Oleh
ULFAN DERMAWAN
MADE WIDANA
ENDANG HARWATI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta: Binacipta, 1997, Hlm. 3-4
2
Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika
Global, Bandung: Alumni, 2005, Hlm. 1
3
Ibid.
4
Ibid.
2
Terdapat hubungan yang erat antara hukum internasional dengan
masyarakat internasional. Menurut Mochtar Kusumaatmaja bahwa ”untuk
menyakini adanya hukum internasional maka harus ada pula masyarakat
internasional sebagai landasan sosiologis”. Pada bagian lain dikemukakan juga
bahwa ”...Hukum internasional dalam arti luas, termasuk hukum bangsa-bangsa,
maka sejarah hukum internasional itu telah berusia tua. Akan tetapi bila hukum
internasional diartikan sebagai perangkat hukum yang mengatur hubungan antar
negara, maka sejarah hukum internasional itu baru berusia ratusan tahun...”5
Abad ini telah menjadi saksi adanya dorongan yang besar bagi
perkembangan hukum internasional di banding dengan yang terjadi pada tahun
sebelum dari sejarah hukum internasional. Hal tersebut merupakan akibat wajar
dari berkembangnya interdependensi negara-negara dan peningkatan pesat
hubungan-hubungan antara negara-negara karena berbagai macam penemuan
yang ditujukan guna menanggulangi kesulitan-kesulitan menyangkut waktu, ruang
dan komunikasi intelektual.
B. Rumusan Masalah
5
Arsensius, “Sejarah Perkembangan Hukum Internasional dari Masa Klasik Hingga Masa
Moderen”, 2009, E-Journal Online, <http://jurnal.untan.ac.id/index.
php/civika/article/view/401>
6
J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional Jilid 1, Jakarta: Sinar Grafika, 1992, Hlm. 16-17
3
BAB II
PEMBAHASAN
Pada masa abad pertengahan abad ke enam belas atau biasa disebut sebagai
the Dark Age (masa kegelapan), hukum alam mengalami kemajuan kembali
melalui transformasi di bawah gereja. Peran keagamaan mendominasi sektor-
sektor sekuler. Sistim kemasyarakatan di Eropa pada waktu itu terdiri dari
beberapa negara yang berdaulat yang bersifat feodal dan Tahta Suci.
Pada masa itu muncullah konsep perang adil sesuai dengan ajaran kristen,
yang bertujuan untuk melakukan tindakan yang tidak bertentangan dengan ajaran
gereja. Selain itu, beberapa hasil karya ahli hukum memuat mengenai persoalan
peperangan, seperti Bartolo yang menulis tentang tindakan balas yang seimbang
(reprisal), Honore de Bonet menghasilkan karya The Tree of Battles tahun 1380.8
7
Chairul Anwar, Hukum Internasional Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa, (Jakarta, Djambatan,
1988), Hlm. 19
8
Tontowi Jawahir dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung :Refika
Aditama, 2006, hlm. 34
9
J. G Starke, Op.cit, Hlm. 9
4
Hukum Internasioan mempunyai pengaruh yang kuat dari hukum Romawi
rupanya menjadi pusat perhatian. Hal ini disebut oleh seorang ahli sejarah ternama
zaman Renaissance Garret Mattingly bahwa apa yang dikatakan Hukum
Internasional dalam abad ke-15 elemennya yang paling penting adalah hukum
Romawi. Penulis-penulis awal dari hukum internasional di antaranya ialah Suarez
dan Vitoria dari Spanyol, yang menulis mengenai apa yang di sebut “perang yang
benar dan perang yang tidak benar”. 10
10
Chairul Anwar, Op.cit, Hlm. 21
11
Boer Mauna, Op.cit, Hlm. 7
12
J. G Starke, Op.cit, Hlm.14
5
dipanggil, namun hal ini telah merupakan suatu kemajuan kea rah terbentuknya
suatu peradilan dunia.
Agar para ahli hukum dari berbagai bangsa terus dapat memperkembangkan
studi hukum internasional maka terbentuklah International Law Association.
