwakilan diplomatik adalah berada diluar negara
penerima dan mencerminkan semacam perluasan wilayahnya (Negara Pengirim) di negara
penerima. Berlakunya prinsip ini dalam rangka memberikan dasar hukum bagi kekebalan dan
keistimewaan diplomatik.
PRINSIP INVIOLABILITY
Adalah tidak diganggu gugat para diplomatik di suatu negara, menghormati kekebalan dan
keistimewaan yang dimilikinya.
KESEPAKATAN BERSAMA
Pasal 2 Konvensi Wina 1961 bahwa apabila suatu negara akan membuka hubungan
diplomatik dengan negara lain, atau suatu negara akan membuka perwakilan diplomatik tetap
dinegara lain, harus dilaksanakan nerdasarkan kesepakatan bersama (mutual consent).
HUKUM KONSULER
SEJARAH TENTANG HUBUNGAN KONSULER
Keterwakilan negara dinegara lain sudah ada sejak abad-abad yang lalu yang kemudian
menjadi praktek-praktek negara yang biasa dilakukan sehingga menciptakan Hukum
Kebiasaan Internasional yang diterima oleh masyarakat Internasional.
Perkataan “consul” pertama kali diketemukan di Bynzantium saat terjadi hubungan
pertukaran perwakilan antara Bangsa Yunani dan Mesir (Pada Zaman Yunani Kuno). Juga
terjadi dizaman Romawi, terjadi juga di Timur Tengah serta Dinegara-negara eropa pada
abad enambelas dimana hubungan konsuler tersebut menggunkan sebagian hukum nasional
dan sebagian lagi menggunakan hukum internasional dalam bentuk perjanjian internasional
antar negara.
KATEGORI KONSUL
Pejabat Konsuler (Consular Officer) adalah setiap orang termasuk Kepala Perwakilan
Konsuler yang dipercayakan dalam kedudukan itu untuk melakukan tugas-tugas konsulat.
Kategori Pejabat Konsuler yaitu :
Konsul Karier (Consul Omissi) : adalah pejabat negara (pegawai negeri) yang berasal dari
negara pengirim, menerima gaji dari negaranya, dan pada umumnya tidak boleh melakukan
pekerjaan-pekerjaan di negara penerima yang memberi penghasilan lainnya.
Konsul Kehormatan (Consul Electie) : biasanya berasal dari warga negara setempat, jika
berkewarganegaraan dari negara penerima atau dari negara ketiga, diperlukan persetujuan
dari negara penerima untuk pengangkatannya.
Pasal 39 Konvensi Wina 1963 : Perwakilan Konsuler dapat menarik biaya dan mengenakan
pungutan di Wilayah negara penerima yang diperbolehkan menurut hukum dan peraturan
negara penerima untuk yang dilakukannya, dan semua tindakan ini dibebaskan dari
pembayaran pajak di negara penerima.
Pasal 60 Konvensi Wina 1963 : Wisma-wisma konsuler dikepalai oleh pejabat konsuler
kehormatan (honorary consul) yang dimiliki atau disewa negara pengirim dibebaskan dari
semua pungutan dan pajak (pusat, daerah maupun kota) selain atas jasa-jasa yang
diberikannya. Pembebasan itu tidak berlaku bagi pungutan/pajak demikian jika berdasarkan
hukum/peraturan negara penerima harus dibayar oleh orang yang mengadakan kontrak
denagan negara pengirim.
Pasal 62 Konvensi Wina 1963 : Negara penerima harus memberi izin masuk dan bebas bea
masuk untuk barang-barang keperluan resmi perwakilan konsuler, seperti alat kantor dan
lambang negara yang disediakan oleh atau atas pesanan negara pengirim untuk perwakilan
konsuler tersebut.
Pasal 65 Konvensi Wina 1963 : Pembebasan menyangkut izin tinggal, izin kerja dan
pendaftaran orang asing selama mereka bekerja untuk tugas perwakilan konsuler asing bagi
pejabat konsuler dan anggota keluarganya serta anggota konsulat tetap.
Keistimewaan yang dinikmati oleh pejabat honorary consul (Konsul Kehormatan) adalah
bahwa untuk pejabat-pejabat konsuler kehormatan, kecuali mereka menjalankan kegiatan
profesi dan niaga untuk keuntungan pribadi dinegara penerima, juga harus dibebaskan dari
kewajiban mengenai izin tinggal dan pendaftaran orang asing.
