Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

KELOMPOK I

1. Gilbert Yeremi Naibaho (210200359)


2. Harison Tutu Tumanggor (210200361)
3. Aspia Lubis (210200009)
4. Callista Ottodinata (210200161)
5. Afri Anggreni Br. Ambarita (210200008)
6. Dina Lestari (210200013)
7.Erwin Simamora (210200165)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
DAFTAR ISI

Daftar isi……………………………………………………………………..1

A. Pengertian dan Istilah-istilah Hukum Internasional…………………..1


1. Pengertian Umum Hukum Internasional………………………….1
2. Istilah-istilah Hukum Internasional……………………………….1
B. Sejarah Perkembangan Hukum Internasional………………………...2
1. Golongan Naturalis………………………………………………..3
2. Golongan Positivis………………………………………………...3
C. Sumber-sumber Hukum Internasional………………………………..4
1. Perjanjian Internasional…………………………………………...5
2. Hukum Kebiasaan Internasional…………………………………..7
3. Prinsip-prinsip Umum Hukum…………………………………….8
4. Keputusan-keputusan Peradilan……………………………………9
D. Hubungan antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional……….10
1. Perbedaan Sumber Hukum………………………………………..10
2. Perbedaan Mengenai Subjek……………………………………...10
3. Perbedaan Mengenai Kekuatan Hukum…………………………..11
E. Sikap-sikap Negara Berkembang Terhadap Hukum Internasional......11

Kesimpulan.............................................................................................13

Daftar Pustaka..........................................................................................14
A. PENGERTIAN DAN ISTILAH HUKUM INTERNASIONAL

1. Pengertian Umum Hukum Internasional

Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional). Pada
mulanya hukum internasional hanya diartikan sebagai aturan yang mengatur hubungan
antarnegara. Namun, dalam perkembangannya, pengertian hukum internasional menjadi luas,
tidak hanya mengatur hubungan Negara dengan organisasi internasional melainkan juga
hubungan antar organisasi internasional dengan organisasi lainnya, hubungan Negara dengan
individu dalam konteks khusus, dan lain sebagainya. Selain itu, hukum internasional juga
dibagi menjadi dua bagian yaitu hukum internasional publik, yang mengatur hubungan antar
Negara dengan subjek-subjek hukum lainnya, dan hukum internasional privat, yang mengatur
hubungan antar individu-individu atau badan-badan hukum dari berbagai Negara yang
berbeda.1

2. Istilah Hukum Internasional

Ada beberapa istilah hukum internasional seperti Hukum Bangsa-Bangsa (law of


nations) yang dikemukakan oleh J.L. Brierly: “sebagai himpunan kaidah-kaidah dan asas-
asas tindakan yang mengikat bagi negara-negara yang beradab dalam hubungan mereka antar
yang satu dengan yang lainnya”. Istilah kedua yaitu hukum antarnegara (inter state law). Ada
juga istilah hukum internasional publik (public international law) dan hukum internasional
privat (privat international law) yang mana banyak pakar hukum internasional yang
membedakan keduanya. Istilah terakhir adalah hukum transnasional (transnational law),
istilah ini muncul karena para pakar yang tidak setuju atas pembagian hukum internasional
public dan hukum internasional privat. Menurut para pakar tersebut tidaklah mudah untuk
memberikan batas yang tegas antara hukum yang punya karakteristik publik dengan perdata.
Istilah transnasional karenanya sangat tepat menurut para pendukung istilah ini yaitu prinsip-
prinsip dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antara subjek-subjek hukum dan bersifat
lintas batas negara.2

