Anda di halaman 1dari 81

HUKUM INTERNASIONAL ( HKUM4206 )

MODUL 1 : PENGERTIAN HUKUM INTERNASIONAL


MODUL 2 : DASAR BERLAKUNYA HUKUM INTERNASIONAL
MODUL 3 : HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL
MODUL 4 : SUMBER HUKUM INTERNASIONAL
MODUL 5 : SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
MODUL 6 : WILAYAH NEGARA
MODUL 7 : PENGAKUAN (RECOGNITION)
MODUL 8 : HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER
MODUL 9 : HUKUM UDARA DAN ANGKASA
MODUL 10 : HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL
MODUL 11 : PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
MODUL 12 : HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

TINJAUAN MATA KULIAH


Hukum Internasional yang juga sering disebut Hukum Internasional Publik menjelaskan ;
Berbagai aspek dan prinsip dasar Hukum Internasional meliputi :
- Teori Yang mendasari munculnya Hukum Internasional
- Dasar berlakunya Hukum Internasional
- Sumber-sumber Hukum Internasional
- Hukum Hubungan Diplomatik
- Hukum Angkasa
- Hukum Humaniter 
- Organisasi Internasional 
- Penyelesaian Sengketa menurut Hukum Internasional

MODUL 1
PENGERTIAN HUKUM INTERNASIONAL

Kegiatan Belajar 1 : Istilah Hukum Internasional


A. PENGERTIAN HUKUM INTERNASIONAL
Istilah dipakai untuk menjelaskan Hukum Internasional (Publik) :
JJ Brierly - Hukum Bangsa-Bangsa (the law of nations); Hukum Antar Negara; Hukum
Internasional Publik; Common Law of Mankind.
JG Starke; Hukum Internasional bukan hanya antar negara, tetapi lebih luas meliputi :
1. Organisasi Internasional
2. Kejahatan Internasional Individu.
Moechtar Kusumaatmaja; 
1. Antar negara dengan negara.
2. Negara dengan Subjek Hukum lain bukan negara, dean Antar Subjek Bukan Negara
Hubungan antar negara sebagai anggota masyarakat internasional disebabkan karena adanya
asas kesamaan hukum; prinsip-prinsip umum hukum internasional; nebes in idem (sebagai
tindakan yang tidak boleh dilakukan untuk kedua kalianya dalam perkara yang
sama) dan pacta sunt servanda (setiap perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi para
pihak yang melakukan perjanjian)

B. HUKUM INTERNASIONAL PUBLIK, HUKUM PERDATA INTERNASIONAL,


HUBUNGAN INTERNASIONAL, HUKUM TRANSNASIONAL
Hukum Perdata Internasional; Hukum yang mengatur hubungan perdata yang melewati
batas negara; Mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-
masing tunduk pada hukum perdata nasional yang berlainan.
Malcolm N Shaw; Hukum Internasional terdiri dari Hukum Perdata Internasional dan Hukum
Internasional Publik.
Hubungan Internasional; Konsep Hubungan Internasional adalah Kekuatan
(power); Kekuatan berarti tingkat sumber, kemampuan dan pengaruh dalam Hubungan
Internasional; Hard Power adalah penggunaan Kekuatan (use of force), Soft Power mencakup
pengaruh ekonomi, diplomasi dan budaya. 
Alat-alat sistemik hubungan internasional (systemic tools of international relation) terdiri:
- Diplomasi - Sanksi - Perang - Mobilisasi Kecaman.
Hikmahanto Juwana; Tiga Keadaan Hukum Internasional sebagai instrumen politik;
1. Sebagai Pengubah Konsep
2. Sebagai sarana intervensi domestik
3. Sebagai alat penekan.
Hukum Transnasional; Dalam Praktek kadang sulit mennetukan antara Hukum
Internasional publik atau Hukum Perdata Internasional, maka disinilah istilah Hukum
Transnasional dikenal.
C. HUKUM INTERNASIONAL UMUM, HUKUM INTERNASIONAL REGIONAL
DAN HUKUM INTERNASIONAL KHUSUS
Hukum Internasional Umum; Yang berlaku untuk masyarakat internasional tanpa melihat
aliran pemerintahan, agama, ras, sitem ekonomi, dll.
Hukum Internasional Regional; Kebutuhan tertentu disuatu wilayah (region) tertentu; misal
suaka diplomatik (assylum diplomatic) di negara amerika latin
European Coal and Steel Community berdiri 18 April 1951; European Atomic Energy
Community (EURATOM) berdiri berdasar Konvensi Roma 25 Maret , ASEAN.
Hukum Internasional Khusus; Kepentingan tertentu dituangkan perjanjian multilateral dan
keanggotaan lintas regio.
Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC)
Hukum Internasional dan Hukum Dunia; Hukum Internasional didasarkan pemikiran
hukum yang mengatur hubungan antar masyarakat Internasional, misalnya masalah polusi
dan lingkungan; Hukum Dunia bertolak pemikiran bahwa ada kekuatan yang berkuasa diatas
negara-negara.

Kegiatan Belajar 2 : Hukum Internasional dan Perkembangannya serta Sifat dan Hakikat
Hukum Internasional
A. HUKUM INTERNASIONAL DAN PERKEMBANGANNYA
Bermula dari abad 3000SM; Perjanjian yang dibuat Ennatum, Raja Lagosh dengan negara
Kota UMMA di Mesopotamia; disetujui perjanjian tapal batas.
Seribu Tahun Kemudian Perjanjian Ramses II (Mesir) dan Raja Hittites untuk perdmaian dan
persahabatan.
Fransisco de Victoria; relectiones theologieae; menandakan ekspansi hukum internasional
ke sistem yang mendunia.
Fransisco Suarez; De legibus ae dea legistire; Adanya hukum atau kaidah objektif yang
harus dituruti oleh negara dalam menjalin hubungan.
Alberico Gentili; De jure belli; pada masanya maka perang merupakan keadaan normal,
sedangkan damai adalah merupakan keadaan pengecualian.
Persoalan Hukum Internasional menurut Gentili:
1. Persoalan Perang yang adil
2. Persoalan Hukum Perjanjian
3. Persoalan Perwakilan Diplomatik
4. Persoalan Netralitas
5. Persoalan Hukum Laut
6. Persoalan Perwasitan
Hugo Grotius; De jure praedae dan De Jure belli ac pacis; Laut Bebas (open sea). 
Richard Zouche; juset judicium feciale, sive jus inter gentes; Manual Hukum Internasional
yang pertama; perbedaan antara hukum damai dan hukum perang.
Pufendorf; De jure naturae et gentium; aliran naturalis.
Cornelius van Bynkershock; Questiones jus publica; praktek hukum maritim dan
perdagangan.
Emerich de Vattel; Le droit des gens; menerima doktrin state of nature
Hukum Internasional modern mengatur negara-negara nasional berdaulat yang timbul di
eropa sebagai masyarakat Internasional; Perjanjian Westphalia dan Revolusi Perancis.
Kekuasaan Napoleon ditentang dengan adanya Holy Alliance (Persekutuan Suci) bertujuan
mengembalikan hegemoni kekuasaan kerajaan-kerajaan eropa.
Holy Alliance ditentang Amerika Serikat dengan Doktrin Monroe :
1. Benua Eropa bukan Jajahan eropa
2. Amerika tidak ikut campur persoalan eropa.
Hukum Internasional ; Hukum eropa dan bersifat kristen.
Perang Dunia I (1914-1918) diakhiri dengan Perjanjian Versailes 1919 dan ditandai
dengan berdirinya Liga Bangsa-Bangsa (League of Nation;LBB) terdiri Majelis Umum
(General Asembly) dan Badan Eksekutif (Executive Council); Kelemahan LBB tidak diikuti
Amerika Serikat.
Tahun 1921 didirikan Permanent Court International Justice (PCIJ)
Sistem Mandat; bekas jajahan musuh akan diurus oleh sekutu untuk kepentingan penduduk
di wilayah tersebut dari pada dianeksasi oleh sekutu.
Perang Dunia II (1939-1945) Melahirkan PBB berkedudukan di New York.
Dalam Sistem PBB didirikan Badan Peradilan Internasional (INternational Court of Justice /
ICJ) yang menggantikan PCIJ.

B. NEGARA BERKEMBANG DAN HUKUM INTERNASIONAL


Negara Berekmbang harus bersatu mmeperjuangkan kepentingannya supaya tertuang dalam
Hukum Internasional.
Kontribusi Negara baru Asia setelah PD II untuk Perkembangan Hukum Internasional :
1. The Process of transition of colonies into independent states.
- Dalam transisi dari kolonial menjadi merdeka, banyak mengeluarkan doktrin internasional
menurut pandangannya sendiri.
- Hubungan Kerja sama dengan bekas negara yang menjajahnya.
- Diterimanya dalam Organisasi Internasional.
2. Self - Determination
Ide self determination diakui dan diterima (recognized and justified) 
3. Neutralism
Negara-negara baru di Asia tidak ikut dalam salah satu blok pasca PD II
4. Peaceful coexistence.
Dikembangkan oleh negara-negara asia

Tidak memihak Kubu AS dan Kubu Uni Soviet memunculkan Gerakan Non Blok (Non
Alligment) yang sepakat menjalankan politik bebas aktif. Gerakan Non Blok mempunyai 12
Prinsip GNB (Dokumen Brioni) dan 11 Tujuan Pokok.
KAA di Bandung 18 - 24 April 1955 menghasilkan 10 Prinsip (Dasasila Bandung). 
Usaha Negara berkembang mendapat pertentangan dari negara Barat / Eropa dengan
Organisasi kerjasama mereka OEEC dan OECD.

Usaha Negara Berekmbang berbuah dengan Sidang Majelis Umum Ke-17 tahun 1962 dengan
Resolusi Majelis Umum Np.1785 (XVII) dibentuk The United Nations Conference on Trade
and Development (UNCTAD). Terbentuknya UNCTAD keberhasilan Grup 77 Negara
Berkembang. 

Tahun 1974 MU PBB  Membuat Resolusi No, 3201 (XXXIX) dan 3202 (XXXIX) Tentang
Program Orde Ekonomi Baru (New International Economic Order / NIEO).

C. SIFAT DAN HAKIKAT HUKUM INTERNASIONAL


Hukum Internasional tidak ada Badan  Legislatif yang produk hukumya mengikat, dan Badan
Eksekutif pemerintahan pusat untuk menjalankannya seperti halnya negara, Tidak
mempunyai sistem pengadilan yang keputusannya mengikat pihak yang bersengketa.
John Austin dikutif Mochtar Kusumaatmadja; Jika Hukum Internasional tidak sesuai
dengan definisi Teori hukum maka HI bukan bersifat Hukum dan hanya
dikategorikan Positive Morality.
Fitzmaurice; Pelaksanaan dari Sistem HI seperti halnya dalam setiap Sistem Hukum.
Kewenangan dasar HI sama dengan Kewenangan negara sebagai anggota masyarakat
internasional mengakui HI sebagai norma yang mengikat  dan mengakui sebagai suatu sistem
(ipso facto)
Kelsen; HI adalah Hukum karena HI mempunyai sanksi seperti pembalasan (reprisals),
perang atau penggunaan kekerasan sebagai akibat adanya tindakan yang salah menurut
hukum.

MODUL 2
DASAR BERLAKUNYA HUKUM INTERNASIONAL
Kelemahan HI adalah bahwa aturan-aturan HI dibuat oleh masyarakat Internasional yang
tidak mempunyai badan-badan yang mempunyai kewenangan untuk memaksakan berlakunya
aturan-aturan perilaku tersebut kepada anggotanya.
Meskipun dimungkinakan adanya Lembaga peradilan arbitrase dan MI, namun kewenangan
kedua lembaga terbatas, karena baru akan berfungsi bilamana negara bertikai menghendaki
(consent) menyerahkan kepada yuridiksi lembaga ini untuk menyelesaikan sengketa mereka
dikenal dengan Voluntary jurisdiction.

Kegiatan Belajar 1 : Kewajiban Negara Memberlakukan Hukum Internasional


APAKAH HI SEBAGAI HUKUM?
John Austin; HI bukanlah hukum dalam arti sebenarnya melainkan segolongan dengan the
laws of honour, the laws set by fashion dan rules of positive morality
Hobbes dan Pufendorf; Tidak ada hukum positif antar bangsa-bangsa yang mempunyai
kekuatan mengikat seperti suatu perintah.
John Austin, Hobbes dan Pufendorf berpendapat Bahwa HI adalah bukan sebagai
Hukum.
Sir Henry Maine, JG Starke , Margentha, De Vischer, Sir Fredrick Pollock, Gray J, 
memandang HI adalah sebagai Hukum.
JG Starke; HI dibuat dan memuat sebagian besar isinya prinsip dan aturan negara-negara,
mengikat mereka dan dihormati dalam hubungan diantara mereka.
Margentha; Aturan hukum internasional dihormati semua negara, karena kehendak negara
melaksanakan kewajiban HI timbul karena kepentingan masing-masing negara.
De Vischer; meskipun berbeda geo politik dan kepentingan nasional masing-masing, tidak
segan mengorbankan kedaulatan negaranya, memberi ruang berlakunya aturan HI.
Dua persyaratan esensial agar HI internasional itu mengikat :
1. Adanya masyarakat yang tergabung secara politis 
2. Adanya pengakuan dari mereka terhadap aturan-aturan HI

Istilah Hukum Internasional :


Vettel; HI dalam bentuk aslinya adalah Hukum alam yang berlaku bagi bangsa-bangsa.
Hall; Mmeuat aturan-aturan perilaku antar negara-negara beradab, disepakati untuk
mempunyai kekuatan mengikat, dan aturan HI akan berlaku jika terjadi pelanggaran.
Lawrence; aturan yang menentukan perilaku negara beradab didalam hubungan diantara
mereka.
Oppenheim; Aturan kebiasaan dan aturan tertulis mengikat secara hukum oleh negara-negara
beradab dalam hubungan diantara mereka.
Fenwick; memuat prinsip umum dan aturan khusus mengikat terhadap anggota masyarakat
internasional dalam hubungan diantara mereka.
Kelsen; merupakan hukum yang sebenarnya karena secara garis besar menerapkan sanksi.
Pada masa LBB, Mahkamah Internasional Permanen; The principle which are in force
between all independent nation; HI berlaku bagi semua bangsa merdeka, dan Mahkamah
menggunakan HI.
PBB; Pelanggaran HI dapat dijatuhkan sanksi terhadap ancaman terhadap perdamaian,
pelanggaran perdamaian, dan tindakan-tindakan agresi.

Perjanjian-Perjanjian Internasional dan Konvensi Internasioan  dinyatakan akan berlaku


setelah dokumen pengesahan (ratifikasi)  dari peserta perjanjian/konvensi dan kewajiban
untuk mendepositkan dokumen ratifikasi tersebut kepada Sekjen PBB.

Kegiatan Belajar 2 : Teori Hukum Alam (Natural Law), Teori Kehendak Negara, Mazhab
Wina, Aliran Sociological Jurisprudence, Policy Oriented, dan Mazhab Sejarah
Adalah teori-teori yang menunjukan dasar kekuatan mengikat Hukum Internasional.

A. TEORI HUKUM ALAM (NATURAL LAW)


Hukum alam; Hukum ideal yang didasarkan atas hakikat manusia sebagai makhluk yang
berakal atau kesatuan kaidah yang diilhamkan alam pada akal manusia.
John Finnis; adalah nama yang diberikan terhadap aturan yang ada di persimpangan antara
hukum dan moral tentang sesuatu yang alamiah dan yang seharusnya
Tokoh-tokohnya: Hugo Grotius, Spaniards Vitoria, Suarez, Gentili, Zouche, John Finnis,
Cicero
Keberatan terhadap Hukum alam; Apa yang dimaksudkan dengan hukum alam itu sangat
samar dan bergantung kepada pendapat subjektif dari yang bersangkutan mengenai
keadilan, kepentingan masyarakat internasional dan lain-lain konsep yang serupa.
Pengaruh Hukum alam dalam perkembangan HI dapat dijelaskan menurut Konsep Yunani
dan Romawi:
1. Konsep Yunani; Suatu Hukum dikembangkan berasal dari Hukum alam
2. Sumbangan Romawi; Sumbangan yang besar terhadap perkembangan HI dengan bantuan
Hukum alam.

B. TEORI KEHENDAK NEGARA (POSITIVIS/VOLUNTARIS)


Kekuatan mengikat HI atu atas kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada HI.
Tokohnya: George Jellineck, Zorn, Oppenheim, Anzilotti, Tripel, HA Smith.

C. AJARAN MAZHAB WINA


Persetujuan negara untuk tunduk pada HI menghendaki adanya suatu hukum atau norma
sebagai sesuatu yang telah ada terlebih dahulu, dan berlaku lepas dari kehendak negara
(aliran objektivitas). Bukan kehendak negara melainkan borma hukum lah yang merupakan
dasar terakhir kekuatan mengikat HI.
Tokohnya : Kelsen (Pendiri Mazhab Wina), Paul Laband, Jellineck, RV Jehring, Hans
Nawiasky, 
Austin; Hukum sebagai hukum positiv mengandung: Perintah (command), sanksi
(sanction), Kewajiban (duty) dan Kedaulatan (Sovereignity)

D. ALIRAN SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE


Menitikberatkan pada adanya hubungan antara hukum dan masyarakat; Hukum yang baik
adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat; living Law.
Roscoe Pound; sociological jurisprudence lebih menitikberatkan pada bekerjanya hukum
daripada isinya yang abstrak.
Tokohnya: Pound, Benjamin Cordozo, Huber.
E. POLICY ORIENTED
Hukum sebagai sarana untuk menggerakan masyarakat kearah tujuan yang ditentukan;
Menekannkan pada hukum internasional yang seharusnya (ought) daripada hukum
internasional yang ada (exist).
Gerakan-Gerakan yang timbul: American legal Realism, Policy Oriented (Mc Douglas)

F. MAZHAB SEJARAH
Von Savigny; Hukum itu tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Tokohnya: Von Savigny, G Puchta.

Kegiatan Belajar 3 : Asas-asas Hukum Internasional Kekuatan Mengikatnya Aturan


Hukum Internasional
A. ASAS PACTA SUNT SERVANDA
Asas Pacta Sunt Servanda;  adalah Asas Itikad Baik; Setiap Perjanjian menjadi hukum
yang mengikat bagi para pihak yang melakukan Perjanjnian
Asas Pacta Sunt Servanda merupakan dalil yang absolut dalam sistem Hukum Internasional,
dan diwujudkan didalam semua aturan-aturan hukum internasional.
Asas Pacta Sunt Servanda merupakan asas hukum yang sudah diterima secara universal,
merupakan asas berlakunya Perjanjian Internasional dan asas ini telah dikukuhkan dalam
Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional. 

B. TERIKATNYA PIHAK KETIGA PADA PERJANJIAN


Konvensi Wina 1969 Psl 2 Ayat (1) huruf h tentang Perjanjian Internasional; Negara
Ketiga adalah negara yang tidak menjadi pihak pada suatu perjanjian Internasional.
Aturan umum ytang berlaku adalah bahwa suatu perjanjian internasional tidak menciptakan
kewajiban-kewajiban atau memberi hak-hak kepada negara ketiga tanpa adanya kehendak
mereka.
Asas Pacta tertiis nec nocent nec prosunt; Suatu perjanjian tidak memberikan hak atau
membebani kewajiban kepada pihak-pihak yang tidak terikat kepada perjanjian itu.

MODUL 3
HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL

Kegiatan Belajar 1 : Teori Hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional


A. TEORI HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL

1. Teori Monisme
Hukum merupakan suatu cabang pengetahuan dan bahwa hukum internasional dan Hukm
nasional merupakan satu kesatuan hukum yang sama; an itegral part of the same system.
Persoalannya ada pada perihal sistem hukum yang mana yang akan diutamakan berlakunya,
jika hal demikian terjadi dalam kenyataan, maka menurut paham monisme hukum
internasional yang akan diberlakukan.
Kelsen; berpandangan bahwa sumber utama berlakunya hukum adalah Kaidah Dasar
(Grundnorm) Hukum Internasional.
Hersch Lauterpacht; mengukuhkan juga supremasi dari HI, meskipun didalam lingkungan
nasional; diakuinya dan diberinya individu status sebagai Subjek Hukum Internasional.
Contoh pemberlakuan supremasi hukum internasional atas hukum nasional
adalah; Hukum HAM, Hukum Humaniter Internasional, Berlakunya Konvensi Genosida
1948.

Paham yang beranggapan bahwa dalam hubungan antara hukum nasional dan hukum
internasional yang utama adalah Hukum Nasional (Paham Monisme dengan Primat hukum
nasional). 

2. Teori Dualisme
Hukum Nasional dan Hukum Internasional adalah dua sistem hukum yang berbeda.
Trieple; Hukum Internasional mengatur hubungan antara negara dengan negara, sedangkan
hukum nasional mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang perorangan dalam
wilayah suatu negara. 