Pasal 48(1) Konvensi Wina 1963 : Anggota Konsuler dan keluarganya harus dibebaskan
dari ketentuan-ketentuan Jaminan Sosial yang berlaku dinegara penerima sepanjang mereka
bukan berasal dari warga negara penerima.
Pasal 48(4) Konvensi Wina 1963 : Pengambilan Jaminan Sosial di negara penerima
diperbolehkan asal sukarela dan diperbolehkan oleh negara penerima.
Pasal 52 dan Pasal 67 Konvensi wina 1963 : Pejabat Konsuler karier dan kehormatan serta
anggota keluarganya dibebaskan dari kewajiban pribadi berdasarkan Hukum konsuler, seperti
Kewajiban militer.
Pasal 49 Konvensi Wina 1963 : Keistimewaan dibidang pajak (pajak barang bergerak,
barang tidak bergerak, pajak pusat dan daerah) berlaku selama mereka tidak melakukan
pekerjaan untuk keuntungan pribadi, Kecuali untuk pajak-pajak berikut :
1. Pajak tidak langsung , yang biasanya sudah dimasukan dalam harga barang dan jasa
2. Pungutan dan Pajak atas harta milik perseorangan tidak bergerak di wilayah negara penerima
(tidak berlaku bagi wisma dan tempat tinggal perwakilan konsuler)
3. Pajak Tanah milik, suksesi atau harta warisan dan pajak pemindahtanganan yang dikenakan
negara penerima (tidak berlaku barang tidak bergerak yang berada dinegara penerima karena
beradanya orang yang meninggal dinegara tersebut sebagai anggota perwakilan konsuler atau
anggota keluarganya)
4. Pajak pungutan penghasilan pribadi termasuk keuntungan modal yang berasal dari negara
penerima dan pajak modal yang diinvestasikan dalam perniagaan dan keuangan dinegara
penerima.
5. Biaya-biaya atas jasa-jasa tertentu
6. Biaya pendaftaran, pengadilan atau pencatatan, hipotik dan bea meterai ( tidak berlaku untuk
wisma perwakilan atau tempat tinggal kepala perwakilan konsuler).
Pasal 66 Konvensi wina 1963 : Dibebaskan pajak atas upah dan gaji yang diterimanya dari
negara pengirim dalam pelaksanaan tugas-tugas konsuler.
MODUL 9
HUKUM UDARA DAN ANGKASA
J. SEKRETARIAT ICAO
Markas Besar di Montreal.
Kegiatan Belajar 2 : Hukum Angkasa
A. SEJARAH
20 Desember 1961 Resolusi 1721 (XVI) MU PBB menetukan bahwa prinsip penggunaan
secara damai ruang angkasa.
B. PENGERTIAN
Hukum Angkasa; Hukum Ruang Angkasa; Hukum Antariksa; Hukum Dirgantara
H. ORGANISASI INTERNASIONAL
1. Organisasi Internasional Pemerintahan
a. PBB
b. WMO, ITU, WHO, FAO, ICAO
2. Institusi Non Pemerintahan
a. ICSU
b. IISL
c. COSPAR
d. IAA
MODUL 10
HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL
B. KEANGGOTAAN
Penggolongan Keanggotaan:
1. Penuh (full members)
2. Luar Biasa (associates mmebers)
3. Sebagian (partial members)
4. Affiliasi (Affiliate members)
Prinsip-Prinsip Keanggotaan:
Tergantung kepada maksud dan tujuan organisasi, fungsi yang akan dilaksankan dan
perkembangan yang diharapkan
Persyaratan Keanggotaan:
Ditentukan dalam Anggaran Dasar
Prosedur Penerimaan Keanggotaan:
Ditentukan dalam Anggaran Dasar
Berhentinya Keanggotaan:
Karena Pengunduran diri dan Karena diberhentikan
5. Rekomendasi
Sering dipakai sebagai pendapat (opini) atau sebagai nasehat (advice). Rekomendasi biasanya
dipakai juga resolusi.
6. Deklarasi
Dipergunakan untuk mengklarifikasi suatu fakta/keadaan dimana dibutuhkan penerapan
hukum.