1
Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, (Bandung:
P.T. ALUMNI, 2015), hlm 2
2
Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, (Depok: Rajawali Pers, 2021), hlm 3
B. SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL
Ubi Societas Ibi Ius, di mana ada masyrakat di situ ada hukum merupakan istilah
yang sering kali didengar apabila membicarakan masalah hukum.Hukum dengan demikian
merupakan pijakan untuk berperilaku bagi setiap orang baik sebagai individu maupun sebagai
bangsa. Namun pada kenyataannya tidak setiap orang mampu mentaati hukum tersebut karena
banyak orang tidak mau mempedulikan hak orang lain dan lebih mementingkan diri sendiri,
sehingga muncullah sifat manusia yang ingin menguasai manusia lainnya. Di samping itu
kondisi masyarakat yang terus-menerus berkembang, mulai dari masyrakat purbakala yang
primitif sampai dengan masyarakat maju dan modern saat ini. Karena itu mau tidak mau,
sektor hukum harus mengikuti irama perkembangan masyrakat. Artinya, dalam masyarakat
yang maju dan modern, hukum harus maju dan modern pula.3
Walaupun hukum internasional dalam pengertian modern baru berumur sekitar empat
abad, tetapi akar-akarnya telah terdapat semenjak zaman Yunani kuno dan Zaman Romawi. Di
zaman Yunani kuno, ahli-ahli pikir seperti Aristoteles, Socrates, dan plato telah
mengemukakan gagasan-gagasan mengenai wilayah, masyarakat, dan individu. Walaupun
lebih dari dua ribu tahun yang lalu, city-states di Yunani didiami oleh bangsa dengan bahasa
yang sama, hubungan mereka lebih diatur oleh ketentuan-ketentuan yang bernama hukum
internasional. Pada waktu itu ketentuan-ketentuan tersebut belum lagi didasarkan atas prinsip
hukum yang mengikat, tetapi atas percampuran moral, agama, dan hukum.
Berbeda halnya dengan zaman Yunani kuno, pada zaman Romawi, hubungan
internasional sudah ditandai dengan adanya negara-negara dalam arti yang sebenarnya.
Kerajaan Romawi membuat bermacam-macam perjanjian-perjanjian persahabatan,
persekutuan, dan perdamaian dengan negara-negara lain. Sumbangan Romawi terhadap
pembentukan hukum internasional cukup berarti, tetapi prinsip-prinsip yang dirumuskannya
tidak banyak berkembang karena kerajaan tersebut menaklukan hampir semua negara lain
pada waktu itu. Barulah pada abad ke-15 dan 16 city-states di Italia seperti Venice, Milano,
dan Florence mengembangkan praktik pengiriman duta-duta besar residen ke ibu kota masing-
masing yang berakibat dibuatnya prinsip-prinsip hukum mengatur hubungan diplomatik antara
mereka, terutama kekebalan-kekebalan para duta besar dan stafnya.4

3
Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru, 1983), hlm 1
4
Boer Mauna., op.cit, hlm 5
Hukum Internasional dalam arti sekarang, baru berkembang mulai abad ke- 16 dan 17 setelah
lahirnya negara-negara modern dengan sistem modern di Eropa. Perkembangan hukum
internasional pada waktu itu sangat banyak dipengaruhi oleh karya-karya tokoh-tokoh
kenamaan di Eropa yang dapat dibagi menjadi dua aliran, yaitu golongan naturalis dan
golongan positivis.
1. Golongan Naturalis
Menurut golongan naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan
berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara
universal, sepanjang masa dan yang dapat ditemui dengan akal sehat. Hukum harus
dicari dan bukan dibuat.5
Tokoh terkemuka golongan ini ialah warga Belanda Hugo de Groot atau Grotius
(1583-1645). Ditinjau dari perkembangan hukum intenasional, sumbangan Grotius
sangat besar. Bahkan, ia telah diberi julukan pendiri hukum internasional modern.
Karyanya yang terkenal ialah De jure belli ac pacis (Hukum perang dan Damai) yang
berisikan dasar-dasar baru yang mengatur hubungan anarnegara. Dengan karyanya
tersebut, hukum internasional selanjutnya merupakan suatu sistem hukum yang
terpisah, suatu cabang tersendiri.6
2. Golongan Positivis
Menurut golongan positivis, hukum yang mengatur hubungan antarnegara adalah
prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri.
Dasar hukum internasional adalah kesepakatan bersama antara negara-negara yang
diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian internasional.
Di abad ke-19, hukum internasional berkembang dengan cepat karena beberapa
factor: (1) Negara-negara Eropa sesudah Kongres Wina 1815 berjanji untuk selalu
memakai prinsip- prinsip hukum internasional dalam hubungannya satu sama lain, (2)
Banyak dibuat perjanjian-perjanjian (Law-making treaties) seperti di bidang perang
dan netralitas, peradilan, dan arbirasi, (3) Berkembangnya perundingan-perundingan
multilateral yang sering melahirkan ketentuan-ketentuan hukum yang baru.
Di paruh kedua abad ke-20, hukum internasional mengalami perkembangan yang
sangat pesat. Faktor-faktor penyebabnya antara lain adalah sebagai berikut: (1) banyaknya
negara-negara baru yang lahir sebagai akibat dekolonisasi dan meningkatnya hubungan

5
Michael Akehurst, A modern introduction to international law, George Allen & Unwin (Publisher) Ltd, 5th
Edition 1984, hlm 13
6
Boer Mauna., op.cit, hlm 6
antarnegara, (2) Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan
dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antarnegara di berbagai
bidang, (3) Bamyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat, baik bersifat
bilateral, regional, maupun bersifat global, (4) Bermunculannya organisasi-organisasi
internasional seperti PBB dengan berbagai organ subsidernya, serta Badan-badan khusus
dalam kerangka PBB yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dalam berbagai bidang.
Dengan demikian, hukum internasional dewasa ini bukan saja mengatur hal-hal yang
berhubungan dengan perdamaian dan keamanan, tetapi juga menyangkut masalah politik,
dekolonisasi, ekonomi, teknologi, sosial, di samping masalah-masalah hak asasi,
lingkungan, terorisme, kejahatan lintas Negara dan lain- lain demi tercapainya kesejahteraan
dan keserasian dalam kehidupan antarnegara.7

C. SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL


Sebagai mana telah dikemukakan sebelumnya, tidak ada badan legislatif internasional
untuk membuat ketentuan-ketentuan yang mengatur secara langsung kehidupan masyarakat
internasional. Satu-satunya organisasi internasional yang kira-kira melakukan fungsi
legislatif adalah Majelis Umum PBB, tetapi resolusi-resolusi yang dikeluarkannya tidak
mengikat kecuali yang menyangkut kehidupan organisasi internasional itu sendiri. 8 Memang
ada konferensi-konferensi internasional yang diselenggarakan dalam kerangka PBB untuk
membahas masalah-masalah tertentu, tetapi tidak selalu merumuskan law-making treaties.

J.G. Starke9 menguraikan bahwa sumber-sumber materil hukum internasional dapat


didefinisikan sebagai bahan-bahan aktual yang digunakan oleh para ahli hukum internasional
untuk menetapkan hukum yang berlaku bagi suatu peristiwa atau situasi tertentu. Pada garis
besarnya, bahan-bahan tersebut dapat dikategorikan dalam lima bentuk, yaitu :
1. Kebiasaan
2. Traktat
3. Keputusan pengadilan atau badan-badan arbitasi
4. Karya-karya hukum
5. Keputusan atau ketetapan organ-organ/lembaga internasional

Sedangkan pasal 38(1) Statuta Mahkamah Internasional menetapkan bahwa sumber


hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara-perkara
adalah :

7
Boer Mauna., op.cit, hlm 7
8
N.A. Maryangreen, International Law of peace, Second Edition, 1982,p. 11.
9
Lihat J.G. Starke, oq. Introduction to International Law, Butterworth & Co. Tenth Edition, 1989, p,429
1. Perjanjian Internasional (international conventions), baik yang bersifat umum
maupun khusus;
2. Kebiasaan internasional (international custom);
3. Prinsip-prinsip hukum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara
beradab;
4. Putusan pengadilan dan doktrin atau karya hukum sebagai sumber hukum
tambahan (subsidiary)

Selanjutnya menurut pasal 38 (2) hakim juga dapat memutus berdasar kepatutan dan
kelayakan (at aque at bono) bilamana disetujui oleh para pihak.
Ada beberapa catatan dan permasalahan penting berkaitan dengan pasal 38 Statuta
Mahkamah Internasional tersebut. Catatan pertama adalah bahwa Statuta MI tidaklah khusus
membahas mengenai sumber-sumber HI. Statuta tersebut yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Piagam PBB merupakan aturan yang mengatur kelembagaan MI secara
umum seperti tugas, fungsi, yurisdiksi, pengangkatan hakim termasuk sumber hukum yang
dapat digunakan hakim ketika menghadapi perkara. Dengan demikian, pasal 38 sifatnya
hanya merupakan petunjuk bagi hakim untuk mempertimbangkan macam-macam sumber
hukum yang dapat digunakannya. Pasal 38 (1) tidak bermaksud memberikan daftar lengkap
macam-macam sumber hukum. Sebagai contoh pasal tersebut tidak memuat Resolusi Majelis
Umum atau putusan organisasi internaisonal juga korespondensi diplomatik (diplomatic
correspondence). Namun demikian tidak berarti hakim tidak dapat menggunakan keduanya
sebagai sumber hukum dalam memutuskan perkara.Catatan kedua terhadap pasal 38 Statuta
adalah bahwa daftar sumber hukum yang tercantum tidaklah menunjukkan suatu hierarki.
Kalaupun dalam pasal 38 terdapat pernyataan bahwa putusan pengadilan dan doktrin atau
karya hukum sebagai sumber tambahan, maka hal itu hanya menyatakan bahwa keduanya
tidaklah menciptakan hukum. Putusan pengadilan hanya mengikat pada pihak-pihak perkara
tersebut.
1. Perjanjian internasional (Treatis)
Perjanjian internasional memiliki beberapa istilah atau nama seperti convention, final
act, declaration, memorandum of Under Standing (MOU), agreement, protocol, dan
lain-lain. Istilah-istilah ini merupakan penyebutan atau tidak berdampak yuridis.

Syarat penting untuk dikatakan sebagai perjanjian internasional adalah bahwa


perjanjian tersebut tunduk pada rezim hukum internasional. Meskipun para pihaknya
adalah Negara, namun bilamana ada klausul bahwa para pihak tunduk pada hukum
nasional salah satu peserta maka perjanjian tersebut tidaklah dapat digolongkan
sebagai perjanjian internasional (treaty) melainkan kontrak. Contohnya kontrak jual
beli pesawat antara Indonesia dengan Malaysia yang menyebutkan bilamana terjadi
sengketa akan diselesaikan dengan hukum Malaysia.