Demikianlah factor-faktor yang diuraikan di atas. Kemajuan teknologi, desakan-
desakan humaniter, kemerdekaan bangsa-bangsa yang sebelumnya adalah koloni
Negara lain, dan lahirnya arbitrase internasional serta perhatian para cendikiawan
di bidang ini, keseluruhannya tlah memperkembangkan hukum internasional
mengikuti alunan pergaulan internasional di antara bangsa-bangsa di dunia. 13
Teori Hukum alam ( natural law ) merupakan teori tertua . Ajaran ini
memiliki pengaruh yang sangat besarr atas hukum internasional sejak
pertumbuhannya . Menurut penganut ajaran hukum alam , hukum internasional itu
mengikat karena :
a) Hukum internasional itu tidak lain daripada “hukum alam” yang diterapkan
pada kehidupan bangsa – bangsa , atau dengan perkataan lain ,
b) Negara itu terikat atau tunduk pada hukum internasional dalam hubungan
antara mereka satu sama lain , karena hukum internasional itu merupakan
bagian dari hukum yang tertinggi yaitu hukum alam.15
13
Chairul Anwar, Op.cit, Hlm. 24-25
14
Mochtar Kusumaatmadja, Op.Cit., Hlm.44
15
Mochtar Kusumaatmadja, Indonesia Dan Perkembangan Hukum Laut Dewasa Ini Jakarta:
Departemen Luar Negeri, Badan Penelitian dan Pengembangan Masalah Luar Negeri, 1977, hlm.
33
6
Kelemahan dari konsep ini adalah konsep hukum alam teralu abstrak dan
cenderung bersidat subjektif, tergantung pada apa yang diyakini oleh masing-
masing pribadi ida.16
Teori ini mendalilkan bahwa hukum internasional ini berlaku karena danya
kehendak dari negara yang bersangkutan untuk tunduk pada hukum internasional
tersebut. Aliran ini menyandarkan teori mereka pada falsafah Hegel yang dahulu
mempunyai pengaruh yang luas di Jerman. Salah seorang yang paling terkemuka
dari aliran ini adalah George Jellineck yang terkenal dengan dengan “Selbst-
limitation-theori”nya. Seorang pemuka lain dari aliran ini adalah Zorn yang
berpendapat bahwa hukum internasional itu tidaklah lain dari pada hukum tata
Negara yang mengatur hubungan luar suatu Negara (auszeres Staatsrech). Hukum
internasional bukan sesuatu yang lebih tinggi yang mempunyai kekuatan
mengikat di luar kemauan Negara.
Kelemahan teori ini adalah tidak dapat diterimanya logika bahwa jika
negara-negara tidak menghendaki suatu hukum untuk berlaku, maka ketentuan itu
bukan lagi suatu “hukum” di masyarakat internasional. Kelemahan yang lain
adalah berkenaan dengan penerapannya bagi negar-negara yang baru lahir
(negara-negara bekas jajahan) yang langsung menghadapi kenyataan adanya
“hukum” dimasyarakat internasional yang harus ditaati dan mengikat (seperti
hukum kebiasaan internasional)17
3. Teori Obyektivis
Dasar pengikat hukum internasional adalah norma hukum yang lebih tinggi
yang didasarkan pada norma yang lebih tinggi lagi, dan seterusnya hingga sampai
ke tingkat norma/ kaidah dasar yang disebut grundnorm. Teori ini diserang ketika
sampai kepada apa dasar pengikat dari gundnorm tersebut.18
16
Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, “Kedudukan
Hukum Internasional dalam Sistem Hukum Nasional”, Jurnal Hukum Internasional, Volume 5
Nomor 3 April 2008, Hlm. 506, 2008
17
Ibid.
18
Ibid.
7
biologis, social, dan sejarah kehidupan manusia” yang mereka namakan fakta
kemasyarakatan (fait social).