7. Konvensi
Biasanya membentuk suatu formulasi aturan yang dipertimbangkan yang akan mempunyai
peran dalam legal order.
J. PEMBIAYAAN ORGANISASI
Diperlukan untuk aktivitas organisasi Internasional. Pembiayaan organisasi internasional
dibedakan antara biaya administrasi dari organisasi internasional dan biayauntuk aktivitas
yang harus dikerjakan sebagai konsekuensi dari keputusan politik organisasi.
C. MASALAH KEANGGOTAAN
1. Dibedakan antara anggota asli (original members) dan anggota yang diterima kemudian
(adminted members)
Dewan Keamanan
Psl 23 : Terdiri dari Lima Belas Anggota (5 Tetap dan 10 Tidak Tetap); 5 anggota tetap
adalah AS, China, Inggris, Prancis dan USSR/Rusia (1991). 10 anggota tidak tetap dipilih
oleh Majelis Umum.
Pengambilan Suara
ditentukan dalam Psl 72 :
1. Setiap anggota DK berhak satu suara
2. Keputusan-keputusan DK mengenai hal prosedural ditetapkan berdasarkan suara setuju
dari sembilan anggota
3. Psl 52 Pihak yang berselisih tidak ikut memberikan suaranya.
Sekretariat PBB
Merupakan organ/alat perlengkapan utama yang penting. Dipimpin oleh Sekjen dibantu oleh
staf yang jumlahnya disesuaikan dengan Kebutuhan.
Fungsi Sekjen PBB :
1. Kepala TU dari PBB (Psl 97)
2. Sekjen PBB sebagai Koordinator dalam menjalankan tugas (Psl 98)
3. Menjalankan tugas-tugas politik (Psl 99)
Dewan ECOSOC
Psl 61 susunan ECOSOC :
1. Lima puluh empat anggota yang dipilih MU PBB
2. 18 anggota ECOSOC dipilih setiap tahun untuk jangka waktu tiga tahun
3. Mengatur cara pemilihan anggota
4. Setiap anggota mempunyai wakilnya.
Pemungutan Suara
Psl 67 Oiagam PBB, Setiap anggota ECPSOC mmepunyai satu suara. Keputusan diambil
dengan suara terbanyak dari yang hadir.
2. Struktur Organisasi
1. ASEAN Summits (Psl 7)
2. ASEAN Coordinating Council (Psl 8)
3. ASEAN Community Council (Psl 9)
4. ASEAN Sectoral Ministerial Bodies (Psl 10)
5. Sekjen ASEAN dan Sekretariat ASEAN (Psl 11)
6. Komite dari Perwakilan tetap untuk ASEAN (Psl 12)
7. Sekretariat Nasional ASEAN (Psl 13)
8. Badan HAM ASEAN (Psl 14)
9. ASEAN Foundation (Psl 15)
3. Keputusan ASEAN
Didasarkan pada Konsultasi dan Konsensus (Psl 20)
MODUL 11
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
Kegiatan Belajar 1 : Penyelesaian Sengketa Secara Damai
A. NEGOSIASI (NEGOTIATION)
Negosiasi atau Perundingan; Sebagai Upaya untuk mempelajari dan merujuki mengenai
sikap yang dipersengketakan agar dapat mencapai suatu hasil yang dapat diterima oleh para
pihak yang bersengketa.
Negara dibebani kewajiban untuk melakukan negosiasi sebagai salah satu kewajiban
internasional guna menyelesaikan sengketanya (Pasal 2 ayat 3 Piagam PBB dan Deklarasi
Hubungan bersahabat 1970)
Jika Penyelesaian sengketa dapat diselesaikan melalui perundingan atau negosiasi maka
kemudian akan dituangkan dalam Perjanjian Internasional yang mengikat secara hukum.
B. MEDIASI (MEDIATION)
Penyelesaian sengketa melalui mediasi akan melibatkan pihak ketiga.Mediasi akan dilakukan
apabila para pihak bersengketa menghendaki dan mediator bersedia untuk menjalankan
kapasitas sebagai mediator.
Mediator dapat dilakukan oleh Organisasi Internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa
dan Organisasi regional, organisasi non pemerintah.
Konvensi Den Haag 1899 dan 1907 mengenai penyelesaian sengketa secara damai (pacific
sttlement of International Disputes) meletakan aturan antara lain mengenai mediasi.