B. PROSEDUR PEMBERLAKUAN HUKUM INTERNASIONAL KEDALAM


SISTEM HUKUM NASIONAL

1. Teori "Specific Adoption"


Aturan-aturan Hukum Internasional tidak dapat secara langsung diberlakukan oleh lembaga
peradilan nasional. Agar aturan-aturan HI dapat diberlakukan, harus dilakukan pengesahan
khusus (sepecific adoption) terhadap HI kedalam sistem hukum nasional. Bilamana prosedur
ini tidak dilakukan, maka lembaga peradilan nasional tidak akan dapat mmeberlakukan
kaidah-kaidah 

2. Teori Inkorporasi
Aturan- aturan HI menjadi bagian dari hukum Nasional tanpa diperlukan adanya tindakan
hukum lainnya.
Aturan-aturan HI langsung diberlakukan (incorporated) kecuali terdapat ketentuan hukum
nasional yang secara tegas mengatur mengesampingkan berlakunya HI oleh Pengadilan
Nasional.

3. Teori Transformasi
Transformasi atau Pengundangan dalam UU Nasional adalah mutlak diperlukan, yakni antara
lain apabila diperlukan perubahan dalam UU Nasional yang langsung menyangkut Hak
Warga Negara sebagai perseorangan atau apabila ada perubahan dalam ancaman hukuman.
Contohnya Kejahatan Penerbangan (hijacking) dan Kejahatan terhadap sarana penerbangan.

Kegiatan Belajar 2 : Praktik Hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional


Menurut Beberapa Negara
A. PRAKTIK DI INGGRIS
Didalam sistem hukum Inggris HI merupakan bagian dari Hukum Nasional Inggris, oleh
sebab itu tidak ada konflik mengenai penerapan kedua sistem hukum tersebut.

B. HUKUM KEBIASAAN INTERNASIONAL


Inggris memakai pendekatan monistik untuk Hukum Kebiasaan Internasional, Ketentuan
hukum kebiasaan internasional dapat menjadi bagian dari hukum nasional, dan akan
diterapkan sedemikian dalam pengadilan nasional di Inggris.

C. PERJANJIAN INTERNASIONAL (TREATY)


Suatu Perjanjian Internasional tidak merupakan bagian dari hukum domestik Inggris, kecuali
apabila Perjanjian internasional tersebut sudah diinkorporasikan secara khusus melalui
tindakan legislatif dengan pengundangan naional.

D. PRAKTIK DI AMERIKA SERIKAT


Hukum Internasional merupakan bagian dari Hukum Nasional Amerika.
Praktik di amerika hubungan hukum kebiasaan internasional dengan hukum nasional amerika
juga serupa dengan praktik di Inggris, menerapkan teori monisme.

E. PRAKTIK DI BELANDA
Semua ketentuan hukum nasional, bahkan ketentuan konstitusi, akan dikesampingkan jika
bertentangan dengan ketentuan perjanjian internasional atau bertentangan dengan keputusan
organisasi internasional yang mengikat semua bangsa.

F. PRAKTIK DI RUSIA
Prinsip-prinsip dan norma -norma hukum internasional dan perjanjian internasional federasi
Rusia yang secara umum telah diakui, merupakan bagian dari sistem hukumnya.

G. NEGARA-NEGARA EROPA BARAT


Hukum dasar dari negara-negara eropa barat, yang tertulis dan yang tidak tertulis mengakui
hukum dan kebiasaan internasional sebagai bagian dari hukum nasional.

H. REPUBLIK AFRIKA SELATAN


Menganut teori dualisme, Bahwa Perjanjian Internasional hanya akan mempunyai akibat
bilamana telah disetujui oleh Lembaga Nasional yang diberi kewenangan. Pemerintah akan
terikat pada perjanjian-perjanjian internasional yang mengikat Pemerintah, jika konstitusi
memberlakukannya.

Kegiatan Belajar 3 : Hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional di Indonesia


A. PASAL 11 UUD 1945
" Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain" 
Surat Presiden Kepada Ketua DPR No.2826/HK/1960 tanggal 22 Agustus 1960 yang
dijadikan Pedoman bagi Pemerintah Indonesia didalam mengadakan dan mengikatkan diri
pada perjanjian-perjanjian internasional.
Pasal 11 UUD 1945 mengalami perubahan/penambahan pada amandemen ketiga 2001 dan
Amandemen keempat 2002 menjadi :
a. Presdien dengan Persetujuan DPR menyatakan perang, mmebuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain
b. Presdien dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang
luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara
dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan UU harus dengan persetujuan DPR
c. Ketentuan lebih lanjut tentang Perjannjian Internasionaldiatur dengan UU

B. SURAT PRESIDEN NOMOR 2826/HK/1960 TANGGAL 22 AGUSTUS 1960


1. Kata Perjannjian dalam Psl 11 tidak mengandung arti segala perjanjian dengan negara
asing, tetapi hanya perjanjian terpenting saja, yaitu yang mengandung soal-soal politik dan
yang lazimnya dikehendaki berbentuk traktat atau treaty.
2. Untuk menjamin kelancaran didalam pelaksanaan kerja sama antara Pemerintah dengan
DPR sebagai tertera didalam Psl 11 UUD 1945, Pemerintah akan menyampaikan kepada
DPR untuk memperoleh persetujuan DPR hanya perjanjian-perjanjian yang terpenting saja
(treaties) yang diperincikan dibawah, sedangkan perjanjian-perjanjian lain 9agreements) akan
disampaikan kepada DPR hanya untuk diketahui.
3. Sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan diatas, Pemerintah berpendapat  bahwa
perjanjian-perjajnjian yang harus disampaikan kepada DPR untuk mendapat persetujuan
sebelum disahkan oleh Presiden.

Pemerintah Indonesia membedakan Perjanjian Internasional menjadi dua golongan:


1. Traktat atau Treaty yang memerlukan  persetujuan terlebih dahulu dari DPR sebelum
disahkan oleh Presiden
2. Perjanjian-Perjanjian lain (agreement) yang tidak memerlukan persetujuan dari DPR dan
disampaikan kepada DPR hanya untuk diketahui.

C. TAP/XX/MPRS/1966 MEMORANDUM DPR-GR MENGENAI SUMBER TERTIB


HUKUM RI DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN RI
DAN SKEMA SUSUNAN KEKUASAAN DIDALAM NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
Sumber Hukum Bagi Republik Indonesia:
1. Proklamasi 17 Agustus 1945
2. Dekrit 5 Juli 1959
3. UUD Proklamasi yaitu UUD 1945 yang terdiri dari Pembukaan dan Batang Tubuh
4. Surat Perintah 11 Maret 1966
Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia menurut Ketetapan
MPRS :
1. UUD RI 1945
2. Ketentuan-Ketentuan yang tercantum dalam UUJD 1945 merupakan Ketentuan yang
tertinggi tingkatnya yang pelaksanaannya dilakukan dengan Ketetapan MPR, UU dan
Keputusan Presiden
3. Ketetapan MPR
4. Undang-undang
5. UU adalah untuk melaksanakan UUD 1945 atau Ketetapan MPR dan dalam hal
kegentingan yang memaksa, Presdien berhak menetapkan peraturan-peraturan sebagai
pengganti UU
6.Peraturan Pemerintah
7. Keputusan Presiden
8. Keputusan Presiden berisi keputusan yang bersifat khusus untuk melaksanakan ketyentuan
UUD 1945 yang bersangkutan, Ketetapan MPR dalam bidang eksekutif atau Peraturan
Pemerintah.
9. Peraturan-peraturan pelaksana lainnya seperti Peraturan Menteri, Instuksi Menteri dan lain-
lainnya, harus dengan tegas berdasar dan bersumber pada peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi.

D. UU REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN


LUAR NEGERI
Dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri, Indonesia
terikat oleh Ketentuan-Ketentuan Hukum dan Kebiasaan Internasional , yang merupakan
dasar bagi pergaulan dan hubungan antarnegara (Penjelasan UU 37/1999 tentang
Hubungan Luar Negeri)

Pasal 15 UU 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri :


" Ketentuan mengenai pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional diatur dengan UU
tersendiri"

UU 24/2000 tentang Perjanjian Internasional (Menggantikan Suarat Presiden No


2826/HK/1960)
E. UU REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN
INTERNASIONAL
Untuk mengatur lebih lanjut ketentuan Psl 11 UUD 1945 dan perubahannya (1999) agar ada
peraturan yang pasti dan mempunyai bentuk yang sesuai dengan hukum positif Indonesia,
maka dengan persetujuan bersama DPR dan Presiden dibuat UU 24/2000 tentang Perjanjian
Internasional, Memberi definisi dari Perjanjian Internasional :
" Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur
dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban
dibidang hukum publik"

Pengesahan Perjanjian Internasional untuk negara mengikatkan diri pada perjanjian tersebut
terdiri dari:
1. Ratifikasi (ratification); negara yang mengesahkan perjanjian turut menandatangani
naskah perjanjian.
2. Aksessi (Accession); negara yang mengesahkan perjanjian tidak turut menandatangani
naskah perjanjian
3. Penerimaan (acceptance) dan penyetujuan (approval) adalah pernyataan menerima dan
menyetujui dari negara-negara pihak pada suatu perjanjian internasional atas perubahan
perjanjian internasional tersebut.

Pasal 10 UU 24 / 2000 mengatur pengesahan melalui UU akan dilakukan bilamana materi PI


berkenaan dengan:
1. Masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara
2. Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara RI
3. Kedaulatan atau hak berdaulat negara
4, HAM dan Lingkungan hidup
5. Pembentukan Kaidah Hukum baru
6. Pinjaman dan/atau hibah luar negeri

MODUL 4
SUMBER HUKUM INTERNASIONAL

PERJANJIAN INTERNASIONAL
Perjanjian Internasional merupakan Kesepakatan Antara Subjek Hukum Internasional untuk
menimbulkan Ketentuan-Ketentuan hukum yang mengikat untuk ditaati oleh para peserta
perjanjian. Atau dengan kata lain Perjanjian Internasional adalah Perjanjian yang dibuat antar
anggota masyarakat internasional untuk mencapai tujuan tertentu.

PERJANJIAN INTERNASIONAL
Pengertian Perjanjian Internasional
Sebagai Sumber Hukum Perjanjian Internasional norma-norma hukum perjanjian
internasional telah dikodifikasi dalam Konvensi Wina tahun 1969 Tentang Hukum
Perjanjian Internasional (Vienna Convention on The Law of The Treaties) pada tanggal 23
Mei 1969).

Konvensi Wina 1969 mulai berlaku (entered into force) pada tanggal 27 Jnauari 1980.
Konvensi Wina1969  hanya mengatur perjanjian yang dibuat antar negara.
Konvensi Wina 1986 mengatur lebih jauh yaitu perjanjian atara negara dengan organisasi
internasional serta antar sesama organisasi internasional.

Sumber Hukum Perjanjian Internasional mempunyai Kelebihan :


1.    Konvensi Wina 1969 dan Konvensi Wina 1986 menjadikan sumber hukum perjanjian
internasional lebih jelas dan lebih dipercaya.
2.    Proses pembuatan perjanjian Internasional (The process of treaty-making) relatif lebih cepat,
Karena proses perundingan pembuatan langsung untuk membentuk hukum internasional.
3.    Bahasa yang dipergunakan lebih jelas dan dapat dipercaya sebagai perwujudan dari
diterimanya standar umum dari tingkah laku yang diterima oleh masyarakat.

Istilah-istilah lain untuk menunjukan pengertian perjanjian internasional :


Traktat (Treaty), Persetujuan (agreement), Konvensi, Protokol, Arrangement, Proses Verbal,
Covenant, Piagam (charter), Statuta (statute), Deklarasi, Modus Vivendi, Accord, Exchange
of Note, Final Act, General Act, Pakta (Pact)

Konvensi adalah Hasil kesepakatan dalam perjanjian Multilateral. Biasanya Instrumen yang


dihasilkan oleh Organisasi Internasional contohnya yang dihasilkan oleh ILO, ICAO, dll.
Protokol adalah :
1.    Instrumen tambahan dari suatu Konvensi dan dikemukakan oleh negosiator yang sama
2.    Instrumen tambahan dari suatu konvensi, tetapi mempunyai sifat independen dan
memerlukan ratifikasi sendiri
3.    Perjanjian yang berdiri sendiri
4.    Recording dari kesimpulan yang dicapai dalam suatu negosiasi
5.    Perluasan dari suatubidang (scope) atau penafsiran dari suatu perjanjian
Agreement adalah : Instrumen yang kurang formal dan biasanya tidak dibuat oleh kepala
negara, dibuat untuk bidang dan pihak yang terbatas.
Arrangement  adalah biasanya untuk transaksi yang khusus dan sifatnya sementara.
Proses Verbal adalah suatu kesimpulan yang dibuat dari suatu proceeding dan kesimpulan
konferensi diplomatik dan juga sekarang dipakai sebagai record dari persetujuan yang
disetujui oleh para pihak
Charter adalah dipakai untuk anggaran dasar suatu organisasi internasional, misal charter
PBB.
Statuta adalah :
1.   Aturan dasar sehubungan dengan fungsi suatu institusi, misal statuta Mahkamah Internasional
2.   Aturan dasar yang ditentukan berdasarkan perjanjian internasional untuk memfungsikan
supervisi suatu kesatuan (entity) khusus.
3.   Instrumen asesoris untuk suatu konvensi yang menentukan suatu peraturan untuk diterapkan.
Deklarasi adalah :
1.   Pengertian Treaty (Traktat), contoh Declaration of Paris 1856
2.   Instrumen informal melekat pada perjanjian atau konvensi untuk memberikan penafsiran atau
menjelaskan treaty atau konvensi tersebut
3.   Persetujuan informal sehubungan dengan suatu masalah yang kecil yang penting
4.   Resolusi dari konferensi diplomatik untuk meyakinkan beberapa prinsip atau pertimbangan
untuk menjadi perhatian semua negara, contoh deklarasi larangan penggunaan militer.

Modus Vivendi adalah instrumen yang me-record suatu persetujuan (agreement)


internasional untuk
sementara atau provisional yang dimaksudkan untuk diganti dengan arrangement agar lebih
permanen dan siptnya detail.
Excahange of notes (or of latter) adalah suatu metode informal dipakai untuk tahun/waktu
yang baru (recent), dimana negara menyatakan suatu pengertian tertentu atau mengakui suatu
kewajiban tertentu sebagai kewajiban yang mengikat.
Final Act  adalah instrumen yang me-record jalannya proceeding dari suatu konferensi untuk
memutuskan suatu konvensi, contoh Final Act Konvensi Hukum laut (1982).
General Act merupakan Treaty yang bersifat bisa formal maupun non formal.

Dari Istilah-istilah perjanjian Internasional  dalam prakteknya terbagi menjadi perjanjian yang
penting menggunakan istilah traktat (treaty), dan yang bersifat perjanjian eksekutif
menggunakan agreement.
Perjanjian Internasional digolongkan dalam “treaty contact” dan “Law making treaty”.

Treaty Contact adalah perjanjian yang hanya memberikan hak-hak dan kewajiban kepada
pihak peserta perjanjian.
Law Making Treaty adalah perjanjian yang menentukan kaidah-kaidah hukum yang berlaku
bagi masyarakat internasional secara keselutuhan.

Pembuatan Suatu Perjanjian Internasional


PROSES PEMBUATAN PERJANJIAN :
1.    Dua Tahap ; Tahap Perundingan dan Tahap Penandatanganan
2.    Tiga Tahap ; Tahap Perundingan, Penandatanganan, dan Ratifikasi.
Pasal 6 Konvensi Wina 1969; Setiap negara mempunyai kapasitas untuk membuat
Perjanjian Internasional.
Pasal 7 Konvensi Wina 1969;  Yang berhak mewakili negaranya untuk mengikatkan
negaranya dalam perjanjian internasional ditentukan oleh peraturan intern suatu negara.
Utusan yang mewakili negara tersebut harus mempunyai kuasa penuh (full powers) kecuali
untuk Kepala Negara / Pemerintahan , Menteri Luar Negeri, Kepala Perwakilan Diplomatik
karena jabatannya tidak memerlukan kuasa penuh (full powers).
Seseorang dianggap mewakili negaranya dengan maksud menerima (adopting) atau
otentifikasi (authenticating) teks suatu perjanjian internasional atau dengan maksud untuk
menyatakan kesepakatan dari suatu negara untuk mengikatkan negaranya pada suatu
perjanjian internasional.

Penerimaan Naskah Perjanjian (Adoption of The Text)


Setelah draft perjanjian disepakati maka akan diadakan penerimaan naskah perjanjian. Dalam
Perjanjian Miltirateral kesepakatan sukar dicapai.
Pasal 9(1) 1969 : Kesepakatan perlu disetujui oleh semua peserta yang ikut perumusan
naskah perjanjian atau perundingan.
Pasal 9(2) 1969 : Dalam Konferensi Internasional pengesahan  memerlukan oleh dua pertiga
yang hadir dan memberikan suara, kecuali menggunakan cara lain dengan mayoritas suara
yang sama.

Pengesahan Naskah Perjanjian (Authentication of The Text)


Merupakan satu tindakan tentang diterimanya naskah akhir hasil perjanjian internasional,
perjanjian itu sendiri menentukan bahwa naskah yang sudah disahkan ini akan menjadi
naskah final.

PERSETUJUAN UNTUK TERIKAT DALAM SUATU PERJANJIAN(CONSENT TO


BE BOUND BY A TREATY)
Jika Dua tahap perundingan adalah Perundingan dan Penandatanganan, maka persetujuan
turut serta dalam perjanjian cukup dengan tandatangan.
Pada Perjanjian yang memerlukan tiga tahap (perundingan, penandatanganan dan Ratifikasi).
Penandatanganan oleh wakil negaranya masih harus disahkan/di-ratified oleh lembaga yang
berwenang dalam negaranya.
Dalam Perjanjian yang melalui tiga tahap ini Hukum Internasional tidak mewajibkan negara
yang perutusannya telah menandatangani hasil perundinagan yang dilakukan, menurut hukum
atau moral untuk meratifikasi persetujuan tersebut (Sugeng Istanto).

SAAT BERLAKUNYA SUATU PERJANJIAN INTERNASIONAL


Saat Berlakunya Perjanjian Internasional
Pada perjanjian bilateral disepakati stelah tukar menukar dokumen ratifikasi, atau ditentukan
dalam perjanjian setelah sekian hari dokumen ratifikasi dipertukarkan.
Pada Mutirateral ditentukan pada perjanjian tersebut setelah beberapa lama dokumen
ratifiksai dideposit dan beberapa hari setelah persyaratan deposit dokumen ratifikasi itu
dipenuhi.
Pendaftaran Perjanjian Internasional
Setiap perjanjian yang dibuat oleh anggota PBB harus didaftarkan di Sekretariat Jenderal
PBB dan kemudian diumumkan dalam United Nations Treaties Series (UNTS) sehingga
masyarakat Internasional dapat mengetahui perjanjian tersebut.
Reservasi
Merupakan pernyataan sepihak tanpa memperhatikan bentuk dan nama dari pernyataan
tersebut untuk tidak terikat atau untuk mengubah ketentuan tertentu dari suatu perjanjian
dalam penerapan perjanjian tersebut.

PROSEDUR UNTUK MENGAJUKAN RESERVASI


Penerimaan atau penolakan reservasi harus diajukan secara tertulis, disampaikan kepada
peserta perjanjian lainnya yang juga dimuat dalam UNTS tentang penerimaan atau penolakan
reservasi yang diajukan.

PELAKSANAAN DAN PENAFSIRAN PERJANJIAN INTERNASIONAL


Kewajiban untuk melaksanakan Perjanjian Internasional
Asas Perjanjian berlaku mengikat para pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik
(Pacta sunt servanda) adalah asas prinsip umum hukum.
Dikenal juga prinsip free consent (kebebasan atau asas kebebasan berkontrak) maksudnya
semua pihak akan membuat perjanjian internasional didasarkan pada prinsip kebebasan
berkontrak, artinya bahwa para pihak bebas mengemukakan apa yang menjadi kehendaknya
dan tidak boleh ada tekanan yang akan mengakibatkan gagal/tidak sahnya suatu perjanjian.
Wilayah Teritorial berlakunya Perjanjian Internasional
Perjanjian akan mengikat para pihak disemua wilayahnya, kecuali ditentukan lain dalam
perjanjian tersebut seperti pada saat kolonialisme perjanjian yang dibuat pemerintah kolonial
sering mencantumkan klausula bahwa perjanjian tersebut juga berlakun untuk wilayah
kolonialnya.
Kewajiban untuk melaksanakan Perjanjian Internasional kaitannya dengan Hukum
Nasional
Bahwa satu pihak tidak dapat menggunakan alasan untuk tidak menjalankan kewajibannya
karena didasarkan pada hukum nasionalnya.
Perjanjian Internasional dan Negara Pihak Ketiga
Perjanjian Internasional hanya berlaku bagi para pihak, dan tidak ada hak atau kewajiban
yang dibebankan pada pihak ketiga.
Tetapi ada kemungkinan bahwa aturan dalam perjannjian internasional itu mengikat pihak
ketiga berdasarkan hukum kebiasaan internasional.
Penafsiran suatu Perjanjian Internasional
Bila suatu perjanjian sudah cukup jelas maka tidak diperlukan adanya penafsiran, Bila ada
perbedaan pendapat antara pihak peserta perjanjian maka timbullah kepentingan untuk
mengadakan penafsiran atas perjanjian tersebut.