19
Moctar Kusumaatmadja dalam Abdul Muthalib Tahar, Hukum Internasional dan
Perkembangannya, (Bandar Lampung: Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2012), Hlm. 12
20
Jakarta Asosiasi Peneliti Hukum Indonesia, “Praktek pengesahan perjanjian internasional
kedalam hukum nasional: suatu analisis terhadap penggunaan doktrin monisme dan dualisme”
Jurnal penelitian hukum APHI: De Jure, Volume 10 Nomor 3, Hlm.310, 2010. E-Journal Online,
( http://isjd.pdii.lipi.go.id/) diunduh pada tanggal 15 November 2012
21
Rebecca M. M Wallace, Hukum Internasional, Semarang: Sweet & Maxwell, 1986, hlm. 9
22
Perkataan sumber hukum dipakai dalam beberapa arti. Kata-kata sumber hukum ini pertama-
tama dipakai dalam arti dasar berlakunya hukum. Dalam arti ini yang dipersoalkan adalah apa
sebabnya hukum itu mengikat? Sumber hukum dalam arti ini dinamakan sumber hukum dalam arti
materiil karena menyelidiki masalah: apakah yang pada hakekatnya menjadi dasar dari pada
kekuatan mengikat hukum dalam hal ini hukum internasional. Arti kedua dari pada kata sumber
hukum adalah sumber hukum dalam arti formil yang member jawaban kepada pertanyaan: di
manakah kita mendapatkan ketentuan-ketentuan hukum yang dapat diterapkan sebagai kaidah
dalam satu persoalan yang konkrit?
8
hukum yang berlaku terhadap keadaan tertentu. Bahan-bahan ini dimasukkan
dalam lima kategori atau bentuk utama, yaitu:23
a. Kebiasaan (Custom)
Sampai saat ini, hukum internasional sebagian besar terdiri dari akidah-
kaidah kebiasaan. Kaidah-kaidah ini pada umumnya telah menjalani suatu proses
sejarah yang panjang yang berpuncak pada pengakuan oleh masyarakat
internasional. Kaidah-kaidah kebiasaan tradisional yang besar tersebut makin
menyusut sebagai akibat dari adanya sejumlah besar traktat “yang memberntuk
hukum” (lawmaking).24
b. Traktat-Traktat
d. Karya-Karya Hukum
23
J.G Strake, Op.cit, Hlm. 42
24
Idem, Hlm. 45
25
Idem, Hlm. 51
26
Idem, Hlm. 57
27
Idem, Hlm.62
9
e. Keputusan-Keputusan atau Penetapan-Penetapan Organ-Organ Lembaga
Internaisonal.
a. Perjanjian Internasional
10
bersama. Contoh-contoh dalam hal ini adalah: Kongres Vienna 1814-1815;
Konperensi Perdamaian Den Haag 1899 dan 1907; Konperensi Perdamaian
Paris 1919; dan Konperensi PBB tentang organisasi internasional San
Fransisco 1945.
b. Kebiasaan Internasional
11
Asas-asas hukum umum ini mwiputi spectrum yang luas, yang juga
meliputi asas-asas hukum perdata yang diterapkan oleh peradilan nasional yang
kemudian dipergunakan untuk kasus-kasus hubungan internasional. Asas-asas
hukum umum akan diterapkan oleh Mahkamah apabila sumber-sumber utama
hukum internasional tidak mencukupi untuk dijadikan landasan bagi putusan
Mahkamah.
d. Keputusan Pengadilan
Tulisan ahli-ahli hukum ternama dari berbagai Negara disebut oleh pasal
38 dari Piagam Mahkamah Internasional sebagai sumber hukum tambahan
untuk menentukan aturan hukum. Pendapat-pendapat dari ahli-ahli hukum
internasional telah lama diakui oleh peradilan nasional seperti terlihat dalam
kasus The Paquette Habanaa and The Lola.
33
Mochtar Kusumaatmadja, Op.cit, Hlm. 91-92
12
Hukum internasional mengenal subyek-subyek sebagai berikut:34
1. Negara
Negara adalah subyek hukum internasional dalam arti yang klasik, dan telah
demikian halnya sejak lahirnya hukum internasional. Bahkan hingga sekarangpun
masih ada anggapan bahwa hukum internasional itu pada hakekatnya adalah
hukum antar negara.