C. JASA-JASA BAIK (GOOD OFFICES)
Peneyelesain cara ini akan melibatkan campur tangan pihak ketiga. Seseorang yang
menawarkan jasa -jasa baik biasanya merupakan pihak yang dipercaya netral bagi kedua
belah pihak yang sedang bersengketa yang akan berupaya membujuk para pihak yang
bersengketa untuk mau berunding.
Jasa-Jasa baik dapat diperoleh dari negara ketiga, dari organisasi internasional, bahkan dari
orang yang dikenal unggul (eminent individual).
Mekanisme pemberian jasa-jasa baik dilakukan pihak ketiga sebatas menawarkan bantuan
agar pihak-pihak yang bersengketa mau bertemu, dan menyarankan suatu penyelesaian, tanpa
perlu berpartisipasi didalam perndingan atau terlibat dalam berbagai aspek yang
dipersengketakan.
Dengan demikian bila pihak bersengketa sudah bersedia duduk bersama guna mencari solusi
mengenai perbedaan-perbedaan diantara mereka, tugas pihak ketiga yang menawarkan jasa-
jasa baik selesai.
Konvensi Den Haag 1899 dan 1907 mengenai penyelesaian sengketa internasional secara
damai, telah meletakan aturan-aturan mengenai jasa-jasa baik dan mediasi di Part II.
D. PENYELIDIKAN (INQUIRY)
Setelah dilakukan perundingan-perundingan, banyak sengketa Internasional dilanjutkan
dengan menggunakan penyelidikan, dan menyetujui untuk menujuk lembaga yang tidak
memihak, dapat bersifat sementara atau permanen untuk melakukan penyelidikan yang
tujuannya untuk memperoleh/mencari fakta-fakta dan tidak memihak dari fakta-fakta yang
dipersengketakan, dan dengan demikian untuk mempersiapkan cara penyelesaiannya. Para
pihak yang bersengketa tidak diwajibkan untuk menerima temuan fakta-fakta dari hasil
penyelidikan.
Konvensi Den Haag 1899 telah memasukan ketentuan tentang bentuk penyelidikan yang
dikenal dengan Komisi Penyelidik (Commission of Inquiry).
E. KONSILIASI (CONCILIATION)
Konsiliasi merupakan cara penyelesaian sengketa Internasional yang diserahkan kepada
pihak ketiga, biasanya berbentuk Komisi atau Komite, yang tugasnya adalah untuk
menghasilkan suatu laporan yang memuat rekomendasi usulan penyelesaian
Komisi Konsiliasi (Commission of Concilitation) berbeda dari Komisi Penyelidik/Inquiry
(commission of Inquiry), karena tugas komisi penyelidik/inquiry tidak harus mengajukan
usulan-usulan yang sifatnya konkret seperti tugas dari Komisi Konsiliasi.
Konvensi Den Haag 1907 mengenai penyelesaian sengketa secara damai mengukuhkan
prinsip-prinsip arbitrase sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa secara damai.
Perjanjian Arbitrase.
Tidak ada kewajiban bagi negara-negara untuk menyerahkan sengketa kepada arbitrase tanpa
ada kesepakatan diantara mereka. Kesepakatan diantara mereka tersebut untuk menyelesaikan
melalui arbitrase dinyatakan dalam Perjanjian Arbitrase (Compromis).
Penunjukan Arbiter.
Biasanya para pihak berkompromi mengenai jumah arbiter (berjumlah sama) ditambah satu
wasit yang netral yang akan bertindak sebagai ketua. Nama-nama arbiter akan dimasukan
dalam Perjanjian Arbitrase.
Prosedur Arbitrase
Prosedur yang harus diterapkan dan yang mengatur kewenangan para arbiter, yurisdiksi dari
mahkamah ditentukan dengan kesepakatan para pihak yang bersengketa dicantumkan dalam
Perjanjian Arbitrase (Compromis).
Setiap pengadilan arbitrase yang dibentuk akan bekerja sesuai dengan perjanjian arbitrase
yang merinsi masalah-masalah yang disengketakan dan waktu menunjuk arbiter, serta
merumuskan yurisdiksi pengadilan itu, prosedur yang diikuti dan aturan serta asas-asas yang
akan digunakan dalam keputusan.