ASSESI DAN ADHESI (ACCESSION AND ADHESION)


Assesi adalah dilakukan suatu negara yang akan ikut serta dalam perjanjian internasional,
namun negara tersebut bukan negara penandatanganan perjanjian tersebut waktu perjanjian
internasional tersebut dibuat. Assesi dilakukan sesuai persyaratan yang ditentukan dalam
Perjanjian.
Adhesi adalah Assesi  dengan hanya menyetujui bagian tertentu dari nsuatu perjanjian
internasional atau hanya ikut untuk prinsip-prinsip tertentu saja.

REVISI PERJANJIAN INTERNASIONAL


Suatu Perjanjian bila para pihaknya menyetujui maka perjanjian itu akan diadakan revisi
karena adanya perkembangan baru yang mengharuskan perjanjian internasional tersebut akan
di revisi untuk menyesuaikan perjanjian tersebut dengan perkembangan baru, Revisi
perjanjian internasional sma dengan amandemen atau modifikasi.

TIDAK SAHNYA SUATU PERJANJIAN, BERKAHIRNYA DAN PENANGGUHAN


SUATU PERJANJIAN
Tidak sahnya suatu Perjanjian
1.       Telah melanggar suatu ketentuan dalam hukum nasionalnya.
2.       Karena adanya kekeliruan (error) dari perjanjian.

3.       Kecurangan (fraud)
4.       Kelicikan yang dilakukan oleh wakil negara (corruption)
5.       Paksaan yang dilakukan oleh wakil negara (Coercion)
6.       Perjanjian yang bertentangan dengan Jus Cogen.
Akibat Tidak Sahnya Suatu Perjanjian
Pihak yang menyatakan bahwa perjanjian tidak sah harus dengan pemberitahuan pada pihak
peserta perjanjian lainnya dan memberikan jangka waktu untuk memberikan keberatan
sebelum mengambil tindakan.

BERHENTINYA SUATU PERJANJIAN


Berakhirnya Perjanjian karena sesuai dengan maksud dari perjanjian itu sendiri
Kadang dalam Perjanjian Internasional ada ketentuan bahwa perjanjian secara otomatis
berakhir setelah waktu tertentuatau karena suatu kejadian tertentu terjadi.
Karena Kehendak para pihak
Para pihak dapat untuk menghentikan perjanjian setiap saat berdasarkan kesepakatan para
pihak.
Pemutusan atau berakhirnya suatu perjanjian yang tidak dimuat dalam perjanjian
Jika para pihak mengakui adanya kemungkinan untuk memutuskan atau menghentikan
perjanjian maka hal ini dapat dipakai sebagai alasan untuk memutuskan atau menghentikan
perjanjian, hak untuk memutuskan atau menarik diri bisa secara implisit terjadi karena sifat
dari perjanjian tersebut.
Berakhirnya atau penundaan suatu perjanjian sebagai konsekuensi adanya pelanggaran
Dalam Perjanjian Bilateral bila ada pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu pihak maka
pihak lain dapat meminta pengakhiran perjanjian atau penundaan berlakunya perjanjian
sebagian atau seluruhnya karena adanya pelanggaran yang terjadi.
Tidak memungkinkannya melaksanakan perjanjian
Bila ketidakmungkinan untuk terus melaksanakan perjanjian yang disebabkan karena
lenyapnya objek yang sangat diperlukan untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Jika
kemungkinan itu sifatnya hanya sementara hanya bisa meminta penangguhan perjanjian saja.
Perubahan yang mendasar (Rebus Sic Stantibus)
Keadaan mendasar tersebut adalah dasar pokok bagi kesepakatan para pihak untuk
mengikatkan diri pada perjanjian dan atau pengaruh dari perubahan mendasar tersebut sama
sekali untuk mengubah kewajiban-kewajiban yang masih belum dilaksanakan sesuai dengan
perjanjian tersebut.

KARENA ADANYA PERANG


Dalam Konvensi Wina 1969 Karena perang tidak ada ketentuan untuk mengakhiri perjanjian
internasional.
PERJANJIAN INTERNASIONAL YANG DIBUAT OLEH ORGANISASI
INTERNASIONAL
Pengakuan Organisasi Internasional sebagai Subjek Hukum Internasional berarti organisasi
Internasional mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi dalam hukum internasional yang
berarti bahwa organisasi internasional mempunyai kewenangan untuk membuat perjanjian
internasional.

KEBIASAAN INTERNASIONAL, PRINSIP-PRINSIP HUKUM YANG DIAKUI


OLEH BANGSA-BANGSA YANG BERADAB

KEBIASAAN INTERNASIONAL
Pengertian Hukum Kebiasaan Internasional dan Kebiasaan Internasional
Dalam Pasal 38(1) Statuta Mahkamah Internasional ; Kebiasaan-kebiasaan internasional
sebagai terbukti telah merupakan praktik-praktik umum yang diterima sebagai hukum.

Terdapat perbedaan antara Hukum Kebiasaan (Custom) dan Kebiasaan (Usage).


Kebiasaan (Usage) adalah praktek umum yang tidak merefleksikan hukum, contoh upacara
penghormatan (salut) yang dilakukan di laut.

Mochtar Kusumaatmadja; Kapan Kebiasaan Internasional (kebiasaan umum)  menjadi


Hukum Kebiasaan Internasional :
1.      Perlu adanya suatu Kebiasaan, yaitu suatu pola induk yang berlangsung lama yang
merupakan serangkaian tindakan yang serupa mengenai hal dan keadaan yang serupa.
Kebiasaan ini harus bersifat umum dan bertalian dengan hubungan internasionalnya, baru
dikatakan telah ada kebiasaan internasional yang bersifat umum.
2.      Perlu adanya Unsur Psikologis yang menghendaki bahwa kebiasaan internasional dirasakan
memenuhi suruhan akidah atau kewajiban hukum (opinio juris sive necessitatis),

Akehurst’s dengan menunjuk Kasus Nikaragua ; Hukum kebiasaan Internasional


mempunyai dua unsur (objektif dan subjektif), Unsur Objektif adanya suatu praktik umum
dan unsur subjektif adalah diterima sebagai hukum (disebut opinio juris)

Ian Brownlie dengan menunjuk pada United Nations Legislative Series pedoman bekerjanya
ILC; Elemen dari Hukum kebiasaan adalah :
1.      Duration (Periode Waktu), Dari Praktek menunjukan adanya konsistensi dan secara umum
membuktikan tidak ada persyaratan mengenai periode waktu yang dibutuhkan.
2.      Uniformity, Consistency of The Practice (Uniformitas, praktik yang konsisten)
Uniformalitas secara lengkap tidak diperlukan, tetapi substansi adanya uniformalitas
diperlukan.
3.      Merupakan Praktik Umum (Generality of The Practice), Aspek ini adalah komplemen dari
unsur konsistensi.
4.      Opinio Juris et necessitatis; adalah adanya praktik yang diakui sebagai kewajiban. Unsur ini
disebut juga unsur psikologis.

      
Hukum Kebiasaan Internasional yang Instan (Instant Customary Internasional Law)
Permasalahan yang dilihat adalah ada atau tidak adanya kategori dari “dirrito spontaneo” atau
“instan customory law” atau Hukum Kebiasaan Internasional yang instant seperti yang
disampaikan Roberto Ago dan Bin Cheng yang menolak adanya praktik negara-negara dan
hukum kebiasaan internasional cukup adanya opinio juris sebagai elemen constitutif.

Teori Hukum Internasional tentang Universalitas dan Konsensus


Jika telah adanya suatu praktik beberapa negara kemudian diikuti oleh negara-negara lain
maka akan timbul hukum kebiasaan yang baru.
Jika kebiasaan itu mendapat pertentangan mengenai apakah hukum kebiasaan baru dapat
menggantikan hukum kebiasaan lama dengan didasarkan pada kekuatan negara yang
menentang untuk itu harus memnuhi syarat harus ada praktik negara-negara dan harus
muncul konsensus baru diantara negara-negara hingga muncul opinio juris yang baru dalam
suatu kasus.
Munculnya Konsesnsus baru tersebut melahirkan Teori Konsensus

Hubungan Hukum Kebiasaan Internasional dan Perjanjian Internasional


Hubungannya sangat erat. Suatu Hukum Kebiasaan Internasional dapat diteguhkan menjadi
Perjanjian Internasional / Konvensi Internasional.
Internasional Law Comission (ILC) ; Mempunyai tugas mengkodifikasi Ketentuan Hukum
Kebiasaan dan perkembangan-perkembangan baru (progressive development of
international law).

Sebaliknya, Ketentuan-Ketentuan didalam Perjanjian  Internasional yang sering dipraktekan


oleh negara-negara dapat berubah menjadi Hukum Kebiasaan Internasional.

PRINSIP PRINSIP HUKUM YANG DIAKUI OLEH BANGSA BERADAB


Prinsip Hukum dipakai Sumber Hukum gunanya untuk mengisi kekosongan yang ada, yang
tidak terdapat di perjanjian Internasional  atau di hukum kebiasaan internasional.

  
SUMBER HUKUM TAMBAHAN
KEPUTUSAN PENGADILAN
Bahwa banyak Keputusan Pengadilan atau Badan arbitrase telah menunjukan adanya Hukum
Kebiasaan Internasional, juga dapat dikatakan bahwa ada kemungkinan hakim dapat juga
membentuk hukum. Sebagai contoh keputusan-Keputusan ICJ banyak memberikan inovasi
pada perkembangan hukum internasional dan yang telah diterima oleh masyarakat
internasional.

AJARAN-AJARAN DARI AHLI HUKUM YANG TERPANDANG DARI BERBAGAI


NEGARA
Ajaran-ajaran ahli Hukum Internasional yang terpandang sering dapat dipakai sebagai acuan
tentang adanya perkembangan baru dalam Hukum Internasional.

KEPUTUSAN-KEPUTUSAN ORGANISASI INTERNASIONAL


Keputusan-keputusan organisasi internasional harus diperhitungkan sebagai sumber hukum
intenasional karena organ-organ/kelengkapan suatu Organisasi Internasional mewakili
negara-negara yang menjadi anggotanya. Misalnya Keputusan (Resolusi) Majelis Umum
PBB tentang Declaration of Human Rights berpengaruh besar di Masyarakat Internasional.
Dalam organ/alat kelengkapan organisasi internasional yang tidak semua anggotanya atau
hanya beberapa negara yang menjadi anggotanya, keputusan juga dapat mempengaruhi
perkembangan hukum intenasional, contohnya Dewan Keamanan PBB dan Sekretariat
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB), Sekjen PBB yang ditunjuk sebagai
depository perjanjian internasional (ps 102 Piagam PBB) telah mempengaruhi perkembangan
hukum perjanjian internasional misalnya masalah reservasi.

Soft Law adalah peristilahan yang dipakai pada perjanjian internasional yang belum mengikat
para pihak secara hukum, tetapi para pihak berharap menguji ketentuan tertentu atau prinsip-
prinsip hukum tertentu sebelum diberlakukan.

MODUL 5
SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

Kegiatan Belajar 1 : Subjek Hukum Internasional


A. NEGARA
1. Pengertian Negara
Negara merupakan Subjek HI yang sempurna.
Permualaan Perkembangan HI modern adalah Kongres Westphalia yang pesertanya adalah
Negara (Bentuk pemerintahan yang terpisah dari Gereja).

Konvensi Montevideo (1933) sebagai Subjek Hukum Internasional negara harus memenuhi
syarat:
1. Penduduk yang tetap
2. wilayah yang tetap
3. pemerintahan
4. kemampuan untuk mengadakan HI.

2. Hak dan Kewajiban Negara


Hak Negara:
1. Kemerdekaan
2. Kedaulatan
3. Hak Untuk Bela diri
4, Hak untuk menjadi anggota organisasi Internasional
Kewajiban Negara Menurut Hukum Internasional :
1. Menyelesaikan sengketa dengan cara damai
2. Tidak ikut campur tangan dalam urusan negara lain
3. Melaksanakan Perjanjian Internasional dengan Itikad baik
4. Menghormati negara tetangga (good neighbourhood)

Starke; ada tiga macam Intervensi :


1. Intervensi Internal; contoh di negara B ada sengketa antara kelompok-kelompok diwilayah
B, kemudian Negara A ikut campur
2. Intervensi Eksternal; contoh negara A ikut campur dalam urusan negara lain ynag menjadi
musuh umum
3. Intervensi Punitive; intervensi yang merupakan hukuman, ini adalah sejenis repraisal
karena adanya kerugian yang dioderita karena ulah negara l;ain. contoh blokade damai
terhadap negara sebagai balasan dari adanya pelanggaran berat dari suatu perjanjian.

B. KEDAULATAN NEGARA
1. Prinsip persamaan kedaulatan (Sovereign Equality)
a. Konsep Persamaan Keadulatan
Deklarasi Majelis Umum PBB tahun 1970; Deklarasi Prinsip-Prinsip HI sehubungan
dengan Hubungan Persahabatan dan Kerja sama antara negara-negara dalam
kaitannya dengan PBB: Dinyatakan Prinsip bahwa semua negara menikmati persamaan
derajat/kesetaraan kedaulatan. Oleh karenanya mempunyai Hak dan Kewajiban yang sama
sebagai anggota dari suatu masyarakat internasional, tanpa memperhatikan sistem ekonomi,
politik, sosial, dsb.

b. Arti Persamaan Kedaulatan dari Segi Hukum (The Legal Contens of equality)
Menurut Komite Khusus PBB untuk Prinsip-prinsip HI sehubungan dengan Hubungan Damai
dan Kerja sama antara negara-negara (The United Nation special Committe on principles of
International Law Concerning Peaceful Relations and Cooperation among states) tahun 1964
telah dicapai kesepakatan: Setiap negara berdaulat menikmati persamaan kedaulatansebagai
subjek hukum internasional.
c. Prinsip Persamaan Kedaulatan dihubungkan dengan prinsip suara terbanyak (majority
vote) di Organisasi Internasional.
Setiap anggota Majelis Umum mempunyai satu suara dan Keputusan Majelis Umum diputus
dengan suara mayoritas dua pertiga dari anggota yang hadir dan memberikan suaranya.

2. Hak untuk Bela diri


a. Pengertian bela diri
Hak untuk bela diri adalah hak yang ada dalam sistem hukum manapun. Untuk melaksanakan
hak bela diri negara tidak perlu sampai ada serangan atau untuk menunggu apakah tindakan
itu sah atau tidak, kemampuan persenjataan, waktu untuk menunggu reaksi, situasi yang
strategis adalah faktor yang harus dipertimbangkan.

b. Bela Diri menurut perumusan pasal 51 Piagam PBB


Tidak ada ketentuan dalam piagam ini yangb boleh dirugikan perseorangan atau bersama
untuk membela diri apabila suatu suatu serangan bersenjata terjadi terhadap suatu anggota
PBB, sampai Dewan Keamanan mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
memelihara perdamaian dan keamanan internasional.

C. MACAM-MACAM NEGARA
1. Negara Kesatuan
Negara dimana pemerintah pusat memegang kekuasaan tertinggi dan wewenang untuk
mengadakan hubungan luar negeri berada di pemerintah pusat.

2. Negara Federal
Negara dimana ada pemerintah pusat dan pemerintahan negara bagian.

D. UNION / GABUNGAN ANTARA BEBERAPA NEGARA


Uni (Union); Jika dua atau beberapa negara merdeka bergabung, tetapi masing-masing
mempertahankan dirinya sebagai Subjek hukum Internasional.
Perbedaan Masing-masing Uni :
1. Uni Personal (Personal Union)
Terjadi bila dua negara menggabungkan diri karena mempunyai raja yang sama
2. Uni Riil (Real Union)
Jika dua atau lebih negara menggabungkan diri berdasarkan Perjanjian Internasional dan
mengakui adanya Kepala Negara yang sama dan melakukan kegiatan internasional secara
bersama.
3. Uni Ekonomi (Economic Union)
Negara-negara secara bersama membentuk kerjasama dalam bidang Bea Cukai (customs
union) atau kerjasama dalam bidang ekonomi.

1. Negara Konfederasi
Gabungan dari negara-negara dengan Perjanjian  internasional dimana pemerintah pusatnya
diberikan wewenang tertentu.
2. Negara Netral
Negara yang kemerdekaan, politik dan integritas wilayahnya dijamin secara permanen oleh
suatu perjanjian bersama negara-negara besar dan negara ini tidak akan berperang dengan
negara lain kecuali untuk bela diri dan tak akan mengadakan perjanjian aliansi yang
memungkinkan menimbulkan perang.

E. NEGARA-NEGARA PERSEMAKMURAN (COMMONTWEALTH COUNTRIES)


Negara-negara bekas Jajahan Inggris (British Commonwealth)
1. Negara Protektorat
Apabila suatu negara mengadakan perjanjian untuk menempatkan dirinya dibawah
perlindungan negara lain ; dan hubungan luar negeri atau kebijakan-kebijakan dalam negeri
yang penting ada dibawah wewenang negara pelindungnya.
2. Kondominium
Sistem Kondominium timbul bila diatas satu wilayah diselenggarakan suatu sistem
pemerintahan bersama antara dua atau tiga negara luar.

Kegiatan Belajar 2 : Yurisdiksi dan Tanggung Jawab Negara


A. YURISDIKSI NEGARA
1. Pengertian Yurisdiksi
Yuridiksi erat kaitannya dengan konsep kemerdekaan dan wilayah; Adalah kekuasaan negara
yang berpengaruh terhadap orang, milik dan merupakan refleksi dari kedaulatan negara,
persamaan negara  dan tidak akan ikut campur dalam urusan dalam negeri suatu negara.

2. Yurisdiksi Teritorial
Yuridiksi yang didasarkan pada wilayah; wilayah meliputi wilayah darat, wilayah laut
teritorial, contiquous zone, continental shelf, ZEE, Pelabuhan.

3. Yurisdiksi atas Kapal


Negara mempunyai yuridiksi atas kapal yang memakai benderanya; Sebuah Kapal adalah
merupakan wilayah terapung.

4. Kapal Perang atau Kapal Pemerintah yang dipergunakan untuk kepentingan non
komersil
Kapal tersebut menikmati kekebalan terhadap negara lain dan harus menghormati peraturan-
peraturan negara pantai.

5. Pelabuhan 
Negara mempunyai yuridiksi mutlak atas pelabuhan, setiap kapal yang akan masuk suatu
pelabuhan negara harus mendapat izin dari negara pantai.

6. Bajak Laut (Piracy)


Setiap Negara mempunyai yuridiksi terhadap bajak laut tanpa memperhatikan nasionalitas
bajak laut. Yurisdiksi ini didasarkan pada bajak laut adalah musuh dari semua orang dan
bajak laut ditempatkan diluar perlindungan dari negaranya (Tunduk pada jurisdiksi universal)

7. Yurisdiksi Negara sehubungan dengan Pesawat Udara


Pesawat udara/terbang dengan bendera negara dimana pesawat tersebut telah didaftarkan
sesuai dengan peraturan yang ada dan mempunyai kebangsaan dimana bendera dipakai di
pesawat terbang tersebut.

8. Yurisdiksi Personal
Terbagi dua; Yurisdiksi berdasarkan Kewarganegaraan dan Yurisdiksi terhadap orang asing.

9. Yurisdiksi Berdasarkan Kewarganegaraan


Perlindungan Internasional dapat berupa perlindungan yang diberikan oleh kedutaannya pada
waktu warga negara berada diluar negeri, dan memudahkan bagi negara lain untuk menuntut
seseorang warga negara-negara lain yang telah merugikan suatu negara.
Prinsip Nasional dalam Hukum Internasional:
Prinsip nasional aktif; negara dapat menjalankan yurisdiksi terhadap warga negaranya
Prinsip nasional Pasif; negara dapat menjalankan yurisdiksi terhadap warga negara yang
telah melakukan tindak pidana diluar negeri.