Konvensi-konvensi atau perjanjian-perjanjian internasional merupakan sumber


utama hukum internasional. Konvensi-konvensi itu dapat berbentuk bilateral bila yang
menjadi pihak lebih dari dua Negara. kadang-kadang suatu konvensi disebut regional
bila yang menjadi pihak hanya negara-negara dari suatu kawasan. Konvensi
multilateral dapat bersifat universal bila menyangkut seluruh Negara di dunia.
Konvensi-konvensi internasional yang merupakan sumber utama hukum internasional
adalah konvensi yang berbentuk law-making treaties yaitu perjanjian-perjanjian
internasional yang berisikan prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang berlaku
secara umum. Sebagai contoh dapat disebutkan :
1) Konvensi-konvensi Den Haag 899 dan 907 mengenai hukum perang dan
penyelesaian sengketa secara damai.
2) General Treaty for the Renunciation of War, 27 agustus 1928.
3) Piagam perserikatan bangsa-bangsa 1945
4) Konvensi-konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik, 1961 dan
Hubungan Konsuler, 1963.
5) Konvensi-konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang dan
Protokol-protokol tambahan, 1977.
6) Konvensi PBB tentang Hukum Laut, 1982.
7) Konvensi Senjata-senjata kimia, (Chemical Weapons Convention), 1993.
8) Comprehensive Nuclear Test-Ban Treaty (CTBT), 1996

Berikut beberapa prinsip penting dalam hukum internasional adalah sebagai berikut :
1) Voluntary, tidak ada pihak yang dapat diikat oleh suatu treaty melalui salah satu cara
yang diakui HI (penandatanganan, peratifikasian, atau pengaksesan) tanpa
persetujuannya.
2) Pacta sunt servada, perjanjian mengikat seperti undang-undang bagi para pihaknya.
3) Pacta tertiis nec nocount nec prosunt, perjanjian tidak memberikan hak dan
kewajiban pada pihak ketiga tanpa persetujuannya.
4) Ketika seluruh pasal dalam suatu perjanjian merupakan kodifikasi kebiasaan
internasional yang sudah berlaku maka seluruh isi perjanjian itu akan mengikat pada
seluruh masyarakat internasional, termasuk Negara yang tidak meratifikasinya.
Negara tidak meratifikasi terikat bukan karena perjanjiannya, tetapi karena hukum
kebiasaan internasionalnya.
5) Apabiala suatu perjanjian merupakan campur tangan hukum kebiasaan yang sudah
berlaku dengan perkembangan yang baru (progressive development) maka:
a. Negara peserta akan teirkat pada seluruh pasal perjanjian;
b. Negara bukan peserta hanya terikat pada isi pasal yang merupakan kodifikasi
hukum yang sudah berlaku (existing customary law) saja.
c. Negara bukan peserta dapat pula terikat pada ketentuan yang merupakan
progressive development bilamana progressive development tersebut
merupakan hukum kebiasaan baru. Contohnya adalah konsep ZEE dalam
Konvensi Hukum Laut PBB 1982.

Disamping itu terdapat sejumblah perjanjian mengenai kawasan bebas senjata nuklir yang
bersifat regional yaitu :
1) Treaty of Tlatelolcoyang meliputi wilayah Amerika Latin dan Karibia (1967).
2) Treaty of Rarotonga meliputi kawasan Pasifik selatan (1986).
3) Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone (SEANWFZ) Treaty meliputi kawasan
Asia Tenggara (1995).
4) Treaty of Pelindaba meliputi kawasan Afrika (1996).

Dalam law-making treaties ini Negara-negara bersepakat merumuskan secara komprehensip


prinsip-prinsip dan ketentuan ketentuan hukum yang akan merupakan pegangan bagi Negara-
negara tersebut ketentuan-ketentuan yang dirumuskan dalam law-making treaties tersebut
dapat bersifat umum maupun secara khusus di bidang-bidang polotik, keamanan, ekonomi,
sosial, hukum, komunikasi dan bidang kemanusiaan.

2. Hukum Kebiasaan Internasional (International Costumary law)

Hukum kebiasaan internasional menurut Dixon adalah hukum yang berkembang dari praktik
atau kebiasaan Negara-negara. Hukum kebiasaan internasional adalah sumber hukuum tertua
dalam hukum internasional. Pada awal perkembangan HI, hukum kebiasaan internasional
menjadi primadona sumber-sumber HI.
Hukum kebiasaan internasional harus dibedakan dengan adat istiadat atau kesopanan
internasional ataupun persahabatan.
a. Unsur-unsur Hukum Internasional

Untuk dikatakan sebagai hukum kebiasaan harus memenuhi dua unsure secara kumulatif.
a) Unsur faktual