Keputusan Arbitrase
Arbitrase Internasional merupakan penyelesaian sengketa antar negara dengan para hakimnya
yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa dan atas dasar untuk mematuhi hukum.
MODUL 12
HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL
Sebelum dikenal istilah Hukum Internasional Humaniter telah diakui berlakunya batasan-
batasan pada saat berlangsungnya Konflik bersenjata ;
Sun Tzu : Bahwa dalam Perang seseorang hanya akan menyerang tentara musuh.
Kitab Mahabarata : Seorang Raja tidak pernah boleh menyebabkan musuhnya menderita
luka-luka seperti akan menyayat hati musuhnya, dan kemudian diperintahkan bahwa musuh
yang sedang tidur tidak boleh diserang, meskipun dengan kematian permusuhan akan
berakhir.
Kitab Manu : Pada saat seorang Raja bertempur dengan musuhnya, dia tidak boleh
menggunakan senjata tersembunyi, berduri, beracun atau senjata yang ujungnya berapi.
Dari Ketiga Ilustrasi diatas diketahui bahwa menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia,
bahkan saat terjadi konflik bersenjata sudah ada sejak dahulu.
Hukum Humaniter Internasional sudah mulai dikembangkan sejak lama melalui sejumlah
Perjanjian Internasional;
Konvensi Geneva 1864 ; Geneva Convention for the Amelioration of The Condition of the
Wounded in Armies in The field .
Deklarasi St Petersburg tahun 1868.
Declaration the Hague IV Tahun 1899 dan Declaration the Hague XIV Tahun 1907.
Protocol Geneva 1925
Konvensi tahun 1980 berupa Larangan dan Pembatasan Penggunaan senjata-senjata
konvensional tertentu yang mengakibatkan luka berlebihan atau akibat yang tidak pandang
bulu.
Hukum Humaniter Internasional (International Humanitarian Law) atau Hukum Perang (The
Law of War) atau Hukum Konflik Bersenjata (The Law of Armed Conflict) telah diatur
dalam perjanjian-perjanjian hasil Konferensi Den Haag tahun 1899 dan 1907; dan dalam
Konvensi Genewa 1949 (terdiri empat Konvensi) yang merupakan Sumber Hukum dalam
Hukum Humaniter Internasional yang berasaskan Peri Kemanusiaan dan disebut juga
Konvensi Genewa tentang Korban Perang :
1. Konvensi mengenai perbaikan keadaan anggota angkatan perang yang luka dan sakit di
medan pertempuran darat.
2. Konvensi mengenai perbaikan keadaan anggota angkatan perang di laut yang luka, sakit
dan korban karam
3. Konvensi mengenai perlakuan tawanan perang
4. Konvensi mengenai perlindungan orang-orang sipil di waktu perang.
PRINSIP PERIKEMANUSIAAN
Dalam hal terjadinya perang atau konflik bersenjata maka harus berlaku prinsip kemanusiaan.
Kekejaman dalam perang dan konflik bertentangan dengan martabat manusia dan
penghargaan atas diri, jiwa dan kehormatannya.
KETENTUAN-KETENTUAN UMUM
KEWAJIBAN MENGHORMATI DAN MENJAMIN PENGHORMATAN
TERHADAP KONVENSI
Setiap Negara peserta wajib membuat perintah atau instruksi untuk “menjamin
penghormatan” terhadap konvensi tidak hanya ditujukan kepada anggota angkatan perangnya
namun diperluas mencakup juga kepada orang-orang atau kelompok-kelompok yang ada
dibawah instruksi, pengarahan dan pengawasannya.
PERSETUJUAN KHUSUS
Pihak-pihak penandatangan konvensi dapat mengadakan persetujuan khusus mengenai segala
hal disamping persetujuan-persetujuan yang ditentukan dalam konvensi dan hanya sebatas
bersifat tambahan atu penyempurnaan daripada ketentuan-ketentuan konvensi.
KETENTUAN PENUTUP
MULAI BERLAKUNYA KONVENSI
Konvensi akan berlaku enam bulan sesudah tidak kujrang dari dua dokumen ratifikasi telah
disimpan baru konvensi akan mulai berlaku. Sementara bagi setiap negara konvensi akan
berlaku setelah enam bulan negara tersebut mendepositkan dokumen ratifikasinya.