10. Yuridiksi terhadap orang asing


Negara mempunyai yurisdiksi terhadap orang asing yang ada dalam teritorialnya. Kecuali
untuk hal-hal berikut yurisdiksi negara tidak bisa diterapkan:
1. Korps diplomatik (Konsuler)
2. Orang yang bekerja pada organisasi internasional diwilayahnya
3. Kunjungan kenegaraan resmi kepala negara/perdana menteri
4. Kapal perang atau kapal pemerintah untuk tujuan non komersil
5. Angkatan Bersenjata asing yang keberadaannya mendapat izin.

B. TANGGUNG JAWAB NEGARA (STATE RESPONSIBILITY)


1. Pengertian
Tanggungjawab negara adalah merupakan prinsip dasar dari hukum internasional, timbul
secara alami dari sistem HI dan doktrin kedaulatan negara serta persamaan derajat.
Tanggungjawab negara timbul bila suatu negara melakukan tindakan yang salah menurut
hukum internasional dan merugikan negara lain. Suatu pelanggaran terhadap kewajiban
internasional menimbulkan kewajiban untuk ganti rugi.

2. Batas-Batas Tanggung Jawab menurut HI dan menurut Hukum Nasional


Tanggungjawab negara menurut HI timbul bila ada pelanggaran terhadap kewajiban menurut
HI atau tidak melakukan tindakan yang akibatnya merugikan negara lain.
JG Starke; Tanggungjawab negara menyangkut dua hal :
1. Tindakan suatu negara yang melanggar kewajiban atau tidak melakukan kewajiban
menurut HI dan ini menimbulkan tanggungjawab.
2. Wewenang atau kompetensi pejabat negara yang menyebabkan kesalahan telah dilakukan

C. MACAM-MACAM TANGGUNG JAWAB NEGARA 


1. Tanggung Jawab negara atas Perjanjian Internasional
Setiap negara mempunyai tanggungjawab atas perjanjian dimana negara tersebut menjadi
pihak dalam suatu perjanjian internasional.
2. Kontrak yang dilakukan oleh negara dengan orang asing atau dengan suatu
Korporat asing
Dalam hal ini maka hukum yang dipakai mungkin hukum internasional atau prinsip umum
hukum atau hukum nasional yang dipilih para pihak.

3. Tanggung Jawab Negara atas Konsesi


Konsesi; adalah merupakan hak suatu negara yang timbul dari konstitusinya, dimana setiap
negara berdaulat di wilayahnya mempunyai kekuasaan hukum untuk memberikan hak pada
orang atau korporasi asing untuk mengeksplorasi sumber daya alam milik negara tersebut.

4. Tanggung Jawab Negara atas Ekspropriasi


Ekspropriasi; adalah pencabutan hak milik perorangan untuk kepentingan umum yang
disertai dengan ganti rugi.

5. Tanggung Jawab atas Utang Negara


Masalah utang negara sering timbul dalam hal adanya penggantian negara, misalkan karena
aneksasi, biasanya negara pengganti menghindarkan diri dari utang yang dibuat negara lama.
Namun juga terjadi karena pemerintah suatu negara gagal menepati janjinya untuk membayar
hutang.

6. Tanggung Jawab Negara dihubungkan dengan Doktrin Imputabilities


The doctrine imputability atau attributability; Menurut Teori ini bahwa kesalahan yang
dilakukan oleh petugas negara atau orang yang bertindak atas nama negaranya dibebankan
kepada negaranya.

7. Tanggung Jawab Negara atas Lingkungan


Tanggungjawab negara terhadap kerusakan lingkungan yang berdampak pada negara lain.

8. Tanggung Jawab Negara dan Teori Kesalahan (Fault)


Teori Objektif (Teori Resiko); Tanggungjawab negara adalah mutlak (strict) artinya seorang
pejabat atau agen negara telah melakukan tindakn dan merugikan orang lain, maka negaranya
berftanggungjawab menurut HI tanpa melihat tindakan tersebut baik atau buruk
Teori Subjektif (Teori Kesalahan); Tanggung Jawab negara ditentukan karena adanya unsur
kesalahan atau kelalaian (culpa) pada pejabat atau agen negara yang bersangkutan

9. Exhaustion of local Remedies


Dalam Hukum Kebiasaan Internasional diterima bahwa seorang yang akan menuntut suatu
negara karena tanggung jawab negara sebelum mengajukan tuntutan ke pengadilan luar
negeri harus menggunakan terlebih dahulu uoaya yang tersedia didalam negeri yang
bersangkutan.

Kegiatan Belajar 3 : Subjek Hukum Internasional Non Negara


A. ORGANISASI INTERNASIONAL 
Sebagai Subjek Hukum Internasional maka Organisasi Internasional mempunyai Hak dan
Kewajiban.
Hak Organisasi Internasional menurut HI :
1. Membuat Perjanjian Internasional
2. Hak untuk menerima perwakilan negara anggota dan negara lainnya atau organisasi
internasional lainnya dan hak untuk mengirimkan utusannya ke negara anggota, negara
lainnya atau ke organisasi internasional lainnya.
3. Hak untuk mengajukan tuntutan Internasional
4. Hak untuk menikmati hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik
5. Hak mengatur sendiri anggaran yang dibutuhkan oleh organisasi
6. Hak untuk memiliki benda bergerak maupun yang tidak bergerak
Kewajiban Organisasi Internasional :
1. Untuk mentaati Hukum Internasional
2. Tidak akan mencampuri urusan dalam negeri suatu negara (Psl 2(7) Piagam PBB)

B. NEGARA GEREJA VATIKAN


Berdasarkan Perjanjian Lateran tanggal 11 Februari 1929; Italia memberikan sebagian
wilayah di Roma kepada Tahta Suci untuk mendirikan Negara Gereja Vatikan.

C. PALANG MERAH INTERNASIONAL (INTERNATIONAL COMMITTEE OF


THE RED CROSS-ICRC)
Pengarang Buku 'Un souvenir de Solferino' Henri Dunant mengilhami diadakan Konferensi
Internasional di Swiss yang diikuti 16 negara pada tahun 1863 yang melahirkan Konvensi
Palang Merah yang pertama.
Konvensi Palang Merah tahun 1949 di Jenewa terdiri 4 Konvensi :
1. Perang di darat
2. Perang di laut
3. Perlindungan Tawanan Perang
4. Perlindungan Penduduk Sipil

D. INDIVIDU
Kelsen; Hak dan Kewajiban Negara pada akhirnya Individu yang merupakan rakyat dari
negara tersebut yang akan melaksanakan Kewajiban tersebut.

E. PEMBERONTAK DAN PIHAK YANG BERSENGKETA


Pemberontak adalah kelompok yang melawan pemerintah resmi, Jika Pemberontak itu telah
luas menguasai wilayah dan dapat menguasai wilyah itu dengan intensif, maka status sebagai
pemberontak dapat meningkat sebagai pihak yang bersengketa (insurgent) ;
1. Telah menguasai wilayah yang cukup
2. Ada dukungan luas dari mayoritas rakyat
3. Mempunyai kemampuan melaksanakan kewajiban internasional

F. GERAKAN PEMBEBASAN KEMERDEKAAN 


Sebagai contoh Gerakan Pembebasan Palestina PLO sebelum negara Palestina terbentuk.

MODUL 6
WILAYAH NEGARA
Suatu Negara memperoleh hak atas wilayah dengan cara-cara:
a. Pendudukan (occuption) terhadap terra nullus
b. Preskripsi (prescription)
c. Akresi (accretion)
d. Cessi (cession)
e. Penaklukan (conquest)
Bagi Negara baru perolehan wilayah didapat melalui pelaksanaan hak penentuan nasib
sendiri (right to self-determination)
Kegiatan Belajar 1 : Wilayah Darat
A. PENDUDUKAN (OCCUPATION)
Oppenheim; pendudukan (occuption) merupakan tindakan perolehan oleh suatu negara atas
suatu wilayah.
Wilayah yang diperoleh denagn okupsi, harus merupakan wilayah yang res nullus yaitu
wilayah yang tidak diduduki oleh suatu negara atau bangsa yang mempunyai kedaulatan atas
wilayah tersebut sebelumnya.

B. PRESKRIPSI (PRESCRIPTION)
Mengakuisisi wilayah oleh pihak lain yang berlangsung secara damai dan berlangsung dalam
waktu yang lama.
Hak atas wilayah melalui preskripsi dianggap diperoleh karena pemiliknya telah melepaskan
haknya atas wilayah tersebut.

C. AKRESI (ACCRETION)
Adalah suatu cara memperoleh hak atas wilayah baru yang terjadi karena penambahan secara
perlahan-lahan pada daratan dari suatu negara yang berdaulat, karena proses alamiah.

D. CESSI (CESSION)
Perolehan wilayah dengan cara menyerahkan (transfer) suatu bagian wilayah tertentu milik
suatu negara ke negara lainnya.
Biasanya cessi dilakukan dengan dimuat dalam suatu perjanjian yang mencantumkan wilayah
mana yang diserahkan dan persyaratan-persyaratannya.

E. PENAKLUKAN (CONQUEST)
Perolehan wilayah dari negara lawan melalui kekuatan militer dan aneksasi selanjutnya atas
wilayah tersebut merupakan penaklukan (conquest), dengan perkataan lain penaklukan
merupakan penyerahan dengan cara paksaan.

F. NEGARA BARU DAN HAK MENENTUKAN NASIB SENDIRI (RIGHT TO SELF-


DETERMINATION)
Hak dari bangsa-bangsa (peoples) untuk memilih bentuk pemerintahan sendiri didalam
wilayahnya yaitu melepaskan diri dari penguasa kolonial untuk merdeka.
Kegiatan Belajar 2 : Wilayah Laut dan Udara
A. WILAYAH LAUT
Ketentuan hukum mengenai kedaulatan dan yurisdiksi negara di laut diawali
dengan Konvensi Jenewa 1958 dalam Konferensi Hukum Laut I, yang terdiri dari empat
Konvensi :
1. Konvensi mengenai Laut teritorial dan Jalur Tambahan
2. Konvensi mengenai laut lepas
3. Konvensi mengenai Perikanan dan Perlindungan Kekayaan Hayati di Laut Lepas
4. Konvensi Mengenai Landas Kontinen
Konferensi Hukum Laut II (1960) membahas :
1. Lebar laut wilayah
2. Membahas mengenai batas perikanan (fishery limits)
Konferensi Hukum Laut III (1973) ; Membuat aturan di bidang hukum laut yang
komprehensif.
Konvensi Hukum laut 1982 (10 Desember 1982) di Jamaika; Menetapkan beberapa Zona
Maritim dengan status hukum yang berbeda-beda :
Secara Horizontal pembagian zona laut :
1. Laut Pedalaman (INternal Water)
2. Laut Teritorial (Teritorial Sea) dan Selat yang digunakan untuk pelayaran internasional
berada dibawah kedaulatan penuh negara
3. Zona Tambahan (Contiguous Zone); negara mempunyai yurisdiksi khusus dan terbatas
4. ZEE; negara mempunyai yurisdiksi eksklusif untuk memanfaatkan sumber daya alamnya
5. Laut Lepas; Tidak berada dibawah kedaulatan dan yurisdiksi negara manapun.
Secara Vertikal : 
Terdapat kawasan dasar laut samudera dalam (International Sea-Bed Area) yang berada
dibawah pengaturan Internasional Khusus.

B. PERAIRAN PEDALAMAN (INTERNAL WATERS)


Adalah Wilayah-Wilayah perairan yang ada dibagian dalam garis pangkal, yaitu muara
sungai, teluk, pelabuhan.
Psl 5 (1) Konvensi Hukum Laut 1958; Perairan dalam didefinisikan bahwa perairan pada sisi
darat garis pangkal laut teritorial merupakan perairan pedalaman suatu negara
C. LAUT TERITORIAL (TERITORIAL SEA)
1. Istilah dan Status Hukum
Beberapa istilah diantaranya maritime belt (Jalur maritim), marginal sea atau territorial
waters (perairan teritorial).
Laut Teritorial; adalah suatu jalur laut yang berdekatan yang berada diluar wilayah daratan
dan perairan perdalaman serta diluar perairan kepulauan.
Negara pantai memiliki kedaulatan teritorial yang penuh di laut teritorial, atas airnya, atas
tanah dibawahnya, segala kekayaan alamnya, maupun atas udara diatasnya, dengan tunduk
pada Ketentuan Pasal 2 (3) Konvensi hukum laut 1982.

2. Lebar Laut Teritorial


Psl 3 Konvensi Hukum laut 1982 mengatur Lebar laut teritorial; Setiap Negara berhak
menetapkan lebar laut teritorialnya hingga suatu batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur
dari garis pangkal yang ditentukan sesuai dengan konvensi ini.

3. Penetapan Batas Laut Teritorial


Perlu ditetapkan lebih dahulu titik-titik disepanjang pantai terluar dari mana lebar laut
teritorial dan zona-zona maritim lain akan diukur, yang disebut dengan garis pangkal
(baselines) garis darimana lebar laut teritorial dan zona-zona negara pantai lainnya diukur
keluar.

4. Hak Lintas Damai (right to Innocent Passages)


Psl 2 (1) Konvensi Hukum Laut 1982; negara pantai mempunyai kedaulatan dilaut
teritorialnya. Akan tetapi negara pantai tunduk padasatu pengecualian yang penting, bahwa di
laut teritorial berlaku hak lintas damai bagi kendaraan-kendaraan air asing seperti ditentukan
Psl 17 Konvensi; Kapal-Kapal semua negara baik negara yang memiliki pantai maupun yang
tidak memiliki pantai (land-locked) menikmati hak lintas damai mel;alui laut teritorial.

D. ZONA TAMBAHAN (CONTIGUOUS ZONES)


Zona dilaut yang merupakan tambahan terhadap atau diluar laut teritorial, dimana negara-
negara pantai dapat melaksanakan peraturan perundang-undangannya secara terbatas.
Psl 33 (2) Konvensi Hukum Laut 1982; lebar laut tambahan ini tidak dapat melebihi 24 mil
laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur.
E. KEPULAUAN (ARCHIPELAGO)
1. Latar Belakang
Macam archipelago : coastal archipelago (paling sedikit dua pulau), mid-ocean archipelago
(paling sedikit tiga pulau)
Konsep Indonesia; archipelago adaalh a unique nature; dipeliharanya kesatuan archipelagi
dan lebar laut wilayah diukur dari garis-garis yang menghubungkan pulau-pulau terluar.
Tanggal 13 Maret 1972 negara kepulauan mendefinisak archipelago: adanya grup pulau-
pulau dengan unsur kesatuan yang jelas yaitu kesatuan geografis, ekonomis dan politis, 
Psl 25 A UUD 1945; NKRI adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan
wilayah yang batas-batasnya dan hak-haknya ditetapkan dengan UU.
UU 43/2008 tentang Wilayah Negara.

2. Definisi mengenai Kepulauan (archipelago); Negara Kepulauan (archipelago State)


dalam Konvensi Hukum Laut 1982
Psl 46 Konvensi Hukum Laut 1982; Kepulauan Archipelago; adalah gugusan pulau-pulau
termasuk bagian dari pulau-pulau, perairan diantaranya, dan wujud alamiah lainnya
merupakan satu kesatuan geografis, ekonomis dan politik yang hakiki.
Negara Kepulauan (archipelago State); Negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau elbih
kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.

3. Penarikan Garis Pangkal Kepulauan (Archipelago Baselines)


Psl 47 (1) Konvensi; Negara Kepulauan dapat menarik garis pangkal lurus kepulauan yang
mebghubungkan titik terluar pulau dan karang kepulauannya, Kedaulatan negara meluas
menjadi perairan tertutup, ruang udara diatasnya, dasar laut didalamnya serta kekayaan alam
dikandungnya.

4. Perairan Kepulauan (archipelago Waters)


Mencakup seluruh perairan dalam garis pangkal kepulauan.

5. Hak Lintas Alur Laut Kepulauan


Psl 53; Kapal-kapal dan pesawat udara asing menikmati hak lintas  alur laut kepulauan di
alur laut dan rute penerbangan yang ditentukan negara pantai setelah berkonsultasi dengan
organisasi IMO.
Hak dan Kewajiban Negara Kepulauan
Psl 53 (1); Menentukan alur laut dan rute penerbangan diatasnya
Psl 53; Mempunyai Kewajiban Pokok yaitu tidak menghambat pelaksanaan lalu lintas alur
kepulauan

Hak dan Kewajiban Kapal yang melakukan Lintas


Psl 53(2); Kapal dan pesawat udara mkenikmati hak lintas alur laut dan rute penerbangan
Psl 53(3); Pelaksanaan hak-hak pelayaran sesuai dengan konvensi, hak untuk terbang
diatasnya dengan cara yang normal, hanya untuk tujuan lintas yang terus menerus, cepat dan
tidak terhalang.
Indonesia memberikan keleluasaan 20 mil untuk malaysia untuk melakukan manuver udara
dan pelayaran selama tidak mengganggu keamanan indonesia.

F. ZONA EKONOMI EKSKLUSIF (ZEE)


1. Konsep ZEE
Zona yang memanjang sampai 200 mil diukur dari garis pantai, negara pantai menikmati hak
SDA dan yuridiksi lainnya. 
Negara Ketiga menikmati kebebasan berlayar dan rute penerbangan, meletakan kabel dan
pipa. 

2. Pengaturan tentang ZEE dalam Konvensi Hukum Laut 1982


Bab V Psl 55; Adalah suatu daerah diluar dan berdampingan dengan laut vteritorial, yang
tunduk pada rezim khusus yang ditetapkan berdasarkan Hak-hak dan yuridiksi negara pantai
dan hak-hak kebebasan negara lain, diatur oleh ketentuan yang relevan.

G. LANDAS KONTINEN (CONTINENTAL SHELF)


1. Konsep Landas Kontinen
UU43/2008 tentang Wilayah Negara; Psl 1(3) bahwa Landas Kontinen Indonesia adalah
Wilayah diluar wilayah negara, dimana indonesia memeiliki hak-hak berdaulat dan
kewenangan tertentu lainnya sebagaimana diatur dalam pertauran Perundang-undnagan dan
HI .

2. Pengaturan tentang Landas Kontinen dalam Konvensi Hukum Laut 1982


Psl 76 (1) Konvensi 1982; Meliputi daasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah dibawah
permukaan laut yang terletak diluar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah dari
wilayah daratannya sampai pinggiran luar tepian kontinen, atau sampai 200 mil laut dari garis
pangkal.

H. LAUT LEPAS (HIGH SEAS)


Konvensi 1982; bahwa laut lepas terbuka untuk semua negar baik negara pantai maupun
negara tidak berpantai. Laut lepas diperuntukan untuk tujuan-tujuan damai. Tidak satu pun
negara yang secara sah menundukan kegiatan apapun di Laut lepas pada kedaulatannya.
Artinya bahwa laut lepas tidak tunduk kepada kedaulatan suatu negara. di laut lepas setiap
negara baik berpantai maupun yang tidak berpantai berhak melayarkan kapal dibawah
benderanya.

I. KAWASAN DASAR LAUT INTERNASIONAL (INTERNATIONAL SEABED


AREA)
Berdasarkan Psl 137 Konvensi; Status Hukum kawasan atau kekayaan-kekayaannya tidak
berada dibawah kedaulatan dan hak nerdaulat negara manapun, tidak dimiliki oleh satu
negara atau Badan Hukum atau perorangan. Kegiatan-kegiatan dikawasan akan dikelola oleh
Otorita Dasar Laut Internasional dan akan dilaksanakan untujk kemanfaatan umat manusia.

J. WILAYAH UDARA
Pada Tahun 1919 diadakan Konferensi Navigasi di Udara di Paris dan menghasilkan
Konvensi Paris yang mengatur navigasi di Udara. Konvensi mengakui suatu prinsip: Bahwa
setiap Negara mempunyai kedaulatan yang penuh dan eksklusif di ruang udara diatas
wilayahnya dan jalur maritimnya. 
Konvensi juga mengakui hak lalu lintas udara damai (innocent passage) pesaawat udara milik
asing, melalui rute-rute yang ditentukan oleh Negara Bawah (Negara Kolong) dan tunduk
kepada aturan negara bawah dan harus mendarat jika diminta, Negara bawah berwenang
untuk melakukan pengecekan dokumen, Pesawat udara militer dilarang terbang diatas atau
mendarat di wilayah negara lain tanpa memperoleh izin sebelumnya.

MODUL 7
PENGAKUAN (RECOGNITION)

Kegiatan Belajar 1 : Pengakuan terhadap negara , Pengakuan terhadap Pemerintah


A. PENGAKUAN TERHADAP NEGARA
Fungsi pengakuan adalah menjamin negara baru yang merdeka dan berdaulat ditengah
bangsa-bangsa sehingga secara aman dan sempurna dapat mengadakan Hubungan negara-
negara lain.
Tindakan Pengakuan boleh secara formil, catatab diplomatik, secara verbal, pernyataan
kepala negara atau menteri luar negeri, pernyataan parlemen atau dengan perjanjian.