Yang dimaksud syarat faktual disini adalah adanya praktik umum Negara-negara,
berulang-ulang dan dalam jangka waktu yang lama. Berbagai publikasi dapat
digunakan sebagai sumber mengetahui adanya praktik-praktik tersebut.10
b) Unsur psikologis

Untuk menguji keberadaaan suatu hukum kebiasaan tidak cukup hanya dengan
melihat praktik Negara saja, tetapi perlu juga diketahui mengapa mereka
mempraktikkan seperti itu.11 Unsur faktual adanya praktik negara yang umum,
uniform dan consistent harus diikuti adanya keyakinan pada Negara-negara tersebut
bahwa apa yang mereka praktikkan merupakan suatu kewajiban atau hukumyang
harus dipatuhi bukan sekedar habitual saja. Menentukan terpenuhinya unsure kedua
ini jauh lebih sulit dibandingkan dengan menganalisis unsure faktualnya. Hal ini
dikarenakan unsur psikologis bersifat abstrak dan subjektif.
c) Perubahan Hukum Kebiasaan Internasional

10
Michael Akehurst, A Modern Introduction to International Law,1983, George Allen 7 Unwin Publisher
Ltd,UK.
11
Ibid
Suatu hukum kebiasaan baru dapat menggantikan hukum kebiasaan yang sudah ada bila
ada cukup praktik Negara yang bertentangan dengan hukum kebiasaan yang sudah ada,
yang didukung opinion juris.
d) Hubungan antara Hukum Perjanjian dengan Perjanjian internasional

Bilamana hukum kebiasaan dan perjanjian internasional menetapkan kewajiban hukum


yang sama maka tidak akan menimbulkan banyak masalah. Negara peserta akan terikat
baik pada perjanjian maupun hukum kebiasaannya, adapun non peserta akan terikat pada
hukum kebiasaan saja
Bila ada konflik antara hukum kebiasaan dengan treaty maka:
1) Jika treaty datang kemudian dibandingkan hukum kebiasaan, sepanjang hukum
kebiasaan bukan berstatus jus cogens maka treaty-lah yang diutamakan.
2) Jika hukum kebiasaan yang bertentangan datang kemudian setelah treaty,
penyelesaiannya tidaklah jelas.
3) Pasal 53 Konvensi Wina tentang hukum perjanjian menegaskan bahwa suatu
treaty adalah void bilamana bertentangan dengan jus cogens atau peremptory
norm of general international law yang datang sebelum atau setelah treaty
tersebut.

3.Prinsip-Prinsip Umum Hukum

Prinsip-prinsip hukum umum sebagai salah satu sumber utama hukum internasional
adalah asas-asas hukum yang mendasari sistem hukum positif yang sudah melembaga.
Ketentuan Konvensi Wina mengakui beberapa prinsip-prinsip hukum umum tentunya
terutama terkait dengan perjanjian internasional yaitu:

a) Prinsip “pacta sun servanda” : setiap perjanjian berlaku mengikat terhadap pihak-
pihak pada perjanjian dan harus dilaksanakan dengan itikat baik
b) Prinsip “free consent” : setiap pihak mempunyai kebebasan untuk melakukan
kesepakatan dengan pihak manapun
c) Prinsip “good faith” : setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikat baik oleh
para pihak
d) Prinsip “non retroactive” : konvensi hanya berlaku terhadap perjanjian yang
ditutup sesudah berlakunya konvensi
e) Prinsip “pactaterties nee nosunnenprosunt” : perjanjian hanya berlaku pada pihak
yang membuat perjanjian
f) Prinsip “rebus sic stantibus/fundamental change of circumstances” : perjanjian
internasional akan batal bilamana ada perubahan yang mendasar apa yang menjadi
obyek perjanjian
g) Prinsip “et equo et bono” : prinsip kepatutan dan kewajaran menjadi dasar setiap
penerapan perjanjian internasional
h) Prinsip “jus cogen” : perjanjian batal bilamana muncul noma imperatif baru
menggantikan norma lama yang mendasari perjanjian