Beberapa penulis berpendapat bahwa negaralah yang menjadi subyek utama
hukum internasional. Secara teoritis dapat dikemukakan bahwa subyek hukum
internasional sesunggguhnya adalah Negara. Contohnya, apabila suatu Negara
terikat pada suatu perjanjian misalnya Konvensi-konvensi Palang Merah (1949),
di mana Konvensi itu memberikan hak dan kewajiban tertentu, maka hak dan
kewajiban tersebut tidak diberikan oleh Konvensi secara langsung kepada
perorangan (individu), akan tetapi harus melalui lebi dahulu negaranya yang
menjadi peserta konvensi.
2. Tahta Suci
Tahta suci merupakan suatu contoh dari pada suatu subyek hukum
internasional yang telah ada sejak dahulu di samping negara-negar. Hal ini
merupkan peninggalan berkelanjutan sejak zaman dahulu ketika Paus bukan
hanya merupakan kepala Gereja Roma tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi.
Hingga sekarang Tahta suci mempunyai perwakilan-perwakilan diplomatic di
banyak ibu kota terpenting di dunia yang sejajar kedudukannya dengan wakil-
wakil diplomatic negara-negara lain.
4. Organisasi Internasional
13
tetapi juga organisasi privat (Privat International Organization). Organisasi
semacam itu meliputi juga organisasi regional dan organisasi sub-regional. Ada
pula organisasi yang bersifat universal (organization of universal character).35
Dalam arti yang terbatas orang perseorangan sudah agak lama dapat
dianggap sebagai subyek hukum internasional. Dalam perjanjian perdamaian
Versailles tauhun 1919 yang mengakhiri Perang Dunia I antara Jerman dengan
Inggris dan Perancis, dengan masing-masing sekutunya, sudah terdapat pasal-
pasal yang memnugkinkan orang perseorangan mengajukan perkara kehadapan
mahkamah-mahkamah arbitrase internasional, sehingga dengan demikian sudah
ditinggalkan dalil lama bahwa hanya negara yang bias menjadi pihak dihadapan
suatu peradilan internasional.
35
I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Mandar Maju, 1990, Hlm. 60
36
Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Lampung, “Perjanjian
Internasional yang dibuat oleh Organisasi Internasional”, Jurnal Hukum Internasional, Volume 3
Nomor 4 Juli 2006, Hlm. 497, 2006
37
Universitas Warmadewa Fakultas Hukum, “Implikasi yuridis keterlibatan Indonesia dalam
organisasi perdagangan internasional”, Kertha wicaksana : majalah ilmu hokum, Volume 18
Nomor 1, Hlm.30, 2012. E-Journal Online, (http://isjd.pdii.lipi.go.id/) diunduh pada tanggal 15
November 2012
14
mewakili kekuatan-keuatan politik yang ditujukan untuk kemerdekaan dan
pemisahan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
38
Abdul Muthalib, Op.cit,, hlm. 44-45
39
Abdul Muthalib Tahar, Hukum Internasional, Lampung: Percetakan Unila, 2010, hlm.32
15
Pertama, dalam sejarah perkembangan hukum internasional,
Berkembangnya system Negara kota di Yunani serta peranan dari hukum Romawi
di Eropa pada abad keenam belas telah memberikan dorongan yang penting
terhadap perkembangan hukum internasional.
Dan terakhir yang Keempat, Subyek dari hukum internasional tidak hanya
Negara melainkan juga tahta suci (Vatican), palang merah internasional,
organisasi internasional, orang perorangan (individu), dan belligerent.
B. SARAN
16
hubungan yang melewati batas-batas antara Negara dengan Negara, Negara
dengan subjek hukum internasional dan subjek hukum internasional satu sama
laiinya.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
17
Anwar, Chairul. Hukum Internasional Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa,
Jakarta: Djambatan. 1988.
JURNAL
18
Online, (http://isjd.pdii.lipi.go.id/) diunduh pada tanggal 15 November
2012
19