Teori Pengakuan :
1. Teori Deklaratoir
Apabila unsur-unsur negara telah dipenuhi oleh suatu masyarakat maka dengan sendirinya
telah merupakan negara dan harus diperlakukan demikian oleh negara-negara lainnya.
2. Teori Konstitutif
Walaupun unsur-unsur sudah terpenuhi oleh masyarakat, namun tidak dapat secara langusng
diterima sebagai negara baru.
Pertentangan antara dua teori disebabkan karena sistem hukum internasional tidak mengenal
Kekuasaan Pusat yang menetukan secara normatif, ukuran-ukuran bagaimana yang harus
digunakan dalam menerapkan pengakuan.

Pengakuan Mutlak  :
Pengakuan bisa ditarik kembali, biasanya didasarkan pada pertimbangan politik bukan
didasarkan pada pertimbangan hukum. Kemungkinan suatu negara dapat kehilangan satu
unusr dari persyaratan negaranya.

Pengakuan Bersyarat :
Dapat dilakukan bahwa persyaratan harus dipenuhi sebelum negara itu diakui atau setelah
diakui harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan. 

Pengakuan Kolektif :
Pengakuan yang diberikan oleh beberapa negara secara kolektif.

Pengakuan Implisit (Implied Recognition)


Lebih merupakan kemauan suatu negara untuk mmengakui. dapat dilihat dari kemauan
negara mengadakan hubungan resmi dengan negara/pemerintahan baru.

Pengakuan Terhadap Pemerintahan


Adalah berbeda dengan pengakuan terhadap negara baru. Jika pengakuan terhadap negara
baru itu berkaitan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar negara tersebut dapat
diterima sebagai masyarakat internasional.

Doktrin Pengakuan Pemerintah Baru


1. Doktrin Legitimasi; Setiap pergantian pemerintahan yang terjadi secara normal dan
konstitusional maka pemerintahan baru tersebut tidak diperlukan pengakuan
2. Doktrin de factoisme; Pengakuan diberikan tidak berdasarkan pada apakah pemerintah
baru tersebut terjadi secara konstitusional atau inkonstitusional, tetapi hanya melihat pada
fakta bahwa pemerintahan baru telah ada dalam suatu negara.

Pengakuan De Facto
Penggantian pemerintahan secara inkonstitusional biasanya pengakuan dilakukan dengan de
facto sampai negara bersangkutan meyakini bahwa pemerintah tersebut dapat diakui secara
de jure.

Pengakuan De Jure
Bila Pergantian pemerintahan baru karena inkonstitusional dan telah membuktikan dapat
terus menerus berkuasa dinegaranya, maka pengakuan de facto yang lebih dahulu diberikan
dapat dilanjutkan dengan pengakuan de jure.

Akibat Hukum dari Pengakuan :


Akibat hukum negara yang tidak diakui :
1. Tidak dapat mengajukan tuntutan dan gugatan
2. Tidak mempunyai akbiat hukum di pengadilan
3. wakil pemerintahan negara tidak dapat menuntut hak istimewa dan imunitas (privilages)
4, Kekayaan Negara dapat dinikmati oleh pemerintah yang digulingkan

B. DOKTRIN TOBAR
Doktrin Tolbar dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri Ekuador tanggal 15 Maret 1907; Suatu
negara harus berusaha untuk tidak mengakui suatu pemerintahan asing apabila pembentukan
pemerintahan tersebut didasarkan atas kudeta militer atau pemberontakan.
Sebelum diakui paling tidak pemerintah baru tersebut harus disahkan dahulu secara
konstitusional  oleh karena itu doktrin ini disebut Doktrin Legitimasi Konstitusional.
Doktrin Estrada :
Dikemukakan oleh Menteri Luar Negeri Mexico (27 September 1930); Mengusulkan ingin
menghapuskan lembaga pengakuan, menurutnya pengakuan atas perubahan-perubahan
pemerintah disuatu negara oleh pemerintahan lain memberi kesempatan pada pemerintah
asing untuk menentukan apakah pemerintah baru tersebut sah atau tidak. Pemberian
pengakuan mencampuri urusan dalam negeri negara lain.

Kegiatan Belajar 2 : Pengakuan Hak Atas Wilayah, Perubahan Teritorial Pengakuan


terhadap Pemberontak dan Pihak Berperang (Insurgency and Belligerency), Pengakuan
terhadap Gerakan-Gerakan Pembebasan
A. PENGAKUAN ATAS WILAYAH, PERUBAHAN TERITORIAL
Jika Penambahan Wilayah oleh suatu negara bertentangan dengan HI, Negara bersangkutan
berusaha akan mendapatkan pengakuan dari pihak lain.

B. PENGAKUAN TERHADAP PIHAK YANG MEMBERONTAK (INSURGENCY)


DAN PIHAK BELLIGEREN
Jika terjadi pemberontakan/kerusuhan disuatu negara, bila keadaan di negara tersebut
membahayakan kepentingan vital negara ketiga dinegara bersangkutan (misal investasi) maka
negara ketiga tersebut memberi pengakuan pada pihak pemberontak (Recognition of
Insurgency).
Untuk mendapatkan pengakuan sebagai pihak yang berperang (belligerency) maka
pemberontak harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan,

C. PENGAKUAN TERHADAP GERAKAN-GERAKAN PEMBEBASAN


KEMERDEKAAN
Pengakuan terhadap Gerakan-Gerakan Pembebasan Kemerdekaan di Organisasi
Internasional, misalnya di PBB.

MODUL 8
HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER

Konsep masyarakat Internasional terdiri dari negara-negara yang merdeka dan berdaulat dan
mempunyai ketergantungan satu sama lain. Pendirian Perserikatan Bangsa-Bangsa
merupakan wadah konsultasi dan negosiasi diantara negaranya.
Pengiriman misi-misi diplomatik sudah berlangsung sejak zaman Yunani dan Romawi dan
terus berlangsung dan berproses di eropa setelah diadakannya Perjanjian West Phalia pada
tahun 1648.
Negara mempunyai personalitas Hukum akan mempunyai Kapasitas Hukum, artinya negara
sudah berstatus sebagai Subjek Hukum Internasional.
Salah satu Hak yang menandai sebuah negara telah diakui sebagai negara merdeka adalah
bahwa Hukum Internasional memberikan kepada negara berdaulat Hak legasi (the right of
legation) terdiri dari Hak Legasi aktif (etat accreditant, sending state) yaitu Hak untuk
mengirim wakil-wakilnya ke negara lain dan Hak legasi pasif (etat accreditaire, receiving
state) yaitu hak bagi suatu negara untuk menerima utusan-utusan dari negara asing.
Pelaksanaan Doktrin Hak Legasi pada perkembangannya diminta dikaji ulang seiring dengan
pengadopsian Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan diplomatik menegaskan bahwa
pengiriman dan penerimaan misi diplomatik harus didasarkan pada asas mutual consent
(saling kesepakatan).
Komisi Hukum Internasional mempertimbangkan rujukan tentang pelaksanaan doktrin hak
legasi, Interdepensi antar bangsa dan pentingnya menigkatkan hubungan baik diantara
mereka merupakan latar belakang perlunya dilakukan hubungan diplomatik diantara negara-
negara.

HUKUM DIPLOMATIK
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM DIPLOMATIK
Misi diplomatik adalah utusan-utusan resmi yang dikirim oleh suatu negara untuk melakukan
hubungan dengan negara lain dimana utusan-utusan tersebut diakreditasikan.
Sejarah Yunani menyatakan bahwa pada masa itu para duta besar (ambassador) diterima dan
diperlakukan dengan hormat di wilayah negara-negara lain.
Pada masa Romawi, Bangsa Romawi telah memberikan penghormatan kepada utusan asing
dan sesuai dengan aturan umum, memberikan penghormatan terhadap harta para duta besar
asing di Roma, demikian sebaliknya. Prinsip tidak diganggu gugat (inviobility) harta
perwakilan asing telah berlaku saat itu.
Pada Bangsa Yahudi, Hubungan diplomatik hanya dengan negara-negara sahabat tertentu.
Raja-Raja Asia Kontemporer menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan tetangganya.
Di Eropa berawal sejak runtuhnya Kekaisaran Romawi.
Pengiriman misi diplomatik tetap di ibukota negara pertama kali dilakukan oleh Republik
Italia yaitu Venice.

Fauchile : Sejarah diplomasi digolongkan dalam dua periode :


1. Non-permanent ad hoc embassies (berakhir pada abad ke 15)
2. Permanent legation (berasal dari Italia pada abad 15)
Grotius : adanya dua aspek dalam hukum antar bangsa mengenai duta besar yang diterima
sebagai naturan umum, bahwa seorang duta besar harus diterima dan terhadap mereka harus
dilindungi.

Pada abad 16/17 sudah dikenal misi-misi konsuler dan diplomatik dalam arti umum seperti
sekarang, yang kemudian dirumuskan oleh pakar hukum (Gentilis, Grotius, Bynkershoek,
Vettel) dalam sejumlah peraturan yang kemudian menjadi norma-norma hukum diplomatik
dan konsuler. Beberapa kemudian mengUndangkannya dalam Hukum Nasional seperti di
Inggris tentang Kekebalan dan Keistimewaan melalui Queen Ann (1708).
Kongres Wina 1815 yang merupakan tonggak sejarah perkembangan Hukum Diplomatik
diselenggarakan mencegah konflik antara para diplomat terkait dengan masalah kepangkatan
serta mencegah ketidaknyamanan  dengan membuat aturan penggolongan wakil diplomatik,
protokol, bentuk korespondensi serta kekebalan dan keistimewaan diplomatik.
Penggolongan oleh Kongres Wina 1815 kemudian mengalami perubahan melaui Kongres
Aix- la Chappele (1818).
Kodifikasi Hukum Diplomatik bermula tahun 1927 saat Liga Bangsa-Bangsa membentuk
Komite ahli membahas Kodifikasi Hukum Internasional termasuk Hukum Diplomatik.
Namun, Dewan LBB tidak dapat menerima rekomendasi Komite ahli tentang Kodifikasi
Hukum Internasional sehingga kemudian diagendakan kembali dalam Konferensi den Haag
(1930)
Konferensi Havana (1928) berhasil mengodifikasi aturan hukum diplomatik.
Dua konvensi yang paling penting adalah :
1.  Convention on Diplomatic Officers, ditandatangani 14 negara amerika latin yang menjadi
pihak konvensi ini.
2. Harvard Research Draft Convention on Diplomatic Privileges and Immunities,
dipublikasikan tahun 1932 .
Konvensi ini dinyatakan sebagai instrumen sementara sampai disepakati aturan-aturan
tentang hak dan kewajiban para diplomat yang lengkap.
Berdirinya PBB (1945) Kodifikasi dimulai dengan dibentuknya Komisi Hukum
Internasional (1949) oleh Majelis umum PBB yang menghasilkan :
1. Konvensi Wina tentang Hubungan diplomatik tahun 1961 (Vienna Convention on
Diplomatic Relations).
Diselenggarakan 2 maret – 14 april 196.
Menghasilkan Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik yang terdiri dari 53 pasal,
memuat aturan penting sebagai sumber Hukum dalam penyelenggaraan hubungan diplomatik
permanen antar negara.
Juga berhasil Mengadopsi dua Protokol pilihan (Optional Protocol) : Protokol Pilihan
mengenai perolehan Kewarganegaraan (Optional protocol concerning acquisition of
Nationality) dan Protokol pilihan mengenai keharusan untuk menyelesaikan sengketa
(Optional Protocol Cocerning the compulsory Settlement of Disputes).
Konvensi dan dua protokol berlaku sejak 24 april 1964, menandai  Konvensi Wina 1961
Menjadi Sumber Hukum untuk pengiriman, penerimaan misi diplomatik, prinsip-prinsip yang
berlaku, kekebalan dan keistimewaan diplomat dan staf lainnya serta keluarganya, dsb.
2. Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler (Vienna Convention on Consular
Relations)
Terdiri 73 Pasal, acuan membuka hubungan konsular dan tugasnya, kekebalan dan
keistimewaan, konsul kehormatan, ketentuan pelaksanaan tugas-tugas konsular oleh
perwakilan diplomatik.
3. Konvensi PBB mengenai Misi Khusus tahun 1969 (United Nations Convention on
special Mission)
Disebut juga Konvensi New York 1969 yang merupakan pelengkap Konvensi Wina 1961
dan 1963. Yang memberikan sumbangan bagi pengembangan hubungan baik semua negara.
Konvensi ini dan Protokol pilihannya mengenai Kewajniban untuk menyelesaikan
sengketa berlaku sejak 21 Juni 1985.
Selain ketiga konvensi ada juga konvensi yang memberi kekebalan dan keistimewaan para
wakil negara di organisasi internasional dan pegawai-pegawainya, yaitu :
1. Convention on the Priviliges and Immunities of the United Nations 1946.
2. Convention on the Priviliges and Immunitiws of the specialized Agencies 1947.
Konvensi tahun 1973 tentang Hukum diplomatik yaitu, Convention on the Prevention and
Punishment of Crimes against Internationally Protected Persons, including diplomatic agents.
PRINSIP – PRINSIP HUKUM DIPLOMATIK
PRINSIP RESIPROSITAS
Adalah prinsip Timbal balik (Resiprositas), Hak Mengirim Utusan dengan segala kekebalan
dan hak keistimewaan di negara lain. Sebaliknya berkewajiban menerima dan
memperlakukan utusan negara lain dengan kekebalan dan keistimewaan yang harus
dimilikinya.

PRINSIP MUTUAL CONSENT


Kesepakatan menjalin hubungan diplomatik antar negara harus berdasarkan Kesepakatan
(mutual consent) diantara mereka. Kesepakatan untuk membuka hubungan diplomatik paling
tinggi dikepalai Dubes berkuasa penuh (Ambassador Extraordinary and Plenipotentiary) atau
membuka tingkat yang lebih rendah dikepalai oleh Kuasa Usaha Tetap (Charge d’affairs en
pied)

EXTRATERITORIAL
Mempunyai makna bahwa gedung perwakilan diplomatik adalah berada diluar negara
penerima dan mencerminkan semacam perluasan wilayahnya (Negara Pengirim) di negara
penerima. Berlakunya prinsip ini dalam rangka memberikan dasar hukum bagi kekebalan dan
keistimewaan diplomatik.

PRINSIP FREE APPOINTMENT


Adalah asas penujukan bebas (Free Appointment) anggota staf diplomatiknya oleh negara
pengirim. Sementara untuk penunjukan Duta Besar berdasarkan Pasal 4(1) Konvensi Wina
1961 bukan berdasarkan asas ini tetapi melalui agreement / agreation dari negara penerima.

PRINSIP INVIOLABILITY
Adalah tidak diganggu gugat para diplomatik di suatu negara, menghormati kekebalan dan
keistimewaan yang dimilikinya.

PRINSIP FREE MOVEMENT


Negara penerima menjamin adanya kebebasan bergerak dan melakukan perjalanan diplomat
dinegara penerima, kecuali untuk kepentingan keamanan.
PRINSIP FREE COMMUNICATION
Negara penerima memberi kemudahan yaitu izin  dan kebebasan berkomunikasi bagi
diplomat untuk tujuan kedinasan.

PRINSIP REASONABLE AND NORMAL


Jumlah anggota staf perwakilan didasarkan azaz yang wajar dan pantas (reasonable and
normal) dengan memperhatikan situasi dan kondisi  di negara penerima dan volume
pekerjaan dan kepentingan yang harus dilinfungi dinegara penerima.

PEMBUKAAN HUBUNGAN DIPLOMATIK DAN PERWAKILAN DIPLOMATIK


MOTIVASI
Piagam PBB Pasal 1(3) menyatakan m otivasi untuk melakukan hubungan antar negara dapat
dilakukan dengan membina kerjasama antarnegara, yang meliputi berbagai aspek seperti
politik, ekonomi, sosial budaya, Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Keamanan.

KESEPAKATAN BERSAMA
Pasal 2 Konvensi Wina 1961 bahwa apabila suatu negara akan membuka hubungan
diplomatik dengan negara lain, atau suatu negara akan membuka perwakilan diplomatik tetap
dinegara lain, harus dilaksanakan nerdasarkan kesepakatan bersama (mutual consent).

KEANGGOTAAN STAF DIPLOMATIK


Berdasarkan Pasal 1 Konvensi Wina 1961 Keanggotaan Perwakilan Diplomatik terdiri tiga
golongan yaitu : staf diplomatik, staf administrasi dan Teknis, serta staf pelayanan.

AGREMENT ATAU AGREATION


Ketentuan Pasal 4 Konvensi Wina 1961 menyatakan bahwa seseorang yang akan
diakreditasikan oleh Negara pengirim ke negara lain dalam kedudukan sebagai Kepala
Perwakilan (Head of The Mission) harus mendapat persetujuan dari negara penerima dalam
bentuk Agrement.

TINGKATAN KEPALA PERWAKILAN


Pasal 14(1) Konvensi Wina 1961 dapat dijabat slah satu dari ketiga tingkatan berikut :
1. Duta Besar (para nuncio) yang diakreditasikan kepada Kepala Negara dan Kepala
Perwakilan lain yang sama pangkatnya.
2. Duta (para internuncio) yang diakreditasikan Kepada para Kepala Negara
3. Kuasa Usaha yang diakreditasikan Kepada para Menteri Luar Negeri.

TUGAS PERWAKILAN DIPLOMATIK


Menurut Konvensi wina 1961 mencakup :
1. Mewakili negaranya dinegara penerima
2. Perlindungan kepentingan negara pengirim dinegara penerima dan kepentingan warga
negaranya, dalam batas-batas yang diperbolehkan oleh Hukum Internasional
3. Melakukan negosiasi dengan pemerintah negara penerima
4. Memperoleh semua kepastian dengan cara yang sah tentang keadaan dan perkembangan di
negara penerima dan melaporkannya kepada negara pengirim
5. Meningkatkan hubungan persahabatan antara negara pengirim dan negrara penerima serta
mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan.

DEKLARASI PERSONA NON GRATA


Pasal 9(1) Konvensi Wina menyebutkan pernyataan Persona Non Grata(penolakan) oleh
negara penerima dapat ditujukan kepada calon duta besar, anggota staf diplomatik dan
anggota staf lainnya dari suatu perwakilan diplomatik. Negara pengirim wajib menarik
kembali yang bersangkutan atau menghentikan tugasnya diperwakilan tersebut. Deklarasi
Persona Non Grata dapat dinyatakan  sebelum maupun sesudah kedatangan seseorang
diplomat dinegara penerima. Alasan persona Non Grata adalah karena melakukan kegiatan-
kegiatan :
1. Politis maupun subversif yang merugikan dan melanggar kedaulatan negara penerima.
2. Melanggar Hukum dan Perundang-undangan negara penerima.
3. Mata-Mata (spionase) mengganggu stabilitas negara penerima.

KEKEBALAN DAN KEISTIMEWAAN DIPLOMATIK


Perbedaan Pengertian ; Keistimewaan (privilage) adalah lebih merujuk kepada pembebasan
dari aturan-aturan hukum yang berkenaan dengan perpajakan, sedangkan Kekebalan
(Immunity) adalah pemberian perlindungan dari proses penegakan hukum.
Kekebalan dan Keistimewaan bagi Perwakilan Diplomatik (Lembaga) mencakup :
1. Tidak diganggu-gugatnya perwakilan asing
2. Tidak diganggu-gugatnya arsip, dokumen-dokumen perwakilan
3. Tidak diganggu-gugatnya komunikasi, kantong diplomatik (diplomatik bag)
4. Pemebebasan perwakilan diplomatik dari segala perpajakan dari negara penerima.
Kekebalan dan Keistimewaan para diplomat mencakup :
1.         1.  Tidak diganggu-gugatnya para diplomat dan ntempat tinggalnya
            2.  Kekabalan terhdap yuridiksi pidana, sipil dan administrasi
            3.  Tidak diganggu-gugatnya keluarga para diplomat
          4. Keistimewaan pembebasan dari ketentuan asuransi sosial. Pembebasan pajak, pembebasan
bea masuk dan pemeriksaan barang, pembebasan kewajiban perorangan dan militer.

HUKUM KONSULER
SEJARAH TENTANG HUBUNGAN KONSULER
Keterwakilan negara dinegara lain sudah ada sejak abad-abad yang lalu yang kemudian
menjadi praktek-praktek negara yang biasa dilakukan sehingga menciptakan Hukum
Kebiasaan Internasional yang diterima oleh masyarakat Internasional.
Perkataan “consul” pertama kali diketemukan di Bynzantium saat terjadi hubungan
pertukaran  perwakilan antara Bangsa Yunani dan Mesir (Pada Zaman Yunani Kuno). Juga
terjadi dizaman Romawi, terjadi juga di Timur Tengah serta Dinegara-negara eropa pada
abad enambelas dimana hubungan konsuler tersebut menggunkan sebagian  hukum nasional
dan sebagian lagi menggunakan hukum internasional dalam bentuk perjanjian internasional
antar negara.