4.Keputusan-Keputusan Peradilan
Keputusan-keputusan peradilan memainkan peranan yang cukup penting dalam
membantu pembentukan norma-norma baru hukum internasional.Keputusan-keputusan
Mahkamah internasional misalnya dalam sengketa-sengketa ganti rugi dan penangkapan ikan
telah memasukkan unsur-unsur baru kedalam hukum internasional yang selanjutnya
mendapat persetujuan negara-negara secara umum.Keputusan Peradilan adalah keputusan-
keputusan yang diatur oleh Statuta Mahkamah Internasional pada pasal 38(1)(d), di mana
Statuta Mahkamah Internasional ini memerintahkan Mahkamah untuk menerapkan
keputusan-keputusan yudisial atau peradilan sebagai bentuk sarana tambahan dalam
penetapan aturan-aturan hukum. Arahan ini menyatakan bahwa segala keputusan pengadilan
tidak mempunyai Power atau kekuatan yang mengikat kecuali antar pihak terikat mengenai
kasus-kasus tertentu. Dilihat bahwa keputusan-keputusan peradilan yang juga tunduk pada
ketentuan pasal 59 sesuai dengan arahan, tidak tidak mendoktrin ikatan formal seperti yang
ada dalam sistem Common Law, jadi dalam hukum internasional pengadilan internasional
tidak diwajibkan mengikuti keputusan-keputusan sebelumnya, meskipun mereka kerap
terlihat mempertimbangkan keputusan-keputusan sebelumnya.
Kita dapat melihat dengan adanya keputusan-keputusan peradilan dan juga penyelesaian
sangketa dengan cara penyerahan wewenang terhadap pihak ketiga netral independen dapat
menjadi bukti customary law. Mahkamah Internasional disini memegang peranan penting,
dimana sangat banyak dari keputusannya yang berpengaruh atau berpotensi atau bahkan
dapat menciptakan inovasi hukum yang diperkenalkan dan diaplikasikan ke dalam hukum
Internasional yang kemudian hal ini akan diterima secara umum, sebagai contohnya kasus
genosida dan juga kasus perikanan, dimana akan ada peluang atau kemungkinan yang sangat
kuat bahwa Pengadilan Internasional dan Pengadilan lainnya akan mengikuti keputusan
tersebut terkait kasus-kasus tersebut maupun kasus-kasus lainnya, hal ini dikarenakan
konsistensi peradilan adalah cara yang paling efektif dalam meminimalisir bahkan
menghindari tuduhan bias.
D. HUBUNGAN ANTARA HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM
NASIONAL
Dalam rangka menentukan atau menjustifikasi dasar keterikatan negara terhadap
hukum internasional, terdapat 2 teori klasik yang umum digunakan yaitu teori monisme dan
teori dualisme. Kedua teori tersebut menjelaskan bagaimana hukum internasional dapat
mempengaruhi hukum nasional di suatu negara.

1. Monisme
Pada dasarnya, teori monisme berangkat dari mahzab hukum alam (natural law). 1 Hans
Kelsen mengatakan, “The ultimate source of the validity of all law derived from a basic
rule (‘Grundnorm’) ofinternational law.” Ia berprinsip bahwa hukum internasional
adalah konsekwensi langsung dari basic norm seluruh hukum, sehingga mengikat setiap
individu di seluruh negara secara kolektif sebagaimana dikatakan Judge Lauterpacht
dalam the Norwegian Case yang mengatakan bahwa setiap individu adalah “the ultimate
unit of all law”.

Teori monisme berbicara mengenai hukum internasional dapat masuk secara otomatis ke
dalam hukum nasional tanpa memerlukan transposisi lebih lanjut. Hal tersebut
dikarenakan teori ini melihat hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional
yang dipandang sebagai dua komponen dari satu kesatuan ‘tubuh’ pengetahuan yang
dinamakan hukum.

2. Dualisme

Teori dualisme sering diidentikkan dengan mahzab positivisme karena sama-sama


mengutamakan hukum nasional dengan bentuk peraturan perundang- undangan. Hal ini
menyebabkan seorang pengacara internasional juga dianggap sebagai seorang dualist
sekaligus positivist.
Berbeda dengan teori monisme yang meletakkan primatnya pada hukum internasional,
teori dualisme justru mengutamakan hukum nasional berdasarkan kedaulatan negara
masing-masing sehingga hukum internasional tidak dapat memaksa suatu negara untuk
patuh terhadap hukum internasional. Menurut teori ini, hukum internasional dan hukum
nasional masing- masing merupakan dua sistem yang berbeda secara intrinsik.

1. Perbedaan Sumber Hukum


Hukum nasional dan Hukum Internasional mempunyai sumber yang berbeda; Hukum
nasional bersumber kepada kemauan atau kehendak negara, sedangkan Hukum Internasional
bersumber kepada kemauan atau kehendak bersama masyarakat negara.
2. Perbedaan Mengenai Subjek
Hukum nasional mempunyai subjek orang pribadi atau perorangan, baik dalam hukum
perdata maupun hukum pidana, sedangkan Hukum Internasional subjeknya adalah negara dan
organisasi internasional bukan negara lainnya.
3. Perbedaan Mengenai Kekuatan Hukum
Kekuatan hukum yang mengikat penuh dan sempurna adalah ciri khas kekutan hukum
nasional, sedangkan hukum internasional lebih banyak mengatur hubungan-hubungan negara
secara horizontal. Dari segi integritas pula, hukum nasional dianggap lebih sempuna
dibandingkan dengan hukum internasional. Akan tetapi, perbedaan menurut golongon
Dualisme tersebut dibantah oleh golongan Monisme, yakni :
- Meskipun kedua sistem hukum tersebut memiliki istilah yang berbeda, namun sistem
hukumnya tetap sama, yakni yang diatur oleh hukum internasional pada akhirnya adalah
individu di dalam suatu negara
- Ketika hukum internasional diakui sebagai sistem hukum, hal itu berarti bahwa
hukum internasional dan hukum nasional memiliki suatu kesatuan hukum serta mengikat baik
itu bagi negara atau masing-masing individu
Perbedaan akan hukum nasional dan hukum internasional tersebut sangatlah penting, dimana
kedua perangkat tersebut memiliki orientasi subjektif dan objektif yang berbeda. Yakni di
dalam aliran monisme dikatakan bahwa baik hukum internasional ataupun hukum nasional
adalah dua aspek dari satu sistem hukum. Sementara menurut alian dualisme, hukum
internasional dan hukum nasional merupakan dua perangkat yang berbeda satu sama lain.

E. SIKAP NEGARA-NEGARA BERKEMBANG TERHADAP HUKUM


INTERNASIONAL
Negara berkembang merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu
Negara yang memiliki tingkat kesejahteraan material rendah. Biasanya indeks perkembangan
manusia tercatat dibawah standar normal. Selain itu infrastruktur relatif belum maksimal
pembangunannya. Negara berkembang merupakan negara-negara baru yang pada umumnya
memperoleh kemerdekan setelah Perang Dunia Ke-2. Negara-negara yang lahir setelah
Tahun 1945 saat ini berjumlah 141 dari 192 negara di dunia. Negaranegara berkembang pada
awalnya sama sekali tidak ikut merumuskan ketentuanketentuan hukum internasional zarnan
sebelumnya yang mengatur kehidupan dalam pergaulan antarbangsa.4 Pada awal
perkembangnya negara-negara baru di kawasan Asia dan Afrika mempunyai sikap yang kritis
terhadap hukum internasional dengan alasan sebagal berikut.
1. Pengalaman pahit yang dialami di waktu berada di bawah hukum internasional di
zaman kolonial karena ketentuan-ketentuan hukum yang dibuat pada waktu itu hanya
untuk kepentingan kaum penjajah. Bahkan akibatnya masih dirasakan sampai zaman
sesudah kemerdekaan.
2. Negara-negara tersebut belum lahir waktu dibentuknya hukum internasional. Dengan
demikian nilai-nilai, kebudayaan dan kepentingan mereka tidak tercerminkan dalam
hukum internasional waktu itu. Ketentuan-ketentuan hukum internasional tersebut
dibuat tanpa partisipasi negara-negara Asia dan Afrika yang keseluruhannya
didasarkan atas nilai-nilai dan kepentingan Eropa dan karena itu tidak sesuai dengan
kepentingan negara-negara tersebut.” Oleh karena hukum internasional tersebut
merupakan produk kebudayaan Eropa,sehingga tidak dapat bersikap tidak memihak
terhadap sengketa-sengketa yang terjadi antara Negara-negara Eropa dan Afrika.
3. Dalam hal tertentu, negara-negara Barat menggunakan hukum internasional untuk
memelihara status quo dan mempertahankan ‘kolonialisme.” Hukum internasional
pada waktu itu tidak banyak membantu pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri
kecuali setelah suatu negara memulai perjuangan kemerdekaannya.
4. Di antara negara-negara Asia dan Afrika, banyak yang berada dalam keadaan miskin
dan karena itu berusaha keras untuk memperbaiki keadaan ekonomi mereka. Di antara
negara-negara tersebut ada pula yang mempraktekkan sistem ekonomi sosialis yang
tentunya bertentangan dengan ketentuanketentuan hukum internasional klasik.
5. Jumlah wakil-wakil dari Asia dan Afrika dalam berbagai badan hukum PBB seperti
Mahkamah Internasional, Komisi Hukum Internasional dan Biro-biro Hukum
berbagai organisasi internasional, sampai akhir-akhir ini sangat sedikit, sehingga
menyebabkan mereka tidak terwakili secara memadai dalam badan-badan tersebut
dan tidak dapat berpartisipasi dalam menciptakan norma-norma hukum internasional.
Faktor-faktor di atas mendorong negara-negara berkembang di kawasan Asia dan Afrika
bersikap kritis terhadap hukum internasional walupun tidak menolak eksistensi hukum
internasional. Hal ini karena hukum internasional dipandang sama sekali tidak mencerminkan
nilai-nilai kebudayaan dan kepentingan mereka. Tetapi setelah lahir, dengan aktif negara-
negara tersebut berperan serta dalam berbagai forum dunia untuk mencerminkan pandangan
dan kepentingan dunia ketiga.