PEMBUKAAN HUBUNGAN KONSULER DAN PERWAKILAN KONSULER


LATAR BELAKANG
Dalam Hubungan Konsuler yang ditekankan adalah karakter administratif dari hubungan
antar negara. Menurut Konvensi Wina 1963 fungsi-fungsi konsuler utamanya adalah
mengembangkan hubungan dagan, ekonomi, budaya dan ilmiah antara negara pengirim dan
negara penerima dan melindungi kepentingan-kepentingan dari negaranya dan pada
umumnya memlihara kesejahteraam warga masyarakatnya dinegara setempat.

KATEGORI KONSUL
Pejabat Konsuler (Consular Officer) adalah setiap orang termasuk Kepala Perwakilan
Konsuler yang dipercayakan dalam kedudukan itu untuk melakukan tugas-tugas konsulat.
Kategori Pejabat Konsuler yaitu :
Konsul Karier (Consul Omissi) : adalah pejabat negara (pegawai negeri) yang berasal dari
negara pengirim, menerima gaji dari negaranya, dan pada umumnya tidak boleh melakukan
pekerjaan-pekerjaan di negara penerima yang memberi penghasilan lainnya.
Konsul Kehormatan (Consul Electie) : biasanya berasal dari warga negara setempat, jika
berkewarganegaraan dari negara penerima atau dari negara ketiga, diperlukan persetujuan
dari negara penerima untuk pengangkatannya.

PRINSIP KESEPAKATAN BERSAMA UNTUK MEMBUKA HUBUNGAN


KONSULER
Persyaratan utama untuk pembukaan hubungan konsuler antara Negara-negara harus
diadakan berdasarkan kesepakatan bersama (mutual consent). Sepanjang mengenai
kesepakatan bersama antara negara-negara, terdapat kesamaan dengan pembukaan hubungan
diplomatik. Pasal 2(2) Konvensi Wina 1963 bahwa untuk persetujuan pembukaan hubungan
diplomatik antara dua negara berarti pula persetujuan untuk pembukaan konsuler, kecuali
dinyatakan lain.

CARA PEMBUKAAN PERWAKILAN KONSULER


Pasal 4(1) Konvensi Wina 1963 menyatakan setelah ada persetujuan dari negara penerima
untuk membuka perwakilan konsuler (consular post) maka tahap berikutnya adalah negara
pengirim harus menetapkan : 
1. dimana tempat kedudukan perwakilan konsuler (consular seat) tersebut akan dibuka.
2. apa tingkatan (Classification) dari perwakilan.
3. Menetapkan wilayah konsulernya (consular district)
Pasal 9 Konvensi Wina 1963 menetapkan tingkatan Kepala Perwakilan Konsuler yaitu :
1.         1.  Konsul Jenderal
            2.  Konsul
            3.  Konsul Muda
            4.  Agen Konsuler

PENGANGKATAN KEPALA PERWAKILAN KONSULER


Kepala Perwakilan Konsuler diangkat oleh negara pengirim dan diakui untuk melaksanakan
tugas-tugas konsuler mereka oleh negara penerima.
Kepala Perwakilan Konsuler harus dilengkapi oleh negaranya dengan Surat resmi (Letter of
commission) yang menerangkan kedudukannya dan menunjukan nama lengkap, golongan
dan tingkatannya, wilayah konsular dan tempat kedudukan perwakilan konsular.

PELAKSANAAN FUNGSI – FUNGSI KONSULER DI NEGARA KETIGA


Negara Pengirim dengan pemberitahuan kepada negara bersangkutan, dapat mempercayakan
kepada perwakilan konsuler yang dibuka disuatu negara tertentu (negara ketiga) untuk
melaksanakan fungsi-fungsi konsular di suatu negara lain.

PELAKSANAAN FUNGSI – FUNGSI KONSULER ATAS NAMA NEGARA KETIGA


Kantor Perwakilan konsuler suatu negara melaksanakan fungsi konsuler untuk negara ketiga,
dikarenakan negara ketiga tidak menjalin hubungan konsuler dengan negara penerima namun
bermaksud untuk menjamin perlindungan bagi warga negaranya yang berada di wilayah
negara penerima.

PENGANGKATAN ORANG YANG SAMA OLEH DUA NEGARA ATAU LEBIH


SEBAGAI SEORANG PEJABAT KONSULER
Konvensi Wina 1963 mengenai hubungan konsuler menetapkan bahwa dua negara atau lebih,
dengan persetujuan negara penerima, dapat mengangkat orang yang sama sebagai seorang
pejabat konsuler di negara itu.

TUGAS – TUGAS PERWAKILAN KONSULER


Pasal 5 Konvensi Wina 1963 merinci tugas-tugas perwakiloan konsuler :
1.      Melindungi Kepentingan-Kepentingan negara pengirim dan warga negaranya di negara
penerima.
2.      Memajukan perkembangan hubungan niaga, ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan
antara kedua negara.
3.      Mengamati dan Melaporkan kepada negaranya Keadaan dan perkembangan segala bidang
negara penerima.
4.      Mengeluarkan paspor dan surat jalan, visa atau surat yang diperlukan kunjungan ke negara
pengirim.
5.      Menolong atau membantu warganegaranya  baik perorangan maupun badan hukum
6.      Bertindak sebagai notaris, pejabat catatan sipil mdalam tugas-tugas tertentu.
7.      Melindungi kepentingan warganegaranya (perorangan atau badan usaha) dalam hal-hal
suksesi di negara penerima.
8.      Melindungi Kepentingan anak dibawah umur dan warganegaranya dalam hal memerlukan
perwalian diperlukan dalam hal-hal tertentu
9.      Tunduk pada praktik dan tata cara berlaku negara penerima (peradilan hukum)
10.  Meneruskan dokumen-dokumen pengadilan dan luar pengadilan sesuai dengan Perjanjian
Internasional
11.  Bila Perjanjian Internasional tidak ada , dengan suatu cara lain yang sesuai dengan hukum
dan peraturan
12.  Melaksanakan Hak Pengawasan terhadap Kapal Laut dan Pesawat Terbang negara pengirim
dinegara penerima
13.  Memberikan Bantuan kepada Kapal Laut dan Pesawat negara pengirim di negara penerima
terhadap permasalahan dan persengketaan.
14.  Melaksanakan fungsi-fungsi lain yang dipercayakan kepada suatu perwakilan konsuler oleh
negara pengirim.

KEKEBALAN DAN KEISTIMEWAAN PERWAKILAN KONSULER DAN PARA


KONSUL
Akehurst ; Kekebalan dan Keistimewaan saling melengkapi, Mempertimbangkan bahwa
pejabat konsuler setelah memperoleh exequatur dari Negara Penerima merupakan utusan
resmi dari negara pengirim, maka sudah selayaknya mereka menikmati kekebalan dan
keistimewaan selama menjalankan tugasnya, tanpa itu tidaklah ada artinya.

KEKEBALAN – KEKEBALAN BAGI PERWAKILAN KONSULER DAN PARA


KONSUL
Wisma Perwakilan Konsuler yang dikepalai seorang Konsul Karier, yang dipergunakan untuk
tujuan konsuler dinyatakan tidak dapat diganggugugat sejauh ditentukan dalam Pasal 31
Konvensi Wina 1963.
Berbeda untuk Wisma perwakilan Konsuler yang dikepalai seorang honorary consul (Konsul
Kehormatan) tidak diberi kekebalan, namun negara penerima harus melindungi gedung
perwakilan konsuler yang dikepalai konsul kehirmatan terhadap setiap gangguan atau
perusakan dan mencegah setiap gangguan ketenangan perwakilan konsuler atau merugikan
martabatnya (Pasal 59 Konvensi Wina 1963).
Kekebalan dan Keistimewaan konsuler diberikan kepada arsip konsuler dan dokumen dari
konsujler (Pasal 33 Konvensi Wina 1963)
Kebebasan bergerak dan mengadakan Perjalanan di wilayah negara penerima untuk
menjamin pelaksanaan fungsi konsuler secara efektif (Pasal 34 Konvensi wina 1963)
Kebebasan berkomunikasi (Pasal 35 ayat (1) dan (2).
Kekebalan tehadap arsip dan dokumen Konsul Kehormatan diberikan dengan persyaratan
(Pasal 61 Konvensi Wina 1963)
Kantong Konsuler (berisi dokumen / surat ) merupakan salah satu kekebalan komunikasi
(Pasal 35(3) Konvensi Wina 1963)
Kekbalan Kantong Konsuler juga didapat konsuler yang dikepalai Konsul Kehormatan (Pasal
58(1) Konvensi Wina 1963).

KEISTIMEWAAN BAGI PERWAKILAN KONSULER DAN PARA KONSUL


Pasal 32 Konvensi Wina 1963 : Wisma-wisma konsuler dan wisma kediaman kepala
perwakilan konsuler yang dimiliki atau disewa oleh negara pengirim atau oleh setiap orang
yang bertindak atas namanya harus bebas dari segala macam pajak dan pungutan baik pusat,
daerah atau kotapraja selain daripada pembayaran karena jasa-jasa yang dilakukan orang
tersebut.

Pasal 39 Konvensi Wina 1963 : Perwakilan Konsuler dapat menarik biaya dan mengenakan
pungutan di Wilayah negara penerima yang diperbolehkan menurut hukum dan peraturan
negara penerima untuk yang dilakukannya, dan semua tindakan ini dibebaskan dari
pembayaran pajak di negara penerima.
Pasal 60 Konvensi Wina 1963 : Wisma-wisma konsuler dikepalai oleh pejabat konsuler
kehormatan (honorary consul) yang dimiliki atau disewa negara pengirim dibebaskan dari
semua pungutan dan pajak (pusat, daerah maupun kota) selain atas jasa-jasa yang
diberikannya. Pembebasan itu tidak berlaku bagi pungutan/pajak demikian jika berdasarkan
hukum/peraturan negara penerima harus dibayar oleh orang yang mengadakan kontrak
denagan negara pengirim.

Pasal 62 Konvensi Wina 1963 : Negara penerima harus memberi izin masuk dan bebas bea
masuk untuk barang-barang keperluan resmi perwakilan konsuler, seperti alat kantor dan
lambang negara yang disediakan oleh atau atas pesanan negara pengirim untuk perwakilan
konsuler tersebut.
Pasal 65 Konvensi Wina 1963 : Pembebasan menyangkut izin tinggal, izin kerja dan
pendaftaran orang asing selama mereka bekerja untuk tugas perwakilan konsuler asing bagi
pejabat konsuler dan anggota keluarganya serta anggota konsulat tetap.
Keistimewaan yang dinikmati oleh pejabat honorary consul (Konsul Kehormatan) adalah
bahwa untuk pejabat-pejabat konsuler kehormatan, kecuali mereka menjalankan kegiatan
profesi dan niaga untuk keuntungan pribadi dinegara penerima, juga harus dibebaskan dari
kewajiban mengenai izin tinggal dan pendaftaran orang asing.

Pasal 48(1) Konvensi Wina 1963 : Anggota Konsuler dan keluarganya harus dibebaskan
dari ketentuan-ketentuan Jaminan Sosial yang berlaku dinegara penerima sepanjang mereka
bukan berasal dari warga negara penerima.

Pasal 48(4) Konvensi Wina 1963 : Pengambilan Jaminan Sosial di negara penerima
diperbolehkan asal sukarela dan diperbolehkan oleh negara penerima.

Pasal 52 dan Pasal 67 Konvensi wina 1963 : Pejabat Konsuler karier dan kehormatan serta
anggota keluarganya dibebaskan dari kewajiban pribadi berdasarkan Hukum konsuler, seperti
Kewajiban militer.

Pasal 49 Konvensi Wina 1963 : Keistimewaan dibidang pajak (pajak barang bergerak,
barang tidak bergerak, pajak pusat dan daerah) berlaku selama mereka tidak melakukan
pekerjaan untuk keuntungan pribadi, Kecuali untuk pajak-pajak berikut :
1.    Pajak tidak langsung , yang biasanya sudah dimasukan dalam harga barang dan jasa
2.    Pungutan dan Pajak atas harta milik perseorangan tidak bergerak di wilayah negara penerima
(tidak berlaku bagi wisma dan tempat tinggal perwakilan konsuler)
3.    Pajak Tanah milik, suksesi atau harta warisan dan pajak pemindahtanganan yang dikenakan
negara penerima (tidak berlaku barang tidak bergerak yang berada dinegara penerima karena
beradanya orang yang meninggal dinegara tersebut sebagai anggota perwakilan konsuler atau
anggota keluarganya)
4.    Pajak pungutan penghasilan pribadi termasuk keuntungan modal yang berasal dari negara
penerima dan pajak modal yang diinvestasikan dalam perniagaan dan keuangan dinegara
penerima.
5.    Biaya-biaya atas jasa-jasa tertentu
6.    Biaya pendaftaran, pengadilan atau pencatatan, hipotik dan bea meterai ( tidak berlaku untuk
wisma perwakilan atau tempat tinggal kepala perwakilan konsuler).

Pasal 66 Konvensi wina 1963 : Dibebaskan pajak atas upah dan gaji yang diterimanya dari
negara pengirim dalam pelaksanaan tugas-tugas konsuler.

KEMUDAHAN- KEMUDAHAN YANG DIPEROLEH PERWAKILAN KONSULER


Pasal 30 Konvensi Wina 1963 : Negara penerima berkewajiban memberikan kemudahan
bagi negara pengirim untuk untuk mendapatkan diwalayahnya (penerima) wisma-wisma
perwakilan konsuler (akomodasi)  yang diperlukan, sesuai dengan peraturan dan hukum
negara penerima.

AWAL DAN BERAKHIRNYA KEISTIMEWAAN DAN KEKEBALAN KONSULER


Pasal 53(1) Konvensi Wina 1963 : Setiap anggota perwakilan konsuler mulai menerima
hak-hak istimewa dan kekebalan sejak saat ia dalam perjalanan memasuki wilayah negara
penerima, berada diwilayah penerima, dan sejak dia melaksanakan tugas-tugasnya
diperwakilan konsuler.
Pasal 53(3)  Konvensi Wina 1963 : Berakhirnya hak keistimewaan dan kekebalan
perwakilan konsuler seiring dengan berakhir tugasnya dan saat meninggalkan negara
penerima atau sampai habisnya suatu masa yang pantas untuk berangkat kembali ke negara
pengirim.

BERAKHIRNYA TUGAS ANGGOTA PERWAKILAN KONSULER


Situasi biasa : Karena Pensiun, dipindahtugaskan, dan karena ada pemberitahuan dari negara
pengirim bahwa fungsi pejabat konsuler telah berakhir.
Pasal 25 Konvensi Wina 1963 :
1.      Pada waktu ada pemberitahuan oleh negara pengirim bahwa berakhirnya masa tugas.
2.      Pada waktu pencabutan exequatur
3.      Pada waktu ada pemberitahuan oleh negara penerima kepada negara pengirim bahwa negara
penerima tidak lain menganggapnya sebagai staf konsuler.
Pasal 23 Konvensi Wina 1963 :
Negara penerima menyatakan Persona Non Grata (Tidak dapat diterima), negara pengirim
dapat memanggil kembali konsulernya. Apabila negara pengirim menolak memanggil
kembali maka negara penerima dapat mencabut exequator atau tidak menganggapnya sebagai
anggota staf konsuler.
Pasal 53 (5) Konvensi Wina 1963 :
Kematian seorang konsuler, keluarganya tetap mendapatkan kekebalan dan keistimewaan
hingga mereka meninggalkan wilayah negara penerima atau sampai habisnya perpanjangan
waktu yang diberikan setelah kematian konsuler tersebut.

Punahnya suatu negara (extinction of state) :


Baik negara penerima maupun pengirim mengakibatkan berakhirnya tugas konsuler, karena
hubungan konsuler telah hilang melalui letter of commission dan dengan memperoleh
exequator.

MODUL 9
HUKUM UDARA DAN ANGKASA

Kegiatan Belajar 1 : Hukum Udara


A. PENGERTIAN
Suatu Kumpulan aturan-aturan yang mengatur pemakaian ruang udara (airspace) dan
kegunaannya untuk penrbangan secara umum (geenral public) dan bangsa-bangsa didunia.
Sejarah Pengaturan Hukum Udara 
Tahun 1910 Konferensi Paris memutuskan Kebebasan Udara (Freedom of Air)
Wilayah  Udara Suatu Negara
Ada dua Teori :
1. Teori Udara Bebas
2. Teori Kedaulatan
Sumber-Sumber Hukum Udara
1. Konvensi Multirateral
2. Perjanjian Bilateral
3. Hukum Nasional
4. Kontrak Negara dan Perusahaan Penerbangan
5. Kontrak antara Perusahaan Penerbangan
6. Prinsip-Prinsip umum Hukum.
B. KONVENSI PARIS 1919
1. Sejarah diadakannya Konvensi Paris 1919
Ditandatangani 13 oktober 1919 adalah usaha pertama pengaturan Internasional tentang
Hukum Udara.
2.  Prinsip-Prinsip Konvensi
a. Menerima Prinsip Kedaulatan nasional
b. Suatu Negara bisa melarang penerbangan alasan kepentingan publik atau alasan militer
c. Pesawat udra yang terbang di wilayah terlarang harus memberi sinyal dan keluar dari
wilayah itu serta mendarat di lapangan terdekat.

C. KETENTUAN TENTANG PESAWAT UDARA


- Mempunyai kebangsaan dari suatu negara dimana pesawat didaftarkan
- Dapat didaftarkan pada lebih satu negara
- Ynag didaftar pada satu negara  harus dimiliki warga negara tersebut

D. THE IBERO AMERICAN CONVENTION AND THE PAN AMERICAN


Konvensi Ibero Amerika di Madrid tahun 1926 inisiatif pemerintah spanyol dengan
mengundang negara amerika latin; Pan-American Convention; ditandatangani di Havana
pada Tahun 1927

E. KONVENSI CHICAGO TAHUN 1944 UNTUK PENERBANGAN SIPIL (THE


CHICAGO 
CONVENTION OF 1944 ON INTERNATUIONAL CIVIL AVIATION)
7 Desember 1944 Konvensi Chicago ditandatangani sekitar 50 negara; Konvensi mengatur
maslah hak kormesil angkutan udara demikian pula masalah-masalah teknik dan navigasi
yang berhubungan dengan penerbangan internasional.

F. ANNEX YANG BERISI PERATURAN-PERATURAN TEKNIS MENJADI SATU


DENGAN KONVENSI
ada 18 annex.

1. Prinsip-Prinsip dalam Konvensi Chichago


2. Prinsip Chichago hanya berlaku untuk penerbangan sipil
3. Prinsip setiap negara pihak setuju tidak akan memakai penerbangan sipil untuk
maksud-maksud yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan Konvensi

G. HAL-HAL PENTING YANG DIATUR DALAM KONVENSI CHICAGO


1. Mengatur penerbangan berjadwal (schedule) dan Tidak berjadwal (Nonschedule)
2. Mengatur tentang Kabotage (Cabptage)
3. Tanda Kebangsaan 

H. PEMBENTUKAN ORGANISASI PENERBANGAN SIPIL INTERNASIONAL


(INTERNATIONAL CIVIL AVIATION ORGANIZATION - ICAO)
1. Sejarah Berdirinya ICAO
Konvensi Chicago juga melahirkan Organisasi Penerbangan Sipil (ICAO)
2. Tugas dan Fungsi ICAO
Untuk mengembangkan prinsip dan teknik dari navigasi udara internasional dan membantu
perkembangan dan program transpor udara internasional
3. Struktur Organisasi ICAO The Assembly
Setiap negara mempunyai perwakiklan di Assembly (Majelis Umum) serta mempunyai satu
suara dalam sidang yang diselenggarakan satu tahun sekali.

I. KONSIL (THE COUNCIL)


Badan yang permanen dan bertanggung jawab kepada Assembly.
1. Tugas Konsil; Sebagai Badan pemerintahan dalam suatu organisasi
2. Presiden Konsil; Pejabat Eksekutif Konsil
3. Badan Pembantu (subsidiary Body) dari Assembly dan Konsil
Badan Pembantu:
- Komisi Navigasi Udara (The Air Navigasion Commission)
- Komite Transport Udara
Komite yang ditetapkan Assembly:
- Komite Hukum ICAO
- Komite untuk membantu Jasa Navigasi Udara
- Komite Keuangan

J. SEKRETARIAT ICAO
Markas Besar di Montreal.
Kegiatan Belajar 2 : Hukum Angkasa
A. SEJARAH 
20 Desember 1961 Resolusi 1721 (XVI) MU PBB menetukan bahwa prinsip penggunaan
secara damai ruang angkasa.

B. PENGERTIAN
Hukum Angkasa; Hukum Ruang Angkasa; Hukum Antariksa; Hukum Dirgantara

C. BATAS RUANG ANGKASA


Batas Ruang angkasa dibatasi dengan Teori :
Kategori I : Demarkasi yang didasarkan pada kriteria Teknis dan Ilmiah
Kategori II : Demarkasi yang didasarkan pada kesepakatan (arbitrary) atau batas
konvensional
Kategori III : Demarkasi didasarkan pada pendekatan fungsional

D. SPACE TREATY 1967 (TREATY ON PRINCIPLES GOVERNING THE


ACTIVITIES OF STATES IN THE EXPLORATION AND USE OF OUTER SPACE,
INCLUDING THE MOON AND OTHER CELESTIAL BODIES)
1. Sejarah Space Treaty
Peran PBB mendorong pengaturan penggunaan ruang angkasa direalisasikan tahun 1959
dengan membentuk Komite Penggunanan ruang angkasa secara damai (UNCOPUOS) yang
hasil kerjanya adalah penandatanganan Perjanjian tentang penggunaan ruang angkasa pada
tahun 1967.
2. Prinsip-Prinsip Konvensi
a. Eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa akan dilaksanakan untuk kegunaan dan
kepentingan semua negara
b. ruang angkasa akan bebas dieksplorasi dan digunakan  untuk semua berdasarkan
kesederajatan (equal)
c, Ruang angkasa tidak dapat dijadikan subjek kepemilikan dan klaim kedaulatan.

E. TINDAK LANJUT SETELAH ADANYA SPACE TREATY


dilanjutkan dengan konvensi-konvensi internasional yang melengkapi space treaty
F. ORBIT GEOSTATIONER (THE GEOSTATIONARY ORBIT-GSO)
Suatu Jalur orbit terletak diatas katulistiwa pada ketinggian 36.000 km dari muka bumi;
tempat paling cocok menempatkan satelit.

G. PENTINGNYA PENGATURAN GSO BAGI INDONESIA


Indonesia mempunyai GSO terpanjang 33.970,07 km (12,82%). Pada 16 Agustus 1976
Presiden Soeharto meresmikan Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) PALAPA;
menghendaki adanya koordinasi antar sistem satelit yang menempati kedudukan (selot)
penempatai satelit tertentu di GSO

H. ORGANISASI INTERNASIONAL
1. Organisasi Internasional Pemerintahan
a. PBB
b. WMO, ITU, WHO, FAO, ICAO
2. Institusi Non Pemerintahan
a. ICSU
b. IISL
c. COSPAR
d. IAA

I. PRINSIP WARISAN MANUSIA (THE "COMMON HERITAGE OF MANKID")


Istilah ini merupakan perkembangan dalam HI yang disebut Progressive, development of
International Law dan terefleksikan dalam Hukum Laut, Hukum Angkasa dan Hukum
Antartika.

MODUL 10
HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL

Kegiatan Belajar 1 : Ketentuan Umum Organisasi Internasional


A. KETENTUAN-KETENTUAN UMUM ORGANISASI INTERNASIONAL
Ciri-Ciri :
1. Melaksanakan suatu fungsi tertentu
2. Keanggotaan Sukarela
3. Organ / Alat Kelengkapan
4. Sekretariat
Hubungan dengan Hukum Internasional:
1. Sebagai Subjek HI
2. Membantu Pembentukan HI
3. Sebagai Suatu forum membicarakan dan mencari jalan keluar permasalahan
4. Sebagai Alat untuk memaksa agar HI ditaati.
Klasifikasi:
1. Permanen dan Tidak Permanen
2. Publik dan Privat
3. Keanggotaannya; Universal dan tertutup
4. Sifat Organisasinya (Supranasional)
5, Pada Fungsinya:
- Pengadilan
- Administratif
- Legislatif semu
- Serbaguna

B. KEANGGOTAAN 
Penggolongan Keanggotaan: 
1. Penuh (full members)
2. Luar Biasa (associates mmebers)
3. Sebagian (partial members)
4. Affiliasi (Affiliate members)
Prinsip-Prinsip Keanggotaan:
Tergantung kepada maksud dan tujuan organisasi, fungsi yang akan dilaksankan dan
perkembangan yang diharapkan
Persyaratan Keanggotaan:
Ditentukan dalam Anggaran Dasar
Prosedur Penerimaan Keanggotaan:
Ditentukan dalam Anggaran Dasar
Berhentinya Keanggotaan:
Karena Pengunduran diri dan Karena diberhentikan

C. PEMBENTUKAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL


Pembentukan Organisasi Internasional:
Berdasarkan Perjanjian multilateral antara negara-negara pemerkasa
Pembubaran Organisasi Internasional :
1. Karena Tujuan Organisasi Tercapai
2. Berdirinya organisasi baru yang menggantikan tugasnya

D. AKIBAT HUKUM DARI PEMBUBARAN SUATU ORGANISASI


INTERNASIONAL
1. Kekayaan Organisasi ; Akan dibagi-bagi proporsional sesuai dengan kontribusi anggota
2. Struktur Organisasi; 

E. ALAT ORGAN / PERLENGKAPAN UTAMA


- Kongres Umum; Konferensi Umum; Majelis Umum; Assembly; dewan
- Executive Board; Governing Body
- Komisi; Komite
- Presiden Organisasi; Ketua
- Sekrtetariat

F. WAKIL DARI NEGARA ANGGOTA


1. Delegasi Negara
2. Delegasi Asing (Menunjuk Bukan Warga Negaranya)
3. Delegasi terdiri dari Majemuk Kewarganegaraannya.
4. Credentials; Suatu surat dari pemerintah yang mengirim wakilnya .
5. Dengan mandat (proxy)
6. Perwakilan Tenaga Ahli

G. MARKAS BESAR ( HEAD QUARTER )


Tempat kedudukan sekretariat Organisasi Internasional

H. PEGAWAI / PEJABAT YANG BEKERJA DI ORGANISASI INTERNASIONAL


Selain berdasarkan kualifikasi keahlian juga diperlukan perilaku yang sesuai bahwa dia
adalah pegawai internasional. biaanya didasarkan pada kontrak antara individu yang
bersangkutan dengan organisasi internasional
I. PENGAMBILAN KEPUTUSAN ORGANISASI INTERNASIONAL DAN
KEPUTUSAN-KEPUTUSAN ORGANISASI INTERNASIONAL
1. Pengambilan Keputusan
Keputusan suatu organisasi internasional dimulai insiatif yang berasal dari:
a. Pemerintah negara anggota
b. Inisiatif dari alat kelengkapan/organ organisasi internasional
c. Kelompok yang berkepentingan
d. Inisiatif dari Individu

2. Pengambilan Keputusan dalam suatu Organisasi internasional


a. Unanimity; Berdasarkan suara bulat semua negara anggota
b. Konsensus; Negara yang tidak menyetujui tidak dapat menghalangi diambilnya suatu
keputusan
c, Dengan Mayoritas; dibedakan:
- Mayoritas biasa; lebuh dari separoh
- Mayoritas bersyarat; ditentukan syaratnya
- Mayoritas Relatif; ada bebrapa pilihan
- Mayoritas absolut

3. Cara-Cara Pemungutan Suara


a. Terbuka; menunjuk tangan, duduk atau berdiri atau dengan menunjukan pelat
nama delegasi
b. Panggilan menurut daftar (Roll Call Vote); Menjawab Yes or no atau abstain; daftar
negara disusun berdasar abjad bahsa inggris.
c. Pemilihan Rahasia; bila ada pemilihan personel.
d. Dengan Surat; Sedang tidak bersidang apabila ada masalah yang harus diputuskan dan
tidak bisa menunggu sidang berikutnya.

4. Keputusan-Keputusan Organisasi Internasional


Internal; mengatur hubungan antara organisasi internasional dan negara anggotanya
Eksternal; Kedudukan Organisasi Internasional sebagai Subjek HI.

5. Rekomendasi
Sering dipakai sebagai pendapat (opini) atau sebagai nasehat (advice). Rekomendasi biasanya
dipakai juga resolusi.

6. Deklarasi
Dipergunakan untuk mengklarifikasi suatu fakta/keadaan dimana dibutuhkan penerapan
hukum.

7. Konvensi 
Biasanya membentuk suatu formulasi aturan yang dipertimbangkan yang akan mempunyai
peran dalam legal order.

8. Peraturan yang mengikat (Binding Rules)


Keputusan yang mengikat bagi anggota maupun bukan anggota

J. PEMBIAYAAN ORGANISASI
Diperlukan untuk aktivitas organisasi Internasional. Pembiayaan organisasi internasional
dibedakan antara biaya administrasi dari organisasi internasional dan biayauntuk aktivitas
yang harus dikerjakan sebagai konsekuensi dari keputusan politik organisasi.

Kegiatan Belajar 2 : Liga Bangsa-Bangsa (LBB), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)


A. LIGA BANGSA-BANGSA (LBB)
Dilahirkan setelah PD I. Anggaran Dasar LBB (Convenant of The Leaque of Nation)
merupakan bagian tak terpisahkan dari Perjanjian Damai mengakhiri PD I. Convenant LBB
mulai berlaku 10 Januari 1920.
Organisasi/alat kelengkapan LBB :
1. Majelis Umum (Assembly)
2. Council
3. Sekretariat.

B. PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB)


Pada 5 Maret 1945 AS sebagai negara sponsor mengundang 46 negara anggota untuk
menghadiri Konferensi yang dibuka 25 April 1945 yang disebut sebagai "The United
Conference of International Organization". 25 Juni 1945 Konferensi di San Fransisco selesai
dan menerima bulat seuruh Piagam PBB. Tgl 26 Juni diadakan upacara penandatanganan
yang dilakukan di Gedung Opera San Fransisco.

Tujuan PBB (Psl 1 Piagam) :


1, Memlihara perdamaian dan Keamanan Internasional
2, Mengembangkan Hubungan Persahabatan antar bangsa-bangsa 
3. Kerjasama Internasional di bidang ekonomi, sosial, budaya dan kemanusiaan
4, Pusat penyelarasan segala tindakan bangsa-bangsa dalam mencapai trujuan bersama.

Prinsip PBB (Psl 2 Piagam) :


1. Persamaan Kedaulatan bagi semua anggota
2. Setiap anggota menjamin diperolehnya hak dan manfaat dengan keanggotaannya
3. Setiap anggota menyelesaikan persengketaan dengan cara damai
4. Setiap anggota menjauhkan tindakan mengancam dan menggunakan kekerasan
5. Semua anggota memberikan segala bantuan kepada PBB
6. Tidak ada ketentuan memberikan kuasa kepada PBB mencampuri urusan dalam negeri
suatu negara.

C. MASALAH KEANGGOTAAN 
1. Dibedakan antara anggota asli (original members) dan anggota yang diterima kemudian
(adminted members)

D. ORGAN / ALAT PERLENGKAPAN PBB


Terdiri dari :
1. Majelis Umum
2. Dewan Keamanan
3. Dewan Ekonomi dan Sosial
4. Dewan Perwalian
5. Mahkamah Internasional
6. Sekretariat

1. Majelis Umum PBB (General Assembly)


Setiap negara boleh mengirimkan lima wakilnya yang secara keseluruhan hanya mempunyai
satu suara.
2. Pemungutan Suara di MU PBB
Dibedakan antara masalah penting dan masalah yang tidak penting. Masalah yang penting
diputuskan dengan dua pertiga anggota yang hadir dan memberikan suaranya (Psl 18 (2)
Piagam PBB)
3. Keputusan MU PBB
Bersifat rekomendasi (Psl 10) tidak bersifat mengikat (binding decision), berbeda dengan
Keputusan DK yang bersifat mengikat (Psl 25).

E. BADAN-BADAN TAMBAHAN (SUBSIDIARY ORGAN)


Psl 23 Piagam PBB; Majelis Umum dapat membentuk Badan Tambahan untuk membantu
Kerja MU; UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development), UNEP
(United Nations Environtmental Programme), UNCITRAL (United Nation Commission on
International Trade Law), UNDP (United Nations Dexelopment Programme), UNITAR
(United Nations Institute for Trading and Research).

Dewan Keamanan
Psl 23 : Terdiri dari Lima Belas Anggota (5 Tetap dan 10 Tidak Tetap); 5 anggota tetap
adalah AS, China, Inggris, Prancis dan USSR/Rusia (1991). 10 anggota tidak tetap dipilih
oleh Majelis Umum.

Wewenang Dewan Keamanan


Psl 24 (1) : Anggota-anggota memberikan tanggungjawab utama kepad DK untuk
memelihara Perdamaian dan Keamanan Internasional dan bertindak atas nama mereka

Pengambilan Suara
ditentukan dalam Psl 72 :
1. Setiap anggota DK berhak satu suara
2. Keputusan-keputusan DK mengenai hal prosedural  ditetapkan berdasarkan suara setuju
dari sembilan anggota
3. Psl 52 Pihak yang berselisih tidak ikut memberikan suaranya.

Sekretariat PBB
Merupakan organ/alat perlengkapan utama yang penting. Dipimpin oleh Sekjen dibantu oleh
staf yang jumlahnya disesuaikan dengan Kebutuhan.
Fungsi Sekjen PBB :
1. Kepala TU dari PBB (Psl 97)
2. Sekjen PBB sebagai Koordinator dalam menjalankan tugas (Psl 98)
3. Menjalankan tugas-tugas politik (Psl 99)

Status Sekjen dan Stafnya


Merupakan Pejabat Internasional

Struktur Organisasi Sekretariat


Diprlukan agar pekerjaan sekretariat dapat berjalan baik. Bagian-bagian tersebut adalah :
1, Bagian untuk urusan DK
2. Bagian Ekonomi
3. Bagian Sosial
4. Urusan Perwalian dan daerah yang tidak berpemerintahan sendiri
5. Urusan Penerangan umum
6. Urusan Hukum

Dewan ECOSOC
Psl 61 susunan ECOSOC :
1. Lima puluh empat anggota yang dipilih MU PBB
2. 18 anggota ECOSOC dipilih setiap tahun untuk jangka waktu tiga tahun
3. Mengatur cara pemilihan anggota
4. Setiap anggota mempunyai wakilnya.

Pemungutan Suara
Psl 67 Oiagam PBB, Setiap anggota ECPSOC mmepunyai satu suara. Keputusan diambil
dengan suara terbanyak dari yang hadir.

Fungsi Dewan ECOSOC


Ditentukan dalam Pasal 62-66 Piagam PBB

F. BADAN-BADAN KHUSUS (SPECIALIZED AGENCY)


Pasl 63 Piagam PBB; Badan-badan Khusus dikordinir oleh ECOSOC. Badan-badan khusus
sebagai organisasi internasional yang berdiri sendiri, artinya sebagai subjek hukum
Internasional sendiri, namun kerjanya dikoordinir oleh PBB.Contoh Badan-badan Khusus
adalah FAO, WHO, UNESCO.
Disamping Badan Khusus ada Badan yang dibentuk Majelis Umum PBB, misal UNICEF dan
UNHCR
1. Dewan Perwalian
Setelah PD II masalah uang harus diselesaikan adalah salah satunya masalah bekas jajahan
negara yang kalah perang. Dalam rangka ini PBB maka dibentuk sistem Perwalian.
Masalah Perwalian diatur dalam Psl 81 Piagam PBB
Sistem Perwalian diatur dalam Bab XII Piagam PBB.
Daerah yabg diletakan Perwalian diatur dalam Psl 77 Piagam PBB
Struktur Organisasi Dewan Perwalian diatur dalam Psl 86 Piagam PBB
2. Fungsi dan Kewenangan Dewan Perwalian
Diatur dalam Psl 87 dan 88 Piagam PBB antara lain Dewan Perwalian harus mengawasi
pelaksanaan sistem perwalian.

G. MAHKAMAH INTERNASIONAL (INTERNATIONAL COURT OF JUSTICE -


ICJ)
Pada zaman LBB didirikan Mahkamah Permanen Internasional (Permanent Court Of
International Justice / PCIJ ) tahun 1921 berkedudukan di Den Haag.
Pada zaman PBB didirikan Mahkamah Internasional (International Court Of Justice / ICJ),
merupakan organ/alat pelengkap PBB (Psl 92 Piagam PBB)
Yurisdiksi ICJ :
1. Memberikan Keputusan (Psl 36 (1) statuta ICJ)
2. Memberikan nasehat hukum (Advisory Opinion) untuk persoalan hukum atas permintaan
Badan-Badan (Psl 96 Piagam dan Psl 65 Statura ICJ)

Kegiatan Belajar 3 : Association of South East Asian Nations (ASEAN)


A. SEJARAH PEMBENTUKAN ASEAN
Tahun 1961 didirikan ASA (association of Soth Asia) di Bangkok 31 Juli 1961 terdiri
Malaysia, Philipina dan Thailand; Tahun 1963 timbul sengketa Malysia dan philipina
masalah wilayah Sabah yang diklaim malaysia.
Tahun 1963 didirika MAPHILINDO; Malsysia, Philipina dan Indonesia; Juga tidak berjalan
dengan baik.
Tanggal 8 Agustus 1967 Menteri Luar Negeri Indonesia (Adam Malik), Malaysia (Tun Abdul
Razak), Philipina (Narciso Ramos), Singapura (S Rajaratman) dan Thailand (Thanat
Khoman) menandatangani dokumen Deklarasi ASEAN.

B. TUJUAN DAN PRINSIP-PRINSIP ASEAN


1. Tujuan ASEAN (Psl 1)
2. Prinsip ASEAN (Psl 2)

C. STATUS HUKUM ASEAN


1. Keanggotaan
Psl 5 Piagam ASEAN anggota asli adalah : Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand,
Philipina, Brunai (7 Januari 1984), Vietnam (28 Juli 1995), Kamboja, Laos dan Myanmar (15
desember 1995)
Psl 6 Persyaratan Anggota Baru :
1. Prosedur menjadi anggota baru diajukan ke ASEAN Coordinating Council
2. Persyaratan menjadi anggota
a. Geografis terletak di Asia Tenggara
b. Diakui oleh negara anggota ASEAN
c. Berjanji terikat piagam ASEAN
d. Mampu dan ingin melaksanakan kewajiban sebagai ANggota
3. Akan ditetapkan dengan konsesnsus oleh ASEAN Summit atas rekomendasi ASEAN
Coordinating Council
4. Permohonan menjadi anggota dengan menandatangani Instrumen Assesi terhadap Piagam

2. Struktur Organisasi
1. ASEAN Summits (Psl 7)
2. ASEAN Coordinating Council (Psl 8)
3. ASEAN Community Council (Psl 9)
4. ASEAN Sectoral Ministerial Bodies (Psl 10)
5. Sekjen ASEAN dan Sekretariat ASEAN (Psl 11)
6. Komite dari Perwakilan tetap untuk ASEAN (Psl 12)
7. Sekretariat Nasional ASEAN (Psl 13)
8. Badan HAM ASEAN (Psl 14)
9. ASEAN Foundation (Psl 15)

3. Keputusan ASEAN
Didasarkan pada Konsultasi dan Konsensus (Psl 20)

4. Prinsip Penyelesaian Sengketa


- Melalui dialog, konsultasi dan negosiasi (Psl 22)
Aturan Mengenai Good Offices, Conciliation dan Mediation (Psl 23)
-ASEAN Summit (Psl 26)

MODUL 11
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
Kegiatan Belajar 1 : Penyelesaian Sengketa Secara Damai
A. NEGOSIASI (NEGOTIATION)
Negosiasi atau Perundingan; Sebagai Upaya untuk mempelajari dan merujuki mengenai
sikap yang dipersengketakan agar dapat mencapai suatu hasil yang dapat diterima oleh para
pihak yang bersengketa.
Negara dibebani kewajiban untuk melakukan negosiasi sebagai salah satu kewajiban
internasional guna menyelesaikan sengketanya (Pasal 2 ayat 3 Piagam PBB dan Deklarasi
Hubungan bersahabat 1970)
Jika Penyelesaian sengketa dapat diselesaikan melalui perundingan atau negosiasi  maka
kemudian akan dituangkan dalam Perjanjian Internasional yang mengikat secara hukum. 

B. MEDIASI (MEDIATION)
Penyelesaian sengketa melalui mediasi akan melibatkan pihak ketiga.Mediasi akan dilakukan
apabila para pihak bersengketa menghendaki dan mediator bersedia untuk menjalankan
kapasitas sebagai mediator.
Mediator dapat dilakukan oleh Organisasi Internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa
dan Organisasi regional, organisasi non pemerintah.
Konvensi Den Haag 1899 dan 1907 mengenai penyelesaian sengketa secara damai (pacific
sttlement of International Disputes) meletakan aturan antara lain mengenai mediasi.
C. JASA-JASA BAIK (GOOD OFFICES)
Peneyelesain cara ini akan melibatkan campur tangan pihak ketiga. Seseorang yang
menawarkan jasa -jasa baik biasanya merupakan pihak yang dipercaya netral bagi kedua
belah pihak yang sedang bersengketa yang akan berupaya membujuk para pihak yang
bersengketa untuk mau berunding.
Jasa-Jasa baik dapat diperoleh dari negara ketiga, dari organisasi internasional, bahkan dari
orang yang dikenal unggul (eminent individual).
Mekanisme pemberian jasa-jasa baik dilakukan pihak ketiga sebatas menawarkan bantuan
agar pihak-pihak yang bersengketa mau bertemu, dan menyarankan suatu penyelesaian, tanpa
perlu berpartisipasi didalam perndingan atau terlibat dalam berbagai aspek yang
dipersengketakan.
Dengan demikian bila pihak bersengketa sudah bersedia duduk bersama guna mencari solusi
mengenai perbedaan-perbedaan diantara mereka, tugas pihak ketiga yang menawarkan jasa-
jasa baik selesai. 
Konvensi Den Haag 1899 dan 1907 mengenai penyelesaian sengketa internasional secara
damai, telah meletakan aturan-aturan mengenai jasa-jasa baik dan mediasi di Part II.