KESIMPULAN
1. Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional). Pada
mulanya hukum internasional hanya diartikan sebagai aturan yang mengaturhubungan
antarnegara. Ada beberapa istilah hukum internasional seperti Hukum yaitu hukum
antarnegara (inter state law). Ada juga istilah hukum internasional publik (public
international law) dan hukum internasional privat (privat international law), istilah
terakhir adalah hukum transnasional (transnational law).
2. Hukum Internasional dalam arti sekarang, baru berkembang mulai abad ke- 16 dan
17 setelah lahirnya negara-negara modern dengan sistem modern di Eropa.
Perkembangan hukum internasional pada waktu itu sangat banyak dipengaruhi oleh
karya-karya tokoh-tokoh kenamaan di Eropa yang dapat dibagi menjadi dua aliran,
yaitu golongan naturalis dan golongan positivis.
3. Pada pasal 38(1) Statuta Mahkamah Internasional menetapkan bahwa sumber hukum
internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara-perkara adalah :
1) Perjanjian Internasional (international conventions), baik yang bersifat umum
maupun khusus;
2) Kebiasaan internasional (international custom);
3) Prinsip-prinsip hukum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara
beradab;
4) Putusan pengadilan dan doktrin atau karya hukum sebagai sumber hukum
tambahan (subsidiary).
4. Dalam rangka menentukan atau menjustifikasi dasar keterikatan negara terhadap
hukum internasional, terdapat 2 teori klasik yang umum digunakan yaitu teori
monisme dan teori dualisme. Kedua teori tersebut menjelaskan bagaimana hukum
internasional dapat mempengaruhi hukum nasional di suatu negara. Hukum nasional
dan Hukum Internasional mempunyai sumber yang berbeda; Hukum nasional
bersumber kepada kemauan atau kehendak negara, sedangkan Hukum Internasional
bersumber kepada kemauan atau kehendak bersama masyarakat negara.Perbedaan
Mengenai Subjek Hukum nasional mempunyai subjek orang pribadi atau perorangan,
baik dalam hukum perdata maupun hukum pidana, sedangkan Hukum Internasional
subjeknya adalah negara dan organisasi internasional bukan negara lainnya.Perbedaan
Mengenai Kekuatan Hukum.Kekuatan hukum yang mengikat penuh dan sempurna
adalah ciri khas kekutan hukum nasional, sedangkan hukum internasional lebih
banyak mengatur hubungan-hubungan negara secara horizontal.
5. Faktor-faktor pengalaman pahit atas penjajahan mendorong negara-negara
berkembang di kawasan Asia dan Afrika bersikap kritis terhadap hukum internasional
walupun tidak menolak eksistensi hukum internasional. Hal ini karena hukum
internasional dipandang sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai kebudayaan dan
kepentingan mereka. Tetapi setelah lahir, dengan aktif negara-negara tersebut
berperan serta dalam berbagai forum dunia untuk mencerminkan pandangan dan
kepentingan dunia ketiga.
DAFTAR PUSTAKA
Mauna, Boer. 2017. Hukum Internasional Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global. Bandung: PT. Alumni.
Sefriani. 2015. Hukum Internasional Suatu Pengantar. Depok: PT. Raja Grafindo Persada.
Utrecht. 1983. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Jakarta: PT. Ichtiar Baru.
Akehurst, Michael . 1984. A modern introduction to international law. George Allen &
Unwin (Publisher) Ltd, 5th Edition.
Kholis, Roisah. 2015. Hukum Perjanjian Internasional Teori dan Praktik . Malang: Setara
Press.
Maryangreen, N.A.1982. International Law of peace, Second Edition.

Starke, J.G. 1989. Introduction to International Law. Butterworth & Co. Tenth Edition.

Sumber Internet:
https://bantuanhukum-sbm.com/artikel-pengertian-dan-istilah-hukum-internasional Diakses
Selasa 15 Februari 2022 pukul 06.09 Wib
https://www.hukumonline.com/berita/a/pengertian-hukum-internasional-lt61d8158cab97d
Diakses selasa 15 Februari 2022 pukul 05.27 Wib
http://repository.unissula.ac.id/15696/7/Bab%20I.pdf Diakses Selasa 15 Februari pukul
09.00 Wib
https://kawanhukum.id/menelusur-singkat-perkembangan-hukum-internasional/ Diakses
Selasa 15 Februari 2022 pukul 10.45 Wib
https://masniam.wordpress.com/2010/05/28/sejarah-perkembangan-hukum-internasional/
Diakses Rabu 16 Februari 2022 pukul 07.47 Wib
https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/07/210000269/negara-berkembang-ciri-dan-
contohnya?page=all Diakses Rabu 16 Februari 2022 pukul 17.29 Wib
https://almaiyyah.iainpare.ac.id/index.php/diktum/article/download/224/148/ Diakses hari
Rabu 15 Februari 2022 jam 18.53 WIB
https://adoc.pub/hubungan-hukum-nasional-dengan-hukum-internasional-tujuan-in Diakses
hari Rabu 15 Februari 2022 pukul 18.53WIB
https://adoc.pub/hubungan-hukum-nasional-dengan-hukum-internasional-tujuan-in

Anda mungkin juga menyukai