D. PENYELIDIKAN (INQUIRY)
Setelah dilakukan perundingan-perundingan, banyak sengketa Internasional dilanjutkan
dengan menggunakan penyelidikan, dan menyetujui untuk menujuk lembaga yang tidak
memihak, dapat bersifat sementara atau permanen untuk melakukan penyelidikan yang
tujuannya untuk memperoleh/mencari fakta-fakta dan tidak memihak dari fakta-fakta yang
dipersengketakan, dan dengan demikian untuk mempersiapkan cara penyelesaiannya. Para
pihak yang bersengketa tidak diwajibkan untuk menerima temuan fakta-fakta dari hasil
penyelidikan.
Konvensi Den Haag 1899 telah memasukan ketentuan tentang bentuk penyelidikan yang
dikenal dengan Komisi Penyelidik (Commission of Inquiry).

E. KONSILIASI (CONCILIATION)
Konsiliasi merupakan cara penyelesaian sengketa Internasional yang diserahkan kepada
pihak ketiga, biasanya berbentuk Komisi atau Komite, yang tugasnya adalah untuk
menghasilkan suatu laporan yang memuat rekomendasi usulan penyelesaian
Komisi Konsiliasi (Commission of Concilitation) berbeda dari Komisi Penyelidik/Inquiry
(commission of Inquiry), karena tugas komisi penyelidik/inquiry tidak harus mengajukan
usulan-usulan yang sifatnya konkret seperti tugas dari Komisi Konsiliasi.

Kegiatan Belajar 2 : Penyelesaian Sengketa Internasional Berdasarkan Hukum


A. PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI ARBITRASE
Arbitrase; adalah suatu cara penyelesaian yang dilakukan dengan menyerahkan kepada
pihak ketiga.
Pengertian Arbitrase Dalam Hukum Internasional :
1. Arbitrase adalah prosedur untuk penyelesaian sengketa hukum.
2. Putusan Arbitrase bersifat mengikat secara hukum terhadap para pihak yang bersengketa
3. Dalam Peradilan Arbitrase para pihak yang bersengketa boleh memilih arbitrator-nya;
Biasanya para pihak berkompromi mengenai jumah arbiter (sama) ditambah satu wasit yang
netral yang akan bertindak sebagai ketua.

Konvensi Den Haag 1907 mengenai penyelesaian sengketa secara damai mengukuhkan
prinsip-prinsip arbitrase sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa secara damai.

Perjanjian Arbitrase.
Tidak ada kewajiban bagi negara-negara untuk menyerahkan sengketa kepada arbitrase tanpa
ada kesepakatan diantara mereka. Kesepakatan diantara mereka tersebut untuk menyelesaikan
melalui arbitrase dinyatakan dalam Perjanjian Arbitrase (Compromis).

Penunjukan Arbiter.
Biasanya para pihak berkompromi mengenai jumah arbiter (berjumlah sama) ditambah satu
wasit yang netral yang akan bertindak sebagai ketua. Nama-nama arbiter akan dimasukan
dalam Perjanjian Arbitrase. 

Prosedur Arbitrase
Prosedur yang harus diterapkan dan yang mengatur kewenangan para arbiter, yurisdiksi dari
mahkamah ditentukan dengan kesepakatan para pihak yang bersengketa dicantumkan dalam
Perjanjian Arbitrase (Compromis).
Setiap pengadilan arbitrase yang dibentuk akan bekerja sesuai dengan perjanjian arbitrase
yang merinsi masalah-masalah yang disengketakan dan waktu menunjuk arbiter, serta
merumuskan yurisdiksi pengadilan itu, prosedur yang diikuti dan aturan serta asas-asas yang
akan digunakan dalam keputusan.

Keputusan Arbitrase
Arbitrase Internasional merupakan penyelesaian sengketa antar negara dengan para hakimnya
yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa  dan atas dasar untuk mematuhi hukum.

B. PENYELESAIAN SENGKETA SECARA HUKUM MELALUI MAHKAMAH


INTERNASIONAL
Mahkamah Internasional berkedudukan di Den Haag Belanda, merupakan salah satu Badan
Utama PBB diadopsi oleh 50 Negara pada 26 Juni 1945 dalam Konferensi San Fransisco.
Mahkamah Internasional; adalah badan peradilan utama PBB, bekerja berdasarkan
instrumen pokoknya Statuta dan peraturan prosedur yang mengikat semua pihak yang
berhubungan dengan Mahkamah.
Statuta Mahkamah Internasional yang merupakan bagian integral dari Piagam PBB
berdasarkan ketentuan Pasal 92 Piagam PBB.

Keanggotaan Mahkamah Internasional.


Mahkamah Internasional terdiri dari suatu badan hakim-hakim yang tidak memihak yang
dipilih tanpa memandang kebangsaan mereka, dari orang-orang yang berbudi luhur yang
memiliki syarat-syarat yang diperlukan didalam negara mereka masing-masing untuk
diangkat sebagai Pejabat hukum tertinggi atau sebagai penasihat-penasihat yang diakui
kepakarannya dalam Hukum Internasional.
Mahkamah terdiri dari lima belas hakim dan tidak boleh dua orang hakim
berkewarganegaraan sama.
Anggota Mahkamah Internasional dipilih oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan dengan
melakukan voting secara terpisah, dari daftar orang-orang yang diajukan oleh kelompok-
kelompok nasionalnya dalam Mahkamah Tetap Arbitrase, atau bila anggota-anggota PBB
tidak diwakili dalam Mahkamah Tetap Arbitrase, calon-calon harus diajukan dari kelompok-
kelompok nasional.
Setiap Kelompok tidak dapat mengajukan lebih dari empat orang dan hanya dua dari empat
orang tersebut berasal dari satu negara.

Akses Mahkamah Internasional


Hanya Negara yang boleh menjadi pihak-pihak bereprkara di Mahkamah.
Negara-Negara yang boleh mengajukan perkaranya ke hadapan MI diatur sebagai berikut :
1. MI terbuka bagi negara-negara pihak pada Statuta sesuai dengan ketentuan Psl 35 (1)
statuta. Sedangkan yang menjadi pihak pada statuta sesuai isi Psl 93 Piagam PBB adalah
Semua anggota PBB yang dengan sendirinya (ipso facto) merupakan pihak statuta, 
2. Sesuai Psl 93 (2) Piagam PBB, Negara yang bukan anggota PBB dapat menjadi Pihak pada
statuta MI dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam tiap-tiap kasus oleh Majelis Umum
atas usul Dewan Keamanan.
3. MI terbuka bagi negara-negara bukan pihak pada statuta sesuaid engan ketentuan-
ketentuan khusus yang tertera dalam perjanjian-perjanjian yang telah berlaku , ditetapkan
oleh Dewan Keamanan.

Yurisdiksi Mahkamah Internasional


1. Yurisdiksi Contentious
Kewenangan MI untuk memutus sengketa yang diatur dalam statuta MI dikenal sebagai
Kewenangan Contentious Mahkamah.
Mahkamah mempunyai yurisdiksi wajib (compulsory jurisdiction).
Yurisdiksi MI dalam semua sengketa hukum mengenai :
1. Penafsiran suatu perjanjian
2. Setiap persoalan hukum internasional
3. Adanya suatu fakta, yang bial telah nyata akan menimbulkan suatu pelanggaran terhadap
kewajiban internasional
4. Sifat atau besarnya penggantian yang harus dilaksanakan karena pelanggaran dari suatu
kewajiban internasional.
Pendapat Hukum (Advisory opinion)
MI mempunyai kewenangan untuk memberi Pendapat Hukum (Advisory opinion) berdasar
Pasal 96 Piagam PBB :
1. Majelis Umum dan Dewan Keamanan dapat meminta kepada MI pendapat hukum untuk
suatu persoalan hukum
2. Badan-Badan PBB dan Badan-Badan Khusus yang sewaktu-waktu dapat dikuasakan oleh
Majelis Umum juga dapat meminta pendapat berupa nasihat dari MI mengenai soal-soal
hukum.
Kewajiban Melaksanakan Keputusan Mahkamah
Keputusan MI (judgments) mengikat terhadap para pihak dan hanya berkenaan dengan
perkara tertentu saja, sesuai ketentuan Psl 58 Statuta MI.
Keputusan MI sifatnya final dan tidak bisa banding.
Psl 94 (1) Piagam PBB bahwa setiap anggota PBB berusaha mematuhi keputusan MI dalam
perkara apapun dimana anggota tersebut menjadi satu pihak. Sedlanjutnya ada pihak yang
dalam suatu perkara tidak memenuhi kewajiban yang dibebankan oleh keputusan MI maka
pihak lain dapat meminta DK jika perlu dapat memberikan rekomendasi atau menentukan
tindakan-tindakan yang akan diambil untuk terlaksananya keputusan tersebut.

MODUL 12
HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

Sebelum dikenal istilah Hukum Internasional Humaniter telah diakui berlakunya batasan-
batasan pada saat berlangsungnya Konflik bersenjata ;
Sun Tzu : Bahwa dalam Perang seseorang hanya akan menyerang tentara musuh.
Kitab Mahabarata : Seorang Raja tidak pernah boleh menyebabkan musuhnya menderita
luka-luka seperti akan menyayat hati musuhnya, dan kemudian diperintahkan bahwa musuh
yang sedang tidur tidak boleh diserang, meskipun dengan kematian permusuhan akan
berakhir.
Kitab Manu : Pada saat seorang Raja bertempur dengan musuhnya, dia tidak boleh
menggunakan senjata tersembunyi, berduri, beracun atau senjata yang ujungnya berapi.
Dari Ketiga Ilustrasi diatas diketahui bahwa menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia,
bahkan saat terjadi konflik bersenjata sudah ada sejak dahulu.

Hukum Humaniter Internasional sudah mulai dikembangkan sejak lama melalui sejumlah
Perjanjian Internasional;
Konvensi Geneva 1864 ; Geneva Convention for the Amelioration of The Condition of the
Wounded in Armies in The field .
Deklarasi St Petersburg tahun 1868.
Declaration the Hague IV Tahun 1899 dan Declaration the Hague XIV Tahun 1907.
Protocol Geneva 1925
Konvensi tahun 1980 berupa Larangan dan Pembatasan Penggunaan senjata-senjata
konvensional tertentu yang mengakibatkan luka berlebihan atau akibat yang tidak pandang
bulu.
Hukum Humaniter Internasional (International Humanitarian Law) atau Hukum Perang (The
Law of War) atau Hukum Konflik Bersenjata (The Law of Armed Conflict) telah diatur
dalam perjanjian-perjanjian hasil Konferensi Den Haag tahun 1899 dan 1907; dan dalam
Konvensi Genewa 1949 (terdiri empat Konvensi) yang merupakan Sumber Hukum dalam
Hukum Humaniter Internasional yang berasaskan Peri Kemanusiaan dan disebut juga
Konvensi Genewa tentang Korban Perang :
1.      Konvensi mengenai perbaikan keadaan anggota angkatan perang yang luka dan sakit di
medan pertempuran darat.
2.      Konvensi mengenai perbaikan keadaan anggota angkatan perang di laut yang luka, sakit
dan korban karam
3.      Konvensi mengenai perlakuan tawanan perang
4.      Konvensi mengenai perlindungan orang-orang sipil di waktu perang.

Tujuan dari Hukum Humaniter Internasional adalah untuk membatasi penderitaan-


penderitaan yang diakibatkan oleh peristiwa perang dengan jalan memberikan perlindungan-
perlindungan dan bantuan-bantuan semaksimal mungkin (Jus in bello).

PENGERTIAN, BERLAKUNYA, DAN PRINSIP– PRINSIP HUKUM HUMANITER


INTERNASIONAL
PENGERTIAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL
Hukum Humaniter Internasional adalah nama baru dari Hukum Perang. Hukum Humaniter
Internasional  adalah Hukum yang mengatur mengenai bagaiman perang seharusnya
berlangsung karena alasan kemanusiaan untuk mengurangi atau membatasi pemnderitaan
individu-individu dan untuk membatasi wilayah dimana kebuasan suatu konflik bersenjata
diperbolehkan; atau dapat disimpulkan Hukum Humaniter Internasional adalah peraturan
tentang ‘perang berprikemanusiaan’.

Mochtar Kusumaatmaja berpendapat bahwa Hukum perang dibedakan dalam


Jus ad bellum (Hukum tentang perang)  yang mengatur dalam hal bagaimana suatu negara
dibenarkan untuk menggunakan kekerasan senjata; dan
Jus in bello yaitu hukum yang berlaku dalam perang, yang dibedakan lagi menjadi dua :
1.       Hukum yang mengatur cara dilakukan perang (conduct of War)
2.       Hukum yang mengatur mengenai perlindungan orang-orang yang menjadi korban perang,
baik sipil maupun militer.
Ketentuan hukum yang mengatur mengenai perang dimuat dalam Konvensi Den Haag ( Hage
Rules ). Sedangkan Konvensi mengenai perlindungan terhadap korban perang terdapat dalam
Konvensi Genewa 1949.

BERLAKUNYA HUKUM INTERNASIONAL HUMANITER


Hukum Humaniter Internasional berlaku hanya pada situasi-situasi saat terjadi konflik
bersenjata, artinya bahwa dalam situasi konflik bersenjata harkat martabat manusia harus
dihormati, atau dalam perang pun ada hukum yang harus berlaku yang membatasi perilaku
para pihak yang terhibat dalam konflik.

PRINSIP-PRINSIP DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL


PRINSIP PEMBEDAAN PENDUDUK (PRINCIPLE OF DISTINCTION)
Dalam Konflik bersenjata para pihak yang berkonflik harus setiap saat membedakan antara
penduduk sipil dengan Kombatan-Kombatan.
Penduduk Sipil adalah mereka yang tidak diperbolehkan untuk dijadikan saasaran serangan.
Sementara Kombatan-kombatan adalah orang-orang yang secara aktif turut serta dalam
permusuhan (hostilities)

PRINSIP PERIKEMANUSIAAN
Dalam hal terjadinya perang atau konflik bersenjata maka harus berlaku prinsip kemanusiaan.
Kekejaman dalam perang dan konflik  bertentangan dengan martabat manusia dan
penghargaan atas diri, jiwa dan kehormatannya.

PRINSIP PERLINDUNGAN HUMANITER


Kewajiban pihak yang berkonflikm untuk tidak menghalangi kegiatan-kegiatan kemanusiaan
yang mungkin diusahakn oleh Komite Internasional Palang Merah atau organisasi Humaniter
lainnya yang tidak berpihak untuk melindungi dan menolong yang luka dan sakit, anggota
dinas kesehatan dan pendeta-pendeta selama mendapat persetujuan pihak yang bertikai
merupakan upaya untuk m emberikan jaminan perlindungan humaniter.

KETENTUAN-KETENTUAN YANG BERSAMAAN DARI KONVENSI GENEWA


1949
Kewajiban Negara (state’s obligation) untuk menghormati Hukum Humaniter Internasional
ditegaskan dalam Konvensi Genewa 1929 dan tahun 1949 dimana negara wajib
melaksanakan seluruh ketentuan hukum yang terdapat dalam keempat Konvensi Genewa
tahun 1949.

KETENTUAN-KETENTUAN UMUM
KEWAJIBAN MENGHORMATI DAN MENJAMIN PENGHORMATAN
TERHADAP KONVENSI
Setiap Negara peserta wajib membuat perintah atau instruksi untuk “menjamin
penghormatan” terhadap konvensi tidak hanya ditujukan kepada anggota angkatan perangnya
namun diperluas mencakup juga kepada orang-orang atau kelompok-kelompok yang ada
dibawah instruksi, pengarahan dan pengawasannya.

BERLAKUNYA KONVENSI DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNASIONAL


Berlakunya Konvensi hanya pada situasi-situasi  saat terjadi konflik bersenjata, artinya pada
saat ini harkat dan martabat manusia harus tetap dihormati, atau dalam perang pun ada
hukum yang harus berlaku yang membatasi perilaku para pihak yang terlibat dalam konflik.

BERLAKUNYA KONVENSI DALAM KONFLIK BERSENJATA NON-


INTERNASIONAL
Berlakunya Konvensi juga pada saat terjadi jika konflik bersenjata terjadi didalam wilayah
salah satu pihak (negara) yang mengadopsi konvensi ini.

ORANG-ORANG YANG DILINDUNGI


Orang-orang yang dilindungi adalah mereka yang mengalami luka dan sakit yang ditentukan
dalam enam golongan dalam konvensi yang wajib dilindungi dalam keadaan perang,

PERSETUJUAN KHUSUS
Pihak-pihak penandatangan konvensi dapat mengadakan persetujuan khusus mengenai segala
hal disamping persetujuan-persetujuan yang ditentukan dalam konvensi dan hanya sebatas
bersifat tambahan atu penyempurnaan daripada ketentuan-ketentuan konvensi.

LARANGAN MELEPASKAN HAK


Yang Luka dan Sakit, anggota dinas kesehatan serta pendeta-pendeta sekali-kali tidak boleh
menolak sebagian atau seluruhnya hak-hak yang diberikan kepada mereka oleh konvensi ini,
serta oleh persetujuan-persetujuan khusus (tambahan).

PENGAWASAN PELAKSANAAN KONVENSI


1.         Negara Pelindung (Protecting  Power)
2.         Komite Internasional Palng Merah.

LARANGAN UNTUK MENGADAKAN PEMBALASAN / REPRISAL


Tindakan-Tindakan Pembalasan terhadap yang luka dan sakit, para pegawai, gedung-gedung
atau perlengkapan yang dilindungi oleh konvensi ini dilarang.

KEWAJIBAN NEGARA PESERTA AGUNG UNTUK MENYEBARLUASKAN


KONVENSI
Setiap negara wajib untuk baik di waktu damai maupun di waktu perang menyebarluaskan
teks konvensi ini seluas mungkin didalam negara mereka masing-masing.

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM MENGENAI PELANGGARAN DAN


PENYALAHGUNAAN KONVENSI
Pelanggaran terhadap Konvensi Genewa 1949 secara khusus disebut dengan istilah “grave
breaches” (pelanggaran berat) yang dinyatakan sebagai “Kejahatan Perang”

KETENTUAN PENUTUP
MULAI BERLAKUNYA KONVENSI
Konvensi akan berlaku enam bulan sesudah tidak kujrang dari dua dokumen ratifikasi telah
disimpan baru konvensi akan mulai berlaku. Sementara bagi setiap negara konvensi akan
berlaku setelah enam bulan negara tersebut mendepositkan dokumen ratifikasinya.

BERLAKUNYA KONVENSI JIKA TURUT SERTANYA NEGARA MELAUI


AKSESI
Jika turut sertanya negara dinyatakan dengan suatu pernyataan turut serta (aksesi) maka
konvensi juga kan berlaku enam bulan setelah tanggal penerimaan pemberitahuan demikian
oleh Dewan Federal Swiss.
BERLAKUNYA KONVENSI JIKA SEBELUM KETENTUAN ENAM BULAN
TERPENUHI, NEGARA TERLIBAT KONFLIK
Jika sebelum enam bulan terpenuhi, negara terlibat dalam konflik bersenjata maka ratifikasi
yang disimpan dan pernyataan turut serta (aksesi) diberitahukan oleh negara-negara yang
terlibat dalam pertikaian segera diberlakukan, dan jangka waktu menunggu enam bulan
dikesampingkan.

BERLAKUNYA KONVENSI JIKA ADA PEMBATALAN


Jika suatu Negara menyatakan tidak terikat lagi dengan konvensi maka pernyataan demikian
baru berlaku satu tahun setelah pemberitahuannya dilakukan kepada Dewan Federal Swiss.
Namun Jika pernyataan tidak terikat lagi tersebut diberitahukan pada saat negara tersebut
terlibat dalam pertikaian, maka pernyataan tidak terikat lagi tersebut tidak akan berlaku
sampai tercapaianya perdamaian dan sesudah pemulangan dari orang-orang yang dilindungi
konvensi telah diakhiri.

Anda mungkin juga menyukai